membiayai kredit menjadi semakin besar. Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati
bahwa batas aman dari Loan to Deposit Ratio LDR suatu bank adalah sekitar 80. Namun batas toleransi berkisar antara 85 dan 100. Karena alasan
tersebut sehingga dalam penelitian ini menggunakan Loan to Deposit Ratio LDR sebagai indikator pengukur fungsi intermediasi perbankan.
2.5 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan digunakan sebagai dasar perencanaan pengambilan keputusan untuk memperoleh gambaran perkembangan keuangan
dan posisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang, dan juga digunakan untuk pihak manajemen perusahaan dalam menentukan kebijakan pemberian
kredit dan penanaman modal suatu perusahaan. Dengan menggunakan analisa rasio, kita dapat menentukan tingkat kinerja keuangan suatu bank. Oleh karena itu
rasio keuangan bermanfaat dalam menilai suatu kondisi bank.
2.5.1 Return on Assets ROA
Return On Asset ROA merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas
dan mengelola tingkat efisiensi usaha bank secara keseluruhan. “Semakin besar nilai rasio ini menunjukan tingkat rentabilitas usaha bank semakin
baik atau sehat” Mahrinasari, 2003. Sedangkan menurut bank indonesia, ROA merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata
total aset dalam suatu periode. Semakin besar ROA menunjukan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Sehingga dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini menggunakan ROA sebagai indikator mengukur kinerja keuangan perusahaan perbankan.
Return On Asset ROA dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan karena ROA digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak
terhadap total aset. Semakin besar ROA menunjukan kinerja keuangan yang semakin baik karena, tingkat pengembaklian semakin besar.
“Apabila ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang
dinikmati oleh para pemegang saham” Husnan, 1998. Menurut Lestari dan Sugiharto 2007: 196 ROA adalah “rasio
yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva”. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka
semakin baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada
investor. Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau
deviden akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin
meningkat sehingga ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari dan Sugiharto 2007: 196 “angka ROA
dapat dikatakan baik apabila 2”.
Universitas Sumatera Utara
ROA dapat membantu perusahaan yang telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik untuk dapat mengukur efisiensi penggunaan modal
yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan sehingga dapat diketahui posisi perusahaan
terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi. Rumus untuk menghitung ROA adalah sebagai
berikut: ROA =
Laba Bersih Total Asset
X 100
2.5.2 Capital Adequacy Ratio CAR
Capital Adequacy Ratio menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen
bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank Sufa,
2008. Rasio Capital Adequacy Ratio CAR digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian
didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga. Capital Adequacy Ratio CAR menurut Achmad dan Kusuno
2003 merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta
menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi
modal. Berdasarkan Pakfeb 1991, perbankan diwajibkan memenuhi
Universitas Sumatera Utara
Kewajiban Penyertaan Modal Minimum atau dikenal dengan CAR Capital Adequacy Ratio yang diukur dari persentase tertentu terhadap
aktiva tertimbang menurut risiko ATMR. “Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements BIS, seluruh bank yang ada
di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8 dari ATMR” Kuncoro dan Suhardjono, 2002. Rasio ini dirumuskan
sebagai berikut : CAR =
Modal
Bank Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
x 100
2.5.3 Non Performing Loan NPL
Risiko kredit muncul akibat bank melakukan aktivitas-aktivitas seperti pemberian kredit. Jenis risiko ini merupakan risiko utama dalam
aktivitas perbankan, terutama pada bank yang masih didominasi kegiatan tradisional dimana simpan pinjam masih menjadi aktivitas utama. Dengan
tingkat eksposure yang signifikan, ketidakmampuan sebagian kecil debitur membayar kewajibanya dapat menghantarkan pada kondisi insolvensi.
Menurut peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian di
bank. Oleh karena situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan mengalami perkembangan pesat maka akan diikuti semakin komleksnya
risiko bagi kegiatan usah perbankan. Menurut peraturan Bank Indonesia tersebut, salah satu risiko usaha bank adalah risiko kredit, yang
Universitas Sumatera Utara
didefinisikan sebagai risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajiban.
Rasio keuangan yang digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu risiko kredit adalah rasio Non Performing Loan NPL. Rasio ini
menunjukkam kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank yang bersangkutan. Menurut Surat
Edaran BI No.330DPNP tanggal 14 Desember 2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang
diberikan. Non Performing Loan NPL mencerminkan risiko kredit, semakin
kecil NPL, maka semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak- pihak bank. Dengan demikian apabila kondisi NPL suatu bank tinggi maka
akan memperbesar biaya baik biaya pencadangan akitiva produktif maupun biaya lainnya sehingga berpotensi terhadap kerugian bank.
Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar, dan oleh
karena itu bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan laba bank
Kasmir,2004. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut Sesuai SE No.623DPNP Tanggal 31 Mei 2004 :
NPL = Jumlah
Kredit Bermasalah Total Kredit
x 100
Universitas Sumatera Utara
2.5.4 Net Interest Margin NIM
Net Interest Margin NIM merupakan salah satu indikator yang diperhitungkan dalam penilaian aspek profitabilitas. NIM merupakan rasio
yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya dalam rangka menghasilkan pendapatan
bunga bersih. Menurut Riyadi 2004, “NIM adalah perbandingan antara
Interest Income pendapatan bunga bank yang diperoleh dikurangi Interest expenses biaya bunga bank yang menjadi beban dibagi dengan
Average Interest Earning Assets rata-rata aktiva produktif yang digunakan”.
“Net Interest Margin NIM mencerminkan risiko pasar yang timbul karena adanya pergerakkan variable pasar, dimana hal tersebut
dapat merugikan bank” Hasibuan,2007. Dalam mencapai keuntungan yang maksimal selalu ada risiko yang sepadan, semakin tinggi
keuntungannya semakin besar risiko yang dihadapi dimana dalam perbankan sangat dipengaruhi oleh besarnya suku bunga. Berdasarkan
peraturan Bank Indonesia salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga, yang diukur dari selisih antara suku bunga pendanaan funding
dengan suku bunga pinjaman yang diberikan lending atau dalam bentuk absolute adalah selisih antara total biaya bunga pendanaan dengan total
biaya pinjaman dimana dalam istilah perbankan disebut Net Interest Margin NIM Siamat, 2002. Dengan demikian besarnya Net Interest
Universitas Sumatera Utara
Margin NIM akan mempengaruhi laba rugi bank dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja bank tersebut.
Rasio ini menggambarkan tingkat jumlah pendapatan bunga bersih yang diperoleh dengan menggunakan aktiva produktif yang dimiliki oleh
bank. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkatnya pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola bank sehingga
kenungkinan bank tersebut dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6
keatas. Rasio Net Interest Margin dapat dirumuskan sebagai berikut SE BI No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004 :
NIM =
Pendapatan Bunga Bersih Rata−rata Aktiva Produktif
x
100 Sehingga unsur-unsur pembentuk NIM adalah pendapatan bunga
bersih yang merupakan selisih dari pendapatan dengan beban bunga dan aktiva produktif.
2.6 Pengaruh Antarvariabel