25
empirisyuridis sosiologis. Penelitian didasarkan pada data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan, dengan didukung oleh penelitian
kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.
50
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul tesis, penelitian ini dilakukan pada Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe. Adapun alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut karena
Bank Negara Indonesia merupakan Bank besar di Indonesia, serta merupakan Bank yang cukup sehat. Masyarakat pada umumnya mempunyai usaha, dimana salah satu
sumber dana yang diperoleh adalah melalui kredit bank, yang sebagian besar menggunakan hak tanggungan.
3. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan melalui
wawancara dengan nara sumber, yakni: 1. Pejabat Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe 1 orang.
2. Notaris dan PPAT Deli Serdang 1 orang. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi perpustakaan,
peraturan perundang-undangan yang berlaku, tulisan ilmiah, yurisprudensi dan lain- lain referensi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini.
50
Ronitijo Soemitro., Methodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Ghalatia Indonesia, Semarang, 1998, hal 11
Universitas Sumatera Utara
26
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui :
Terhadap data primer, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya terhadap permasalahan yang
diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data.
51
Terhadap data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa
peraturan perundang-undangan, buku-bukuliteratur, karya ilmiah seperti makalah, majalah-majalah dan segala tulisan yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian baik berdasarkan studi pustaka maupun lapangan selanjutnya data tersebut akan dilakukan secara kualitatif, yaitu
untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode deduktif dengan mengamati hal-hal yang umum untuk kemudian menarik
kesimpulan pada hal-hal yang khusus.
51
Didalam penelitian dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau
bahan pustaka, pengamatan
atau observasi, dan
wawancara. Lihat : Soerjono Soekanto.,
Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986, hal 66.
Universitas Sumatera Utara
27
BAB II PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT
PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE
A. Perjanjian Kredit Bank
Hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengatur khusus mengenai perjanjian kredit, baik dari segi bentuk maupun materil yang luas di muat dalam perjanjian
kredit. Oleh karena itu ketentuan hukum yang sebagai acuan dalam perjanjian kredit tersebut adalah ketentuan hukum perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur
dalam Buku III KUH Perdata. a. Dasar Hukum Perjanjian Kredit Harus Tertulis
Dari pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dapat dipahami bahwa setiap bank memberikan kredit kepada
nasabah debitur dituangkan dalam suatu perjanjian kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak yakni pihak bank dan pihak peminjam debitur.
Pembuatan perjanjian kredit tersebut diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian
hari maka para pihak yang berkepentingan dapat mengajukan perjanjian kredit yang telah dibuat sebagai dasar hukum untuk menuntut pihak yang telah dirugikan.
Pada awalnya bila diteliti, dasar keharusan bank harus membuat perjanjian kredit, setiap pemberian kredit dalam bentuk apapun harus senantiasa disertai dengan
surat perjanjian tertulis yang jelas dan lengkap dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No 277UPPB masing-masing
27
Universitas Sumatera Utara
28
tanggal 31 Maret 1995 pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Pemberian Kredit PPKPK angka 450 tentang perjanjian kredit yang dinyatakan
setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit akad kredit secara tertulis. Baik di bawah tangan ataupun di
hadapan Notaris. Sebelum ketentuan ini terdapat ketentuan yang sama dalam instruksi Presidium
Kabinet No.15EKIN101966 tanggal 10 Oktober 1966 dan Surat Bank Indonesia kepada semua bank devisa No.31093UPKKPD angka 4 tanggal 29 Desember
1970.
52
Ini diperlukan sebagai upaya mengikat barang jaminan. Dalam perjanjian kredit tersebut tidak dapat ditentukan apa yang harus dimasukkan, karena ada beberapa
perubahan-perubahan dalam kebutuhan pelayanan kredit bagi bermacam-macam usaha debitur yang masing-masing membutuhkan pelayanan yang spesifik. Syarat-
syarat tersebut diperjanjikan berdasarkan kebutuhan yang spesifik dari debitur sehingga tidak mungkin dibuatkan formulir perjanjian yang sama untuk semua
debitur. b. Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Pokok
Mengingat belum ada kejelasan dalam peraturan perundang-undangan, maka para pakar hukum perbankan di Indonesia belum ada persamaan pendapat, mengenai
bentuk hukum,
hubugan antara
bank dengan
nasabahdebitur maka
akan
52
Widjanarto., Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Pustaka Umum Grafiti, Jakarta, 2003, hal 81-82.
Universitas Sumatera Utara
29
dikemukakan beberapa pendapat yakni sebagai berikut : Marhainis Abdul Hay berpendapat bahwa : Perjanjian kredit identik dengan
perjanjian pinjam mengganti dalam Bab XIII KUH Perdata, sebagai konsekuensi logis dari pendirian ini, harus dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat riil.
53
Sedangkan pendapat R. Subekti menyatakan bahwa dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan dan semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah
suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.
54
Menurut Mariam Darus,
perjanjian kredit
tersebut adalah
“Perjanjian Pendahuluan” Voorovereenkomst dari penyerahan uang, ini merupakan hasil
permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya. Perjanjian ini bersifat Konsensual obligatoir, sedangkan
penyerahan uang bersifat riil.
55
Dengan demikian, bentuk hukum perjanjian kredit tergantung pada sudut pandang mana pendekatan dilakukan. Dilihat dari materi dan isi perjanjian kredit
merupakan perjanjian baku atau perjanjian standart, karena hampir dari seluruh klausul-klausul yang dimuat dalam perjanjian kredit tersebut sudah dibakukan oleh
bank, pada dasarnya isi dari perjanjian telah dipersiapkan terlebih dahulu tanpa diperbincangkan dengan pemohon dan hanya pemohon dimintakan pendapat apakah
53
Marhainis Abdul Hay., Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, hal 67.
54
R.Subekti., Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal 3.
55
Mariam Darus Badrulzaman., Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 32.
Universitas Sumatera Utara
30
dapat menerima syarat-syarat yang tercantum didalam perjanjian tersebut. Bila dilihat dari sifatnya, perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensual
artinya dengan ditanda tanganinya perjanjian kredit oleh bank dengan nasabah debitur tidaklah langsung nasabah debitur dapat menarik kredit melainkan harus memenuhi
syarat-syarat penarikan terlebih dahulu. Misalnya nasabah debitur harus menyerahkan barang jaminan yang telah diikat sesuai ketentuan yang berlaku, dapat pula perjanjian
kredit merupakan perjanjian obligatoir karena dengan ditanda tangani perjanjian kredit tersebut sebelum kredit cair, para pihak harus memenuhi kewajibannya yaitu
bank harus menyediakan sejumlah dana dalam waktu tertentu, sedangkan debitur wajib menyerahkan jaminan yang cukup.
Perjanjian kredit dapat dikonstuksikan sebagai perjanjian pokok, karena di dalam perjanjian dapat terlaksana dengan adanya jaminan maka tidak dapat berdiri
sendiri. Hal ini dikarenakan perjanjian kredit tersebut pada umumnya selalu diikuti dengan perjanjian ikutan accessoir berupa perjanjian jaminan.
56
Kredit berasal dari kata Yunani “Credere” yang berati kepercayaannya truth atau faith.
57
Karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Dengan demikian sesorang yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah memperoleh kepercayaan,
artinya pihak yang memberikan kredit kreditur percaya bahwa penerima kredit debitur akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan.
58
Baik menyangkut jangka waktunya, maupun prestasi dan kontra – prestasinya. Dengan
56
Eugenia Liliawati Moejono., Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvavindo, 2003, hal
18.
57
Thomas Suyatno,dkk., Op.Cit, hal 12.
58
Ibid., hal 13.
Universitas Sumatera Utara
31
demikian kredit berarti bahwa pihak kesatu memberikan prestasi baik berupa barang, uang dan jasa kepada pihak lain, sedangkan kontra prestasi akan diterima kemudian
dalam jangka waktu tertentu. Dalam praktek perbankan istilah kredit tidak asing lagi dunia bisnis, apabila
bagi mereka yang selalu berhubungan baik dengan bank. Namun demikian definisi mengenai kredit sangat beragam meskipun bila disimak subtansi yang terkandung
dalamnya adalah sama. Sebagai contoh berikut dikemukakan beberapa definisi tentang kredit.
Muchdarsyah Sinungan memberikan definisi bahwa : “Kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga”.
59
Pengertian kredit yang rumuskan pada pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan : penyediaan yang dan tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
60
B. Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Kredit.
Bank merupakan salah satu lembaga yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Dari segi fungsinya, bank merupakan perantara dari dan
kepentingan masyarakat dibidang dana, yaitu kepentingan dari masyarakat yang
59
Muchdarsyah Sinungan., Op.Cit, hal 11.
60
Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
32
berkelebihan dana dengan kepentingan dari masyarakat yang membutuhkan dana. Cara menghimpun dana dari masyarakat luas dengan menyalurkan kembali kepada
masyarakat melalui pemberian pinjaman atau kredit yang merupakan dua fungsi utama bank dari ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam rangka menyediakan dana bagi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan ekonomi atau bagi masyarakat untuk malakukan kegiatan yang
produktif, bank membantu dalam menyediakan dana tersebut, yang dilakukan antara lain melalui usaha pemberian kredit. Karena itu tidaklah berlebihan bilamana
dikatakan bahwa kredit merupakan salah satu usaha untuk yang sangat vital. Mengingat kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko maka “pemberian
kredit oleh bank harus dilandasi oleh keyakinan bank atas kemampuan debitur untuk dapat melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”.
61
Oleh karena itu untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya dan tidak
mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dalam setiap pemberian kredit.
Bila Undang–Undang Perbankan diteliti, ada beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bank untuk menjalankan kegiatan usahanya dibidang perkreditan yakni
akan diuraikan sebagai berikut :
1. Keharusan pemberian kredit berdasarkan analisis 5C dan 7P.