Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (Fma) dan Vermikompos dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)

(1)

FORMULASI INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) DAN VERMIKOMPOS

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMAI JATI MUNA

(

Tectona grandis

Linn f.)

HENDRY RAMADANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

FORMULASI INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) DAN VERMIKOMPOS

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMAI JATI MUNA

(

Tectona grandis

Linn f.)

Oleh :

Hendry Ramadani

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPRTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

RINGKASAN

HENDRY RAMADANI. Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh Dr. Ir. IRDIKA MANSUR, M. For. Sc.

Salah satu tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan rakyat adalah jati (Tectona grandis Linn f.). Jati merupakan jenis tanaman komersil yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Kelebihan jati terletak pada keawetan dan kekuatan serta tekstur indah kayunya. Oleh karena itu jati sering digunakan sebagai bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, perabotan rumah tangga, dan sebagainya (Pandit dan Ramdan 2002). Kayu jati juga sangat bagus digunakan untuk kayu bakar (Mahfudz et al. 2004). Salah satu jenis jati yang sampai saat ini masih belum banyak yang mengungkap adalah jati Muna. Namun populasi jati Muna terus mengalami penurunan. Menurut Ndoloma (2006) pada tahun 2000, sumber materi genetik jati di Pulau Muna hanya tinggal 2100 ha. Maka untuk mempertahankan kemampuan produktivitas jati dan keberadaan sumber genetik, diperlukan semai berkualitas baik sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduk maksimal. Salah satu alternatif adalah pemberian vermikompos untuk penyuplai hara bagi semai jati dan pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang akan membantu semai jati dalam penyerapan unsur hara baik dipersemaian dan terutama di lapangan.

Penelitian dilakukan di persemaian yang bertempat di Kelurahan Semplak Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Pelaksanaan penelitian diawali dengan perkecambahan benih jati Muna dengan perlakuan pendahuluan perendaman dan penjemuran secara bergantian masing-masing 6 jam selama 3 hari. Formulasi FMA dan vermikompos diaplikasikan saat penyapihan jati Muna ke dalam polybag ukuran 15x20 cm dengan media tanah dan sekam limbah kandang ayam (2:1). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola linear, yaitu G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g; G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g; G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g; G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g; G. etunicatum 15 g; vermikompos 15 g; dan tanpa G. etunicatum dan vermikompos. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap perlakuan terdiri dari 5 semai. Sehingga semai yang ditanam berjumlah 175 semai jati Muna. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi semai, pertambahan diameter semai, berat kering tanaman, nisbah pucuk akar, indeks kualitas semai, persentase infeksi FMA, dan jumlah spora. Analisis ragam dari data yang diperoleh dalam tiap pengujian diolah dengan menggunakan program SAS dan perbedaan nilai tengah diuji dengan uji lanjut Duncan taraf nyata 5 %.

Pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos secara umum belum mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna di persemaian, namun pemberian FMA memberikan bekal kepada semai jati untuk ditanam dilapangan. Perlakuan formulasi G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g memberikan rerata jumlah spora terbaik yaitu 65 spora/50 g tanah dan persen infeksi akar sebesar 63.2%. Pemberian vermikompos dengan konsentrasi yang tinggi pada jati Muna cenderung menghambat pertumbuhan. Formulasi FMA 9 g dengan vermikompos 6 gram menghasilkan rerata tinggi 16% lebih rendah dari kontrol.


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) Nama Mahasiswa : Hendry Ramadani

NRP : E14203009

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc NIP. 131 878 499

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)” adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2008

Hendry Ramadani


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1985 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagai anak dari pasangan H. Saidi dan Hj. Masmudah. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Banjarmasin. Pada tahun itu pula penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota komisi C Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tahun 2005 dan 2007, staf Human Resources Dept. Asean Forest Student Association 2004, staf PSDM Forest Management Student Club (FMSC), ketua Kelompok Studi Silvikultur Forest Management Student Club (FMSC), panitia Masa Pengenalan Fakultas Kehutanan (RIMBA-E) tahun 2005, panitia Temu Manager Departemen Manajemen Hutan tahun 2005, ketua panitia Forester Cup 2005. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi, Jawa Tengah. Selain itu penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui, Kalimantan Selatan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi berjudul ”Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis

Linn f.). Dibimbing oleh Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Formulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis. Linn f.). Syalawat serta salam selalu diberkan kepada kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad saw.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini dikemukakan alternatif peningkatan kualitas semai jati Muna.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Abah H. Saidi dan Mama Hj. Masmudah, serta Saudara-saudaraku atas doa restu dan dorongan moril maupun materilnya. Penghargaan penulis disampaikan pula kepada Bapak Sadek K, S.P, M.Si; Bapak Ir Abimanyu D Nusantara, MS; M. Dliyaul Umam S.Hut, M.Si; Ibu Dr. Ir. Arum Sekar W, MSc; Erna Wiratna Nengsih, S. Hut; dan Rona Mestika S.Hut yang telah memberikan saran-saran yang membangun bagi penulis. Keluarga Besar Asrama Sylvasari, khususnya saudara-saudara seperjuangan atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini, Keluarga Besar Departemen Silvikultur, khususnya teman-teman BDH 40 (Reji, Lia, Yulis, Ari, Ani, Rutan, Wulan, Anjar, Nenih, Danang, Anva, Novi, Lukman, Feri, Mita D., Mahali, Sahab, Resa, Khulfi, Resa, Wiwi, dll) atas pengalaman dan kenangan yang indah, Hildalita atas perhatian dan inspirasi, dan seluruh pihak yang membantu selesainya skripsi ini

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

Bogor, April 2008 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI……… ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR……….. v

DAFTAR LAMPIRAN………... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Tujuan………. 2

1.3 Hipotesis... 2

1.4 Manfaat... 2

BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.2Jati ………... 3

2.1.1 Deskripsi Pohon………... 3

2.1.2 Klasifikasi Jati………... 4

2.1.3 Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh………... 4

2.1.4 Hama dan Penyakit………... 5

2.1.5 Manfaat Jati………... 5

2.2 Mikoriza………... 6

2.2.1 Klasifikasi Mikoriza ………... 7

2.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula ………... 7

2.2.3 Teknik Produksi Mikoriza ………. 8

2.3 Vermikompos………... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat………. 11

3.2 Alat dan Bahan……….. 11

3.3 Pelaksanaan Penelitian ………... 11

3.3.1 Perkecambahan Jati………... 11

3.3.2 Penyapihan………. 12

3.3.3 Pemberian Formulasi Inokulum FMA dan Vermikompos…….. 12

3.3.4 Pemeliharaan ... 13

3.4 Pengamatan dan Pengambilan Data... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 17


(9)

4.2 Pembahasan... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 31

5.2 Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap peubah

semai jati... 17 2. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi

inokulum FMA dengan vermikompos terhadap pertumbuhan tinggi semai jati... 18

3. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi

inokulum FMA dengan vermikompos terhadap jumlah spora... 23 4. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi


(11)

FORMULASI INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) DAN VERMIKOMPOS

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMAI JATI MUNA

(

Tectona grandis

Linn f.)

HENDRY RAMADANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

FORMULASI INOKULUM FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA

(FMA) DAN VERMIKOMPOS

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SEMAI JATI MUNA

(

Tectona grandis

Linn f.)

Oleh :

Hendry Ramadani

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPRTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

RINGKASAN

HENDRY RAMADANI. Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). Dibimbing oleh Dr. Ir. IRDIKA MANSUR, M. For. Sc.

Salah satu tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan rakyat adalah jati (Tectona grandis Linn f.). Jati merupakan jenis tanaman komersil yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Kelebihan jati terletak pada keawetan dan kekuatan serta tekstur indah kayunya. Oleh karena itu jati sering digunakan sebagai bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, perabotan rumah tangga, dan sebagainya (Pandit dan Ramdan 2002). Kayu jati juga sangat bagus digunakan untuk kayu bakar (Mahfudz et al. 2004). Salah satu jenis jati yang sampai saat ini masih belum banyak yang mengungkap adalah jati Muna. Namun populasi jati Muna terus mengalami penurunan. Menurut Ndoloma (2006) pada tahun 2000, sumber materi genetik jati di Pulau Muna hanya tinggal 2100 ha. Maka untuk mempertahankan kemampuan produktivitas jati dan keberadaan sumber genetik, diperlukan semai berkualitas baik sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduk maksimal. Salah satu alternatif adalah pemberian vermikompos untuk penyuplai hara bagi semai jati dan pemberian fungi mikoriza arbuskula (FMA) yang akan membantu semai jati dalam penyerapan unsur hara baik dipersemaian dan terutama di lapangan.

Penelitian dilakukan di persemaian yang bertempat di Kelurahan Semplak Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Pelaksanaan penelitian diawali dengan perkecambahan benih jati Muna dengan perlakuan pendahuluan perendaman dan penjemuran secara bergantian masing-masing 6 jam selama 3 hari. Formulasi FMA dan vermikompos diaplikasikan saat penyapihan jati Muna ke dalam polybag ukuran 15x20 cm dengan media tanah dan sekam limbah kandang ayam (2:1). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola linear, yaitu G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g; G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g; G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g; G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g; G. etunicatum 15 g; vermikompos 15 g; dan tanpa G. etunicatum dan vermikompos. Perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap perlakuan terdiri dari 5 semai. Sehingga semai yang ditanam berjumlah 175 semai jati Muna. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi semai, pertambahan diameter semai, berat kering tanaman, nisbah pucuk akar, indeks kualitas semai, persentase infeksi FMA, dan jumlah spora. Analisis ragam dari data yang diperoleh dalam tiap pengujian diolah dengan menggunakan program SAS dan perbedaan nilai tengah diuji dengan uji lanjut Duncan taraf nyata 5 %.

Pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos secara umum belum mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna di persemaian, namun pemberian FMA memberikan bekal kepada semai jati untuk ditanam dilapangan. Perlakuan formulasi G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g memberikan rerata jumlah spora terbaik yaitu 65 spora/50 g tanah dan persen infeksi akar sebesar 63.2%. Pemberian vermikompos dengan konsentrasi yang tinggi pada jati Muna cenderung menghambat pertumbuhan. Formulasi FMA 9 g dengan vermikompos 6 gram menghasilkan rerata tinggi 16% lebih rendah dari kontrol.


(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) Nama Mahasiswa : Hendry Ramadani

NRP : E14203009

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc NIP. 131 878 499

Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan

Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788


(15)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis Linn f.)” adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2008

Hendry Ramadani


(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juli 1985 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagai anak dari pasangan H. Saidi dan Hj. Masmudah. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Banjarmasin. Pada tahun itu pula penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota komisi C Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, staf Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tahun 2005 dan 2007, staf Human Resources Dept. Asean Forest Student Association 2004, staf PSDM Forest Management Student Club (FMSC), ketua Kelompok Studi Silvikultur Forest Management Student Club (FMSC), panitia Masa Pengenalan Fakultas Kehutanan (RIMBA-E) tahun 2005, panitia Temu Manager Departemen Manajemen Hutan tahun 2005, ketua panitia Forester Cup 2005. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat dan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi, Jawa Tengah. Selain itu penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Arutmin Indonesia Tambang Satui, Kalimantan Selatan.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi berjudul ”Formulasi Inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos Dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis

Linn f.). Dibimbing oleh Dr. Ir. Irdika Mansur, M. For. Sc.


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Formulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos dalam Meningkatkan Kualitas Semai Jati Muna (Tectona grandis. Linn f.). Syalawat serta salam selalu diberkan kepada kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad saw.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini dikemukakan alternatif peningkatan kualitas semai jati Muna.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Abah H. Saidi dan Mama Hj. Masmudah, serta Saudara-saudaraku atas doa restu dan dorongan moril maupun materilnya. Penghargaan penulis disampaikan pula kepada Bapak Sadek K, S.P, M.Si; Bapak Ir Abimanyu D Nusantara, MS; M. Dliyaul Umam S.Hut, M.Si; Ibu Dr. Ir. Arum Sekar W, MSc; Erna Wiratna Nengsih, S. Hut; dan Rona Mestika S.Hut yang telah memberikan saran-saran yang membangun bagi penulis. Keluarga Besar Asrama Sylvasari, khususnya saudara-saudara seperjuangan atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini, Keluarga Besar Departemen Silvikultur, khususnya teman-teman BDH 40 (Reji, Lia, Yulis, Ari, Ani, Rutan, Wulan, Anjar, Nenih, Danang, Anva, Novi, Lukman, Feri, Mita D., Mahali, Sahab, Resa, Khulfi, Resa, Wiwi, dll) atas pengalaman dan kenangan yang indah, Hildalita atas perhatian dan inspirasi, dan seluruh pihak yang membantu selesainya skripsi ini

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini.

Bogor, April 2008 Penulis


(18)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI……… ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR……….. v

DAFTAR LAMPIRAN………... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Tujuan………. 2

1.3 Hipotesis... 2

1.4 Manfaat... 2

BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.2Jati ………... 3

2.1.1 Deskripsi Pohon………... 3

2.1.2 Klasifikasi Jati………... 4

2.1.3 Penyebaran Alami dan Syarat Tumbuh………... 4

2.1.4 Hama dan Penyakit………... 5

2.1.5 Manfaat Jati………... 5

2.2 Mikoriza………... 6

2.2.1 Klasifikasi Mikoriza ………... 7

2.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula ………... 7

2.2.3 Teknik Produksi Mikoriza ………. 8

2.3 Vermikompos………... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat………. 11

3.2 Alat dan Bahan……….. 11

3.3 Pelaksanaan Penelitian ………... 11

3.3.1 Perkecambahan Jati………... 11

3.3.2 Penyapihan………. 12

3.3.3 Pemberian Formulasi Inokulum FMA dan Vermikompos…….. 12

3.3.4 Pemeliharaan ... 13

3.4 Pengamatan dan Pengambilan Data... 13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 17


(19)

4.2 Pembahasan... 25

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 31

5.2 Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32


(20)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap peubah

semai jati... 17 2. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi

inokulum FMA dengan vermikompos terhadap pertumbuhan tinggi semai jati... 18

3. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi

inokulum FMA dengan vermikompos terhadap jumlah spora... 23 4. Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi


(21)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Sketsa cara inokulasi formulasi mikoriza dan vermikompos... 12

2. Prosedur isolasi dan penghitungan jumlah spora... 14

3. Semai jati muna umur 13 MST... 18

4. Grafik pertumbuhan tinggi semai jati berdasarkan minggu... 19

5. Grafik Pertambahan diameter semai jati umur 13 MTS... 20

6. Grafik Berat kering tanaman semai jati setelah 13 minggu setalah tanam……….. 20

7. Grafik berat kering akar semai jati setelah 13 minggu setelah tanam……. 21

8. Grafik berat kering pucuk semai jati setelah 13 MST……… 21

9. Grafik Nisbah Pucuk Akar (NPA) semai jati umur 13 MST... 22

10.Grafik indeks kualitas semai semai jati umur 13 MST... 23

11.Akar yang terinfeksi FMA... 24

12.Diagram datar fase yang membandingkan tipe-tipe mikoriza berbagai kategori interaksi tanaman-fungi... 27


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Hasil pengukuran tinggi semai jati……….35

2. Hasil pengukuran pertumbuhan Diameter……… 36

3. Hasil pengamatan berat kering akar………. 37

4. Hasil pengamatan berat kering pucuk………. 37

5. Hasil pengamatan berat kering total……… 37

6. Hasil pengamatan Nisbah Pucuk akar………. 37

7. Hasil pengamatan persen infeksi akar………37

8. Hasil pengamatan jumlah spora………. 38

9. Hasil pengamatan Indeks Kualitas Semai……….. 38

10.Denah rancangan acak percobaan……….. 38

11.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi…. 39

12.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter… 39

13.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk……. 39

14.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering akar……… 39

15.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering total……… 39

16.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap nisbah pucuk akar……. 39

17.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persen infeksi akar…… 39

18.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora…………. 40


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Salah satu tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan rakyat adalah jati (Tectona grandis Linn f.). Jati merupakan jenis tanaman komersil yang telah lama dibudidayakan di Indonesia, terutama Pulau Jawa. Kelebihan jati terletak pada keawetan dan kekuatan serta tekstur indah kayunya. Oleh karena itu jati sering digunakan sebagai bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, perabotan rumah tangga, dan sebagainya (Pandit dan Ramdan 2002).

Salah satu provenan jati yang sampai saat ini masih belum banyak yang mengungkap adalah jati Muna, tetapi kemungkinan jati Muna tidak berbeda jauh dengan jati yang ada di Pulau Jawa. Perbanyakan jati muna terkendala pada persen kecambah yang rendah yaitu sebesar 13,6% (Wulandari 2006) sampai 45,07% (Santoso 2006). Selain itu, tingginya nilai ekonomis jati Muna mengakibatkan maraknya ilegal logging oleh masyarakat. Hal ini mengancam keberadaan jati Muna. Populasi jati Muna terus mengalami penurunan. Menurut Ndoloma (2006) pada tahun 2000, sumber materi genetik jati di Pulau Muna hanya tinggal 2100 ha. Untuk mempertahankan kemampuan produktivitas jati, dan keberadaan sumber genetik, diperlukan semai berkualitas baik sehingga tanaman dapat tumbuh dan berproduk maksimal. Salah satu alternatif adalah pemberian vermikompos untuk penyuplai hara bagi semai jati dan pemberian mikoriza yang akan membantu semai jati dalam penyerapan unsur hara dipersemaian dan terutama di lapangan.

Mikoriza adalah suatu bentuk simbiosis antara fungi dan sistem perakaran tanaman (Schmidt 2002). Penggunaan mikoriza dapat membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dan air, meningkatkan daya tahan terhadap kekeringan, serangan patogen akar, pencemaran logam, dan salinitas, serta menghasilkan zat pengatur hormon (Sana’a 2003). Manfaat mikoriza tersebut sangat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman yang telah terinfeksi ditanah-tanah marginal. Selain itu fungi pembentuk mikoriza khususnya fungi mikoriza arbuskula (FMA) bersimbiosis dengan banyak jenis tanaman, yaitu lebih dari 90%


(24)

famili tanaman (Mansur 2007). Dengan demikian fungi mikoriza pembentuk FMA ini memiliki potensi untuk dijadikan pupuk hayati.

Selain pupuk hayati perlu juga dikembangkan pupuk-pupuk organik. Pupuk organik seperti vermikompos dapat meningkatkan hara dalam tanah karena mengandung nitrogen, fosfor, kalium, dan unsur-unsur mikro lainnya seperti sulfur, boron, dan zinc, serta meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah (Nuryati 2004). Sehingga pemberian mikoriza dan vermikompos merupakan strategi yang perlu dicoba dan dikembangkan untuk meningkatkan kualitas jati Muna.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengkaji pengaruh pemberian inokulum Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan pupuk vermikompos terhadap kualitas semai jati Muna.

2. Mendapatkan kombinasi kadar pupuk vermikompos dan inokulum FMA untuk meningkatkan kualitas semai jati Muna.

1.3 Hipotesis

Pemberian formulasi pupuk vermikompos dan inokulum FMA dapat meningkatkan kualitas semai jati Muna.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pupuk yang ramah lingkungan, murah, dan mudah didapat dalam peningkatan kualitas semai jati Muna.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jati (Tectona grandis Linn. f) 2.1.1 Deskripsi pohon

Jati (Tectona grandis Linn. f) merupakan pohon besar yang tingginya dapat mencapai lebih besar dari 50 m, dengan diameter antara 150-250 cm dan tinggi bebas cabang 20-25 m (Soerianegara dan Lemmens 1994). Di tempat yang subur batangnya dapat berbentuk bulat dan lurus. Akan tetapi di tanah yang kurang subur, batangnya cenderung melengkung atau bengkok, kulit kayu berwarna coklat kuning keabu-abuan, pecah-pecah, beralur memanjang, dan rantingnya kasar (Sumarna 2001).

Bunga jati merupakan bunga majemuk, berukuran kecil, diameter 6-8 mm,

keputih-putihan, dan berkelamin ganda terdiri benang sari dan putik yang terangkai dalam tandan besar (Rachmawati et al. 2002). Malai jati terletak dipucuk tangkai. Biasanya pembungaan terjadi bersamaan munculnya daun-daun muda (sekitar bulan November). Tetapi untuk lokasi yang memiliki sumber air cukup, jati juga dapat berbunga pada musim kemarau. Penyerbukan pada jati terjadi diantara bunga dalam satu individu (geitonogamie). Namun persentasi bunga yang kemudian menjadi buah sangat kecil, dari ribuan bunga hanya kurang dari satu persen yang menjadi buah (Mahfudz et al. 2004).

Jati memiliki daun lebar, panjang 25 – 50 cm, lebar 15 - 35 cm, letak daun bersilangan, bentuk elips atau bulat telur. Bagian bawah berwarna abu-abu, tertutup bulu berkelenjar warna merah (Rachmawati et al. 2002). Daun muda berwarna merah (Mahfudz et al. 2004). Pohon jati biasanya berbunga di musim penghujan dan menggugurkan daun pada bulan-bulan kering (Martawijaya et al.

1981). Hal ini tergantung dari cepat lambatnya musim kering, semakin tinggi kadar kelembaban atmosfer, maka semakin lama pula jati menggugurkan daunnya. Selain karena cuaca jati menggugurkan daunnya juga tergantung dari kondisi dan umur jati itu sendiri.

Buah keras, terbungkus kulit berdaging, lunak tidak merata (tipe buah batu). Ukuran buah bervariasi 5 - 20 mm, umumnya 11 - 17 mm. Struktur buah


(26)

terdiri dari kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak, lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi menjadi 4 ruang biji. Jumlah buah per kg bervariasi sekitar 1.100 – 3.500 butir, rata-rata 2.000 buah per kg. Dari beberapa tulisan sekitar 500 buah per liter. Benih jati berbentuk oval, ukuran kira-kira 6 x 4 mm. Jarang dijumpai dalam keempat ruang berisi benih seluruhnya, umumnya hanya berisi 1 – 2 benih. Seringkali hanya satu benih yang tumbuh menjadi anakan (Rachmawati et al. 2002).

2.1.2 Klasifikasi jati

Jati sendiri memiliki banyak nama antara lain Jati (Indonesia), Sagun (India), Lyiu (Birma), May Sak (Thailand), Teak (Inggris), Teck (Prancis), Teca (Spanyol), dan Java Teak (Jerman) (Rachmawati et al. 2002).

Menurut Sumarna (2001) dalam sistem klasifikasi, tanaman Jati memiliki penggolongan sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Sub kelas : Dicotyledone Ordo : Verbenales Famili : Verbenaceae Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn. f

2.1.3 Penyebaran alami dan syarat tumbuh jati

Areal penyebaran alaminya cukup luas, meliputi sebagian besar India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos, serta Indo-China. Namun jati telah dikembangkan di Afrika, Australia, dan Benua Amerika (Mahfudz et al. 2004). Batas Utara pada garis 25o 31’ LU di Myanmar, batas Selatan pada garis 9o LU di India. Jati tersebar pada garis 70o-100o BT. Penyebarannya ternyata terputus-putus. Hutan jati terpisah oleh pegunungan, tanah-tanah datar, tanah-tanah pertanian, dan tipe hutan lainnya. Di Indonesia, jati bukan tanaman asli, tetapi


(27)

sudah tumbuh sejak beberapa abad lalu di Pulau Kangean, Muna, Pulau Wetar, Sumbawa dan Jawa (Rachmawati et al. 2002 dan Mahfudz et al. 2004 ).

Tanaman jati umumnya tumbuh optimal pada ketinggian antara 0-700 m dari permukaan laut. Di Indonesia, masih dijumpai jati pada ketinggian 1300 mdpl, tetapi pertumbuhannya menjadi kurang optimal. Jati tidak terlalu terikat pada jenis tanah tertentu (Mahfudz et al. 2004). Jati akan tumbuh lebih baik pada lahan dengan kondisi fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Jati memerlukan solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) sekitar 6,0. Pohon Jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah maka pada lahan yang berporositas dan memiliki drainase yang baik akan menghasilkan pertumbuhan yang baik (Sumarna 2001). Selain itu jati tumbuh baik pada tanah yang mengandung unsur kalsium dan fosfor yang cukup (Mahfudz et al. 2004).

2.1.4 Hama dan penyakit

Menurut Direktorat Jendral Reboisasi dan rehabilitasi Lahan (1991) beberapa hama yang sering menyerang jati diantaranya Uter-Uter (Phasus damar,

Moore), Inger-inger (Veitermes tectonae, Dam). Entung jati (Hyblaea puera, Cram.), dan Eutectona machaeralis yang menyerang daun.

Sedangkan penyakit yang sering menyerang yaitu busuk hati (Xylobarus desteruen) dan penyakit layu akibat bakteri Pseudomonas solanacearum, Smith

2.1.5 Manfaat jati

Jati merupakan tanaman tropika dan sub tropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai jual tinggi. Produk berbahan baku jati hingga saat ini memiliki pangsa pasar yang luas, baik di dalam maupun luar negeri (Sumarna 2001). Berdasarkan Pandit dan Ramdan (2002) jati termasuk dalam kelas awet I dan II dan kelas kuat II, sehingga banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.

Selain itu dengan profil garis lingkar tumbuh yang unik dan bernilai artistik tinggi kayu jati sering digunakan sebagai bahan baku furniture dan kayu


(28)

lapis. Kayu jati juga sangat bagus digunakan untuk kayu bakar, karena memiliki panas yang tinggi, yaitu 5000 kalori (Mahfudz et al. 2004).

2.2 Mikoriza

Istilah mikoriza bermula dari Frank (1885), yang yakin benar bahwa asosiasi simbiotik fungi-tanaman diperlukan untuk urusan keharaan bagi kedua mitra simbiosis (Brundrett 2004). Kemudian mikoriza diartikan sebagai asosiasi hifa fungi dengan organ-organ tanaman tingkat tinggi yang diperlukan untuk menyerap berbagai substrat dari dalam tanah (Harley dan Smith 1983). Kebanyakan mikoriza terdapat di dalam akar, yang kemudian berubah menjadi rumah bagi fungi (Brundrett 2004), namun mikoriza juga dijumpai pada batang-batang tanaman subterranean tertentu dan thallus dari briofita (Smith dan Read 1997). Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yaitu mykes (fungi) dan rhiza (akar).

Menurut Brundrett (2004) mikoriza adalah asosiasi simbiotik yang esensial untuk satu atau dua mitra, antara fungi (khususnya yang hidup dalam tanah dan tanaman) dan akar atau organ lain yang bersentuhan dengan substrat dari tanaman hidup, terutama bertugas untuk memindahkan hara. mikoriza terdapat dalam organ tanaman spesifik dimana hubungan intimnya tercipta sebagai akibat perkembangan serempak tanaman-fungi.

Asosiasi mikoriza merupakan hubungan yang simbiotik, namun bukan mutualistik (Brundrett 2004). Ada empat hal yang perlu disoroti dalam penafsiran tersebut yaitu:

1. Asosiasi mikoriza bersifat simbiotik, bukan mutualistik, setimbang maupun eksploitatif yang ditunjukkan oleh esensialitasnya untuk salah satu maupun kedua mitra simbiosis,

2. Pelakunya ialah fungi, yang habitatnya dalam tanah dan tubuh tanaman, dan organ tanaman hidup yang bersentuhan dengan substrat,

3. Tugas pokoknya adalah memindahkan hara,

4. Perkembangannya bersamaan dengan perkembangan inangnya (Marwan 2006).

Berdasarkan cara infeksinya mikoriza dapat dikelompokkan dalam tiga golongan besar, yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ektendomikoriza.


(29)

Sedangkan menurut Brundreet et al. (1994) asosiasi mikoriza dapat dibagi menjadi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Ektomikoriza, Orchidmikoriza,

Ericoidmikoriza, dam Ektoendomikoriza.

2.2.1 Klasifikasi mikoriza

Menurut Brundrett (2004) bahwa fungi mikoriza arbuskula (FMA) tergolong kedalam ordo Glomales dan memiliki 6 genus yaitu Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Sclerocystis, dan Scutellospora. Namun dalam perkembangannya FMA tidak lagi hanya diidentifikasi dengan berdasar pada morfologi spora dan dinding sporanya, namun sekarang menggunakan DNA. Saat ini FMA diklasifikasikan dalam 13 genus dimana sclerocystis dihapus, ditambah dengan Archaeospora, paraglomus, geosiphon, Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora (Mansur 2007). Adapun sistem klasifikasinya adalah:

Kingdom : Fungi

Divisi : Zygomycetes Ordo : Glomales

Famili : Acoulosporaceae, Glomaceae, Gigasporaceae

Genus : Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Archaeospora, paraglomus, geosiphon, Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora, dan Scutellospora.

2.2.2 Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk ke dalam Glomeromycota, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo yaitu Gigasporineae dan Glomineae (INVAM 2006). Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi sebagai penukaran metabolit antara fungi dan tanaman (Scannewrini-Fosolo 1984 dalam Delvian 2005). Sedangkan vesikula berbentuk globose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA (Brundret 1994).


(30)

FMA memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Perakaran yang terinfeksi tidak membesar

2. Hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks

3. Adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut Vesicles dan sistem percabangan hifa yang disebut Arbuskula (Kuswanto 1990).

FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan unsur hara dan air serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al 1994). Sedangkan menurut Kuswanto (1990) mikoriza berperan untuk meningkatkan penyerapan unsur hara, menahan serangan patogen akar, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon, dan untuk memperbaiki struktur tanah. Widiastuti et al. (2002) mengemukakan bahwa toleransi dan kemampuan tanaman tumbuh pada tanah masam kemungkinan disebabkan simbiosis dengan FMA.

2.2.3 Teknik produksi mikoriza

Hartadi (1990) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menginokulasikan fungi mikoriza, yaitu dengan cara inokulasi tanah, inokulasi spora, dan inokulasi vegetatif. Schmidt (2002) mengungkapkan bahwa FMA tidak membentuk tandan spora (sporocarp), sehingga spora harus diperbanyak dengan dibudiyakan pada tanaman inang.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza antara lain: 1. Air

Untuk memperlancar pencernaan dan pertumbuhan miselianya, tetapi mikoriza tidak tahan terhadap genangan air

2. Suhu

Suhu optimum bagi pertumbuhan fungi pembentuk mikoriza beragam menurut jenis dan strain. Umumnya suhu minimum untuk pertumbuhan yang baik bagi mikoriza antara 0oC-30oC dengan suhu optimum 19o C-45oC. Suhu optimum di alam mungkin lebih rendah dari pembiakan murni (Kuswanto 1990).


(31)

3. pH Tanah

Mikoriza ditemukan mulai dari pH 2,7 sampai 9,2. tapi setiap isolat memiliki toleransi terhadap pH yang berbeda satu dengan yang lainnya. Spora-spora beberapa FMA memang lebih toleran terhadap kondisi masam dan Al konsentrasi tinggi, seperti Acaulospora dan Gigaspora sp. (Clark 1992).

2.1 Vermikompos

Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik oleh cacing tanah selama proses makannya. Pupuk vermikompos lebih dikenal dengan sebutan kascing (bekas cacing). Pada dasarnya vermikompos merupakan campuran antara kotoran cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan sisa media media atau pakan yang dipergunakan selama pemeliharaan cacing tanah (Marsono dan Sigit 2002).

Vermikompos mengandung unsur hara mikro dan makro yang dibutuhkan tanaman antara lain unsur nitrogen, fosfor, kalium, dan unsur-unsur mikro lainnya seperti sulfur, boron, dan zinc, serta meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Komposisi komponen kimiawi pada kascing, adalah sebagai berikut: nitrogen (N) 1,1-4,0%, fosfor (P) 0,3-3,5%, kalium (K) 0,2-2,1%, belerang (S) 0,24-0,63%, magnesium (Mg) 0,3-0,6% dan besi (Fe) 0,4-1,6%. (Nuryati 2004)

Dalam untuk menghasilkan pupuk vermikompos dapat dilakukan dengan beberapa tahap (Dickerson 2005 dalam Marwan 2006), yaitu :

1) Menyiapkan bak cacing

Bak cacing ini dapat dibuat dari plastik ataupun kayu. Panjang dan lebar bak cacing disesuaikan dengan keperluan. Jika menggunakan kayu sebagai bahan membuat bak cacing, sebaiknya tidak memilih bahan yang berupa kayu beraroma karena bisa menjadi racun dan bisa menyebabkan kematian pada cacing. Bak tersebut ditutup dengan jerami-jerami untuk memudahkan sirkulasi udara dan mengurangi intensitas cahaya matahari, karena cacing lebih menyukai suasana yang lembab.


(32)

2) Pembuatan alas di dalam bak cacing

Alas untuk bak dapat dibuat dari koran, daun, jerami, rumput kering, serbuk gergaji lumut, pupuk kompos atau pupuk yang telah lama. Sebelum memasukan cacing tersebut alas tersebut harus lembab.

3) Memasukkan cacing beserta kompos

Cacing dimasukkan ke dalam bak yang telah berisi media yang akan dijadikan kompos. Setelah cacing dimasukkan, tutup dengan selimut yang lembab yaitu selimut yang terbuat dari bahan-bahan yang sama sepeti alas bak. Tunggu selama kurang lebih 1 minggu.

4) Panen

Pada saat panen pisahkan cacing-cacing tersebut dengan media yang telah menjadi kompos. Pemisahan cacing dengan media yang telah menjadi kompos dapat menggunakan ayakan. Dengan memasukan media tersebut ke dalam ayakan lalu diayak secara halus.

Vermikompos mengandung hormon tumbuh, antara lain hormon auksin, sitokinin, dan giberelin (Wanasuria 2006). Hormon-hormon tersebut berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, pemacu pertunasan, serta pemacu pertumbuhan daun.

Penambahan Vermikompos kedalam inokulum FMA jenis Glomus etunicatum dan Glomus sp. sebanyak 40 % dapat meningkatkan bobot kering dan serapan P tanaman jati, yaitu berturut-turut 529 % dan 500 %. Menurut Restu (2006) pemberian vermikompos pada tanaman jati membuat pertumbuhan tinggi terhambat. Penekanan pertumbuhan semai jati ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain vermikompos mudah larut terbawa air, sehingga zat nutrisi yang terkandung di dalamnya belum sepenuhnya terserap oleh akar semai jati. Selain itu kandungan ferrum yang tinggi menyebabkan laju penyerapan nutrisi oleh akan menjadi terhambat


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006-Mei 2007, bertempat di persemaian yang terletak di Kelurahan Semplak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tanaman jati asal Muna (Sulawesi Tenggara), media tanam (tanah dan sekam), object glass, cover glass, polybag, gelas plastik, inokulum Glomus etunicatum, aquades, KOH 2,5 %, HCl 2 %, gliserol, asam laktat, trypan blue, vermikompos, tissue.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, pisau, bak plastik, oven, mikroskop binokuler, mikroskop stereo, cawan Petri, tabung sentrifuse, gelas ukur, gunting stek, timbangan, ember plastik, pengaduk, mistar, kaliper, alat tulis, alat hitung, tally sheet, dan kamera.

3.3 Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Perkecambahan benih jati Penyiapan bedeng tabur

Tempat perkecambahan berupa bedeng tabur semi permanen terbuat dari kayu sengon dengan ukuran 1 x 5 meter. Bedeng tabur diberi penutup berupa plastik bening untuk mengurangi evapotranspirasi dan menjaga kelembaban bedeng.

Penyiapan media perkecambahan

Media perkecambahan benih jati yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasir. Pasir tersebut tidak disterilisasi tetapi dibersihkan dari kotoran-kotoran, kemudian diayak dengan ayakan. Media tersebut dimasukkan ke dalam bedeng tabur dan disiram dengan air untuk meningkatkan kelembaban media perkecambahan


(34)

Pemecahan dormansi benih jati

Pemecahan dormansi benih jati yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan perendaman dan penjemuran. Benih jati yang dimasukan dalam karung direndam selama semalam yaitu dari pukul 18.00-06.00 di dalam air. Setelah itu benih jati dijemur di bawah sinar matahari pada pukul 06.00-18.00. perlakuan ini dilakukan selama 3 hari.

Penaburan benih jati

Benih jati yang telah diberi perlakuan untuk pemecahan dormansi ditabur kedalam bedeng tabur dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm.

3.3.2 Penyapihan Penyiapan media sapih

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah dan sekam limbah kandang ayam (bercampur kotoran ayam) dengan perbandingan 2 : 1. Tanah tersebut tidak disterilkan tetapi dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti daun, akar, dan ranting kering, kemudian dikering udarakan dan di ayak dengan ayakan. Tanah dan sekam tersebut dicampur, kemudian dimasukkan dalam polybag dengan ukuran 15 cm x 20 cm.

Penyapihan

Kecambah yang disapih adalah kecambah yang telah memiliki dua daun pertama. Kecambah dimasukkan ke dalam polybag yang telah berisi media sapih.

3.3.3 Pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos

Inokulasi dilakukan pada saat penyapihan. Proses ini dilakukan dengan cara memberikan inokulum FMA yang telah diformulasi dengan vermikompos ke lubang tanam.

Gambar 1 Sketsa cara inokulasi formulasi mikoriza dan vermikompos Mikoriza + Vermikompos


(35)

3.3.4 Pemeliharaan

Seluruh semai jati diletakan di bawah paranet dengan intensitas cahaya 70%. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore, Untuk pengendalian hama digunakan insektisida jenis Decis dengan konsentrasi 10%. Sedangkan pada minggu ketujuh semai jati dikeluarkan dari bawah paranet untuk mendapatkan cahaya langsung dan respacing. Selain itu juga dilakukan pembersihan dari gulma dan perbaikan posisi polybag.

3.4 Pengamatan dan Pengambilan Data

Data yang diperlukan adalah data-data yang dipakai untuk membandingkan kondisi semai jati dengan perlakuan-perlakuan tertentu. Data yang diukur berupa:

3.4.1 Tinggi semai

Pengukuran tinggi semai dilakukan setelah penyapihan, selanjutnya tiap dua minggu hingga semai jati berumur 3 bulan setelah tanam. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar mulai dari pangkal batang hingga titik tumbuh pucuk semai.

3.4.2 Diameter semai

Pengukuran diameter semai dilakukan dengan menggunakan kaliper, diukur pada ketinggian sekitar 1 cm di atas pangkal batang. Pengukuran dilakukan dua kali, yaitu setelah penyapihan dan semai jati berumur 3 bulan setelah tanam.

3.4.3 Bobot kering tanaman

Pengukuran dilakukan pada akhir pengamatan. Sampel tanaman dipotong, bagian pucuk dan akarnya dibungkus kertas secara terpisah, kemudian dioven pada suhu 70°C selama 72 jam. Setelah tercapai bobot kering yang konstan dilakukan penimbangan dengan timbangan elektrik Ohaus. Dari hasil penimbangan didapat data bobot kering pucuk dan bobot kering akar.


(36)

Bobot Kering Total semai (g) Indeks Kualitas semai =

Tinggi semai (cm) Bobot kering Pucuk (g) Diameter semai (mm) + Bobot kering akar (g) 3.4.4 Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar ditentukan dengan membandingkan bobot kering pucuk semai dengan bobot kering akar semai.

3.4.5 Indeks kualitas semai

Semai hasil uji coba dihitung kualitas semainya dengan menggunakan formulasi Soller (Santoso 2006), sebagai berikut:

3.4.6 Jumlah spora

Penghitungan jumlah spora dilakukan pada akhir penelitian dengan cara pengamatan pada contoh media tanah sebanyak 50 gram. Prosedur perhitungan jumlah spora dapat dilihat pada Gambar 2.

tanah 50 gram + air hingga total volume 200 ml

penyaringan

(diameter saringan 500 μm, 125μm, 63 μm)

penambahan larutan gula 60%

sentrifugasi (2500 rpm/menit)

penyaringan, pembilasan dan pemindahan spora ke cawan Petri

penghitungan spora

(dengan mikroskop perbesaran 10 kali)


(37)

3.4.7 Persen infeksi FMA

Persen Infeksi FMA merupakan data yang untuk melihat efektivitas Inokulum FMA dalam menginfeksi akar. Menurut Setiadi et al. (1992), pengukuran persen infeksi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Beberapa contoh akar diambil, dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar.

2. Bagian akar muda (serabut) diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direndam dalam larutan KOH 2,5%, dibiarkan selama semalam atau akar sampai berwarna kuning bersih.

3. Setelah akar berwarna kuning bersih larutan KOH 2,5% dibuang dan akar dibilas dengan air.

4. Akar diasamkan dengan HCl 2%, dibiarkan semalam atau sampai akar berwarna kuning jernih.

5. HCl 2 % dibuang, diganti dengan larutan staining (gliserol, asam laktat dan aquades dengan perbandingan 2 : 2 : 1 dan ditambah trypan blue sebanyak 0,05 %), kemudian dibiarkan semalam.

6.Larutan staining dibuang dan diganti dengan larutan destaining (larutan

staining tanpa trypan blue) dan dibiarkan semalam.

7. Akar kemudian dipotong-potong sepanjang 1 cm, lalu disusun pada gelas objek (1 gelas objek untuk 10 potong akar), selanjutnya diamati dengan mikroskop.

8. Jumlah akar yang terinfeksi FMA dari 10 potong akar tersebut dicatat. Penampakan struktur hifa internal, spora, vesikula, dan arbuskula merupakan suatu indikasi bahwa contoh akar tersebut telah terinfeksi oleh FMA.

9. Persen akar terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :

Akar Terinfeksi (%) = Σ Bidang Pandang Akar Terinfeksi x 100% Σ Bidang Pandang Akar yang Diamati


(38)

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola linear yang terdiri dari 7 perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali dan setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 5 semai. Sehingga terdapat 175 semai yang ditanam. Kombinasi perlakuan yang diujicobakan sebagai berikut:

K = Tanah + sekam ( kontrol )

A = Tanah + sekam + 13,5 gram FMA + 1,5 gram vermikompos B = Tanah + sekam + 12 gram FMA + 3 gram vermikompos C = Tanah + sekam + 10,5 gram FMA + 4,5 gram vermikompos D = Tanah + sekam + 9 gram FMA + 6 gram vermikompos M = Tanah + sekam + 15 gram FMA

V = Tanah + sekam + 15 gram vermikompos

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program SAS. Untuk mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan.

Dimana : i = 1, 2, 3, ..., t dan j = 1, 2, 3,..., r

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengruh perlakuan ke-i

εij = Pengruh acak pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j Yij = µ + τi + εij


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain pertambahan tinggi, pertambahan diameter, berat kering pucuk (BKP), berat kering akar (BKA), berat kering total (BKT), nisbah pucuk akar (NPA), indeks kualitas semai (IKS), jumlah spora, dan persen infeksi akar. Untuk mengetahui respon pengaruh perlakuan pemberian inokulum FMA dengan vermikompos terhadap parameter tanaman, maka dilakukan analisis sidik ragam. Untuk mengetahui adanya pengaruh yang berbeda dalam masing-masing perlakuan maka dilakukan Uji Berganda Duncan. Hasil ringkasan Anova disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap peubah semai jati

Parameter F hitung

Perubahan Tinggi 2.71 *

Perubahan Diameter 1.74 ns

Berat Kering Akar 0.62 ns

Berat Kering Pucuk 1.16 ns

Berat Kering Total 1.20 ns

Nisbah Pucuk Akar 0.44 ns

Indeks Kualitas Semai 0.86 ns

Jumlah spora 11.86 *

Persentase Infeksi Akar 9.32 *

Keterangan : ns = berpengaruh tidak nyata, * = berpengaruh nyata (p<0,05)

4.1.1 Pertambahan tinggi

Dari hasil analisis sidik ragam (Tabel 1), diperoleh hasil bahwa perlakuan pemberian G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g dan perlakuan G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai jati di persemaian. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata pada perlakuan formulasi inokulum FMA dengan vermikompos maka dilakukan uji berganda Duncan (Tabel 2).


(40)

Tabel 2 Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap pertumbuhan tinggi semai jati

Formulasi Inokulum FMA Rata-rata tinggi semai jati

Peningkatan Terhadap Kontrol(%)

G. etunicatum 13,5 g dan

vermikompos 1,5 g 19,16 a

0,74 Kontrol

19,02a 0,00

Vermikompos

17,65ab -7,20

G. etunicatum

17,20ab -9,57

G. etunicatum 12 g dan

vermikompos 3 g 16,81

ab -11,61

G. etunicatum 10,5 g dan

vermikompos 4,5 g 16,20 b

-14,83

G. etunicatum 9 g dan

vermikompos 6 g 16,00

b -15,88

Keterangan : huruf sama di belakang angka menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata dalam uji lanjut pada selang kepercayaan 95%

Hasil Uji Berganda Duncan pada Tabel 2 menunjukan bahwa pemberian formulasi inokulum FMA dengan Vermikompos baik yang tanpa vermikompos, 1,5 g; dan 3 g, serta perlakuan vermikompos 15 g memperlihatkan pengaruh yang tidak nyata terhadap kontrol. Sedangkan untuk perlakuan formulasi FMA dengan Vermikompos 4,5 g dan 6 g memberikan respon yang tidak lebih baik dari kontol yaitu sebesar 14,83% dan 15,88%. Hasil tersebut berarti penambahan G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hara bagi semai jati.

Gambar 3 Semai jati muna umur 13 MST, berturut-turut dari kiri ke kanan a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)


(41)

Secara visual dapat terlihat perbedaan tinggi antara semai yang di beri perlakuan vermikompos (v), semai dengan inokulasi mikoriza (m), dan semai dengan formulasi FMA dan vermikompos tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kontrol (Gambar 3).

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 ho ms t1 ms t2 ms t3 ms t5 ms t7 ms t9 mts 11 mts 13 ti n g g i (c m ) a b c d k m v

Gambar 4 Grafik pertumbuhan tinggi semai jati berdasarkan minggu, a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)

Pada parameter pertambahan tinggi, peningkatan tajam terjadi dalam rentang antara minggu ke-5 sampai minggu ke-7 (Gambar 3). Hal ini diduga disebabkan oleh semai jati yang masih berada di bawah naungan paranet sehingga respon untuk menjangkau cahaya relatif tinggi.

4.1.2 Pertambahan diameter

Diameter merupakan indikator yang diukur pada awal pengamatan dan akhir pengamatan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, setelah MST 13 menunjukan diameter semai pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang tidak nyata. Pertambahan diameter yang terlihat memberikan hasil yang cenderung sama pada setiap perlakuan seperti terlihat pada Gambar 4


(42)

0.479 0.398 0.449 0.417 0.509 0.481 0.435 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600

a b c d k m v

perlakuan di am et er (c m)

Gambar 5 Grafik Pertambahan diameter semai jati umur 13 MTS, a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)

4.1.3 Berat kering tanaman

Pengukuran berat kering tanaman dilakukan pada semai dengan memisahkan bagian pucuk dan akar tanaman. Bagian pucuk dan akar tersebut kemudian dioven pada suhu 70oC selama 72 jam. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa formulasi Inokulum FMA dan vermikompos tidak berbeda nyata.

5.61 6.36 6.45 7.22 6.49 5.76 7.23 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

a b c d k m v

perlakuan b era t k e ri n g (g ra m )

Gambar 6 Grafik Berat kering tanaman semai jati setelah 13 minggu setalah tanam, a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)


(43)

4.1.4 Berat kering akar

Berdasarkan Tabel 1 berat kering akar tidak dipengaruhi secara nyata oleh formulasi Inokulum FMA dan vermikompos. Rata-rata berat kering akar jati diakhir pengamatan adalah sebesar 2,65 gram.

2.13 2.69 2.61 2.87 2.71 2.57 2.94 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50

a b c d k m v

perlakuan b era t k erin g (g ra m )

Gambar 7 Grafik berat kering akar semai jati setelah 13 minggu setelah tanam, a (G. etunicatum dengan vermikompos 10 %), b (G. etunicatum dengan vermikompos 20 %), c (G. etunicatum dengan vermikompos 30 %), d (G. etunicatum dengan vermikompos 40 %), k (Kontrol), m (G. etunicatum 100 %), v (Vermikompos 100 %).

4.1,5 Berat kering pucuk

3.48 3.67 3.84

4.35 3.78 3.19 4.29 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

a b c d k m v

perlakuan ber a t ker ing (g ra m )

Gambar 8 Grafik berat kering pucuk semai jati setelah 13 MST, a (G. etunicatum

13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)


(44)

Berat Kering pucuk didapat dengan menimbang bagian tanaman yang berada di atas tanah yang telah mencapai berat kering. Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa penambahan formulasi inokulum FMA dan vermikompos pada semai jati Muna tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan berat kering akar.

4.1.6 Nisbah pucuk akar

Nisbah pucuk akar (NPA) merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan tanaman yang mencerminkan perbandingan antara kemampuan penyerapan air dan mineral dengan proses transpirasi dan luasan fotosintesis dari tanaman. Duryea dan Brown (1984) dalam Uyun (2006) menyatakan bahwa nilai NPA yang baik berkisar antara 1 – 3, sedangkan nilai yang terbaik adalah yang mendekati nilai minimum. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos tidak berbeda nyata (Tabel 1).

1.73 1.43 1.62 1.56 1.44 1.31 1.47 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

a b c d k m v

perlakuan

N

P

A

Gambar 9 Grafik Nisbah Pucuk Akar (NPA) semai jati umur 13 MST, a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)

4.1.7 Indeks kualitas semai

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 1), Perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kontrol pada parameter indeks kualitas benih (Gambar 10). Rata-rata dari indeks kualitas semai jati adalah 0,16. Semai


(45)

yang baik untuk ditanam di lapangan adalah semai yang memiliki nilai indeks kualitas semai lebih dari 0,09.

0.14 0.15 0.17 0.19 0.17 0.15 0.17 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 0.18 0.20

a b c d k m v

P erlakuan Inde ks K u ali ta s S em ai

Gambar 10 Grafik indeks kualitas semai semai jati umur 13 MST, a (G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g), b (G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g), c (G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g), d (G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g), k (Kontrol), m (G. etunicatum 15 g), v (Vermikompos 15 g)

4.1.8 Jumlah spora

Hasil sidik ragam pengaruh formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap jumlah spora (Tabel 1) menghasilkan Fhit sebesar 11,86 (Fhit > Ftab α =0.01) yang berarti perlakuan memberikan pengaruh nyata pada taraf 95 %, sehingga perlu dilanjutkan dengan Uji Berganda Duncan (Tabel 3).

Tabel 3 Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap jumlah spora

Formulasi Inokulum FMA Rata-rata jumlah spora

Peningkatan Terhadap Kontrol(%)

G. etunicatum 13,5 g dan

vermikompos 1,5 g 65

a

214

G. etunicatum 12 g dan

vermikompos 3 g 36

b

75

G. etunicatum 10,5 g dan

vermikompos 4,5 g 34

bc

65

G. etunicatum 31cd 50

G. etunicatum 9 g dan

vermikompos 6 g 23

cd

10

Kontrol 21d 0.00


(46)

Pemberian Formulasi Inokulum FMA dengan vermikompos secara umum mampu meningkatkan produksi spora FMA. Penambahan jumlah spora akibat perlakuan G. etunicatum 13,5 g dengan vermikompos 1,5 g adalah sebesar 65 buah atau selisih 214 % terhadap kontrol. Jumlah spora semakin menurun seiring dengan penenambahan vermikompos, dimana perlakuan G. etunicatum 9 g dengan vermikompos 6 g menghasilkan jumlah spora sebanyak sebesar 23 buah, yang berselisih 10 % terhadap kontrol. Sedang jumlah spora terendah terjadi pada perlakuan vermikompos 15 g yakni 20 buah atau rerata kurang dari 0,06 % dari kontrol.

4.1.9 Persen infeksi FMA

Persen Infeksi FMA atau kolonisasi akar dapat ditunjukan dengan adanya arbuskula, vesikel, dan hifa (Gambar 11).

Gambar 11. Akar yang terinfeksi FMA

Berdasarkan Tabel 1 Pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95 %. Kolonisasi akar akibat perlakuan G. etunicatum 15 g adalah sebesar 65,6% atau selisih 105 % terhadap kontrol. Sedangkan persen infeksi terendah akibat perlakuan tanpa inokulasi FMA yaitu kontrol (32%) dan pemberian vermikompos 15 g (35,2%). Namun pemberian vermikompos bersama-sama inokulum FMA memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan inokulasi FMA tanpa vermikompos.

Hifa

Vesikel


(47)

Tabel 4 Hasil Uji Berganda Duncan pada pengaruh pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos terhadap kolonisasi akar

Formulasi Inokulum FMA Rata-rata persen infeksi

Peningkatan Terhadap Kontrol(%)

G. etunicatum 65,6a 105.00

G. etunicatum 9 g dan

vermikompos 6 g 65.2

a

103.75

G. etunicatum 13,5 g dan

vermikompos 1,5 g 63.2

a

97.50

G. etunicatum 12 g dan

vermikompos 3 g 61.6

a

92.50

G. etunicatum 10,5 g dan

vermikompos 4,5 g 60.8

a

90.00

Vermikompos 35.2b 10.00

Kontrol 32.0b 0.00

4.2 Pembahasan

Jati merupakan tanaman tropika dan subtropika yang sejak abad ke-9 telah dikenal sebagai pohon yang memiliki kualitas tinggi dan bernilai tinggi (Sumarna 2001). Oleh karena itu jati menjadi salah satu pohon yang sering dipilih untuk dijadikan tanaman dalam pengembangan hutan rakyat, terutama di Pulau Jawa.

Akibat tingginya kualitas dan nilai jati, dalam perkembangannya jati menjadi primadona. Hal ini menyebabkan maraknya ilegal logging oleh masyarakat terjadi. Tingginya tingkat pencurian kayu jati ini mengancam keberadaan jati. Maka untuk mempertahankan produktivitas jati dan keberadaan sumber genetik jati, penyedian semai yang berkualitas harus dilakukan.

Penggunaan formulasi inokulum FMA dengan vermikompos dimaksudkan selain untuk mendapatkan suatu inokulum yang tidak hanya menyediakan propagul FMA tapi juga untuk meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah sebelum tanaman dapat memanfaatkan asosiasi dengan mikoriza. Diharapkan dengan penggunaan inokulasi FMA dan vermikompos sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan dan mudah didapat akan meningkatkan mutu dari semai jati Muna.


(48)

Pada penelitian yang telah dilaksanakan, formulasi inokulum FMA dengan vermikompos memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai jati Muna (Tabel 1). Fungi mikoriza mampu meningkatkan penyerapan hara utamanya fosfor dan hara lainnya dari tanah dan lebih efisien dibanding tanaman yang tidak bermikoriza (Smith dan Read 1997). Secara umum pemberian perlakuan formulasi FMA dan vermikompos memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kontrol. Dari Tabel 2 peningkatan dosis vermikompos memberikan respon yang tidak lebih baik dari kontrol terhadap pertumbuhan tinggi semai jati. Dapat dilihat dari perlakuan pemberian G. etunicatum 10,5 g dengan vermikompos 4,5 g yaitu dengan rerata tinggi sebesar 16,2 cm atau lebih rendah 14,83% dari kontrol dan pemberian G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g dengan rerata tinggi sebesar 16 cm atau 15,88% lebih rendah dari kontrol. Hasil tersebut berarti penambahan vermikompos sebanyak 3 gram sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hara bagi semai jati.

Penelitian Restu (2006) mendapatkan bahwa pemberian vermikompos dengan dosis 1 gram; 1,5 gram; dan 2 gram menghasilkan pertumbuhan paling rendah dibanding dengan kontrol (pupuk NPK) dan bahan organik lain. Pemberian vermikompos pada tanaman jati membuat pertumbuhan tinggi terhambat. Penekanan pertumbuhan semai jati ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain vermikompos mudah larut terbawa air, sehingga zat nutrisi yang terkandung di dalamnya belum sepenuhnya terserap oleh akar semai jati. Selain itu kandungan ferrum yang tinggi menyebabkan laju penyerapan nutrisi oleh akan menjadi terhambat.

Pemberian vermikompos sebanyak 4,5 g dan 6 g, diduga menyebabkan simbiosis antara FMA dan akar menjadi simbiosis yang bersifat parasitisme (eksploitatif), dimana keberadaan FMA merugikan bagi tanaman inang. Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualistis antara fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tinggi (Fakuara dan Setiadi 1990). Brundrett (2004) menyatakan bahwa asosiasi FMA pada akar tanaman ada yang bersifat setimbang (mutualistik) dan ada yang bersifat eksploitatif (non-mutualistik). Asosiasi setimbang adalah bentuk asosiasi yang saling menguntungkan antara fungi pembentuk FMA dan tanaman inangnya. Sedangkan asosiasi yang eksploitatif bersifat merugikan salah


(49)

MIKORIZA Merugikan

tanaman

Merugikan fungi

Menguntungkan tanaman parasitisme

obligat fakultatif

antagonis bagi tanaman antagonis bagi

Fungi

Menguntungkan fungi

satunya atau tidak menguntungkan salah satunya (Gambar 12). Hal ini diduga terjadi akibat meningkatnya kadar N dan P di media akibat penambahan vermikompos. Tanaman-tanaman bermikoriza akan mendapatkan keuntungan dari FMA hanya jika kadar fospor dalam tanah cukup rendah. Selain itu mikoriza hanya akan meningkatkan produktivitas tanaman jika perbaikan unsur hara dalam tanah oleh mikoriza lebih besar dari biaya produksi untuk membangun asosiasi mikoriza (Johnson et al. 1997 dalam Brundrett 2004).

Gambar 12 Diagram datar fase yang membandingkan tipe-tipe mikoriza berbagai kategori interaksi tanaman-fungi.

Walaupun sampai pada akhir pengamatan pemberian formulasi inokulum

G. etunicatum dan vermikompos belum mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati, namun pemberian inokulum G. etunicatum diharapkan dapat memberikan bekal bagi semai jati Muna saat ditanam di lapangan. Bekal ini berupa membantu meningkatkan penyerapan unsur hara, menahan serangan patogen akar, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, menghasilkan zat pengatur tumbuh dan hormon, mencegah pencucian unsur hara, dan untuk memperbaiki struktur tanah (Fakuara 1986).

Sampai minggu ke- 5 setelah tanam pertambahan tinggi semai yang diberi perlakuan G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g lebih rendah dibandingkan semai yang tidak diberi perlakuan. Riap tinggi terkecil adalah semai yang diberi perlakuan G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g (Gambar 4). Namun pada minggu ke-7 dan seterusnya semai yang diberi perlakuan formulasi


(50)

FMA dan vermikompos memberikan respon pertambahan tinggi yang baik, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kontrol sampai akhir pengamatan (umur 13 MTS). Hal ini diduga karena FMA mulai memberikan pengaruh setelah mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Menurut Setiadi et al. (1992) intensitas cahaya dan hari panjang yang lama akan memperbaiki kolonisasi dan produksi spora pada jagung, semanggi, rumput sudan, jeruk, bawang, dan lain-lain. Selain itu Hal ini juga disebabkan oleh adanya metabolisme yang terjadi di perakaran tanaman (Mestika 2007).

Perlakuan inokulasi G. etunicatum 15 g memberikan peningkatan yang cukup signifikan pada minggu ke-9 setelah tanam yaitu 16,07 cm. Hal ini diduga unsur hara yang siap diserap di tanah sudah mengalami pengurangan sehingga mikoriza memberikan pengaruh yang baik terhadap semai jati Muna karena adanya metabolismue di perakaran. Menurut Fakuara (1986) permukaan akar bermikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim yang dapat mengubah unsur yang tidak tersedia menjadi tersedia untuk diserap oleh akar tanaman. Tren positif ini juga terjadi pada perlakuan inokulasi formulasi FMA dan vermikompos (Gambar 4).

Pemberian formulasi FMA G. etunicatum dengan vermikompos berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan diameter, berat kering akar, berat kering pucuk, berat kering total, indeks kualitas semai dan Nisbah pucuk akar. Sama dengan tinggi, secara umum peningkatan pemberian dosis vermikompos cenderung menekan pertumbuhan semai jati Muna. Hal ini diduga akibat tingginya kandungan unsur nitrogen (N) yang tinggi yaitu sebesar 0,68 % dan Fospor (P) sebesar 3,3 % (Lampiran 19). Tingginya nilai N dan P tersebut mengakibatkan FMA belum memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap peubah pertumbuhan semai jati. Makin tinggi kadar nitrogen dalam tanah, perkembangan mikoriza makin terhambat dan hanya sedikit yang dapat terbentuk (Richard dan Wilson 1974). Kurangnya efektivitas FMA diduga adanya proses biokimia dalam tanaman. Menurut Ulfa et al. (2006) ketersedian N yang tinggi menurunkan kelebihan karbohidrat, akibatnya suplai karbohidrat ke mikoriza menjadi terhambat. Padahal karbohidrat menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan mikoriza


(51)

Pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kolonisasi dan jumlah spora. FMA mengkolonisasi akar sebagian besar tanaman budidaya, membentuk simbiosis yang berpotensi meningkatkan serapan hara, daya tahan terhadap hama penyakit, air, dan agregasi tanah (Douds et al. 2005). Kolonisasi akar sifatnya netral dan cocok untuk dikaitkan dengan infeksi (yang menyiratkan penyakit). Jika digunakan untuk menjelaskan aktivitas fungi mikoriza, keseluruhan fungi dalam akar sebaiknya disebut sebagai koloni bukan satuan-satuan infeksi (Brundrett 2004).

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian formulasi inokulum FMA dengan vermikompos memberikan pengaruh yang sangat nyata pada parameter persen infeksi akar dan jumlah spora. Secara umum peningkatan dosis vermikompos meningkatkan kolonisasi akar pada semai jati. kolonisasi akar tertinggi diperlihatkan oleh semai jati Muna yang diinokulasi G. etumicatum 15 g sebesar 65,6% atau selisih lebih tinggi 105 % dari pada kontrol. Perlakuan G. etunicatum 15 g tidak berbeda nyata dengan perlakuan formulasi G. etunicatum

dengan vermikompos. Hal ini berarti penambahan vermikompos pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh terhadap infeksi akar Perlakuan yang menghasilkan kolonisasi terkecil adalah semai jati yang tidak inokulasi FMA, yaitu kontrol dan vermikompos 15 g dengan kolonisasi akar berturut-turut sebesar 32% dan 35,2% atau selisih 10 % dari kontrol. Kolonisasi akar pada semai jati Muna yang tidak diinokulasikan FMA kemungkinan berasal dari FMA alam. Menurut bagyaraj (1991) dalam Arif (2006) menyatakan bahwa kemampuan fungi untuk berhasil berkompetisi dengan fungi lain tergantung keagresifan fungi tersebut.

Jumlah spora pada semai jati Muna umur 13 MST yang diinokulasi FMA memberikan hasil yang lebih banyak dibandingkan semai jati tanpa inokulasi FMA. Hal ini terlihat dari jumlah spora yang dihasilkan formulasi G. etunicatum

13,5 g dan vermikompos 1,5 g dan G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g menghasilkan spora yang paling banyak yaitu dengan rataan jumlah spora berturut-turut sebanyak 64,6 atau 214 % lebih banyak dari kontrol, dan 36 spora atau 75 % lebih banyak dibanding kontrol. Sedangkan yang paling sedikit spora


(52)

ditemukan pada perlakuan vermikompos, yang diikuti oleh kontrol dan formulasi inokulum G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g. Hasil tersebut menunjukan bahwa penambahan vermikompos cenderung menekan produksi spora FMA. Penelitian Arif (2006) menjelaskan bahwa penambahan vermikompos justru menurunkan jumlah spora. Pratikno et al. (2002) dalam Marwan (2006) menjelaskan bahwa bahan organik dengan kandungan P-total tinggi akan menurunkan jumlah spora mikoriza, namun akan meningkatkan infeksi mikoriza.

Respon tanaman tidak dapat ditentukan oleh nilai kolonisasi akar dan jumlah spora. Dalam penelitian ini meningkatnya jumlah spora dan persen infeksi FMA belum mampu meningkatkan produktivitas semai jati. Semai jati Muna berumur 13 MST yang diinokulasikan FMA dalam penelitian ini memberikan respon pertumbuhan yang tidak berbeda nyata terhadap kontrol, namun peningkatan jumlah spora dan infeksi FMA pada akar akan mempersiapkan semai jati Muna untuk dapat bertahan hidup apabila ditanam di lapangan. Beberapa manfaat mikoriza yang dapat diperoleh tanaman adalah meningkatnya penyerapan unsur hara (Setiadi 1989), meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, dan meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen akar. Selain itu menurut setiadi (1989) mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar, yaitu dengan adanya lapisan hifa dapat berfungsi sebagai pelindung fisik masuknya potogen, selain itu mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen, dan Fungi mikoriza dapat melepaskan anti biotik yang dapat mematikan patogen, serta memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh.


(53)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan, hasil analisa dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pemberian formulasi inokulum FMA dan vermikompos secara umum belum mampu meningkatkan pertumbuhan semai jati Muna di persemaian, namun pemberian FMA memberikan persiapan kepada semai jati untuk ditanam dilapangan.

2. Perlakuan formulasi G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g memberikan rerata jumlah spora terbaik yaitu 65 spora/50 g tanah dan persen infeksi akar sebesar 63,2%.

3. Pemberian vermikompos dengan konsentrasi yang tinggi pada jati Muna cenderung menghambat pertumbuhan. Formulasi FMA dengan vermikompos 6 gram menghasilkan rerata tinggi 16% lebih rendah dari kontrol

5.2 Saran

1. Penetapan formulasi pupuk vermikompos perlu diturunkan sampai dibawah 3 g sehingga tidak mengganggu pembentukan koloni akar dan spora, serta dapat meningkatkan pertimbuhan semai jati Muna.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengamati pengaruh perlakuan terhadap jati Muna setelah ditanam di lapangan


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Arif A. 2006. Penggunaan Vermikompos dalam Meningkatkan Mutu Inokulum Cendawan Mikoriza Abuskula Untuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.) [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Brundrett M. 2004. Diversity and clasificationof mycorrhizal association. Jurnal of Biology. Rev.79:473-495.

Brundrett M, Boucher N, Dell NB, Gove T, Malajezuk N. 1994. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agliculture. Kaipang Cina. dalam International Mycorrhizal Workshop.

Clark RB. 1992. Arbuskula mycorrhizal adaptation, spore germination, root colonization, and host plant growth and mineral acquisition at low pH.

plant Soil 192: 15-22.

[Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan]. 1991. Teknik Pembuatan Jati. Jakarta: Departemen Kehutanan.

Douds DD JR, Nagahashi G, Pfeffer PE, Kayser WM, Reider C. 2005. On-farm production and utilization of arbuskular mycorrhizal fungus inoculum.

Can . Plant Sci. 85: 15-21.

Fakuara Y. 1986. Mikoriza, Teori dan Kegunaan Dalam Praktek Bogor: Pusat Antar Universitas dan LSI IPB.

Fakuara Y, Setiadi Y. 1990. Aplikasi mikroba dalam pembangunan hutan tanaman industri. Di dalam Prosiding Seminar Bioteknologi Hutan.Yogyakarta.12-13 Februari 1990. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Hal. 93-127.

Harley JL, Smith SE. 1983. Mycorrhizal symbiosis. London: Academic Press. Hartadi S.1990. Produksi inokulum ektomikoriza. Di dalam Di dalam Prosiding

Seminar Bioteknologi Hutan .Yogyakarta.12-13 Februari 1990. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada Hal. 147-153.

INVAM. 2006. International culture collection of vescular-arbuskular mycorrhizal fungi.www.invam.caf.wvu.edu/myco-infor/taxonomy/clasification.html. [23 Juni 2007].

Kuswanto. 1990. Teknologi produksi inokulan ektomikoriza dan peranan mikoriza di kehutanan. Di dalam Prosiding Seminar Bioteknologi Hutan.Yogyakarta..12-13 Februari 1990. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Hal. 128-143.


(55)

Mahfudz, Fauzi MA, Yuliah, Hermawan T, Prastyono, Supriyanto H. 2004.

Sekilas Jati. Penyunting: Parwito D, Donie S. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. hlm 128-146.

Mansur I. 2007. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Simbiosis Mikoriza. Makalah disampaikan dalam Workshop Mikoriza: Kongres Mikoriza Indonesia II “Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukunng Revitalisasi Kehutanan, Pertanian, dan Perkebunan” pada tanggal 17-18 Juli 2007. Bogor.

Marsono, Sigit P. 2002. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan percobaan Jilid I. Ed ke-2. Bogor: IPB Press.

Martawijaya A., I. Kartasujana, K. Kadir, A. Prawira. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan.

Marwan. 2006. Produksi spora CMA Glomus etumicatum dengan menggunakan bahan alami sumber fosfat dan pengaturan kadar. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Bogor: IPB.

Mestika R. 2007. Penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Vermikompos untuk Meningkatkan Pertumbuhan Stek Pucuk Jati Muna (Tectona grandis Linn f.). [Skripsi]. FakultasKehutanan. Bogor: IPB Ndoloma, LO. 2006. Pengembangan Jati Muna. Kendari: Dinas Kehutanan

Provinsi Sulawesi Tenggara.

Nuryati S. 2004. Memanfaatkan Cacing Tanah untuk Hasilkan Pupuk Organik. http://library.usu.ac.id/download/fp/05013941.pdf. [12 Mei 2006].

Pandit IK N, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Rachmawati H, Iriantono D, Hansen CP. Informasi singkat benih Tectona grandis. Linn f. no. 15, Januari 2002. http://www.dfsc.dk/pdf/Seedleaflets /Tectona%20grandis 15_int. pdf. [!5 November 2007].

Restu E. 2006. Seleksi bahan organik untuk meningkatkan pertumbuhan semai jati (Tectona grandis. Linn f.) dan kolonisasi cendawan mikoriza arbuskula lokal. [Skripsi]. FakultasKehutanan. Bogor: IPB

Sana’a. A. 2003. Pengembang Jati Muna dengan Mikoriza. http://www. sinarharapan.com/sh06.html. [23 Juni 2007].


(1)

Lampiran 1 Hasil pengukuran tinggi semai jati

perlakuaan ulangan h0 h13 Riap Kontrol 1 3.20 24.98 20.73

2 2.75 21.43 20.20 3 2.45 21.98 17.46 4 2.65 21.18 18.50 5 2.57 19.87 18.20

Rata-rata 19,02

G. etunicatum 1 2.63 19.55 14.97 2 2.76 20.50 16.20 3 3.00 18.35 20.00 4 2.94 21.22 16.43 5 2.68 18.40 18.38

Rata-rata 17,20

Vermikompos 1 2.88 21.93 17,65 2 3.28 18.32 15.36 3 2.77 18.63 16.66 4 2.70 18.42 19.63 5 2.93 18.25 19.20

Rata-rata 17,65

G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g 1 2.88 18.72 21.78 2 2.70 15.90 18.68 3 1.95 17.10 19.53 4 2.50 21.50 18.53 5 3.10 19.93 17.30

Rata-rata 19,16

G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g 1 2.73 23.47 16.93 2 2.73 22.93 17.74 3 2.86 20.32 15.35 4 3.55 22.05 18.28 5 2.83 21.03 15.73

Rata-rata 16,80

G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g 1 3.13 18.10 19.05

2 2.68 18.88 15.04 3 3.20 23.20 15.87 4 2.40 18.83 15.72 5 2.73 21.10 15.33

Rata-rata 16.19

G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g 1 3.08 20.48 15.84 2 2.82 18.18 13.20 3 2.98 19.64 15.15 4 2.77 22.40 19.00 5 3.03 22.23 16.83


(2)

Lampiran 2 Hasil pengukuran pertumbuhan Diameter

perlakuaan ulangan h0 h13 Riap

Kontrol 1 0.136 0.563 0.427

2 0.149 0.639 0.490 3 0.139 0.642 0.504 4 0.161 0.690 0.529 5 0.127 0.576 0.449

Rata-rata 0,509

G. etunicatum 1 0.133 0.572 0.439 2 0.162 0.581 0.419 3 0.166 0.646 0.480 4 0.149 0.608 0.459 5 0.437 0.633 0.196

Rata-rata 0,481

Vermikompos 1 0.150 0.647 0.497 2 0.140 0.543 0.403 3 0.125 0.581 0.456 4 0.138 0.554 0.415 5 0.146 0.621 0.476

Rata-rata 0,435

G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g 1 0.140 0.590 0.450 2 0.158 0.596 0.438 3 0.183 0.601 0.418 4 0.133 0.556 0.423 5 0.165 0.521 0.355

Rata-rata 0,479

G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g 1 0.105 0.645 0.541 2 0.127 0.624 0.497 3 0.151 0.663 0.512 4 0.129 0.610 0.481 5 0.134 0.646 0.512

Rata-rata 0,398

G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g 1 0.133 0.585 0.452 2 0.142 0.565 0.424 3 0.136 0.738 0.602 4 0.158 0.558 0.400 5 0.119 0.648 0.529

Rata-rata 0,449

G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g 1 0.316 0.633 0.317 2 0.143 0.550 0.407 3 0.146 0.631 0.485 4 0.129 0.619 0.491 5 0.141 0.617 0.477


(3)

Lampiran 3 Hasil pengamatan berat kering akar

perlakuan a b c d k m v

1 3.18 3.85 5.46 5.94 5.11 3.42 5.12 2 3.01 3.27 4.13 4.66 4.04 3.38 3.93 3 2.53 3.73 3.97 4.13 2.62 2.73 3.57 4 3.33 4.06 3.26 2.9 4.03 3.67 4.43 5 5.33 3.46 2.36 4.11 3.08 2.73 4.42 rata-rata 3.48 3.67 3.84 4.35 3.78 3.19 4.29

Lampiran 4 Hasil pengamatan berat kering pucuk

perlakuan a b c d k m v

1 1.92 1.99 2.31 4.34 2.83 3.7 2.82 2 2.49 3 1.69 3.37 3.02 1.95 2.61 3 2.72 3.58 4.2 2.28 3.26 2.21 3.03 4 1.5 2.43 3.03 1.74 2.72 3.24 2.94 5 2.04 2.44 1.83 2.61 1.74 1.77 3.28 rata-rata 2.13 2.69 2.61 2.87 2.71 2.57 2.94

Lampiran 5 Hasil pengamatan berat kering total

perlakuan a b c d k m v

1 5.10 5.84 7.77 10.28 7.94 7.12 7.94 2 5.50 6.27 5.82 8.03 7.06 5.33 6.54 3 5.25 7.31 8.17 6.41 5.88 4.94 6.60 4 4.83 6.49 6.29 4.64 6.75 6.91 7.37 5 7.37 5.90 4.19 6.72 4.82 4.50 7.70 rata-rata 5.61 6.36 6.45 7.22 6.49 5.76 7.23

Lampiran 6 Hasil pengamatan nisbah pucuk akar

perlakuan a b c d k m v

1 1.656 1.935 2.364 1.369 1.806 0.924 1.816 2 1.209 1.090 2.444 1.383 1.338 1.733 1.506 3 0.930 1.042 0.945 1.811 0.804 1.235 1.178 4 2.220 1.671 1.076 1.667 1.482 1.133 1.507 5 2.613 1.418 1.290 1.575 1.770 1.542 1.348 rata-rata 1.73 1.43 1.62 1.56 1.44 1.31 1.47

Lampiran 7 Hasil pengamatan persen infeksi akar

perlakuan a b c d k m v

1 68 48 62 60 36 78 32 2 58 68 66 72 28 70 48 3 76 84 54 68 46 64 26 4 62 44 66 52 30 72 40 5 52 64 56 74 20 44 30 rata-rata 63.20 61.60 60.80 65.20 32.00 65.60 35.20


(4)

Lampiran 8 Hasil pengamatan jumlah spora

Perlakuan a b c d k m v

1 65 33 23 31 38 37 18 2 65 25 29 29 15 24 23 3 78 21 32 18 15 32 20 4 69 61 32 13 17 35 15 5 46 40 54 22 18 26 21 rata-rata 64.60 36.00 34.00 22.60 20.60 30.80 19.40

Lampiran 9 Hasil pengamatan Indeks Kualitas Semai

perlakuan a b c d k m v

1 0.10 0.14 0.19 0.28 0.20 0.21 0.14 2 0.14 0.14 0.15 0.25 0.17 0.13 0.17 3 0.13 0.22 0.23 0.17 0.17 0.14 0.19 4 0.13 0.16 0.16 0.10 0.17 0.16 0.18 5 0.18 0.07 0.13 0.14 0.13 0.12 0.18 rata-rata 0.14 0.15 0.17 0.19 0.17 0.15 0.17

Lampiran 10 Denah rancangan acak percobaan

v31 m21 v54 k51 b34 b54 c45 m42 v21 d15 d33 b14 a12 m44 m52 k55 b22 c25 m41 k43 b15 d52 v55 a24 b41 k45 c31 c23 d14 m11 d35 a45 c52 m12 k21 b21 v32 a51 v14 v11 m22 b33 v23 a44 c24 c44 d23 k11 k54 b13 c22 b12 a43 c51 v51 v34 k12 m43 v53 d51 k35 m53 m32 a11 b25 v45 c41 k44 d22 b35 m23 b23 d13 b32 b44 c15 m13 k13 v12 d34 a25 k52 m45 b31 v24 d32 b24 d54 a41 m51 b55 c11 m55 a32 a42 k14 m14 c34 c54 v43 a23 c42 m31 v25 d41 d55 m24 b45 b53 c53 c14 a35 b11 k53 a52 c21 v44 k23 a55 m54 v35 c55 m33 a21 d12 c43 k15 k22 b42 m15 d11 v33 k42 c12 a54 d24 v13 a14 d42 k34 k33 b43 d25 m25 c35 k24 a22 d21 v15 a33 m34 b52 c32 c13 k32 d31 a15 v41 a31 k31 b51 d45 v42 c33 v22 d43 a13 a53 k41 m35 d53 v52 k25 a34 d44

Keterangan : a = G. etunicatum 13,5 g dan vermikompos 1,5 g b = G. etunicatum 12 g dan vermikompos 3 g c = G. etunicatum 10,5 g dan vermikompos 4,5 g d = G. etunicatum 9 g dan vermikompos 6 g

k = Kontrol

m = G. etunicatum 15 g v = Vermikompos 15 g


(5)

Lampiran 11 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tinggi

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 47,91 7,99 2,71 0,033 Galat 28 82,46 2,95

Total 34 130,37

Lampiran 12 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan diameter

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 0,046 0,008 1,74 0,149 Galat 28 0,124 0,004

Total 34 0,170

Lampiran 13 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering pucuk

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 5.220 0.870 1.16 0.355 Galat 28 20.986 0.749

Total 34 26.206

Lampiran 14 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering akar

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 2.041 0.340 0.62 0.710 Galat 28 15.268 0.545

Total 34 17.310

Lampiran 15 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap berat kering total

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 11.93 1.99 1.20 0.333 Galat 28 46.22 1.65

Total 34 58.15

Lampiran 16 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap nisbah pucuk akar

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 0.567 0.094 0.44 0.848 Galat 28 6.052 0.216

Total 34 6.619

Lampiran 17 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap persen infeksi akar

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 6408 1068 9.32 0.000

Galat 28 3210 115

Total 34 9618

Lampiran 18 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah spora

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 7295 1216 11.86 0.000

Galat 28 2870 102


(6)

Lampiran 19 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap indeks kualitas semai

Sumber Db Jumlah Kuadrat Kuadrad tengah Fhit P-value

Perlakuan 6 0.00972 0.00162 0.86 0.535 Galat 28 0.05264 0.00188