Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30)

(1)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR

BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN PREMIUM-BIOETANOL (GASOHOL BE-25 DAN BE-30)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RONNY Z. P. SITUMEANG NIM. 05 0401 057

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala karunia dan rahmatNya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Sarjana yang dipilih, diambil dari mata kuliah Motor Bakar, yaitu “Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Barbahan Bakar Premium dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol BE-25 dan BE-30)”.

Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ;

1. Kedua orang tua penulis, Almarhum ayahanda tercinta dr. K. Situmeang dan Ibunda S. Tobing yang terus membimbing dan mengarahkan penulis..

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H Napitupulu, DEA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

3. Bapak Dr-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin Sitorus,ST.MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak Ir. Isril Amir selaku dosen pembanding I dan bapak Ir. Tekad Sitepu selaku dosen pembanding II.

5. Bapak / Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.


(3)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

6. Abang-abangku (Indra, Hendy, Erwin, Andi), Kakak-kakakku (Lanny, Ida, Cuca, Shenny, Tetty) dan Lismawaty terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan baik berupa moril dan materil selama kuliah hingga menyelesaikan Skripsi ini.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin , terkhusus stambuk 2005 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu , “ Solidarity Forever “. 8. Rekan – rekan “ Polisi Toba “ , Andriko Silitonga , Ridho Haloho ,

Gunawan Simanjuntak terima kasih atas segala kebersamaan dalam suka dan duka yang telah kita lalui bersama .

9. Staff Laboratorium Motor Bakar Deparetemen Teknik Mesin USU , bang Atin / yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama penelitian ini berjalan .

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita.

Medan, Juni 2006 Penulis,

05 0401 057 Ronny Z. P. Situmeang


(4)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR NOTASI... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Pengujian ... 3

1.3 Manfaat Pengujian ... 4

1.4 Ruang Lingkup Pengujian ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bioetanol ... 6

2.2 Pembuatan Bioetanol ... 8

2.3 Manfaat Bioetanol ... 14

2.4 Bioetanol Ramah Lingkungan ... 17

2.5 Motor Bensin ... 21

2.5.1 Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah ... 21

2.5.2 Performansi Motor Bensin ... 23

2.5.3 Teori Pembakaran ... 27

2.5.4 Nilai kalor Bahan Bakar ... 27

2.6 Emisi Gas Buang ... 29

2.7 Harga Premium di Indonesia ... 32

BAB III METODOLOGI PENULISAN ... 34

3.1 Waktu dan Tempat ... 34

3.2 Bahan dan Alat ... 34

3.2.1 Bahan ... 34

3.2.2 Alat ... 34

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4 Pengamatan Dan Tahap Pengujian ... 35


(5)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Bensin ... 39

3.7 Prosedur Pengujian Emisi Gas Buang ... 44

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN ... 46

4.1 Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar ... 46

4.2 Pengujian Performansi Motor Bakar Bensin ... 48

4.2.1 Torsi ... 48

4.2.2 Daya ... 52

4.2.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ... 55

4.2.4 Rasio Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR) ... 59

4.2.5 Effisiensi Volumetris ... 63

4.2.6 Effisiensi Thermal Efektif ... 67

4.3 Pengujian Emisi Gas Buang ... 70

4.3.1 Kadar Carbon Monoksida (CO) Dalam Gas Buang ... 70

4.3.2 Kadar Carbon Dioksida (CO2) Dalam Gas Buang ... 73

4.3.3 Kadar Unburned Hidro Carbon (UHC) Dalam Gas Buang ... 75

4.3.4 Kadar Sisa Oksigen (O2) Dalam Gas Buang ... 78

4.4 Perhitungan Teoritis Harga Gasohol BE-25 dan BE-30 ... 80

4.5 Hasil Pengujian ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1 Kesimpulan ... 86

5.2 Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA


(6)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konversi Bahan Baku Tanaman yang Mengandung Pati atau

Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol ... 9

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari Bioetanol, Gasoline, dan Butil Eter ... 15

Tabel 2.3 Perbandingan emisi bahan pencemar dari campuran Bioetanol dan Premium ... 19

Tabel 2.4 Perbandingan harga premium di AS dengan Indonesia ... 33

Tabel 3.1 Spesifikasi Mesin Bensin TD4A 024 4-langkah ... 40

Tabel 3.2 Spesifikasi TD4A 241 Instrumen Unit ... 41

Tabel 4.1 Data hasil pengujian dan perhitungan bom kalorimeter ... 47

Tabel 4.2 Data hasil pembacaan langsung unit instrumentasi ... 48

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Daya ... 53

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan konsumsi bahan bakar spesifik (Sfc) ... 56

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Perbandingan Udara dan Bahan Bakar (AFR) ... 61

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Efisiensi Volumetris ... 64

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Efisiensi Thermal Efektif ... 68

Tabel 4.8 Kadar CO dalam emisi gas buang ... 70

Tabel 4.9 Kadar CO2 dalam gas buang ... 73

Tabel 4.10 Kadar UHC dalam gas buang ... 75

Tabel 4.11 Kadar Sisa Oksigen O2 dalam gas buang ... 78

Tabel 4.12 Nilai kalor bahan bakar ... 82

Tabel 4.13 Performansi untuk beban 10 kg... 82

Tabel 4.14 Performansi untuk beban 25 kg... 83

Tabel 4.15 Perbandingan kondisi performansi Bahan Bakar ... 83

Tabel 4.16 Emisi Gas Buang pada beban 10 kg ... 84

Tabel 4.17 Emisi Gas Buang pada beban 25 kg ... 84


(7)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

DAFTAR GAMBAR

Deskripsi Hal Gambar 2.1 Perbandingan Cadangan sumber energi fosil Indonesia dengan

negara lain ... 1

Gambar 2.1 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol ... 11

Gambar 2.2 Proses Produksi Bioetanol dari bahan berpati ... 13

Gambar 2.3 Diagram alir proses pembuatan Bioetanol dari ubi kayu ... 13

Gambar 2.4 Posisi TMA dan TMB ... 17

Gambar 2.5 Daur ulang karbondioksida pada siklus Bioetanol ... 20

Gambar 2.6 Siklus Otto Ideal ... 22

Gambar 2.7 Cara kerja motor bensin 4 langkah ... 23

Gambar 3.1 Bom Kalorimeter ... 36

Gambar 3.2 Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar ... 38

Gambar 3.3 Mesin Uji TD4A 024 ... 39

Gambar 3.4 TD4A 024 4-Stroke Bensin Engine ... 39

Gambar 3.5 TD4A 024 Instrumen Unit ... 41

Gambar 3.6 Diagram alir pengujian performansi motor bakar bensin ... 43

Gambar 3.7 Autologic gas analyzer ... 44

Gambar 3.8 Diagram alir pengujian emisi gas buang motor bakar bensin ... 45

Gambar 4.1 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 10 kg ... 51

Gambar 4.2 Grafik Torsi vs Putaran untuk beban 25 kg ... 51

Gambar 4.3 Grafik Daya vs Putaran untuk beban 10 kg ... 54

Gambar 4.4 Grafik Daya vs Putaran untuk beban 25 kg ... 54

Gambar 4.5 Grafik Sfc vs Putaran untuk beban 10 kg ... 58

Gambar 4.6 Grafik Sfc vs Putaran untuk beban 25 kg ... 58

Gambar 4.7 Kurva Viscous Flow Meter Calibration ... 60

Gambar 4.8 Grafik AFR vs Putaran untuk beban 10 kg ... 62

Gambar 4.9 Grafik AFR vs Putaran untuk beban 25 kg ... 63

Gambar 4.10 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran untuk beban 10 kg ... 66

Gambar 4.11 Grafik Efisiensi Volumetris vs Putaran untuk beban 25 kg ... 66


(8)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Gambar 4.13 Grafik Efisiensi Thermal Efektif vs Putaran untuk beban 25 kg .. 70

Gambar 4.14 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 10 kg ... 72

Gambar 4.15 Grafik Kadar CO vs Putaran untuk beban 25 kg ... 72

Gambar 4.16 Grafik Kadar CO2 vs Putaran untuk beban 10 kg ... 74

Gambar 4.17 Grafik Kadar CO2 vs Putaran untuk beban 25 kg ... 75

Gambar 4.18 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 10 kg ... 77

Gambar 4.19 Grafik Kadar UHC vs Putaran untuk beban 25 kg ... 77

Gambar 4.20 Grafik Kadar O2 vs Putaran untuk beban 10 kg ... 79


(9)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

DAFTAR NOTASI

Simbol Arti Satuan

AFR Air Fuel Ratio

Cv Panas jenis bom kalorimeter kJ/kg 0C

HHV Nilai kalor atas kJ/kg

LHV Nilai kalor bawah bahan bakar kJ/kg M Persentase kandungan air dalam bahan

bakar (moisture) .

f

m laju aliran bahan bakar kg/jam

ma laju aliran masa udara kg/jam

n Putaran mesin rpm

e

P Daya keluaran Watt

Qin Kalor masuk ke ruang bakar J/kg

Qout Kalor yg dibuang pada proses exhaust. J/kg

R konstanta gas J/ kg.K

Sfc konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h

f

sg Spesific gravity

T Torsi N.m

Ta Temperatur udara K

Tkp Kenaikan temperatur akibat kawat penyala 0C

T1 Temperatur air pendingin sebelum penyalaan 0C

T2 Temperatur air pendingin sesudah penyalaan 0C

f

t Waktu untuk menghabiskan bahan

bakar sebanyak volume uji s

Pa Tekanan udara Pa

Vl Volume langkah torak m3


(10)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Simbol Yunani.

Simbol Arti Satuan

a

ρ kerapatan udara kg/m3

v

η Efisiensi volumetrik %


(11)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Suatu saat bahan

mengingat bahwa bahan bakar fosil merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable). Minyak bumi merupakan salah satu bahan bakar fosil, dimana suplai sudah semakin berkurang. Hal ini yang membuktikan bahwa cadangan minyak bumi sudah semakin menipis. Namun persediaan minyak bumi di ladang-ladang dunia mendekati titik nadir. Saat ini sejumlah ahli perminyakan mengemukakan setiap kita membakar 10 liter minyak mentah hanya ditemukan 4 liter cadangan baru. Jika di awal pemanfaatan minyak bumi pada tahun 1859, manusia hanya perlu mengebor sedalam 69 kaki di Pennsylvania. Kini di sumur paling dalam di Oklahoma, orang telah mengebor sedalam 9 kilometer untuk mendulang “emas hitam”. Joao Alvarez Jr, Top Engineering Executive Volkwagen Brazil mengingatkan “Gasoline is going to runnning out someday” Bila kalangan dunia outomotive sebagai pengguna terbesar BBM mengakui dan menyatakan warming, maka layak kita mengubah arah konsumsi bensin dan solar di negeri kita. Bagaimanapun fakta menunjukkan satu dasa warsa terakhir produksi minyak Indonesia melorot terus dari 1,5 juta barrel/hari di tahun 1997 ke 910.000 barel/hari di tahun 2007. Bahkan Kementrian ESDM (ESDM 2007) menyatakan minyak bumi Indonesia akan habis dalam waktu 23 tahun mendatang (apabila tidak ditemukan cadangan baru).

Sumber ; Indonesian Energy Economics review

Gambar 1.1 Perbandingan Cadangan sumber energi fosil Indonesia dengan negara lain


(12)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Penggunaan bahan bakar fosil juga telah menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Perubahan suhu yang semakin meningkat merupakan permasalahan yang sangat mengkhawatirkan bagi dunia pada saat ini. Hal ini disebut dengan pemanasan global (global warming) yaitu adanya proses

peningkata

pada permukaan bumi telah meningkat 0,74 ± 0,18°C (1,33 ± 0,32°F) selama seratus tahun terakhir. Pemanasan global juga disebabkan peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer. Dimana yang termasuk dalam kelompok gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O),

hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6).

Jenis gas rumah kaca yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida (CO2). Sementara, untuk gas rumah kaca

lainnya (HFC, PFC, dan SF6) hanya menyumbang kurang dari 1% [38].

Salah satu sumber penyumbang karbondioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat seja

untuk kemudian digantikan ole

Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam. Pertama, pembangkit listrik bertenaga batu bara. Kedua, pembakaran kendaraan bermotor. Emisi gas rumah kaca harus dikurangi, jadi harus dibangun sistem industri dan transportasi yang tidak bergantung pada bahan bakar fosil yaitu minyak bumi dan batu bara. Maka untuk mengatasi hal ini diperlukan sumber energi alternatif yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sekaligus dapat mengurangi emisi karbondioksida. Salah satu sumber energi yang dapat mengurangi pengunaan bahan bakar fosil adalah bahan bakar nabati yaitu bioetanol [39].

Bioetanol adalah alkohol yang diproduksi dari tumbuh-tumbuhan dengan menggunakan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Pengenalan energi alternatif ini juga merupakan upaya untuk mengurangi penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia. Bioetanol merupakan bentuk sumber energi alternatif yang menarik untuk dikembangkan karena kelimpahannya di Indonesia dan sifatnya yang dapat diperbarui. Ada 3 kelompok bahan penghasil bioetanol yaitu nira


(13)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

bergula, pati, dan bahan serat atau lignoselulosa. Semua bahan baku bioetanol itu mudah didapatkan dan dikembangkan di Indonesia yang memiliki lahan luas dan subur [2].

Di Indonesia saat ini, penggunaan etanol sudah digunakan secara luas. Selain digunakan sebagai campuran premium, etanol juga digunakan dalam dunia industri sebagai pelarut (solven) dan juga sebagai bahan baku industri kimia yang lain seperti pembuatan etil asetat [28].

Hampir semua industri memerlukan etanol antara lain industri makanan dan minuman, bidang kedokteran, farmasi, dan lain-lain. Data perkembangan konsumsi etanol dunia dari tahun 1975, menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi terbesar diakibatkan penggunaan etanol sebagai bahan bakar. Saat ini konsumsi etanol sebagai bahan bakar terutama di Brazil, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa dan Australia berkisar 63-67% dari total penggunaan bahan bakar di dunia. Perlu pula dicatat bahwa 95% dari etanol yang diproduksi di dunia sekarang ini adalah bioetanol [6].

Penggunaan premium telah menimbulkan emisi berbagai gas-gas yang menjadi polutan berbahaya di udara. Disamping itu, bahan aditif timbal yang selama ini digunakan sebagai peningkat angka oktan (octane enhancer) pada premium ikut berkontribusi terhadap pencemaran udara tersebut. Penggunaan MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Ether) sebagai pengganti TEL (Tetra Ethyl Lead) merupakan upaya untuk mengurangi pencemaran lingkungan, namun bahan tersebut harus diimpor, dan penggunaannya sudah mulai dilarang di berbagai negara. Bioetanol dapat menggantikan fungsi dari TEL (Tetra Ethyl Lead) dan MTBE (Methyl Tertiary Buthyl Ether) sebagai campuran pada premium. Bioetanol memiliki angka oktan 117 atau lebih tinggi dibanding bensin yang hanya 87-88, sehingga campuran premium-bioetanol secara langsung akan menigkatkan angka oktan [42].

1.2 Tujuan Pengujian

1. Untuk memperoleh perbandingan nilai kalor pembakaran bahan bakar premium dengan nilai kalor pembakaran bahan bakar campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-25 – BE-30).


(14)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

2. Untuk memperoleh perbandingan unjuk kerja motor bakar berbahan bakar premium dengan campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-25 – BE-30). 3. Untuk memperoleh konsentrasi dari beberapa senyawa emisi gas buang motor

bakar berbahan bakar premium dengan campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-25 – BE-30).

1.3 Manfaat Pengujian

1. Untuk memperoleh campuran yang paling baik dari premium-bioetanol dengan pertimbangan ekonomis dan ramah lingkungan.

2. Memotivasi masyarakat, para petani pada khususnya, dalam memanfaatkan lahan kosong untuk areal penanaman bahan baku bioetanol.

3. Sebagai pertimbangan terhadap pemerintah untuk menghemat devisa negara terhadap anggaran subsidi bahan bakar premium.

4. Memberikan pertimbangan terhadap pemerintah untuk mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil khususnya premium.

1.4 Ruang lingkup Pengujian

1. Bioetanol yang digunakan adalah bioetanol yang berbahan baku ubi kayu. 2. Alat uji yang digunakan untuk dan menghitung nilai kalor pembakaran bahan

bakar adalah ”Bom Kalorimeter”.

3. Mesin uji yang digunakan untuk mendapatkan unjuk kerja motor bakar bensin adalah Mesin Bensin 4-langkah dengan 4-silinder (TecQuipment type.TD4A 024) pada laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin USU.

4. Unjuk kerja mesin bensin yang dihitung adalah : - Daya (Brake Power)

- Rasio perbandingan udara-bahan bakar (Air Fuel Ratio) - Konsumsi bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumtion) - Efisiensi Volumetris (Volumetric Effeciency)


(15)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

5. Pada pengujian unjuk kerja motor bakar bensin, dilakukan variasi putaran dan beban yang meliputi :

- Variasi putaran : 2000-rpm, 2500-rpm, 3000-rpm, 3500-rpm , 4000-rpm - Variasi beban : 10 kg dan 25 kg.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami tulisan ini, maka dilakukan pembagian bab berdasarkan isinya. Tulisan ini akan disusun dalam lima bab, BAB I PENDAHULUAN, berisi latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup pengujian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berisi landasan teori yang diperoleh dari literatur untuk mendukung pengujian. BAB III METODOLOGI PENGUJIAN, berisi metode pengujian, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta prosedur kerja dari pengujian yang dilakukan. BAB IV DATA DAN ANALISA, berisi data hasil pengujian, perhitungan dan analisa terhadap data hasil pengujian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, berisi kesimpulan dari hasil pengujian dan saran-saran.


(16)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetanol

Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH); sering pula disebut grain alcohol. Etil alkohol atau ethanol

adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil atau gugus OH. Wujud dari etanol berupa cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau yang khas, mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, membeku pada suhu –117,3 °C, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 °C, nilai kalor 7077 kal/gram, panas latent penguapan 204 kal/gram dan mempunyai angka oktan 91–117, berat jenisnya adalah sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320oC pada tekanan 766 mmHg. Etanol digunakan dalam beragam industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol (gasohol) [34].

Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan

global. Cepat atau lambat sumber minyak (fosil fuel) akan habis karena depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol (biofuel) sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi oleh mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan [3].

Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar [43] yaitu :

1. Diproduksi dari tanaman yang bersifat renewable.

2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih sempurna.

3. Penggunaan gasohol dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah


(17)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih

banyaknya air ya gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi rumah kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati yaitu gasohol.

4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat karsinogenik (penyebab kanker).

Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 µ m. Partikel-partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu gasohol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.

5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2 µ m. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang


(18)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit, kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin solar. Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Untuk itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara untuk mengurangi emisi fine-particulates. 6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah.

Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE). Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi glukosa larut air [4].

2.2 Pembuatan Bioetanol

Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku tanaman yang mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 2.1.


(19)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Tabel 2.1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati atau Karbohidrat dan Tetes Menjadi Bioetanol

Bahan Baku Kandungan

Gula dalam Bahan Baku

(kg)

Jumlah Hasil Konversi Bioetanol (liter)

Perbandingan Bahan Baku dan Bioetanol

Jenis Konsumsi (kg)

Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5:1

Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1

Jagung 1000 600-700 200 5:1

Sagu 1000 120-160 90 12:1

Tetes 1000 500 250 4:1

Sumber :

Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses produksi bioetanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2 [30] dibawah ini :

(C6H10O5)n + H2O N C6H12O6 (1)

(pati) enzim (glukosa)

(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2 (2)

(glukosa) ragi (etanol)

Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian ditambahkan air sehingga akan diperoleh bubur ubi kayu, dimana pati yang


(20)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel. Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Bubur pati dipanaskan sampai 130oC selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperatur 95oC yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95oC tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2 jam.

2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam.

Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada suhu 95oC aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga mengakibatkan ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu 130oC pada cara pertama tersebut dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih mudah terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl) pada temperature 130oC menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzim pada suhu 130oC akan terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95oC. Selain itu, tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93oC, half life dari termamyl adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107oC, half life termamyl tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan sampai mencapai temperatur 55oC, kemudian ditambah SAN untuk proses sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol adalah Saccharomyces cerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18%), tahan


(21)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC [31].

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA. Tetapi karena ragi Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam piruvat diubah menjadi etanol dengan bantuan piruvat dekarboksilase dan alkohol dehidrogenase melalui proses fermentasi alkohol [19].

C O

O

C O

CH3

piruvat dekarboksilase

CO2

C O

H

CH3

alcohol dehidrogenase

NADH NAD+

CH2 OH

CH3

Pyruvat Acetaldehida Ethanol

Gambar 2.1 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil

fermentasi tersebut biasanya mencapai 35 %, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol

yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas

CO2. Pada umumnya bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi

yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40%, sehingga harus dimurnikan lagi. Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 30 – 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air [32].

Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC. Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol


(22)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

menguap [29]. Destilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari setiap tingkat yang berbeda dalam kolom destilasi. Produk yang lebih berat diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian atas kolom. Dari hasil destilasi ini, kadar bioetanolnya berkisar antara 95-96%. Namun, pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, yang artinya campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan. Untuk memperoleh bioetanol dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut Fuel Grade Ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat dalam struktur kimia alkohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara azeotropic destilasi.

Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants process dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat, merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air, karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya proses ini menggunakan dua kolom, kolom kedua untuk aliran uap alkohol sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas untuk menguapkan air [40].

Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang dapat dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping tersebut antara lain stillage, karbondioksida, dan minyak fusel. Stillage adalah sisa destilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan


(23)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

air. Stillage tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak terfermentasikan. Stillage dari proses destilasi jumlahnya cukup besar, yaitu 10-13 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di dalamnya, maka stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan biogas. Sedangkan gas karbondioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi biasanya diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair. Minyak fusel yang pada prinsipnya merupakan campuran amyl, butyl, isobutyl, n-propyl dan iso-n-propyl alkohol juga asam-asam, ester maupul aldehid, dapat digunakan sebagai bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar [41].

Sumber: www.agribisnis.deptan.go.id

Gambar 2.2 Proses Produksi Bioetanol dari bahan berpati

Sumber:


(24)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

2.3 Manfaat Bioetanol

Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui 2 cara. Pertama, etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme. Kedua, etanol diperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman, kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan lain-lain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada kendaraan bermotor [14].

Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium. Kualitas etanol yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya 99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah [15].

Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead (TEL) (Ward & Singh, 2002). Kedua zat aditif tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol BE-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Hal tersebut terlihat pada tabel 2.2.


(25)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butil eter (McCormick et al., 2001).

Konsep ini pada awalnya berasal dari keinginan beberapa ahli untuk mengganti octan booster (zat yang yang dapat menaikkan nilai oktan) dimana pada awalnya octan booster yang digunakan tersebut adalah dari senyawa timbal, yang kita kenal dengan TEL (Tetra Ethyl Lead), kemudian mengingat timbal yang digunakan tidak begitu aman bahkan membahayakan bagi kesehatan manusia, maka muncullah apa yang kita kenal dengan sebutan MTBE (Methyl Terthier Buthyl Ethylen), dan ada beberapa senyawa octan booster lainnya yang berasal dari turunan senyawa aromatik, diperoleh korelasi antara bensin murni dengan bensin yang ditambah (octan booster) yaitu diketahui dengan penambahan 0,1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu menaikkan angka oktan sebesar 1,5–2 satuan angka oktan dan diketahui juga bahwa timbal adalah merupakan komponen dengan harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1 satuan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya. Berdasarkan sifat-sifat fisik dari metanol dan etanol, diperoleh bahwa etanol lebih disukai dibanding metanol karena metanol lebih korosif daripada etanol serta metanol juga dapat menyebabkan kesukaran untuk starting pada kondisi cuaca dingin atau vapor lock ketika panas. Oktan metanol dan etanol lebih tinggi dari bensin, sehingga dengan pencampuran bensin dengan metanol dan etanol diharapkan akan menaikkan nilai oktan dari bensin dan diharapkan efisiensi mesin juga akan lebih baik [27].


(26)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Perhitungan berikut menunjukkan bahwa kenaikan angka oktan saja belum tentu menjamin bahwa efisiensi mesin akan lebih baik, berikut analisisnya.

Calorific value/Nilai kalor : Energi yg dilepaskan pada proses pembakaran bahan bakar per-satuan volume atau per-satuan massanya.

Efisiensi thermal Engine = 1 - (Qout / Qin)

Qout = Kalor yg dibuang pada proses pembuangan (exhaust).

Qin = Kalor masuk ke ruang bakar (terjadi pada proses pembakaran bahan

bakar).

Semakin besar nilai Qin , maka nilai efisiensi thermal semakin tinggi. Nilai

kalor semakin besar maka nilai Qin semakin besar sehingga semakin tinggi

tekanan pendorong piston di dalam ruang bakar. (Calorific value untuk Etanol = 29,7 MJ/Kg, Calorific Value untuk Bensin = 47,3 MJ/Kg). Jadi secara teoritis efisiensi thermal engine ethanol bensin (91-98).

Hasil perhitungan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pada bahan bakar dengan nilai oktan rendah, proses penyalaan terjadi ketika posisi piston masih agak jauh dari TMA (Titik Mati Atas) sehingga arah gerak piston sempat beberapa saat berlawanan dengan arah tekanan gas pembakaran. Setelah melewati TMA, maka arah gerak keduanya menjadi searah dan melakukan kerja positif. Jadi sempat terjadi losses. Proses penyalaan ini terjadi dengan sendirinya karena tekanan yang tinggi di ruang bakar, dikenal dengan istilah self ignition/knocking.

2. Pada bahan bakar dengan nilai oktan yang tinggi, proses penyalaan bahan bakar terjadi ketika piston sudah sangat dekat dengan posisi TMA. Karena itu tekanan dari gas pembakaran benar-benar digunakan untuk mendorong piston melakukan kerja positif (dalam hal ini mendorong mobil) karena arah tekanan gas dan gerak piston searah.


(27)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Gambar 2.4 . Posisi TMA dan TMB

Dengan demikian untuk etanol yang mempunyai nilai oktan tinggi, tekanan hasil pembakarannya benar-benar digunakan untuk mendorong piston melakukan kerja positif. Bioetanol dapat langsung dicampur dengan bensin pada berbagai komposisi untuk meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan [1].

2. 4 Bioetanol Ramah Lingkungan

Mesin bensin (Otto) dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak digunakan di dunia. Baham bakar mesin diesel memiliki efisiensi lebih tinggi, tetapi mempunyai tingkat polusi sulfur yang tinggi apabila dibandingkan dengan bahan bakar mesin bensin. Etanol yang secara teoritik memiliki nilai oktan di atas standar maksimal bensin, cocok diterapkan sebagai substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin. Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol pada mesin Otto lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research octane 108,6 dan motor octane 89,7 [16].

Angka tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin (meski setelah ditambahkan aditif tertentu pada bensin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88.


(28)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya

menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto

sebelum waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada etanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar etanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar gasoline (Indartono,2005). Untuk rasio campuran etanol : gasoline mencapai 60 : 40 tercatat peningkatan efisiensi hingga 10 [12].

Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang inheren di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4,3 – 19 vol dibandingkan dengan bensin yang memiliki rentang keterbakaran 1,4 – 7,6 vol pembakaran campuran udara-bahan bakar etanol menjadi lebih baik ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan etanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan gasolin. Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang bersifat racun, dipercaya sebagai akibat relatif

rendahnya temperatur puncak pembakaran etanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx tersebut bisa mencapai 33 dibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan pembakaran gasolin pada rasio kompresi yang sama. Dari susunan molekulnya, etanol memiliki rantai karbon yang lebih


(29)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

pendek dibandingkan bensin, rumus molekul etanol adalah C2H5OH, sedangkan

gasolin memiliki rantai C6-C12 dengan perbandingan antara atom H dan C adalah

2:1. Pendeknya rantai atom karbon pada etanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran etanol relatif lebih rendah dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm. Penggunaan etanol (sebagian atau seluruhnya) pada mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin [17].

Namun perlu dicatat bahwa emisi aldehida lebih tinggi pada penggunaan etanol, sepeti yang ditunjukkan pada Tabel 2.3. Meskipun demikian bahaya emisi aldehida terhadap lingkungan lebih rendah daripada berbagai bahaya emisi yang ditimbulkan dari pembakaran premium.

Tabel 2.3 Perbandingan Emisi Bahan Pencemar dari Campuran Bioetanol dan Premium

Emisi E10 E85

Carbon Monoxide (CO) Berkurang 25-30 % Berkurang 40-60%

Carbo Dioxide (CO2) Berkurang 10% Berkurang 14-102 %

Nitrogen Oxides Berkurang 5% Berkurang 30%

Voltile Organic Compound (VOCs) Berkurang 7% Berkurang 30% lebih

Sulfur Dioxides Beberapa pengurangan Berkurang sampai 80%

Particulates Beberapa pengurangan Berkurang 20%

Aldehydes Meningkat 30-50% Tidak cukup data

Aromatic (benzene dan butadiene) Beberapa pengurangan Berkurang lebih 50%

Sumber:

Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran

etanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan penghasil etanol tersebut. Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil, pembakaran etanol tidak menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan [37].


(30)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Gambar 2.5 Daur ulang karbondioksida pada siklus bioetanol (Sheehan, 1998). Di Indonesia, bensin yang dijual masih mengandung timbal (TEL) sebesar 0,3 g/L serta sulfur 0,2 % berat, penggunaan etanol jelas lebih baik dari bensin. Seperti diketahui, TEL adalah salah satu zat aditif yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan bensin dan zat ini telah dilarang di berbagai negara di dunia karena sifat racunnya. Etanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik. Oleh karena itu, etanol murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan untuk menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada mesin Otto konvensional. Selain itu, molekul etanol yang bersifat polar akan sulit bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam kondisi cair. Oleh karena itu, modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang menggunakan campuran bahan bakar etanol-gasolin agar kedua jenis bahan bakar tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu inovasi pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus untuk etanol. Pada saat langkah hisap, uap etanol dan gasolin akan tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar memberikan tingkat pencampuran yang lebih baik [18].


(31)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

2.5 Motor Bensin

Motor bensin yang mengerakkan mobil penumpang, truk, sepeda motor, skuter, dan jenis kendaraan lain saat ini merupakan perkembangan dan perbaikan mesin yang sejak semula dikenal dengan motor Otto. Motor bensin dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Engine. Sedangkan karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar [5].

Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh tenaga panas. Gas-gas hasil pembakaran dari bahan bakar akan meningkatkan suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di dalam silinder akan bergerak turun-naik (bertranslasi) akibat menerima tekanan yang tinggi. 2.5.1 Cara Kerja Motor Bensin 4 Langkah

Motor bensin dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu motor bensin 2-langkah dan motor bensin 4-langkah. Pada motor bensin 2-langkah, siklus terjadi dalam dua gerakan torak atau dalam satu putaran poros engkol. Sedangkan motor bensin 4-langkah, pada satu siklus tejadi dalam 4-langkah. Langkah langkah yang terjadi

pada motor bensin 4 langkah dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah ini :

Gambar 2.6 Siklus Otto Ideal

4

TMB

0 1

2

V P

3

TMA


(32)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin 4 langkah adalah : 1. Langkah isap

Pada langkah isap (0–1), campuran udara yang telah bercampur pada karburator diisap ke dalam silinder (ruang bakar). Torak bergerak turun dari titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) yang akan menyebabkan kehampaan (vacum) di dalam silinder, maka dengan demikian campuran udara dan bahan bakar (bensin) akan diisap ke dalam silinder. Selama langkah torak ini, katup isap akan terbuka dan katup buang akan menutup.

2. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi (1–2), campuran udara dan bahan bakar yang berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan menutup, sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.

3. Langkah Ekspansi

Pada langkah ekspansi (3–4), campuran udara dan bahan bakar yang diisap telah terbakar. Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan, sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi menuju TMB. Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros engkol. Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, gas hasil pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam silinder turun dengan cepat.

4. Langkah Pembuangan

Pada langkah pembuangan (4–1-0), torak terdorong ke bawah menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas yang telah terbakar di dalam silinder. Selama langkah ini, katup buang membuka sedangkan katup isap menutup.


(33)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Pada motor bensin 4-langkah, poros engkol berputar sebanyak dua putaran penuh dalam satu siklus dan telah menghasilkan satu tenaga [13]. Cara kerja motor bensin 4 langkah ini dapat dilihat pada gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.7 . cara kerja motor bensin 4 langkah

2.5.2 Performansi Motor Bensin

Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar perbandingan massa aliran udaran dengan massa aliran bahan bakar akan semakin efisien, akan tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada bahan bakar motor Otto menunjukkan kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara bahan bakar sebelum waktunya (self ignition) yang menimbulkan knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas campuran akan lebih baik.


(34)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

1. Torsi dan Daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan Torquemeter yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat torquemeter yang bertindak seolah–olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin, maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya efektif (Brake Horse Power) [20].

Pe = n T

60 . . 2π

... (2.1) dimana : Pe = Daya keluaran (Watt)

n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m)

2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam satuan kg/jam [25], maka:

Sfc =

B f P x m 3 . 10

... (2.2)

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

.

f

m = laju aliran bahan bakar (kg/jam). Besarnya laju aliran massa bahan bakar (

.

f

m ) dihitung dengan persamaan berikut : 3600 10 . . 3 x t V sg m f f f f

= ... (2.3)


(35)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

dimana : sgf = spesific gravity.

Vf = volume bahan bakar yang diuji.

f

t = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji

(detik).

3. Perbandingan Udara Bahan Bakar (AFR)

Untuk memperoleh pembakaran sempurna, bahan bakar harus dicampur dengan udara dengan perbandingan tertentu. Perbandingan udara bahan bakar ini disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR), yang dirumuskan [21] sebagai berikut :

AFR = . .

f a m m

... (2.4) dimana : ma = laju aliran masa udara (kg/jam).

Besarnya laju aliran massa udara (ma) juga dapat diketahui dengan

membandingkan hasil pembacaan manometer terhadap kurva viscous flow meter calibration. Kurva kalibrasi ini dikondisikan untuk pengujian pada tekanan udara 1013 mbar dan temperatur 20 0C, oleh karena itu besarnya laju aliran udara yang diperoleh harus dikalikan dengan faktor koreksi (Cf) [22] berikut :

f

C = 3564 x P x a 2,5

) 114 (

a a

T

T +

…...….. (2.5)

dimana : Pa = tekanan udara (Pa) Ta = temperatur udara (K)

4. Effisiensi Volumetris

Jika sebuah mesin empat langkah dapat menghisap udara pada kondisi isapnya sebanyak volume langkah toraknya untuk setiap langkah isapnya, maka itu merupakan sesuatu yang ideal. Namun hal itu tidak terjadi dalam keadaan sebenarnya, dimana massa udara yang dapat dialirkan selalu lebih sedikit dari perhitungan teoritisnya. Penyebabnya antara lain tekanan yang hilang (losses) pada sistem induksi dan efek pemanasan yang mengurangi kerapatan udara ketika


(36)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

memasuki silinder mesin. Efisiensi volumetrik (ηv) dirumuskan dengan persamaan [23] berikut :

v η =

rak langkah to olume sebanyak v udara Berat terisap yang segar udara Berat

... (2.6)

Berat udara segar yang terisap = n

ma 2

. 60

.

... (2.7) Berat udara sebanyak langkah torak = ρa. V ... (2.8) s

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka besarnya effisiensi volumetris :

v η =

n ma . 60 . 2 . . s a.V

1

ρ ... (2.9)

dengan : ρa = kerapatan udara (kg/m

3

)

s

V = volume langkah torak = 0.493 x 10-3 (m3). [spesifikasi mesin]

Diasumsikan udara sebagai gas ideal, sehingga massa jenis udara dapat diperoleh dari persamaan berikut :

a ρ =

a a T R

P

. ………...… (2.10) Dimana : R = konstanta gas (untuk udara = 29.3 kg.m/ kg.K)

5. Effisiensi Thermal Efektif

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebut sebagai efisiensi termal efektif (effective thermal efficiency,

η

e) [26].

e

η

=

masuk yang panas Laju aktual keluaran Daya ...(2.11)


(37)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : Q =

.

f

m . LHV ...(2.12) dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg)

Jika daya keluaran efektif (P ) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar e .

f m dalam satuan kg/jam, maka :

e

η

=

LHV m

P

f e

.

. . 3600 ...(2.13)

2.5.3 Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable) yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S). Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan campuran dari oksigen dan nitrogen.

Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida [8].

2.5.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar. Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan


(38)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom kalorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya untuk menghitung nilai kalor atas, dapat dihitung dengan persamaan [35] berikut :

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv...(2.14)

dimana:

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C)

T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C)

Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529.6 kJ/kg 0C)

Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0.05 0C)

Sedangkan nilai kalor bawah dihitung dengan persamaan [36] berikut: LHV = HHV – 3240 ...(2.15)

Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong [9] :

HHV = 33950 C + 144200    

8 2 2

O

H + 9400 S ...(2.16) dimana:

HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar


(39)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan [10] berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)...(2.17)

LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American Society of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV) [11].

2.6 Emisi Gas Buang

Bahan pencemar (polutan) yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori [33] sebagai berikut :


(40)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

1. Sumber Polutan

Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan

yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi. 2. Komposisi Kimia

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.

3. Bahan Penyusun

Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.

a.) Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan.

Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat


(41)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.

b.) Unburned Hidrocarbon (UHC)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c.) Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida

merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.


(42)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

d.) Nitrogen Oksida (NOx)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung

ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas

yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperatur tinggi diatas 1210 0C. Persamaan reaksinya

adalah sebagai berikut :

O2 2O

N2 + O NO + N

N + O2 NO + O

2.7 Harga Premium di Indonesia

Harga premium di Indonesia saat ini Rp. 4.500,- . Harga premium tersebut sudah dengan adanya subsidi dari pemerintah. Pada saat ini harga BBM industri non subsidi terus turun hingga mendekati harga BBM bersubsidi. Di sebagian lokasi pemasaran Pertamina, harga Premium non subsidi dijual seharga Rp 6.043 per liter (1/11/2008).

Pada table berikut menampilkan perbandingan harga premiun yang dijual di SPBU Amerika Serikat dengan Indonesia sepanjang tahun 2008. Adapun asumsi yang digunakan adalah:

1. Harga rata-rata premium di AS diambil dari harga mingguan yang dirilis di

2. Harga premium di konversikan dengan rupiah dengan asumsi rata-rata kurs rupiah terhadap dollar adalah sebagai berikut:

a. Kurs Jan – Sep = Rp 9.250 per dollar b. Oktober – Desember = Rp 10.800 per dollar


(43)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

3. Pada bulan Mei, masih menggunakan acuan harga premium dari awal hingga pertengahan Mei. Kenaikan BBM pada 24 Mei, dimasukan dalam kalkulasi bulan Juni 2008.

Tabe2.4 Perbandingan harga premium di AS dengan Indonesia

Sumber : www.nusantara_news.com

Jika harga premium di Amerika Serikat pada bulan Mei 2008 Rp.9.342,50- per liter. Selisih harga premium di luar negeri dengan harga premium di Indonesia yang Rp.4.500 per liter ini, yaitu Rp.4.842,50 per liternya, disebut subsidi.

Perbandingan Harga AS Harga Ind 2008 $ /liter Rp/liter Rp/liter Januari 0.82 7,585.00 4,500 Februari 0.81 7,492.50 4,500 Maret 0.87 8,047.50 4,500 April 0.93 8,602.50 4,500

Mei 1.01 9,342.50 4,500

Juni 1.08 9,990.00 6,000 Juli 1.09 10,082.50 6,000 Agustus 1.01 9,342.50 6,000 September 1.00 9,250.00 6,000 Oktober 0.85 9,180.00 6,000 November 0.58 6,264.00 6,000 M-1 Des 0.49 5,335.20 5,500 M-2 Des 0.46 5,011.20 5,500 M-3 Des 0.45 4,892.40 5,000 M-4 Des 0.45 4,881.60 5,000


(44)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengujian dilakukan di laboratorium motor bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara selama kurang lebih 2 bulan. 3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan yang menjadi objek pengujian ini adalah bahan bakar premium dan campuran premium-bioetanol dengan kadar :

1. BE-25 (75% Premium + 25% Bioetanol dalam campuran). 2. BE-30 (70% Premium + 30% Bioetanol dalam campuran). 3.2.2 Alat

Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiri dari :

1. Mesin bensin 4-langkah 4-silinder ( TecQuipment type. TD4A 024 ). 2. Bom kalorimeter untuk mengukur nilai kalor bahan bakar.

3. Untuk emisi gas buang menggunakan alat uji auto gas analizer.

4. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci Inggris, kunci ring, kunci L, obeng, tang, palu, kertas amplas dan lain sebagainya.

5. Stop watch, untuk menentukan waktu yang dibutuhkan mesin uji untuk

menghabiskan bahan bakar dengan volume sebanyak 50 ml.

6. Termometer, untuk menghitung perubahan suhu yang terjadi antara sebelum masuk dan setelah keluar air cooler.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :

a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing pengujian.


(45)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian karakteristik bahan bakar bioetanol yang dilakukan oleh PT Medco Etanol Lampung dan data mengenai karakteristik bahan bakar premium dari PT Pertamina.

Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder diolah ke dalam rumus empiris, kemudian data dari perhitungan disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

3.4 Pengamatan dan tahap pengujian

Pada penelitian yang akan diamati adalah : 1. Parameter torsi (T) dan parameter daya efektif (Pe).

2. Parameter konsumsi bahan bakar spesifik (sfc). 3. Rasio perbandingan udara bahan bakar (AFR). 4. Efisiensi volumetris (ηv).

5. Effisiensi thermal efektif (ηe). 6. Parameter komposisi gas buang.

Prosedur pengujian dapat dibagi beberapa tahap, yaitu : 1. Pengujian nilai kalor bahan bakar.

2. Pengujian motor bensin dengan bahan bakar premium murni.

3. Pengujian motor bensin dengan bahan bakar campuran premium-bioetanol (Gasohol BE-25 – BE-30).

3.5 Prosedur Pengujian Nilai Kalor Bahan Bakar

Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bakar ini adalah alat uji “Bom Kalorimeter”.


(46)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

s

Gambar 3.1 Bom kalorimeter. Peralatan yang digunakan meliputi :

- Kalorimeter, sebagai tempat air pendingin dan tabung bom. - Tabung bom, sebagai tempat pembakaran bahan bakar yang diuji. - Tabung gas oksigen.

- Alat ukur tekanan gas oksigen, untuk mengukur jumlah oksigen yang dimasukkan ke dalam tabung bom.

- Termometer, dengan akurasi pembacaan skala 0.01 0C.

- Elektromotor yang dilengkapi pengaduk untuk mengaduk air pendingin. - Spit, untuk menentukan jumlah volume bahan bakar.

- Pengatur penyalaan (saklar), untuk menghubungkan arus listrik ke tangkai penyala pada tabung bom.

- Kawat penyala (busur nyala), untuk menyalakan bahan bakar yang diuji. - Cawan, untuk tempat bahan bakar di dalam tabung bom.

- Pinset untuk memasang busur nyala pada tangkai penyala, dan cawan pada dudukannya.

1

2 3

4

5

Keterangan :

1. Tabung gas oksigen 2. Termometer

3. Elektromotor 4. Kalorimeter


(47)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Adapun tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengisi cawan bahan bakar dengan bahan bakar yang akan diuji.

2. Menggulung dan memasang kawat penyala pada tangkai penyala yang ada pada penutup bom.

3. Menempatkan cawan yang berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala, serta mengatur posisi kawat penyala agar berada tepat diatas permukaan bahan bakar yang berada didalam cawan dengan menggunakan pinset.

4. Meletakkan tutup bom yang telah dipasangi kawat penyala dan cawan berisi bahan bakar pada tabungnya serta dikunci dengan ring “O”sampai rapat. 5. Mengisi bom dengan oksigen (30 bar).

6. Mengisi tabung kalorimeter dengan air pendingin sebanyak 1250 ml. 7. Menempatkan bom yang telah terpasang kedalam tabung kalorimeter. 8. Menghubungkan tangkai penyala penutup bom ke kabel sumber arus listrik. 9. Menutup kalorimeter dengan penutupnya yang dilengkapi dengan pengaduk. 10. Menghubungkan dan mengatur posisi pengaduk pada elektromotor.

11. Menempatkan termometer melalui lubang pada tutup kalorimeter.

12. Menghidupkan elektromotor selama 5 (lima) menit kemudian membaca dan mencatat temperatur air pendingin pada termometer.

13. Menyalakan kawat penyala dengan menekan saklar.

14. Memastikan kawat penyala telah menyala dan putus dengan memperhatikan lampu indikator selama elektromotor terus bekerja .

15. Membaca dan mencatat kembali temperatur air pendingin setelah 5 (lima) menit dari penyalaan berlangsung.

16. Mematikan elektromotor pengaduk dan mempersiapkan peralatan untuk pengujian berikutnya.

17. Mengulang pengujian sebanyak 5 (lima) kali berturut–turut.

Diagram alir pengujian nilai kalor bahan bakar yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2


(48)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Gambar 3.2 Diagram alir Pengujian nilai kalor bahan bakar

Mulai

b  Berat sampel bahan

bakar 0,20 gram  Volume air

pendingin: 1250 ml  Tekanan oksigen 30

Bar

Pengujian = 5 kali

HHVrata - rata =

5 5

1 i

iΣ= HHV

( J/kg) Melakukan pengadukan terhadap

air pendingin selama 5 menit

Mencatat temperatur air pendingin T1 (OC)

Menyalakan bahan bakar

Selesai

Melanjutkan pengadukan terhadap air pendingin selama 5 menit

Mencatat kembali temperatur air pendingin T2 (OC)

Menghitung HHV bahan bakar :

HHV = (T2 – T1 – Tkp) x Cv x 1000 (J/kg)

a

b


(49)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

3.6 Prosedur Pengujian Performansi Motor Bensin

Disini dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin diesel 4-langkah 4-silinder (TecQuipment type. TD4A 024).

Gambar 3.3 Mesin uji (TD4A 024)


(1)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Amri, I. 2007. Dilema Biofuel Sebagai Sumber Energi Alternatif. Edisi Pertama. Kuala Lumpur. Hlm 7.

[2] Anonim. 2007. Bioetanol.

[3] Anonim. 2007. Bioetanol.

Diakses 8 Maret 2009. Hlm 22.

[4] Anonim. 2007. Bioetanol.

Diakses 8 Maret 2009. Hlm 35.

[5] Arismunandar, Wiranto. 1988. Penggerak Mula Motor Bakar Torak, Edisi Kelima. Bandung: Penerbit ITB. Hlm 61.

Diakses 8 Maret 2009. Hlm 37.

[6] Berg, C. 2004. World Fuel Ethanol Analysis and Outlook. Maret 2009. Hlm 8.

[7] Cassanova. 2008.http://www.cassanova08.com. Diakses 15 Juli 2009. Hlm 1. [8] Crouse, William. H. 1976. Automotive Mechanics, Seventh Edition.

McGraw- Hill Book Company. Hlm 43.

[9] Crouse, William. H. 1976. Automotive Mechanics, Seventh Edition. McGraw-Hill Book Company. Hlm 44.

[10] Crouse, William. H. 1976. Automotive Mechanics, Seventh Edition. McGraw-Hill Book Company. Hlm 45.

[11] Crouse, William. H. 1976. Automotive Mechanics, Seventh Edition. McGraw-Hill Book Company. Hlm 46.

[12] Handayani, Sri. 2005. Pemanfaatan Bioetanol Sebagai Pengganti Bensin. http://www.biotek.lipi.go.id. Diakses 10 Maret. Hlm 99.

[13] Handayani, Sri. 2005. Pemanfaatan Bioetanol Sebagai Pengganti Bensin. http://www.biotek.lipi.go.id. Diakses 10 Maret. Hlm 101.

[14] Indartono, Y. 2005. Bioetanol Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan. Diakses 5 Maret 2009. Hlm 25.


(2)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

[15] Indartono, Y. 2005. Bioetanol Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan. Diakses 5 Maret 2009. Hlm 26.

[16] Indartono, Y. 2005. Bioetanol Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan. Diakses 5 Maret 2009. Hlm 31.

[17] Indartono, Y. 2005. Bioetanol Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan. Diakses 5 Maret 2009. Hlm 33.

[18] Indartono, Y. 2005. Bioetanol Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan. Diakses 5 Maret 2009. Hlm 34.

[19] Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 2, diterjemahkan oleh Maggy M. Thenawijaya. Erlangga. Jakarta. Hlm 18.

[20] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 7.

[21] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 8.

[22] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 9.

[23] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 11.

[24] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 14.

[25] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 16.

[26] Manual Book of TD 110–115 Test Bed Instrumentation for Small Engines, TQ Education and Trainning Ltd-Product Division 2000. Hlm 17.

[27] McCormick, R., Parish, R. & Milestone. 2001. Report: Technical Barriers to the Use of Ethanol in Diesel Fuel, National Renewable Energy Laboratory NREL, USA, Milestone Report NREL/MP-540-32674. Hlm 47.


(3)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

[28] Musanif, Jamin. 2007. Bioetanol.

Diakses 5 Maret 2009. Hlm 1.

[29] Musanif, Jamin. 2007. Bioetanol.

Diakses 5 Maret 2009. Hlm 2.

[30] Nurdyastuti, Indyah. 2005. Teknologi Proses Produksi Bioethanol. http:

[31] Nurdyastuti, Indyah. 2005. Teknologi Proses Produksi Bioethanol. http:

[32] Nurdyastuti, Indyah. 2005. Teknologi Proses Produksi Bioethanol. http:

[33] Pohan, Nurhasmawaty. 2004. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. [34] Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta. Hlm 55.

[35] Rangkuti, Chalilullah. 1996. Panduan Praktikum Bom Kalorimeter. Laboratorium Motor Bakar Teknik Mesin USU. Medan. Hlm 5.

[36] Rangkuti, Chalilullah. 1996. Panduan Praktikum Bom Kalorimeter. Laboratorium Motor Bakar Teknik Mesin USU. Medan. Hlm 6.

[37] Sheehan, J. 1998. Energy and Environmental Aspects of Using Corn Stover for Fuel Ethanol, Journal of Industrial Ecology. Vol. 7/3-4. 117. Hlm 17. [38] Soden, Brian ,J., Held & Isacc ,M. 2005.

14.

[39] Torn, Margaret, Harte & John. 2006.

[40] Triwitono, Bambang, dkk. 2006. Kajian Tekno-Ekonomi Produksi Fuel Grade Ethanol dari Nira Aren dan Kelapa Sebagai Sumber Energi Engine Alternatif. Hlm 9.

[41] Triwitono, Bambang, dkk. 2006. Kajian Tekno-Ekonomi Produksi Fuel Grade Ethanol dari Nira Aren dan Kelapa Sebagai Sumber Energi Engine Alternatif. Hlm 10.


(4)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

[42] Ward, O. P. & Singh, A. 2002. Bioethanol Technology: Developments and Perspectives, Advances in Applied Microbiology. Hlm 101.

[43] Wyman, C. E. 2001. Twenty Years of Trials, Tribulations and Research Progress in Bioethanol Technology, Appl. Biochem. Biotech. Hlm 52.


(5)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.


(6)

Ronny Z. P. Situmeang : Uji Eksperimental Perbandingan Unjuk Kerja Motor Bakar Berbahan Bakar Premium Dengan Campuran Premium-Bioetanol (Gasohol Be-25 Dan Be-30), 2009.

Lampiran 2. Tabel karakteristik bahan bakar