Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Djumhana, Muhamad. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2000.

Ferry, N. dkk. Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks

Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu,

2006.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Prenada Media Group, 2013.

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.

Khairandy, Ridwan. Perseroan Terbatas. Jakarta: Total Media

Naja, Hasanudin Rahman Daeng. Manajemen Fit and Proper Test. Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2004.

Soekanto, Soejano. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986. Sutedi, Andrian. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta: JAS, 2014.

Sundari, Siti. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan. Jakarta: Kementrian Hukum dan HAM RI, 2011.

Sumitro, Ronny Hanitijo. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Sutopo, H.B. Metode Penelitian Kualitatif Bagian II. Surakarta: UNS Press, 1987.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan


(2)

Pedoman Good Corporate Indonesia Perbankan Indonesia Dikeluarkan oleh: Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, Januari 2004.

Website

Rachmiamrinal.blogspot.com/2009/06/penilaian-kemampuan-dan-kepatutan fit.html, (diakses tanggal 1 Maret 2015)

Rachmiamrinal.blogspot.com/2009/06/penilaian-kemampuan-dan-kepatutan fit.html (diakses tanggal 10 Maret 2015)

tanggal 10 Maret 2015)

(diakses tanggal 10 Maret 2015)

tanggal 10 Maret 2015)

diakses tanggal 1 Maret 2015


(3)

BAB III

PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI

DALAM INDUSTRI KEUANGAN BANK

A. Direksi Bank yang Dipersyaratkan Untuk Mengikuti Penilaian Kemampuan

Saat menjalankan perseroan, RUPS tidak dapat menjalankan sendiri kegiatannya, oleh karena itu ia membutuhkan pengurus untuk mengelola dan menjalankan perusahaan, sehingga diperlukan adanya direksi. Direksi berdasarkan Pasal 1 butir 5 UU PT adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroaan serta mewakili perseroaan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.25

Ketentuan di atas dapat diketahui bahwa direksi di dalam perseroaan memiliki 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi pengurusan (manajemen) dan fungsi

Kewenangan menjalankan pengurusan tersebut menurut Pasal 92 ayat (2) UU PT harus sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat yaitu kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis, dalam batas yang ditentukan dalam UU PT dan/atau anggaran dasar.

25


(4)

perwakilan (representasi).26

1. Sesuai dengan kepentingan perseroan

Batas-batas kewenangan direksi sehubungan dengan fungsi kepengurusan antara lain:

Direksi tidak boleh menjalankan kepengurusan untuk kepentingan pribadi, namun harus dilakukan semata-mata untuk kepentingan perseroan. Kewenangan yang dijalankan tidak boleh mengandung benturan kepentingan

(conflict of interest), tidak mempergunakan kekayaan atau uang milik

perseroan untuk kepentingan pribadi, tidak menahan atau mengambil sebagian keuntungan perseroaan kepentingan pribadi.

2. Harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan

Direksi dalam menjalankan kewenangan pengurusan perseroan tidak boleh melampaui batas-batas maksud dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Hal tersebut diatur dalam Pasal 92 ayat 2 UU PT.

3. Harus sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat.

Kebijakan tersebut antara lain berdasarkan pada keahlian (skill), peluang yang tersedia (available apportunity) dan kebijakan yang diambil berdasarkan kelaziman dalam dunia usaha (common business practice). Keahlian artinya direksi dalam melakukan pengurusan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman. Peluang yang tersedia berarti tindakan pengurusan dilakukan sesuai dengan kesempatan yang menguntungkan sesuai dengan kondisi yang cocok atau waktu yang tepat. Selanjutnya, selain kebijakan yang diambil direksi dalam pengurusan perseroan berdasar keahlian dan peluang yang


(5)

tersedia, juga harus bertitik tolak dari kelaziman dalam dunia usaha yang kualitasnya terbaik.

Direksi bank yang dipersyaratkan untuk mengikuti penilaian kemampuan, antara lain :27

1. Pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau bidang keuangan; dan 2. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan bank yang sehat pemenuhan persyaratan pengalaman dan keahlian di bidang perbankan dan atau bidang keuangan bagi calon direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b angka 2), tunduk pula pada Peraturan Bank Indonesia yang berlaku yang mengatur bahwa mayoritas anggota direksi wajib berpengalaman dalam operasional bank sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pejabat eksekutif pada bank.

B. Pihak yang berhak Memberikan Penilaian dalam Proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi Bank

Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan meliputi:

1. Tim Penguji melakukan pengujian kepada calon direksi dan/atau Dewan Komisaris yang diajukan untuk dilakukan penilaian kemampuan dan kepatutan.

2. Pengujian sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan wawancara. 3. Tim Penilai melakukan penilaian atas calon direksi dan/atau Dewan Komisaris

berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh tim penguji.

27

Peraturan Bank Indonesia nomor: 5/25 /PBI/2003tentang Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan(Fit And Proper Test).


(6)

Pihak terafiliasi pada bank adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayan yang diberikan oleh Bank, dimana hubungan tersebut melalui cara menggabungkan dirinya pada Bank tersebut tetapi dengan tidak kehilangan identitasnya.28 Hubungan ini bisa timbul karena adanya keterkaitan hubungan keluarga degan pihak tertentu, pengurusan maupun karena hubungan biasa seperti karyawan, atau karena hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan jasanya kepada Bank.29

1. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;

Pasal 22 UU Perbankan telah mengatur secara jelas mengenai pihak terafiliasi pada Bank, antara lain:

2. Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain, akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;

4. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain, pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus.

Batasan pengertian komisaris dan direksi ditentukan berdasarkan bentuk hukum dari Bank tersebut. Apabila Bank berbentuk PT, maka pengertian komisaris dan direksi adalah sebagaimana dimaksud dalam UU PT.

28

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia,(Bandung:Citra Aditya Bhakti,2000) hln. 238.


(7)

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap pihak-pihak antara lain sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang menjadi calon direksi atau pejabat eksekutif pada bank, yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi

2. Pihak-pihak yang pada saat menjadi calon direksi pada suatu bank, ditengarai terlibat atau bertanggung jawab dalam permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi.

7. Pelaksana Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan setiap saat apabila berdasarkan bukti data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya.

Bank Indonesia menetapkan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan menjadi dua predikat, yaitu lulus atau tidak lulus (Pasal 32 PBI Nomor 12/23/PBI/2010). Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya (PBI No. 5/25/PBI/2003) yang mencantumkan hasil akhir dengan predikat lulus bersyarat.

Penetapan hasil akhir tersebut dilakukan berdasarkan tingkat keterlibatan pihakp-pihak yang diuji atas dasar peranan masing-masing pihak terhadap tindakan pelanggaran yang dilakukan yang dikategorikan menjadi (angka 3 huruf B bagian III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011):

1. Pelaku, yaitu

a. Orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan terjadinya perbuatan;


(8)

b. Orang yang menyetujui, turut serta menyetujui atau menandatangani; c. Orang yang melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan

berdasarkan perintah, baik dengan atau tanpa tekanan dna yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku; atau

d. Orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya janji atau imbalan tertentu

2. Pelaku pembantu, yaitu orang yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau adanya suatu perintah dari pihak lain baik dengan atau tanpa tekanan, melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan atau perintah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, namun yang bersangkutan telah berusaha untuk melakukan perbuatan atau perintah tersebut. Jangka waktu pengenaan larangan terhadap pihak yang tidak lulus akan berbeda lamanya tergantung pada kesalahan yang dibuat. Pasal 35 PBI 12/23/PBI/2010 mengatur tentang jangka tersebut, khususnya bagi direksi dan dewan komisaris yaitu :

a. Selama jangka waktu tiga tahun

Apabila terbukti melakukan tindakan melanggar prinsip kehati-hatian dibidang perbankan dan asas-asas perbankan yang sehat terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu.


(9)

a. Selama jangka waktu lima tahun

Apabila terbukti melakukan tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan dan/atau kondisi keuangan dan atau transaksi yang sebenarnya.

b. Selama jangka waktu dua puluh tahun

Apabila terbukti melakukan tindakan pidana tertentu yang telah diputus oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap, terbukti menyebabkan bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri perbankan. Pihak-pihak yang mengikuti Penilaian Kemampuan dan Kepatutan meliputi : 30

1. Orang yang belum pernah menjadi anggota direksi bank, yang dicalonkan menjadi anggota direksi bank;

2. Orang yang sedang menjabat sebagai anggota direksi bank, yang dicalonkan menjadi anggota direksi pada bank lainnya;

3. Orang yang pernah menjabat sebagai anggota direksi bank yang dicalonkan menjadi anggota direksi pada bank yang sama atau pada bank lainnya;

4. Anggota direksi bank yang akan beralih jabatan menjadi direktur yang membawah fungsi kepatuhan pada bank yang sama;

5. Anggota direksi bank yang beralih jabatan menjadi anggota dewan komisaris pada bank yang sama;

30


(10)

6. Anggota direksi bank yang akan beralih jabatan kejabatan yang lebih tinggi pada bank yang sama;

7. Orang yang akan menjadi anggota direksi pada “bank hasil penggabungan” yang berasal dari “bank yang menggabungkan”;

8. Orang yang akan menjadi anggota direksi pada bank “bank hasil penggabungan” yang berasal dari “bank yang menerima penggabungan”

(surviving bank) termasuk perpanjangan jabatan;

9. Orang yang akan menjadi anggota direksi “bank hasil peleburan” yang berasal dari bank yang melakukan peleburan;

10.Orang yang dicalonkan menjadi pemimpin kantor perwakilan bank asing; 11.Orang yang dicalonkan menjadi pimpinan kantor cabang bank asing

C. Hal-hal yang Harus Dipenuhi dalam Pelaksanaan Proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

Upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat, selain ditempuh dengan cara perbaikan kondisi keuangan perbankan, juga ditempuh dengan cara pemantapan sistem perbankan yang mengarahkan perbankan kepada praktek-praktek good corporate governance serta pemenuhan prinsip kehati-hatian. Bank sebagai lembaga intermediasi setiap saat harus mempertahankan dan menjaga


(11)

kepercayaan, oleh karena itu lembaga perbankan perlu dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan.31

1. Penelaahan administratif; dan

Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap pihak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf b No. 12/23/PBI/2010 dilaksanakan dengan cara:

2. Wawancara.

Pada dasarnya, Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dapat dilakukan dalam dua kesempatan yang berbeda, yaitu:

1. Rekruitmen Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

Kegiatan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan jenis ini adalah yang paling ideal dilakukan pada saat perekrutan untuk posisi komisaris dan atau direksi. Proses penilaian dimulai dari daftar riwayat hidup yang bersangkutan yang memberikan informasi secara lengkap tentang calon pejabat yang akan direkrut dalam tes ini. Informasi minimal yang dapat digali adalah riwayat pendidikan dan riwayat pekerjan termasuk perjalanan dan pencapaian karirnya sebelum berhadapan dengan penilaian. Apabila semua keterangan yang termuat dalam riwayat hidup telah terbukti valid, maka penilaian dapat dilanjutkan ke tahap wawancara. Pemeriksaan atau tes ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu yang berhubungan dengan kemampuan atau kompetensi dan yang berhubungan dengan kepatutan atau integritas, yang dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan faktual.

31


(12)

b. Tes kemampuan atau kompetensi, dilakukan terhadap 3 (tiga) hal, yaitu: 1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan tersebut dapat digali melalui pertanyaanpertanyaan yang berhubungan dengan visi dan misi, pengetahuan manajemen, pengetahuan umum dan pengetahuan yang relevan dengan bidang yang digeluti.

2) Keterampilan (Skill)

Keterampilan disini adalah keterampilan dalam mengatur, keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, keterampilan konseptual, dan adanya motivasi untuk mengelola. Keterampilan tersebut dapat digali melalui pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan manajemen yang standar, spesifikasi aktivitas atau operasional bisnis baik secara umum maupun khusus.

3) Masa kerja lalu (Experience)

Penilaian sikap atau perilaku ini berhubungan dengan masa kerja lalu seorang pejabat yang akan dinilai. Artinya, dilihat apakah dalam hal ini seseorang yang akan dinilai tersebut memiliki kejujuran, kepatuhan dan ketaatan dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk menjaga dan mengelola asset-aset milik perusahaan (bank). Ruang lingkup penilaian integritas atau kepatuhan meliputi rekayasa dan praktik-praktik operasional yang menyimpang dari ketentuan eksternal dan internal, perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi segala macam perjanjian dengan pihak ketiga, dan perbuatan yang dikategorikan


(13)

memberikan keuntungan kepada pemilik, pengurus, pegawai dan atau pihak lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan perusahaan bank. Selain itu, penialian terhadap perilaku, akhlak dan moral juga meliputi:

b) Kejujuran, antara lain:

(1) Sikap dalam menghadapi penyimpangan/ pelanggaran atas suatu ketentuan;

c) Sikap dalam memenuhi komitmen yang telah disepakati. Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, antara lain:

(1) Sikap dalam menghadapi kelemahan yang terdapat dalam suatu ketentuan perbankan;

(2) Sikap dalam mengahadapi adanya ketentuan perbankan yang tidak konsisten.

d) Independensi, meliputi:

(a) Independensi terhadap pemilik, pengurus bank dan pihak lainnya;

(b) Sikap dalam menghadapi campur tangan pemilik bank. (c) Respon atas informasi negatif tentang dirinya, untuk menilai:

(1) Kebenaran (2) Kejujuran.


(14)

Kegiatan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ini dilakukan setiap waktu apabila dianggap perlu oleh Bank Indonesia (Pasal 27 PBI No.12/23/PBI/2010). Artinya, apabila dalam pemeriksaan rutin ditemukan adanya indikasi penyimpangan-penyimpangan yang dapat mengakibatkan kerugian, maka dapat dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sebagai bentuk tindak lanjut pemeriksaan. Mekanisme regular Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan sesuai dengan mekanisme auditing, yaitu:

a. Pengumpulan data dan fakta; b. Proses penilaian;

c. Membuat laporan;

d. Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan pada jenis ini dilakukan atas dasar adanya laporan atau indikasi penyimpangan dari hasil audit tersebut. Kriteria hasil pemeriksaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Kriteria hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan berbeda antara calon pemilik dan pengurus bank dengan pemilik dan pengurus bank yang telah menduduki jabatannya. Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap calon pemilik dan pengurus Bank dibagi menjadi 2 (dua) predikat, yaitu lulus dan tidak lulus (Pasal 21 ayat (1) PBI No.12/23/PBI/2010). Calon pemilik dan pengurus yang memperoleh predikat lulus dianggap telah memenuhi persyaratan dan dapat menduduki jabatannya sebagai Komisaris atau direksi, sedangkan bagi calon pemilik atau pengurus yang memperoleh predikat tidak lulus dianggap tidak


(15)

memenuhi persyaratan sehingga dianggap belum mampu untuk menjadi komisaris atau direksi.

Diterbitkannya PBI tentang uji kemampuan dan kepatutan merupakan salah satu bentuk kewenangan Bank Indonesia berdasarkan undang-undang, yaitu ketentuan Pasal 25 UU Bank Indonesia di atas, untuk mengarahkan praktek-praktek perbankan yang sehat yang mengacu pada prinsip-prinsip Good

Corporate Governance Governance. Oleh karena itu, seluruh aturan yang termuat

dalam Peraturan Bank Indonesia wajib dipatuhi oleh Bank.

Pengaturan mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan telah mengalami beberapa kali perubahan sejak pertama dikeluarkan dalam Peraturan Bank Indonesia, yaitu PBI Nomor 2/1/PBI/2000 yang diubah dengan PBI Nomor 5/25/PBI/2003, dan terakhir diubah dengan PBI Nomor 12/23/PBI/2010.

Idealnya, uji kemampuan dan kepatutan dilakukan terhadap calon pemilik atau pengurus Bank. Contohnya dalam hal pendirian Bank Umum, Pasal 8 ayat 2 PBI Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum menyebutkan bahwa dalam rangka persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip pendirian Bank Umum, Bank Indonesia melakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap calon pemegang saham pengendali, anggota Dewan Komisaris, dan Direksi. Jadi mekanismenya adalah uji kemampuan dan kepatutan dilakukan sebelum para pihak menduduki jabatannya.

Permohonan untuk memperoleh persetujuan calon anggota dewan komisaris dan/atau direksi diajukan oleh bank kepada Bank Indonesia, dan dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan tersebut, Bank Indonesia


(16)

melakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan yang meliputi (Pasal 22 PBI Nomor 12/23/PBI/2010):

c. Penelitian administratif.

Untuk menilai pemenuhan persyaratan integritas, reputasi keuangan dan kompetensi calon anggota dewan komisaris dan anggota direksi, yang terdiri dari penelitian terhadap:

1) Dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam lampiran Surat Edaran Nomor 13/8/DPNP tertanggal 28 Maret 2011 (terlampir).

2) Catatan administrasi Bank Indonesia natara lain berupa rekam jekak, daftar tidak lulus, dan daftar kredit macet; dan

3) Informasi lainya yang diperoleh Bank Indonesia dalam rangka pengawasan bank.

d. Wawancara apabila diperlukan.

Wawancara dilakukan dalam rangka konfirmasi atas informasi yang telah diperoleh Bank Indonesia dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi. Wawancara terhadap calon direksi dilakukan apabila:

a. Pihak yang diuji akan menjabat sebagai direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan;

b. Pihak yang diuji akan menjabat sebagai komisaris independen; dan/atau c. Diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari pihak yang diuji.


(17)

Sebagaimana telah dijelaskan oleh sub bab sebelumnya bahwa uji kemampuan dan kepatutan selain dilaksanakan diawal, juga dapat dilaksanakan ketika anggota dewan komisaris dan/atau anggota direksi telah menduduki jabatannya atau bahkan ketika ia sudah tidak lagi menjabat.

Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dalam rangka penilaian kembali dilakukan dalam hal terdapat indikasi permasalahan integritas, kompetensi, dan/atau reputasi keuangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 PBI Nomor 12/23/PBI/2010, yang berindikasi terhadap lulus atau tidaknya seseorang dalam uji kemampuan dan kepatutan. Bank Indonesia melakukan uji kemampuan dan kepatutan berdasarkan bukti, data dan informasi dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya. Dengan langkah-langkah sebagai berikut Pasal 30 PBI Nomor 12/23/PBI/2010:

1. Klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-pihak yang diuji. Pelaksanaan klarifikasi dengan pihak-pihak yang diuji dapat dilakukan melalui tatap muka yang dilengkapi dengan berita acara dan/atau melalui surat.

2. Penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji, yang memuat predikat sementara beserta alasannya.

3. Tanggapan dari pihak-pihak yang diuji terhadap hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan; dan penetapan dan pemberitahuan. Penyampaian tanggapan dari pihak-pihak yang diuji dilakukan secara tertulis disertai dengan bukti-bukti pendukung yang relevan.


(18)

4. Penetapan dan pemberitahuan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan kepada pihak-pihak yang diuji. Hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan disampaiakan secara tertulis, dengan memuat predikat hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan beserta alasannya.

Idealnya, Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap calon pemilik dan atau pengurus Bank, namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan terhadap pemilik dan atau pengurus bank yang telah menduduki jabatannya. Kriteria hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan terhadap pemilik dan atau pengurus bank sedikit berbeda dengan kriteria penilaian terhadap calon pemilik dan atau pengurus bank. Perbedaannya karena pada hasil penilaian ini mengenal adanya kriteria Lulus Bersyarat. Pasal 31 ayat (1) PBI No.12/23/PBI/2010 menyebutkan bahwa berdasarkan tata cara penilaian yang telah ditentukan, maka hasil akhir penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap pemilik dan atau pengurus bank diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) predikat, yaitu lulus, lulus bersyarat, dan tidak lulus. Predikat lulus diberikan apabila yang bersangkutan tidak ditemukan melakukan perbuatan dan/atau tidak mempunyai kekurangan terhadap penilaian atas faktor penilaian integritas dan faktor penilaian kompetensi.

Berbeda halnya dengan predikat lulus bersyarat, diberikan apabila yang bersangkutan terbukti bersalah, namun kesalahan tersebut masih dapat diperbaiki dan tidak merugikan perusahaan secara langsung, contohnya pejabat yang


(19)

memiliki kredit macet. Atas predikat tersebut, maka yang bersangkutan menurut Pasal 34 ayat (1) PBI No.12/23/PBI/2010 diwajibkan untuk:32

1. Membuat pernyataan tertulis yang berisi pernyataan untuk tidak lagi melakukan perbuatan serupa;

2. Membuat pernyataan tertulis yang berisi pernyataan untuk tidak melakukan perbuatan penyimpangan lainnya;

3. Melakukan perbaikan faktor-faktor kompetensi dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun;

4. Menyelesaikan kredit macet yang dimiliki pada bank dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun;

5. Menyampaikan dan melaksanakan langkah-langkah berupa action plan dalam rangka memenuhi komitmen dalam mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang dihadapi bank.

Hasil penilaian dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat menurunkan hasil penilaian Meskipun berdasarkan hasil penilaian pihak yang dinilai dinyatakan lulus, namun apabila yang bersangkutan memiliki kredit macet maka status hasil penilaian diturunkan menjadi Lulus Bersyarat. Penilaian dapat ditingkatkan menjadi lulus apabila yang bersangkutan telah menyelesaikan kredit macet tersebut dalam jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun sejak tanggal surat pemberitahuan hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

Predikat tidak lulus diberikan terhadap pemilik dan atau pengurus Bank yang terbukti melakukan perbuatan dan atau mempunyai kekurangan-kekurangan

32

Rachmiamrinal.blogspot.com/2009/06/penilaian-kemampuan-dan-kepatutan-fit.html (diakses tanggal 1 Maret 2015).


(20)

yang mendasar terhadap satu atau beberapa faktor penilaian integritas dan faktor kompetensi. Pihak-pihak yang diberikan predikat tidak lulus tersebut, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 36 PBI No.12/23/PBI/2010, dilarang menjadi pemegang saham pengendali dan memiliki saham lebih dari 10% (sepuluh perseratus) pada bank dan atau menjadi pengurus dan atau pejabat eksekutif pada bank.

Sifat keputusan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi calon pemilik dan pengurus bank para pihak yang dinilai dalam proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan diberi kesempatan dua kali untuk mengajukan keberatan terhadap hasil temuan ataupun hasil penilaian, yaitu pada saat pertemuan yang diadakan pada akhir pemeriksaan oleh tim pemeriksa, dan pada saat penyampaian hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan oleh deputi gubernur perbankan. Waktu yang diberikan untuk masing-masing kesempatan yaitu 15 (lima belas) hari sejak tanggal pertemuan, yang selanjutnya akan menghasilkan keputusan final. Sifat keputusan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan setelah pemberitahuan kepada pihak-pihak yang dinilai bersifat final. Dalam hal keputusan tersebut tidak memuaskan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan final tersebut merupakan keputusan yang diambil secara cermat dan berhati-hati dan dilandasi latar belakang yang kuat berupa bukti pendukung baik secara ketentuan maupun aspek yuridis yang dapat dipertanggungjawabkan. Keputusan final penilaian Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilaksanakan oleh Rapat Dewan Gubernur berdasarkan presentasi yang dilakukan oleh Pengawas Bank (DPB)/Kantor Bank


(21)

Indonesia yang disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi anggota Komite Evaluasi Perbankan.33

33


(22)

BAB IV

AKIBAT HUKUM BAGI DIREKSI PADA INDUSTRI KEUANGAN BANK YANG MELANGGAR ATURAN PELAKSANAAN PENILAIAN

KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)

A. Pelanggaran yang dapat Terjadi dalam Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan

Pasal 28 No.12/23/PBI/2010 menyebutkan bahwa Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dalam rangka penilaian kembali terhadap calon direksi dilakukan dalam hal terdapat indikasi permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan yang meliputi:

Tindakan-tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung berupa: a. Mempengaruhi dan/atau menyuruh calon direksi untuk menyembunyikan

dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya;

b. Mempengaruhi dan/atau menyuruh calon direksi, untuk memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada direksi yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan bank; dan/atau

c. Mempengaruhi dan/atau menyuruh calon direksi, untuk melakukan perbuatan yang melanggar prinsip kehati–hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat;

d. Terbukti melakukan tindak pidana tertentu yang telah diputus olehpengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap;


(23)

e. Terbukti menyebabkan bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usaha bank dan/atau dapat membahayakan industri perbankan;

f. Terbukti tidak melaksanakan perintah bank indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu;

g. Terbukti memiliki kredit macet;

h. Terbukti dinyatakan pailit dan/atau calon direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;

i. Tidak mampu melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila bank menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas; atau terbukti menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan Bank Indonesia dan/atau pemerintah.

Sesuai dengan Pasal 20 PBI No.12/23/PBI/2010, bahwa persyaratan reputasi keuangan bagi calon direksi meliputi :

1. Tidak memiliki kredit macet.

2. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.

Oleh karena Penilaian Kemampuan dan Kepatutan tidak hanya dilakukan bagi calon direksi dan dewan komisaris tetapi juga dilakukan terhadap anggota direksi dan dewan komisaris yang telah menduduki jabatannya sebagai bentuk evaluasi, maka menurut Pasal 28 PBI No.12/23/PBI/2010, Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dalam rangka penilaian kembali terhadap calon direksi, dilakukan


(24)

dalam hal terdapat indikasi permasalahan integritas, kompetensi dan/atau reputasi keuangan yang meliputi :

1. Tindakan-tindakan baik secara langsung maupun tidak langsung berupa : a. Menyembunyikan dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan

atau kondisi keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP, indikasi tersebut meliputi :

b. Pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva bank termasuk transaksi pada rekening administratif. c. Pengelapan atau manipulasi.

d. Praktek bank dalam bank.

Praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan bank yang tidak benar dan secara material berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap bank (window dressing).

e. Pembobolan teknologi sistim informasi bank.

f. Mengilakan atau merusak catatan pembukuan dan/atau dokumen pendukung transaksi atau catatan pembukuan bank.

5. Memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemegang saham, anggota dewan komisaris, anggota direksi, pegawai dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan bank. Dalam surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP, indikasi tersebut meliputi:

1) Pemberian suku bunga pinjaman dibawah cost of fund.

2) Transaksi valuta asing (termasuk derivasinya) yang tidak wajar dan merugikan Bank dan/atau mengurangi potensi keuntungan Bank.


(25)

3) Penjualan dan/atau pembelian harta milik Bank dengan harga yang tidak wajar dibandingkan harga pasar.

4) Pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada anggota direksi.

6. Melanggar prinsip kehati-hatian dibidang perbankan dan asas-asas perbankan yang sehat. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP, indikasi tersebut meliputi :

1) Pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip pembaeian kredit yang sehat.

2) Penyedian dana yang melanggar BMPK.

3) Penyedian dana kepada pihak atau sector atau kegiatan yang dilarang oleh ketentuan.

2. Terbukti melakukan tindak pidana tertentu yang telah diputuskan oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindak pidana tertentu adalah tindak pidana asal yang disebut dalam undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang.

3. Terbukti menyebabkan bank mengalami kesulitan keuangan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri perbankan. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/8/DPNP, tindakan tersebut meliputi :

a. Memanfaatkan bank untuk membiayai kepentingan sendiri dan/atau kelompok usahanya.


(26)

b. Melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank Indonesia atau pemerintah. Yang menyebabkan bank ditempatkan dalam pengawasaan intensif atau pengawasan khusus, diambil alih Pemerintah/Lembaga Penjamin Simpanan, dibekukan kegiatan usahanya dan/atau dicabut izin usahanya.

4. Terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu, dalam rangka perbaikan dan/atau penyehatan bank.

5. Terbukti memiliki kredit macet. Khusus untuk kartu kredit, pengertian kredit macet tidak termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit.

6. Terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit.

7. Tidak mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan bank yang sehat. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan penelolaan strategis antara lain adalah kemampuan untuk menginterprestasikan visi dan misi Bank, mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan, menganalisa situasi industri perbankan dan sektor industri yang dibiayai.

8. Terbukti menolak memberikan komitmen dan/atau memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan bank Indonesia dan/atau pemerintah. Komitmen yang


(27)

dimaksud berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesian No13/8/DPNP, meliputi:

1) Komitmen dalam rangka penyehatan bank.

2) Komitmen untuk tidak mengulangi tidakan atau perbuatan sebagaimana dimaksud dalam poin a butir 1, butir 2, dan butir 3.

3) Komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan yang dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 PBI No.12/23/PBI/2010.

Dari ruang lingkup tersebut, maka apabila Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan secara rutin, konsisten dan berkeseimbangan akan berdampak pada peningkatan kinerja manajemen dan perusahaan (Bank) yang bersangkutan setiap waktu, karena adanya tuntutan dan motivasi dilakukannya Penilaian Kemampuan dan Kepatutan untuk para pejabat dalam perusahaan bank itu. Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, perusahaan bank dan pihak berkepentingan akan mengetahui bagaimana manajemen akan berkerja dan bagaimana kinerja sebelumnya, bagaimana goals perusahaan bank dicapai, apakah sesuai target atau tidak.34

1) Bagi PSP yang Diberikan Predikat Tidak Lulus :

Pengenaan sanksi larangan tersebut juga berlaku bagi pihak-pihak yang pada saat penilaian ditetapkan Tidak Lulus, yang bersangkutan telah menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi pada bank lain.

a. Dilarang melakukan tindakan sebagai PSP;

34


(28)

b. Tidak dapat menjalan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum RUPS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perseroan terbatas; dan

c. Wajib mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan.

Bank wajib mencantumkan penjelasan dalam daftar pemegang saham Bank mengenai status PSP yang diberi predikat Tidak Lulus tersebut. Dalam pihak-pihak yang ditetapkan predikat Tidak Lulus adalah PSP dari Bank yang berada dalam penanganan/penyelamatan oleh Lembaga Penjamin Simpanan,maka jangka waktu kewajiban pengalihan kepemilikan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dalam hal pihak-pihak yang dilarang menjadi PSP tidak mengalihkan seluruh kepemilikan sahamnya sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan, maka;

a. Pihak yang bersangkutan wajib menyerahkan surat kuasa menjual kepada Bank Indonesia dengan hak substitusi atau kepada pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu pengalihan kepemilikan saham;

b. Jangka waktu larangan kepada pihak yang bersangkutan ditetapkan menjadi selama 20 (dua puluh) tahun;

c. Pihak yang bersangkutan diberitahukan kepada Otoritas Pengawasan Pasar Modal ; dan


(29)

d. Pembayaran deviden ditunda sampai dengan yang bersangkutan mengalihkan kepemilikan sahamnya.

Bagi anggota dewan komisaris atau anggota direksi yang diberikan predikat tidak lulus:

a. Dilarang untuk melakukan tindakan sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif; dan

b. Wajib berhenti sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif.

Bank wajib menindaklanjuti konsekuensi Tidak Lulus paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan dari Bank Indonesia dan wajib wajib melaporkan tindak lanjutnya kepada Bank Indonesia dalam Jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Dalam hal calon direksi yang diberi predikat Tidak Lulus masih melakukan tindakan sebagai direksi, maka :

a. Jangka waktu larangan kepada yang bersangkutan ditetapkan menjadi selama 20 (dua puluh) tahun; dan

b. Bank diberitahukan kepada Otoritas Pengawasan Pasar Modal.

Selain itu, PSP yang dengan sengaja membiarkan anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota direksi yang tidak lulus untuk melakukan tndakan sebagai anggota dewan komisaris atau anggota direksi, diberikan predikat tidak lulus dengan jangka waktu larangan selama 20 (dua puluh) tahun. Penetapan sanksi tidak lulus tersebut didahului dengan surat teguran dari Bank Indonesia sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu masing-masing surat teguran adalah 5 (lima) hari kerja.


(30)

Sebagai contoh adalah seorang Direksi Bank X yang menjadi otak pembobolan dana nasabah di banknya sendiri. Jika telah terbukti, maka Direksi tersebut melalui Direktorat Pengawas Bank (DPB) yang bersangkutan dapat melakukan Penialaian Kemampuan dan Kepatutan ulang dan diberikan predikat Tidak Lulus dengan pengenaan jangka waktu larangan untuk menjadi Direksi selama 20 (dua puluh) memasukkan Direksi Bank X tersebut ke dalam Daftar Tidak Lulus (DTL). Contoh lain adalah apabila Direksi tersebut terbukti memiliki kredit macet (Pasal 28 huruf e Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan. Maka berdasarkan Pasal 35 ayat (1) huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, ia dapat meperoleh pengenaan jangka waktu larangan selama lima tahun untuk tidak menjabat sebagai direksi lagi.

Seluruh atau sebagian calon direksi ditetapkan tidak lulus dan menurut penilaian Bank Indonesia kekosongan jabatan direksi dan/atau komisaris tersebut dapat mengganggung kegiatan operasional Bank, maka Bank Indonesia menunjuk pengganti sementara

B. Akibat Hukum bagi Direksi pada Industri Keuangan Bank yang Melanggar Aturan Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

Calon direksi yang diberikan predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) wajib segera mengundurkan diri paling lambat 15 (lima belas) hari dan dilarang melakukan tugas operasional dalam bentuk apapun dan harus menyelesaikan hal-hal terkait dengan pelanggaran atau penyimpangan yang


(31)

dilakukannya. Pengenaan larangan terhadap pihak-pihak yang diberikan predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) itu diberikan perbuatan dan/atau tindakan yang bersangkutan mengakibatkan kerugian yang berpengaruh pada permodalan bank, termasuk berkurangnya keuntungan dan/atau potensi kerugian yang ditimbulkan. Hal ini berlaku baik untuk pemegang saham pengendali, maupun anggota dewan komisaris dan direksi.

Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor PBI No. 12/23/PBI/2010. Kriteria hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan tentunya menimbulkan konsekuensi bagi para pihak yang dinilai. Berdasarkan ketentuan Pasal 32 PBI No. 12/23/PBI/2010, pihak yang memperoleh predikat lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi Pemegang Saham Pengendali, Pengurus, atau pejabat eksekutif, kecuali apabila kemudian yang bersangkutan diketahui Memiliki kredit macet, maka predikat lulus akan turun menjadi lulus bersyarat. Sebagaimana telah disebutkan diatas, bahwa pihak-pihak yang dinyatakan lulus bersyarat diwajibkan untuk membuat pernyataan tertulis dan bermaterai yang berisi pernyataan untuk:

1. Tidak lagi melakukan perbuatan yang serupa yang dilakukan sebelumnya; dan/atau

2. Tidak melakukan perbuatan penyimpangan lainnya, yaitu:

a. Rekayasa dan praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari ketentuan perbankan;

b. Perbuatan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pihak-pihak tersebut; c. Kegagalan memenuhi komitmen yang telah disepakati;


(32)

d. Pelanggaran terhadap ketentuan kehati-hatian; e. Tidak independen dalam pelaksanaan tugas;

3. Melakukan perbaikan atau menambah pengetahuan yang diperlukan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.

Penyimpangan peraturan yang dilakukan sepanjang memenuhi kriteria lulus bersyarat dan telah membuat pernyataan tertulis tersebut diatas serta telah menyelesaikan kredit macet yang dimiliki maka hal tersebut tidak dianggap sebagai suatu tindakan tercela di bidang perbankan yang merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus di bank lain. Tetapi, bagi para pihak yang dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta (antara lain kewajiban menyelesaikan kredit macet dalam jangka waktu 1 (satu) tahun; kewajiban meningkatkan kompetensi dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun, dan kewajiban untuk tidak melakukan kegiatan menyimpang yang serupa) diwajibkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Sedangkan bagi pemegang saham pengendali wajib melepaskan seluruh atau sebagian sahamnya sehingga menjadi maksimal 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu satu tahun. Pihak yang tidak lulus dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan menurut ketentuan Pasal 36 PBI No.5/25/PBI/2003, dilarang untuk menjadi pemegang satuan pengendali dan memiliki saham lebih dari 10% (sepuluh persen), dan/atau dilarang menjadi pengurus dan atau pejabat eksekutif pada Bank maupun BPR, sehingga diwajibkan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Para pihak yang tidak lulus kemudian diwajibkan untuk membuat surat pernyataan tertulis kepada


(33)

Bank Indonesia dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberitahuan oleh Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak akan ikut serta dalam pengendalian Bank atau BPR, baik langsung maupun tidak langsung, dan bagi Pemegang Saham yang memiliki saham lebih dari jumlah tersebut diatas, wajib untuk menurunkan kepemilikannya menjadi maksimal 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun (Pasal 37 PBI No. 12/23/PBI/2010) dengan tetap memperhatikan pengecualian dan atau perpanjangan waktu apabila dianggap dapat mempengaruhi tingkat kesehatan bank.

Menurut Pasal 34 ayat (2) PBI No. 12/23/PBI/2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, pihak-pihak yang ditetapkan predikat Tidak Lulus dilarang menjadi :

a. PSP atau memiliki saham pada industri perbankan; dan/atau

b. Anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pejabat eksekutif pada industri perbankan.

Para pihak yang tidak bersedia mengundurkan diri harus diberhentikan melalui Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham yang wajib diselenggarakan selambat-Iambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah adanya pemberitahuan dari Bank Indonesia. Dalam hal pengurus yang dinyatakan tidak lulus atau dinyatakan lulus bersyarat namun tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta, tidak bersedia mengundurkan diri dan tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan rapat umum luar biasa pemegang saham, maka Bank Indonesia tidak mengakui segala hubungan hukum antara Bank Indonesia dengan bank


(34)

yang diwakili oleh Pengurus Bank tersebut, dan segala tindakan yang diambil oleh yang bersangkutan merupakan tanggung jawab pribadi. Jangka waktu pengenaan larangan terhadap pihak yang tidak lulus akan berbeda lamanya tergantung pada kesalahan yang dibuat. Misalnya, berdasarkan ketentuan Pasal 43 PBI No. 12/23/PBI/2010. Pemegang Saham Pengendali, Pengurus dan Pejabat Eksekutif dapat dinyatakan tidak lulus dengan jangka waktu larangan selama 20 (dua puluh) tahun apabila:

1. Pemegang Saham Pengendali yang memperoleh predikat tidak lulus tidak bersedia menyampaikan surat pernyataan kepada Bank Indonesia;

2. Pemegang Saham Pengendali melakukan pelanggaran terhadap surat pernyataan tertulis yang dibuat;

3. Pemegang Saham Pengendali, Pengurus dan Pejabat Eksekutif melakukan pelanggaran terhadap surat pernyataan tertulis yang dibuat dalam rangka penilaian kembali;

4. Pengurus dan pejabat eksekutif dinyatakan memiliki predikat tidak lulus, namun tidak bersedia mengundurkan sanksi tidak hanya diberikan kepada pihak-pihak yang dinilai dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan, tetapi juga diberikan terhadap para pihak yang melanggar ketentuan dalam PBI No.5/25/PBI/2003. Sanksi tersebut akan diberikan berdasarkan ketentuan dalam UU Perbankan dan mengacu pada ketentuan PBI di atas. Contohnya, dalam Pasal 57 ayat (1) PBI No.5/25/PBI/2003 menyebutkan bahwa bagi Bank yang melanggar ketentuan, antara lain Pasal 20 ayat (2) PBI No.5/25/PBI/2003 yang isinya memuat tentang kewajiban Bank untuk


(35)

memberhentikan (melalui RUPS atau Rapat Anggota) pihak yang tidak disetujui oleh Bank Indonesia meskipun telah mendapat persetujuan dan diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota. Terhadap pelanggaran ketentuan tersebut, maka Bank dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, berupa teguran tertulis dan pemberhentian Pengurus Bank yang selanjutnya Bank Indonesia menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota mengangkat pengganti tetap dengan persetujuan Bank Indonesia.

Contoh lain misalnya, dalam Pasal 57 ayat (5) PBI No.5/25/PBI/2003 disebutkan bahwa bagi Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif yang dengan sengaja tidak menaati ketentuan (salah satunya) Pasal 20 ayat (3) yaitu tentang larangan melakukan tugas sebagai Direksi atau Komisaris bagi calon pengurus bank yang belum mendapat persetujuan bank Indonesia, dalam kegiatan operasional Bank dan atau kegiatan lain yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dan kondisi keuangan Bank, walaupun telah mendapat persetujuan dan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota.

Sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran Pasal ini yaitu berdasarkan Pasal 49 ayat (2) huruf Undang-Undang Perbankan, berupa ancaman pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),


(36)

karena dianggap tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya yang dikaitkan dengan permasalahan maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank antara lain terdiri dari standar kriteria dan standar cara penilaian. Standar kriteria yaitu Integritas, Kompetensi dan Reputasi Keuangan (Pasal 17 PBI No. 12/23/PBI/2010). Adapun faktor integritas antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik; tidak pernah melakukan praktik-praktik dibidang usaha perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya; tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan bidang perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya; tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan, sedangkan faktor kompetensi antara lain pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya, pemahaman tentang peraturan perundang-undangan dibidang perusahaan pembiayaan dan peraturan perundang-undang lain yang berhubungan dengan perusahaan pembiayaan. Standar cara penilaian yaitu penelahaan administratif dan wawancara (Pasal 22 PBI No. 12/23/PBI/2010)

2. Pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank ada dua pihak yaitu pertama, pihak penilai dan kedua adalah pihak yang dinilai, pihak penilai adalah tim penguji OJK dan


(38)

pihak yang dinilai adalah calon direksi yang telah memenuhi persyaratan penilaian kemampuan dan kepatutan; calon anggota direksi yang melakukan pelanggaran dalam penilaian kemampuan dan kepatutan; orang yang belum pernah menjadi anggota direksi bank, yang dicalonkan menjadi anggota direksi bank; orang yang sedang menjabat sebagai anggota direksi bank, yang dicalonkan menjadi anggota direksi pada bank lainnya; orang yang pernah menjabat sebagai anggota direksi bank yang dicalonkan menjadi anggota direksi pada bank yang sama atau pada bank lainnya; anggota direksi bank yang akan beralih jabatan menjadi direktur yang membawah fungsi kepatuhan pada bank yang sama; anggota direksi bank yang beralih jabatan menjadi anggota dewan komisaris pada bank yang sama;

3. Akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan adalah bagi calon direksi yang dinyatakan lulus namun diketahui pelanggaran seperti memiliki kredit macet akan dikenakan sanksi lulus bersyarat Pasal 32 PBI No. 12/23/PBI/2010). Bagi calon direksi yang tidak lulus karena memenuhi persyaratan wajib segera mengundurkan diri paling lambat 15 (lima belas) hari dan dilarang melakukan tugas operasional dalam bentuk apapun dan harus menyelesaikan hal-hal terkait dengan pelanggaran atau penyimpang yang dilakukannya, bagi calon direksi yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi ancaman pidana sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.


(39)

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus miliar rupiah) Pasal 49 ayat (2) UU Perbankan.

B. Saran

Adapun saran berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas adalah sebagai berikut:

1. Bank sebagai lembaga keuangan harus dapat menjaga kepercayaan konsumen, sehingga bank harus diurus oleh manajemen yang profesional, jujur dan berdedikasi tinggi. Proses seleksi menajemen yang dilakukan adalah melalui Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.

2. Sebaiknya memperhatikan ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan, hal tersebut untuk menghindari terjadinya RUPS berulang kali sehingga menjadi tidak efisien, jika calon direksi yang telah diangkat RUPS ternyata tidak lulus Penilaian Kemampuan dan Kepatutan.


(40)

BAB II

STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK

A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Saat ini perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indoensia. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional.8

Awal pembentukan OJK berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan OJK, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat UUBI. Pasal 34 UUBI merupakan respons dari krisis Asia yang terjadi pada

8


(41)

1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya sektor perbankan.9

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi yang sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran pemasalahan-pemasalahan di masa depan.

Ide awal pembentukan OJK yang sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undnag-undang tentang bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan UUBI (selanjutnya yang memberikan independensi kepada bank sentral. Rancangan Undang-Undang ini di samping memberikan independensi, juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari

Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang

pada waktu penyusunan rancangan UUBI bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

9


(42)

OJK ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut.10

2. Tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Pasal 1 UU OJK, OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. “ Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa OJK adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi.

Sejak lama, pembentukan lembaga OJK ini diamanatkan oleh UUBI, sudah menghadapi berbagai kontroversi mengenai sudah tepatkah pemindahan fungsi pengawasan perbankan yang semula ditangani oleh Bank Indonesia.

10


(43)

a. Untuk mencapainya, Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis.

c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi.11

Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk OJK yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun OJK berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 draft pembentukan OJK belum ada, sampai akhirnya UUBI yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. OJK berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

11


(44)

a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan; b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan

c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan OJK mempunyai wewenang:

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran

dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan

modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;

2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) Sistem informasi debitur;

4) Pengujian kredit (credit testing); dan 5) Standar akuntansi bank;

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1) Manajemen risiko;


(45)

2) Tata kelola bank;

3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan

4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. Pemeriksaan bank.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang: 1) Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang ini;

2) Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; 3) Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

4) Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; 5) Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;

6) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

7) Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

8) Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

9) Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Adapun maksud dari pembentukan OJK menurut beberapa ahli/pakar perbankan adalah sebagai berikut:


(46)

a. Menkeu Agus Matroardojo

Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia b. Fuad Rahmany

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang selama ini cenderung muncul. Sebab didalam OJK, fungsi pengawasan dan pengaturan dibuat terpisah

c. Darmin Nasution

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah untuk mencari efesiensi di sektor perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan. Sebab suatu perekonomian yang kuat, stabil dan berdaya saing membutuhkan dukungan dari sektor keuangan.

d. Deputi Gubernur BI Miliaman D Hadad:

Terdapat empat pilar sektor keuangan global yang menjadi agenda OJK. Pertama, kerangka kebijakan yang kuat untuk menanggulangi krisis. Kedua, persiapan resolusi terhadap lembaga-lembaga keuangan yang ditengarai bisa berdampak sistemik. Ketiga lembaga keuangan membuat surat wasiat jika terjadi kebangkrutan sewaktu-waktu dan keempat transparansi yang harus dijaga.

3. Status Otoritas Jasa Keuangan

Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU OJK dikatakan bahwa, OJK adalah lembaga yang indepeden dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas


(47)

dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.12 Bagian penjelasan UU OJK disebutkan bahwa, OJK dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada diluar pemerintah. Jadi seharusnya tidak terpengaruh oleh pemerintah.13

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu unifikasi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, dimana sebelumnya kewenangan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal.

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa status kelembagaan OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, sehingga secara yuridis bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam UU OJK.

Independensi OJK tercermin dalam kepemimpinan OJK. Secara orang perorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak dapat diberhentikan kecuali memenuhi alasan yang secara tegas diatur dalam UU OJK. Di samping itu, untuk mendapatkan pimpinan OJK yang tepat dalam UU OJK diatur juga mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan melibatkan partisipasi publik melalui suatu panitia seleksi yang unsur-unsurnya terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia dan masyarakat sektor jasa keuangan.

4. Dasar pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

14

12

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 ayat (1)

13

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 2 14

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 325


(48)

Pembentukan OJK didasarkan kepada tiga landasan yaitu : 1. Landasan filosofis

Mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas dan seimbanh disemua sektor perekonomian serta memberikan kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia.

2. Landasan yuridis

Undang-Undang Bank Indonesia 3. Landasan sosiologis

a. Globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi financial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

b. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai sub sektor keuangan menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.

c. Banyaknya permasalahan lintas sektoral disektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.

B. Peranan Direksi di Industri Perbankan

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan


(49)

maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.15

Direksi dalam menjalankan perseroan memiliki, tugas-tugas, yaitu :

Persyaratan Pengangkatan Direksi, antara lain : direksi diangkat oleh RUPS, direksi perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota direksi atau lebih, yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau dihukum karena merugikan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.

16

1. Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan tetap memperhatikan keseimbangan. kepentingan seluruh pihak yang berkepentingan dengan aktivitas perseroan. 2. Direksi wajib tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, anggaran dasar dan keputusan RUPS dan memastikan seluruh aktivitas perseroan telah sesuai dengan ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku, anggaran dasar, keputusan RUPS serta peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh perseroan.

3. Direksi dalam memimpin dan mengurus perseroan semata-mata hanya untuk kepentingan dan tujuan perseroan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas perseroan.

4. Direksi senantiasa memelihara dan mengurus kekayaan perseroan secara amanah dan transparan. Untuk itu direksi mengembangkan sistem

15

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 16


(50)

pengendalian internal dan sistem manajemen resiko secara terstruktural dan komprehensif.

5. Direksi akan menghindari kondisi dimana tugas dan kepentingan perseroan berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Masa tugas direksi habis apabila:17

1. Anggota direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.

2. Jangka waktu masa tugas direksi diatur dalam anggaran dasar atau akte pendirian.

3. Jika diberhentikan sementara waktu sebelum masa tugasnya oleh RUPS/Komisaris maka dalam jangka waktu 30 hari diadakan RUPS untuk memberi kesempatan direksi tersebut membela diri. Apabila dalam jangka waktu 30 hari tidak ada RUPS maka pemberhentian sementara batal demi hukum.


(51)

4. Pemberhentian anggota direksi berlaku sejak:

a. ditutupnya RUPS apabila anggota direksi diberhentikan sewaktu-waktu b. tanggal keputusan untuk memberhentikan anggota direksi

c.tanggal lain yang ditetapkan dalam RUPS Kewajiban direksi di dalam perseroan, yaitu :18

1. Direksi wajib bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebagai organ yang wajib bertanggungjawab, Direksi mempertanggungjawabkan kepengurusan itu kepada RUPS.

2. Direksi wajib membuat dan memelihara daftar pemegang saham, risalah RUPS dan risalah rapat direksi, menyelenggarakan pembukuan Perseroan; melaporkan kepemilikan sahamnya dan keluarga yang dimiliki pada perseroan atau perseroan lain.

3. Direksi wajib menyiapkan laporan tahunan (termasuk pertanggung jawaban tahunan) untuk RUPS.

4. Direksi wajib memberikan keterangan kepada RUPS mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan perseroan.

5. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan atau RUPS lain yang dianggap perlu (termasuk melakukan pemanggilan dan lain-lain).

6. Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan sebagian besar atau seluruh kekayaan Perseroan.

18


(52)

7. Direksi wajib menyiapkan rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan untuk diajukan kepada RUPS.

Direksi memiliki peranan, yaitu :

Direksi berperan untuk mengusulkan kepada RUPS : a. Perubahan anggaran dasar

b. Pembelian kembali saham dan pengalihan saham tersebut kepada pihak lain

c. Penambahan modal d. Pengurangan modal

e. Penggunaan laba dan pembagian deviden f. Pembubaran perseroan

6. Direksi berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan kegiatan usaha perseroan

7. Direksi berwenang mengelola kekayaan perseroan

8. Direksi berwenang mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan 9. Direksi berwenang untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai

anggaran dasar/akte pendirian

10. Direksi berwenang untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris

11. Direksi berwenang untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS


(53)

Pertanggungjawaban pribadi direksi

1. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.

2. Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.

3. Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:

a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya

kerugian tersebut

C. Alasan perlunya dilakukan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan di Industri Keuangan Bank

Meningkatkan kepercayaan dan perlindungan kepada masyarakat terhadap industri perbankan, perlu dipastikan bahwa pengelolaan bank dilakukan oleh pihak yang mampu dan patut Penilaian Kemampuan dan Kepatutan sehingga pengelolaan bank dilakukan sesuai dengan tata kelola yang baik (good Governance).


(54)

Secara sederhana pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dimaksud untuk19

1. Untuk mengetahui kemampuan dan kepatutan (calon) manajemen perusahaan yang bersangkutan, secara detail dapat dipertanggung jawabkan.

:

2. Untuk memantau pencapaian goals dan proses perusahaan (bank) secara keseluruhan, baik aspek legal maupun aspek financial.

3. Untuk memberi motivasi kepada para (calon) manajemen untuk melaksanakan tugas, kewajiban serta wewenang dengan sebaik-baiknya dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pengaturan perusahaan bank bersangkutan.

4. Untuk mendorong dan mendukung pengembangan perusahaan bank secaraberkesinambungan dalam dunia bisnis yang telah memasuki pasar terintegrasi ini (globalisasi), yang pada akhirnya akan bermuara pada kinerja yang semakin baik dari waktu kewaktu secara berkesinambungan.

Prosedur pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UU Bank Indonesia, yaitu :

4. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 5. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 6. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.


(55)

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai20

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana.

:

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Fungsi kepatutan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat ex-ante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta memastikan kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.21

Hasil Penilaian Kemampuan dan Kepatutan masih dibedakan antara penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksana, serta yang mengetahuinya. Artinya, dalam setiap penyimpangan yang berakibat pada kerugian perusahaan, maka akan dicari penanggung jawab, pemrakarsa, pemutus dan pelaksananya, karena tidak menutup kemungkinan adanya pejabat yang

20

N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hal. 62.

21


(56)

menutup-nutupi penyimpangan tersebut. Hal inilah yang menentukan berat atau ringannya kesalahan dan akan sangat berpengaruh pada tingkat penilaian. Kriteria pelaku yang terlibat antara lain pelaku, pelaksana, dan pihak yang hanya mengetahui. Pelaku yaitu orang yang secara langsung melakukan atau turut melakukan perbuatan rekayasa dan atau praktik-praktik perbankan yang menyimpang dari undang-undang dan ketentuan perbankan; perbuatan yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang disepakati dengan Bank Indonesia dan atau pemerintah.

Perkembangan industri perbankan yang dinamis membutuhkan pemilik yang selain memiliki integritas juga memiliki komitmen dan kemampuan yang tinggi dalam mendukung pengembangan operasional bank yang sehat. Selain itu dalam pengelolaan bank diperlukan sumber daya manusia yang memiliki integritas yang tinggi, berkualitas dan memiliki reputasi keuangan yang baik.

Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan proses uji kemampuan dan kepatutan terhadap calon pemilik dan calon pengelola bank melalui penelitian administratif yang lebih efektif dan proses wawancara yang lebih efisien, dengan tetap memperhatikan pemenuhan persyaratan yang ditetapkan. Selanjutnya sebagai pelaksanaan tugas pengawasan bank oleh Bank Indonesia secara berkesinambungan, terhadap pihak–pihak yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dilakukan penilaian kembali atas kemampuan dan kepatutannya sebagai pemilik dan pengelola bank.

Melindungi industri bank dari pihak-pihak yang diindikasikan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan, penilaian kembali dilakukan


(57)

melalui proses yang lebih singkat dan transparan tanpa mengabaikan azas keadilan bagi pihak yang diuji. Tujuan uji kemampuan dan kepatutan adalah agar industri perbankan senantiasa dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak yang memenuhi persyaratan maka sudah menjadi keharusan untuk tidak memberikan ruang bagi pihak yang melakukan tindakan yang diindikasikan tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan kepatutan.

Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan ketentuan yang berkaitan dengan pengenaan sanksi yang lebih tegas dan dapat memberikan efek jera terhadap pihak yang tidak mampu dan tidak patut dalam memiliki dan mengelola bank. Bank Indonesia sebagai Bank sentral mempunyai 3 (tiga) bidang tugas yang telah diatur dalam Pasal 8 UUBI, yaitu :

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. 3. Mengatur dan mengawasi bank.

Konsekuensi dari pasal ini adalah Bank Indonesia diberikan wewenang untuk mengatur hal-hal yang dapat menunjang terlaksananya tugas-tugas tersebut.

Tujuan dari pengaturan dan pengawasan Bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai22

1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitanya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana.

:

2. Pelaksanaan kebijakan moneter.

22

N. Ferry dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006), hlm. 62


(58)

3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan agar tercipta sistem perbankan yang sehat, baik sistem perbankan menyeluruh maupun individual, dan maupun memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.

Pengertian pelaku disini adalah termasuk pemutus, pemrakarsa atau penanggungjawab. Pelaksana adalah orang yang telah melakukan suatu perbuatan berdasarkan instruksi, tekanan, tipu daya, atau pemberian kompensasi dari pihak lain, seperti pihak yang menandatangani suatu dokumen, pihak yang melakukan atau turut serta melakukan eksekusi/tindakan, dan pihak yang turut menyetujui suatu keputusan. Sedangkan pihak yang hanya mengetahui adalah orang yang turut serta mengetahui atau terlibat dalam suatu perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain karena jabatannya, misalnya sebagai pihak yang mengetahui melalui pengesahannya dalam suatu dokumen.

Penetapan hasil akhir Penilaian Kemampuan dan Kepatutan dilakukan dengan cara menjumlahkan hasil penilaian faktor integritas dan faktor kompetensi. Predikat lulus diberikan dengan hasil penilaian akhir sebesar 0 (nol). Predikat lulus bersyarat, dengan hasil penilaian akhir sebesar 1 (satu) sampai dengan 19 (sembilan betas), dan predikat tidak lulus dengan penilaian akhir sebsar 20 (dua puluh) atau Iebih.


(59)

D. Faktor-Faktor dalam Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank

Faktor kemampuan meliputi

1. Pengetahuan yang memadai dan relevan dengan jabatannya;

2. Pemahaman tentang peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan peraturan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan perusahaan pembiayaan;

3. Pengalaman di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau bidang lainnya yang relevan dengan jabatannya; dan

4. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan perusahaan pembiayaan yang sehat, termasuk perluasan/ekspansi maupun inovasi terhadap kegiatan usaha di bidang perusahaan pembiayaan.

Faktor kepatutan meliputi

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik;

2. Tidak pernah melakukan praktik-praktik tercela di bidang usaha perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

3. Tidak pernah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang perusahaan pembiayaan dan/atau jasa keuangan lainnya;

4. Tidak pernah dihukum karena tindak pidana kejahatan;

5. Tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah yang mengakibatkan suatu perseroan atau perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;


(60)

6. Tidak pernah melanggar komitmen yang telah disepakati dengan instansi pembina dan pengawas perusahaan pembiayaan; dan

7. Tidak pernah memberikan keuntungan dan/atau manfaat lainnya secara tidak wajar kepada pemegang saham, direksi, komisaris, pegawai dan/atau pihak lainnya yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan nasabah dan/atau perusahaan pembiayaan;

8. Tidak pernah melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perusahaan pembiayaan;

9. Tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kewenangannya atau diluar kewenangannya; dan

10.Tidak pernah dinyatakan tidak mampu menjalankan kewenangan sebagai anggota direksi atau dewan komisaris.

Ruang lingkup Penilaian Kemampuan dan Kepatutan bagi direksi disebutkan dalam Pasal 17 PBI No.12/23/PBI2010 meliputi faktor integritas, kompetensi, dan faktor keuangan. Ruang lingkup tersebut berbeda bagi calon dan telah menduduki jabatannya.

Adapun persyaratan integritas terhadap calon direksi dan dewan komisaris berdasarkan Pasal 18 PBI No.12/23/PBI/2010 adalah :

1. Memiliki akhlak dan moral yang baik, antara lain dijulukan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku, termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana tertentu dalam waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir sebelum dicalonkan.


(61)

2. Memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank yang sehat. 4. Tidak termasuk dalam DTL.

5. Memiliki komitmen untuk tidak akan melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 PBI No.12/23/PBI/2010, bagi calon yang pernah memiliki predikat tidak lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi.

Sedangkan persyaratan kompetensi bagi calon direksi dan dewan Komisaris berdasarkan Pasal 19 PBI No.12/23/PBI/2010 untuk memastikan : 1. Bagi calon anggota dewan komisaris memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.

b. Pengalaman di bidang perbankan dan/atau bidang keuangan. 2. Bagi calon direksi memiliki :

a. Pengetahuan di bidang perbankan yang memadai dan relevan dengan jabatannya.

b. Pengalaman dan keahlian dibidang perbankan dan/atau bidang keuangan. c. Kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka

pengembangan bank yang sehat.

Penilaian kemampuan dan kepatutan terhadap calon Pemegang Saham Pengendali dan calon pengurus bank dilakukan melalui penelitian administratif (meliputi penelitian dokumen persyaratan administratif, track record serta


(1)

LEMBAR PENGESAHAN

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011

Oleh

LYDIA INDAH ANNEIKE 110200101

Disetujui Oleh

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Windha, SH. M.Hum NIP. 197501122005012002

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Ramli Siregar, SH, M.Hum) NIP. 195603291986011001 NIP. 195303121983031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 *Lydia Indah Anneike

**Bismar Nasution *** Ramli Siregar

Suatu bank yang tidak dikelola dengan baik, sudah pasti akan memicu munculnya satu atau lebih risiko dari 8 (delapan) risiko yang dihadapi Bank dan akan mengakibatkan kerugian pada Bank serta kepada pihak-pihak yang

berkepentingan pada bank (stakeholders). Permasalahan dalam penelitian ini

adalah standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank. pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan bank. Akibat hukum bagi direksi pada industry keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan yang diatur dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Standar penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri keuangan hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan calon direksi disampaikan secara tertulis kepada bank yang mengajukan pencalonan, standar uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan kepada pihak yang berkepentingan antara lain pemerintah, lembaga penjamin simpanan, pemegang saham atau pihak lain yang dianggap perlu. Pihak yang terlibat dalam penilaian kemampuan dan kepatutan direksi dalam industri

keuangan bank Calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota

Direksi sebelum menjalankan fungsi dan tugasnya. Calon direksi yang sedang menjabat namun terindikasi melakukan pelanggaran integritas, kelayakan/reputasi keuangan dan atau kompetensi. Akibat hukum bagi direksi pada industri keuangan bank yang melanggar aturan pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan

yang diatur dalam UU OJK menimbulkan konsekuensi bagi para pihak yang

dinilai memperoleh predikat lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi pemegang saham pengendali, pengurus, atau pejabat eksekutif, kecuali apabila kemudian yang bersangkutan diketahui memiliki kredit macet, maka predikat lulus akan turun menjadi lulus bersyarat

Kata Kunci : Penilaian, Kemampuan, Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan *Mahasiswa

**Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang tercurah sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedua orang tua, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program studi S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan memilih judul:n Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Direksi di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan yang dimiliki, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari penyajian materi maupun penyampaiannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi berbagai pihak guna memberikan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan II,


(4)

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH., M.Hum selaku pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Windha, SH., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H, selaku Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Bapak Ramli Siregar, SH., M.Hum, selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat dan saran mulai dari awal sampai akhir sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua penulis ayahanda Mangindang Ritonga, SE., MM dan Ibunda

Masniari Pardede, SH yang telah memberikan dukungan kepada penulis dari awal kuliah hingga penyusunan skripsi ini.

10.Kepada rekan-rekan mahasiswa/i, Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Rekan-rekan diluar kampus yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya serta penulis berharap tulisan ni bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, April 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Keaslian Penelitian ... 10

E. Tinjauan Pustaka ... 11

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK ... 16

A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan ... 16

B. Peranan Direksi di Industri Perbankan ... 24

C. Alasan perlunya dilakukan penilaian kemampuan dan Kepatutan di Industri Keuangan Bank ... 29

D. Faktor-faktor dalam penilaian kemampuan dan kepatutan Industri Keuangan Bank ... 35

E. Pengaturan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Mengenai Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Industri Keuangan Bank ... 42


(6)

BAB III PIHAK YANG TERLIBAT DALAM

PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI

DALAM INDUSTRI KEUANGAN BANK ... 46

A. Direksi Bank yang dipersyaratkan untuk mengikuti Penilaian Kemampuan ... 46

B. Pihak yang berhak memberikan penilaian dalam proses Penilaian kepatutan Direksi Bank ... 48

C. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan Proses Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 53

BAB IV AKIBAT HUKUM BAGI DIREKSI PADA INDUSTRI KEUANGAN BANK YANG MELANGGAR ATURAN PELAKSANAAN PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) .... 64

A. Pelanggaran yang dapat terjadi dalam Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 64

B. Akibat Hukum Bagi Direksi Pada Industri Keuangan Bank Yang Melanggar Aturan Pelaksanaan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 46 95

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

5 79 130

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

SISTEM KOORDINASI ANTARA BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN BANK SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

0 0 8

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 7

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 15

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 30

Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 2

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan - Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penilaian Kemampuan Dan Kepatutan Direksi Di Industri Keuangan Bank Oleh Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

0 0 19