3.3.3 Ekstraksi Daun Tumbuhan Jambu Biji
Serbuk daun jambu biji ditimbang sebanyak 750 g, kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak ± 5 L sampai semua sampel terendam dan dibiarkan selama 24
jam. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan
hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemisahan tanin dengan cara melarutkan fraksi pekat metanol dengan etil asetat, dan disaring. Filtrat
kemudian di rotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi pekat etil asetat dilarutkan dengan metanol dan di ekstraksi
partisi berulang-ulang dengan n-heksana sampai lapisan n-heksana hampir bening. Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali
dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ektrak pekat lapisan metanol. Fraksi metanol di uji kandungan gula dengan pereaksi Benedict,
lalu di hidrolisis dengan menggunakan HCl 6 sambil di panaskan diatas penangas air selama ± 45 menit. Kemudian disaring dan filtrat yang diperoleh di
ektraksi partisi dengan kloroform sebanyak 3 kali. Ekstrak kloroform dipekatkan dengan rotarievaporator dan diuapkan kembali sehingga diperoleh ekstrak pekat
kloroform sebanyak 0,74 g.
3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis
Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak kloroform dengan menggunakan fase diam silika gel 60F
254
Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari sistem dan perbandingan pelarut yang sesuai untuk kromatografi kolom.
Fasa gerak yang digunakan adalah campuran pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50 vv.
Dimasukkan 10 ml campuran larutan fase gerak n-heksana: etil asetat 90:10 vv ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Di totolkan
ekstrak pekat kloroform pada plat KLT yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi campuran pelarut yang telah dijenuhkan, lalu di
Universitas Sumatera Utara
tutup dan di elusi. Plat yang telah di elusi, di keluarkan dari bejana, lalu di keringkan.
Di amati noda yang terbentuk dibawah sinar UV, kemudian difiksasi dengan pereaksi FeCl
3
5. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama dilakukan untuk perbandingan pelarut n-
heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20, 70:30, 60:40, 50:50 vv.
3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom
Isolasi senyawa flavonoida secara kromatografi kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat kloroform yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel
40 70-230 mesh ASTM dan fasa gerak yaitu n-heksana 100, campuran pelarut n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50 vv.
Dirangkai alat kromatografi kolom. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 70-230 mesh ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga
homogen lalu dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n-heksana 100 hingga silika gel padat dan homogen.
Dibuburkan 0,74 g ekstrak pekat kloroform dengan silika gel dengan pelarut aseton, kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi
bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat 90:10 vv secara perlahan-lahan dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama
banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan menambahkan fasa gerak n-heksana:etil asetat dengan perbandingan 80:20
vv, 70:30 vv, 60:40 dan 50:50 vv. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol vial setiap ± 12 mL, lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang
sama lalu diuji dengan FeCl
3
5. Kemudian diuapkan sampai terbentuk pasta.
Universitas Sumatera Utara
3.3.6 Pemurnian