3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik. Sebelum menganalisis lebih lanjut ada baiknya terlebih dahulu
melakukan uji asumsi klasik, yaitu:
3.6.1 Pengujian Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji
autokorelasi penjelasannya sebagai berikut:
3.6.1.1 Uji Normalitas Data
Uji ini berguna untuk tahap awal dalam metode pemilihan analisis data. Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model
regrei variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Erlina, 2008:102. Menurut Erlina 2008:102 ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak adalah dengan analisis grafik dan uji statistik.
a. Analisis Grafik. Untuk melakukan pengujian normalitas dengan
analisis grafik dapat dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot. Dengan melihat tampilan histogram maupun grafik
normal plot maka dapat disimpulkan bahwa grafik histogram pola distribusi yang mereng ke kiri dan tidak normal.
b. Analisis Statistik. Untuk melihat apakah suatu data mempunyai
distribusi normal dapat dilihat dari nilai Z
skewness
. Berdasarkan uji
Universitas Sumatera Utara
skewness ini, maka suatu data dikatakan memiliki distribusi norma jika Z
hitung
lebih kecil dari Z
t
3.6.1.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi adanya koreasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya erlina, 2008:105. Jika
terjadi korelasi sempurna diantara sesame variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: 1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat
ditaksir. 2. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas.
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF Variance Inflation factors dan korelasi di antara variabel independen. Jika
nilai VIF lebih besar dari 2, maka terjadi multikolinearitas di antara variabel independen. Disamping itu, suatu model dikatakan terdapat gejala
multikolinearitas, jika korelasi di antara variabel independen lebih besar dari 0,9 Ghozali, 2001.
3.6.1.3 Uji Heterokedastisitas
Menurut Suharyadi dan Purwanto 2009:231 Heterokedastisitas dilakukan untuk melihat nilai varians antarnilai Y, apakah sama atau
heterogen. Pendeteksian Heterokedastisitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu a metode grafik menghubungkan antara Y dan e
2
, dimana
Universitas Sumatera Utara
apabila hubungan Y dan e
2
tidak sistematis seperti makin membesar atau mengecil seiring bertambahnya Y, maka akan terjadi heterokedastisitas; dan
b uji korelasi rank Spearman, digunakan untuk menguji heterokedastisitas apabila nilai korelasi rank Spearman lebih besar dari nilai t-tabel.
Mengatasi terjadinya Heterokedastisitas dapata dilakukan dengan cara a melakukan metode kuadrat terkecil tertimbang, nilai tertimbang
dapat dilakukan berdasarkan apriori atau observasi dan b melakukan transformasi log, yaitu data diubah dalam bentuk log atau data
ditransformasi ke bentuk lainnya sperti 1X atau yang lainnya.
3.6.1.4 Uji Autokorelasi
Menurut Suharyadi dan Purwanto 2009:232 Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun menurut urutan
waktu. Ada beberapa penyebab autokorelasi, yaitu a kelembaman, ini biasanya terjadi dalam fenomena ekonomi dimana sesuatu mempengaruhi
sesuatu yang lain dengan mengikuti siklus bisnis atau saling berkaitan; b terjadi bias dalam spesifikasi, yaitu ada beberapa variabel yang tidak
termasuk dalam model; dan c bentuk fungsi yang digunakan tidak tepat, misalnya seharusnya bentuk nonlinear digunakan linear atau sebaliknya.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah auto kolerasi di antaranya dengan uji Durbin Watson, karena uji ini
yang umum digunakan. Kriteria uji Durbin Watson menurut Erlina 2011 : 106:
Universitas Sumatera Utara
1. Bila nilai Durbin-Watson DW terletak antara batas atas atau
upper Bound DU dan 4-DU, maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada autokorelasi.
2. Bila nilai DW lebih rendah dari pada batas bawah atau Lower
Bound I DL, maka koefisien autokorelasi lebih besar dari nol, berarti ada autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar dari pada 4-DL, maka koefisien
autokolerasi lebih kecil dari nol, berarti ada autokorelasi negative. 4.
Bila nilai DW terletak di antara batas atas DU dan batas bawah DL, atau DW terletak antara 4-DU dan 4-DL, maka hasilnya
tidak dapat disimpulkan Ghozali,2001
3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian