investasi. Disisi lain, dampak positifnya adalah meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pelayanan pemerintahan daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, memperjelas dan mempertegas
bahwa kebijakan penyelenggaraan pelayanan perizinan di daerah harus dilaksanakan secara terpadu one stop service. Namun demikian, dari ratusan
pemerintah daerah yang telah berusaha untuk mengimplementasikan pelayanan satu atap, ternyata hanya sebagian kecil saja yang telah berhasil menerapkan
kebijakan tersebut. Artinya, masih sangat banyak pemerintah daerah yang gagalbelum berhasil. Kegagalan tersebut sebagian besar menyangkut tentang
kesiapan SDM aparatur, orientasi pelayanan yang sangat kental nuansa peningkatan pendapatan asli daerah PAD, dan dukungan komitmen pihak
eksekutif dan legislatif yang relatif masih rendah untuk mengimplementasikan kebijakan pelayanan one stop service.
34
4. Penataan Kelembagaan yang menangani Perizinan
Menurut Marbun 2004, pemerintah atau pejabat badan tata usaha negara, dapat melakukan tindakan atau perbuatan hukum dalam 3 tiga bentuk
atau dimensi sebagai berikut:
35
a. Tindakan Nyata feitelijke handelingen. Sengketa yang timbul dari
tindakan hukum ini diselesaikan melalui Peradilan Umum berdasar pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum dan merugikan
orang lain. b.
Keputusan Tata Usaha Negara atau KTUN beschikking. Sengketa yang timbul dari tindakan hukum ini diselesaikan melalui PTUN.
34
Fernandes, Joe, dkk. Otonomi Daerah di Indonesia Masa Reformasi: Antara Ilusi dan Fakta, Jakarta: IPOS dan Ford Fondation. 2002. Hal 27
35
Marbun, SF., 2004, Alternatif Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara, makalah disampaikan pada Diklat Peningkatan Pengetahuan SDM Aparatur Dalam Bidang HAN,
diselenggarakan oleh PKP2A I LAN, 3 Desember, Bandung.
Universitas Sumatera Utara
c. Peraturan regeling. Sengketa yang timbul dari tindakan hukum ini
diselesaikan melalui Hak Uji Materiil judicial review kepada MA atau Mahkamah Konstitusi.
d. Freies ermessen beleids regel pseudo wetgeving, misalnya dalam
pembuatan Surat Edaran, Juklak dan Juknis, dan sebagainya. Produk- produk hukum seperti ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai sebuah
regeling, apalagi beschikking; dan bukan pula sebuah tindakan nyata. Oleh karenanya, sengketa yang mungkin muncul dari perbuatan ini tidak
dapat diselesaikan melalui Peradilan Umum, PTUN, maupun MA. Namun sebagai panduan norma dalam mengeluarkan danatau menetapkan suatu
beleids regel, pemerintah harus berpedoman pada asas-asas umum pemerintahan yang baik algemene beginselen van behoorlijk bestuur.
Perizinan sendiri dapat dikelompokkan kedalam produk keputusan beschikking. Sebab, suatu perizinan memenuhi kriteria atau komponen-
komponen dari sebuah keputusan, yakni bersifat konkrit, individual dan final. Disamping itu, perizinan juga adalah KTUN yang bersegi satu bersifat istimewa.
Artinya, substansi dan butir-butir klausul dalam perizinan bukan merupakan kesepakatan antara pemerintah dan penerima perizinan. Disini, pihak penerima
surat perizinan dianggap menundukkan diri terhadap ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah.
Selain itu, dalam melakukan suatu tindakan hukum termasuk mengeluarkan keputusan tentang perizinan tertentu, pemerintah atau
pejabatbadan TUN harus dianggap benar menurut hukum asas het vermoeden van rechtmatigheid. Dalam khazanah hukum pidana, asas ini sama dengan asas
praduga tak bersalah. Itulah sebabnya, sepanjang belum dinyatakan sebaliknya bersalah melanggar hukum menyalahgunakan kewenangan, tindakan hukum
pejabat badan TUN memiliki akibat hukum yang sah. Dengan kata lain, keputusan pemerintah tentang perizinan langsung memiliki kekuatan hukum yang
pasti pada saat dikeluarkan, hingga ada keputusan lain yang menyatakan sebaliknya. Asas seperti ini adalah bentuk adanya jaminan hukum terhadap
perbuatan tindakan hukum yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa suatu keputusan perlu dipertimbangkan secara matang sebelum ditetapkan. Selama ini terdapat
kebiasaan dalam penyusunan keputusan dengan menyertakan klausul yang berbunyi: “jika dalam keputusan ini ditemukan kesalahan, akan dilakukan
perubahan sebagaimana mestinya” vleigheid clausule. Menurut kaidah HAN, klausul ini tidak dapat dibenarkan dengan alasan:
1. Suatu keputusan tidak dimaksudkan untuk ditinjau kembali setiap saat
diperlukan. Justru suatu keputusan harus dapat memberi rasa kepastian hukum. Keputusan yang siap untuk diubah sewaktu-waktu, jelas tidak
memiliki kepastian hukum yang kuat. 2.
Klausul seperti itu bisa menjadi faktor yang memudahkan pejabat badan TUN untuk mengeluarkan keputusan secara sembarangan dan tidak teliti.
Padahal idealnya, suatu aturan keputusan harus dipertimbangkan secara matang dan komprehensif, sehingga tidak menimbulkan potensi konflik
dan tuntutan perubahan. 3.
Pejabatbadan TUN harus bertanggungjawab atas keputusan yang dikeluarkan dan ternyata mengandung cacat kesalahan. Perubahan
penggantian dengan keputusan baru, bukanlah wujud pertanggungjawaban yang baik dan benar.
Dalam beberapa hal, vleigheid clausule tadi justru akan membuka terjadinya sengketa dalam lapangan tertentu yang berkaitan dengan
dikeluarkannya perizinan. Selain itu, vleigheid clausule tadi juga dapat mengantarkan atau menjadi sumber terjadinya tind akan hukum pejabat
pemerintah yang menyimpang. Dalam hal ini, Sjachran Basah
36
36
Basah, Sjachran, 1985, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung: Alumni.
menulis bahwa secara teoretis paling tidak terdapat 3 tiga bentuk tindakan hukum pejabatbadan
tata usaha negara TUN yang menyimpang, yaitu perbuatan melanggar hukum onrechmatige overheidsdaad, perbuatan menyalahgunakan wewenang
detournement de pouvoir, serta perbuatan yang sewenang-wenang abus de droit.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai bentuk penyimpangan tersebut dapat dipelajari dari seluk beluk tentang pemerintah, atau dari anatomi dan jenis-jenis wewenang kewenangan
pemerintah. Dari dimensi pemerintah, entry points yang menjadi sumber penyimpangan adalah karakteristik kontrak yang struktur dan proses operasi
kewenangannya bersifat sentralistis dan monopolistis, serta output kewenangan kebijakan dan program pemerintah yang tidak partisipatif dan demokratis.
Sementara dari dimensi hukum administrasi negara ajaran kewenangan atau competentie leer, hal-hal yang berpotensi mendorong pemerintah keluar dari
rambu-rambu hukum antara lain adalah rumusan wewenang pemerintahan yang tidak bersifat limitatif, tidak adanya ketentuan dalam konstitusi tentang batas-
batas rambu-rambu kewenangan, mekanisme kontrol dari unsur kekuasaan negara yang lemah, tidak adanya atribusi dari peraturan perundang-undangan,
serta kurang jelasnya proses pendelegasian kewenangan dari suatu badanpejabat yang kepada badanpejabat lain yang lebih rendah. Mengingat hal tersebut, maka
suatu tindakan hukum pejabat pemerintah hendaknya tidak lagi mengandung unsur ketidakpastian sebagaimana terkandung pada vleigheid clausule tadi.
Dalam suatu perizinan, pada umumnya dan semestinya berisi 3 tiga hal, yaitu ketentuan persyaratan kewajiban, larangan, dan persetujuan. Misalnya
dalam izin investasi atau pendirian perusahaan, ke-3 hal tersebut berbentuk klausul sebagai berikut:
a. Persyaratan: perusahaan termaksud harus memperhatikan kelestarian
lingkungan, mempekerjakan penduduk sekitar, serta membayar retribusi pajak usaha kepada pemerintah daerah. Klausul-klausul seperti ini pada
dasarnya merupakan tindakan yang berupa “pembatasan”. b.
Larangan: perusahaan termaksud dilarang menyelenggarakan aktivitas selain dari tujuan pendirian perusahaan, dilarang menggunakan bahan
baku dari luar negeri, dilarang memproduksi barang lebih dari ketentuan yang berlaku. Klausul-klausul seperti ini pada dasarnya merupakan
tindakan yang berupa “pengendalian”.
37
37
Ibid
Universitas Sumatera Utara
c. Persetujuan: memberikan izin mendirikan bangunan untuk usaha tertentu,
memberikan izin untuk menjalankan jenis usaha tertentu, dan lain-lain. Klausul-klausul seperti ini pada dasarnya merupakan tindakan yang berupa
”legalisasi”. Secara filosofis, perizinan hanya dikeluarkan untuk hal-hal yang dilarang.
Sedangkan tindakan-tindakan hukum lain yang tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan, tidak membutuhkan perizinan khusus. Sebagai contoh, jika
ada aturan yang melarang pendirian bangunan di bantaran sungai, maka dengan perizinan khusus dapat dilakukan pendirian bangunan di wilayah yang semula
dilarang tadi. Sedangkan mendirikan bangunan di tanah hak milik yang tidak mengganggu orang lain danatau kepentingan tertentu, semestinya tidak perlu
disertai dengan izin.
38
Dalam prakteknya, praktik perizinan sudah menyimpang jauh dan dimanfaatkan sebesar mungkin untuk menggali pemasukan bagi pemerintah
daerah. Itulah sebabnya, hampir semua aktivitas ekonomi masyarakat harus mendapat izin pemerintah sebelum dapat berjalan. Disamping itu, dalam
perspektif negara demokrasi, politik perizinan telah menyalahi prinsip kebebasan. Perizinan saat ini telah menyebabkan terkonstruksinya sebuah tata kehidupan
dimana kehidupan masyarakat semakin terbatas, sementara kekuasaan pemerintah makin kokoh. Padahal menurut paham demokrasi, justru kebebasan masyarakat
harus didorong, sedangkan kekuasaan pemerintah haruslah dibatasi limitation of power.
38
Ibid
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PROSEDUR PEROLEHAN IZIN PRAKTEK DOKTER DITINJAU
DARI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
A. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan Dan Perizinan di Bidang Kesehatan
Pada Pasal 2 dan 3 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan Dan Perizinan di Bidang Kesehatan dinyatakan
bahwa Pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat dimaksudkan untuk promosi, pembinaan kesehatan masyarakat, kesehatan kerja
dan untuk pengawasan serta pengendalian terhadap pendirian maupun penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan baik secara individual atau
kelompok.
39
Pemerintah Daerah memberikan pelayanan dalam hal : Pemberian pelayanan atau perizinan dibidang kesehatan bertujuan
untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
1. Pemeriksaan kesehatan.
2. Pengobatan penyakit.
3. Rawat inap.
4. Pengobatan pencegahan.
5. Pemeriksaan laboratorium klinis.
6. Pemeriksaan air.
7. Pemeriksaan radiologi.
8. Pemeriksaan kesehatan lingkungan tempat usaha.
9. Pemeriksaan, pengobatan tenaga kerja.
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap semua kegiatan dan atau urusan pelayanan kesehatan dalam rangka
memelihara kesehatan masyarakat.
39
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan dan Perizinan di Bidang Kesehatan
Universitas Sumatera Utara