Uji Organoleptik Penggunaan Kitosan sebagai Pengawet Alami terhadap Mutu Daging Ayam Segar selama Penyimpanan Suhu Ruang

25 warna larutan kitosan yang jernih. Hal ini sesuai dengan karakteristik kitosan menurut Suptijah et al. 1992, bahwa mutu kitosan harus meliputi berbagai aspek, yaitu harus berbentuk serpihan atau bubuk dengan nilai kadar air berkisar antara ≤ 10, kadar abu atau mineral umumnya ≤ 2, kadar nitrogen sebesar ≤ 5, derajat deasetilasi ≥ 70, dan larutan kitosan berwarna jernih. Tabel 6 Karakteristik mutu kitosan Karakteristik Mutu Kitosan Mutu Kitosan Bentuk partikel Serbuk Serpihan sampai bubuk Kadar air 9 ≤ 10 Kadar abu 0,21 ≤ 2 Kadar nitrogen 1,33 ≤ 5 Warna larutan Jernih Jernih Derajat deasetilasi 88,66 ≥ 70 Sumber: Rahardiyani 2011 Suptijah et al. 1992 Perlakuan konsentrasi kitosan yang digunakan pada penelitian pengawetan terhadap daging ayam ini antara lain 0,5; 1; dan 1,5 dengan ditambahkan perlakuan kontrol. Perlakuan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi larutan kitosan yang optimal dalam aplikasinya terhadap pengawetan daging ayam segar. Perlakuan kedua yaitu perlakuan lama penyimpanan, yang dilakukan untuk mengetahui proses penurunan mutu daging ayam selama penyimpanan, dan mengetahui masih layak atau tidaknya daging ayam untuk dikonsumsi setelah penyimpanan selama kurang lebih 9 jam. Selama proses penyimpanan daging ayam yang digunakan dalam penelitian diberikan beberapa pengujian, baik pengujian secara subyektif sensori yaitu dengan uji organoleptik sampel, maupun obyektif non sensori, yaitu pengukuran nilai derajat keasaman pH, penghitungan nilai koloni total bakteri atau Total Plate Count TPC, dan analisis proksimat, yaitu uji kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak.

4.1 Uji Organoleptik

Daging ayam, baik tanpa atau dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan, diuji secara organoleptik sebelum dan setiap selang tiga jam sekali selama kurang lebih 9 jam penyimpanan oleh enam orang panelis tetap . Uji organoleptik 26 merupakan suatu metode pengujian yang dilakukan dengan panca indera dalam menilai kualitas dari suatu produk pangan. Penilaian secara indrawi ini memiliki peran penting dalam menilai kualitas produk pangan, salah satunya dapat melihat sampai sejauh mana produk masih layak dikonsumsi, dengan melihat dari perubahan fisik produk itu sendiri. Beberapa parameter yang digunakan dalam uji organoleptik ini antara lain, penampakan, warna, tekstur, bau, dan lendir. Contoh scoresheet penilaian organoleptik daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.1 Penampakan Penampakan merupakan faktor terpenting yang berpengaruh karena faktor inilah yang pertama kali dilihat, dilanjutkan dengan warna, kemudian bau, rasa, dan tekstur Muchtadi 2008. Hasil uji organoleptik daging ayam yang diujikan berkisar antara 1,42-3,92 dengan skala penilaian 1-4 scoresheet Lampiran 2. Hasil uji organoleptik penampakan pada daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Nilai organoleptik penampakan daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang = kontrol; = 0,5; = 1; = 1,5. Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p≤0,05 Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh bahwa dari dua perlakuan yang digunakan perlakuan konsentrasi larutan kitosan dan perlakuan lama penyimpanan, hanya perlakuan lama penyimpanan yang memberikan pengaruh a c b a 27 nyata p≤0,05 terhadap mutu organoleptik penampakan daging ayam. Hasil uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa pada mutu organoleptik penampakan daging ayam berbeda nyata pada penyimpanan jam ke-0 dengan jam ke-6, dan jam ke-9, dan tidak berbeda nyata pada jam ke-0 dan jam ke-3. Semakin lama penyimpanan, maka akan semakin rendah mutu organoleptik penampakan daging ayam. Daging ayam sebelum dilakukan proses penyimpanan masih memiliki penampakan yang masih cerah, mengkilat, dan kenyal, dan bersih tidak ada darah dan tidak berlendir. Perubahan mulai terjadi pada saat penyimpanan jam ke-6, penampakan daging ayam semakin menurun, yaitu agak kusam, lengket, dan lembek. Penyimpanan jam ke-9, daging ayam sudah berlendir. Penurunan mutu penampakan terjadi karena ada keterkaitan dengan jumlah bakteri yang tumbuh dan berkembang pada bahan pangan. Frazier dan Westhoff 1978, menyatakan bahwa bakteri merupakan mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan bahan pangan yang ditandai dengan tingginya aktifitas air pada bahan pangan tersebut. Perlakuan konsentrasi larutan kitosan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mutu organoleptik penampakan daging ayam. Hal ini terlihat dari hasil uji Kruskal-Wallis yang menunjukkan bahwa selama penyimpanan, mutu organoleptik, baik pada daging ayam kontrol maupun daging ayam yang diberi perlakuan larutan kitosan, tidak terjadi perbedaan yang nyata. Penurunan mutu organoleptik penampakan daging ayam relatif sama. Hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan edible coating kitosan pada daging ayam, ternyata belum mampu menghambat perubahan mutu organoleptik penampakannya. Hal ini juga berarti bahwa mutu organoleptik penampakan daging ayam yang diberi perlakuan larutan kitosan 0,5, 1, dan 1,5, selama penyimpanan sama dengan daging ayam kontrol. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap mutu organoleptik penampakan daging ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 10. 4.1.2 Warna Warna merupakan faktor penting dalam penerimaan dan penolakan produk pangan yang akan dikonsumsi dan dapat mempengaruhi kualitas sensori lainnya Francis and Clydesdale 1975 dalam Fletcher 2006. Perubahan warna akan menunjukkan perubahan nilai gizi, sehingga perubahan warna dijadikan indikator 28 tingkat nilai gizi maksimum yang diterima Arpah 2001. Berdasarkan hasil uji organoleptik warna yang dilakukan panelis, daging ayam mempunyai kisaran nilai antara 1,25-3,92 dengan skala penilaian 1-4 scoresheet Lampiran 2. Hasil uji organoleptik warna pada daging ayam dengan dan tanpa perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Nilai organoleptik warna daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang = kontrol; = 0,5; = 1; = 1,5. Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p≤0,05 Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan hanya berpengaruh nyata p≤0,05 pada penyimpanan jam ke-3. Hasil uji Dunn menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam yang diberi edible coating kitosan 1. Hal ini terlihat dari nilai organoleptik warna daging ayam yang diberi perlakuan edible coating kitosan 1 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam kontrol. Perbedaan yang nyata antara daging ayam yang diberi perlakuan kitosan 1 dengan daging ayam kontrol menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan kitosan memberikan hasil organoleptik warna daging ayam yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan penelitian Park et al. 2010 membuktikan bahwa kitosan dengan konsentrasi 0,5 - 1 dan kitosan film, selain dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, juga dapat mengurangi oksidasi lemak, dan menghasilkan uji sensori yang lebih baik, salah satunya dalam mempertahankan a d c b 29 warna merah dalam sampel daging selama penyimpanan. Menurut Kittur et al. 1998, kitosan sebagai edible coating dapat mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk pangan. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, perlakuan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata p≤0,05 terhadap mutu organoleptik warna daging ayam. Hasil uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata terhadap mutu organoleptik warna daging ayam, baik saat penyimpanan jam ke-0, jam ke-3, jam ke-6, dan jam ke-9. Warna daging ayam mengalami perubahan selama penyimpanan. Daging ayam yang terlalu lama disimpan akan semakin kusam. Hal ini sesuai dengan Baèza 2004, bahwa timbulnya perubahan warna daging ayam disebabkan adanya interaksi antara pigmen warna daging ayam dengan oksigen. Daging ayam sebelum dilakukan penyimpanan masih memiliki warna putih kekuningan cerah, tidak pucat, dan tidak gelapkusam. Setelah penyimpanan jam ke-3, warna daging ayam menjadi putih kekuningan agak kusam. Penyimpanan jam ke-6, daging ayam menjadi putih agak kusam dan pucat. Penyimpanan jam ke-9, warna daging ayam semakin kusam, tidak terlalu mengkilat, dan pucat. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Darmadji dan Izumimoto 1996 yang menunjukkan bahwa penurunan mutu warna daging sapi terjadi seiring dengan lama penyimpanan. Semakin lama penyimpanan, maka daya ikat air pada daging akan semakin menurun dan akan mengakibatkan terjadinya drip loss sehingga dapat menurunkan kecerahan warna pada daging sapi. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap mutu organoleptik warna daging ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 10. 4.1.3 Bau Bau merupakan salah satu indikator pembusukan yang dapat mempengaruhi penerimaan dan penolakan produk pangan Mead 2004. Bau suatu makanan banyak menentukan rasa enak dari makanan itu sendiri karena dengan indera penciuman, manusia mengenal enak atau tidaknya suatu makanan yang belum dilihat hanya dengan mencium bau makanan tersebut dari jauh Soekarto 1985. Berdasarkan hasil uji organoleptik bau yang dilakukan panelis, daging ayam yang diujikan mempunyai kisaran nilai 1,17-3,92 dengan skala 30 penilaian 1-4 scoresheet Lampiran 2. Hasil uji organoleptik bau pada daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Nilai organoleptik bau daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang = kontrol; = 0,5; = 1; = 1,5. Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p≤0,05 Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata p ≤0,05 terhadap mutu organoleptik bau daging ayam hanya pada saat penyimpanan jam ke-6 dan penyimpanan jam ke-9. Hasil uji lanjut Dunn terhadap mutu bau daging ayam, pada penyimpanan jam ke-3, mengalami perbedaan yang nyata antara bau daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1, sedangkan pada saat penyimpanan jam ke-6, terjadi perbedaan yang nyata antara bau daging ayam kontrol, baik dengan daging ayam perlakuan edible coating 0,5, 1 dan 1,5. Perlakuan edible coating kitosan mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap mutu bau daging ayam. Hal ini sesuai dengan penelitian Suryaningsih 2011 yang menunjukkan bahwa pelapisan kitosan 2 dan 3 memberikan pengaruh yang lebih efektif dalam meningkatkan kesukaan panelis terhadap bau daging sapi. Hal ini dikarenakan kitosan sebagai edible coating memiliki kemampuan menghambat keluarnya senyawa volatil yang menyebabkan timbulnya bau yang tidak diinginkan pada daging. a c b a 31 Mutu organoleptik bau daging ayam pada penyimpanan jam ke-6, mengalami perbedaan yang nyata juga pada daging ayam perlakuan edible coating kitosan 0,5 dan 1,5, dan tidak berbeda nyata antara daging ayam perlakuan edible coating 0,5 dan 1,5. Hal ini dapat diketahui bahwa dengan adanya penambahan edible coating kitosan 0,5 sudah cukup mampu untuk menghambat timbulnya senyawa volatil penyebab bau yang tidak diinginkan pada daging ayam. Perlakuan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata p≤0,05 terhadap mutu organoleptik bau daging ayam. Berdasarkan hasil uji lanjut Dunn, terjadi perbedaan yang nyata antara nilai mutu organoleptik bau daging ayam pada saat penyimpanan jam ke-0, jam ke-6, dan jam ke-9. Bau daging ayam sebelum dilakukan penyimpanan masih memiliki bau yang sangat segar. Setelah dilakukan penyimpanan, bau daging ayam akan semakin berubah. Seiring dengan lamanya penyimpanan yang dilakukan, bau daging ayam akan semakin menurun. Semakin lama daging ayam disimpan maka lambat laun bau yang dihasilkan akan mendekati netral, hingga mencapai bau yang sangat busuk. Berdasarkan Mead 2004, bau daging ayam yang semakin menurun disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri pada daging yang menyebabkan terurainya protein menjadi senyawa-senyawa volatil yang menghasilkan bau busuk karena produksi sulfur, hidrogen sulfida H 2 S, amoniak NH 3 , metal merkaptan, dimetil sulfida, dan dimetil disulfida. Tingginya jumlah bakteri juga mengakibatkan degradasi lemak yang dapat merusak mutu daging ayam, salah satunya bau daging ayam itu sendiri. Terjadinya degradasi lemak akibat pertumbuhan mikroba dapat membentuk bau yang tengik atau busuk Baèza 2004. Bau busuk pada bahan pangan disebabkan oleh aktifitas golongan bakteri koliform dan beberapa spesies bakteri yang bersifat putrefactive pembuat busuk, diantaranya Clostridium dan Pseudomonas Frazier dan Westhoff 1978. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap mutu organoleptik bau daging ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 10. 4.1.4 Tekstur Tekstur merupakan faktor terakhir yang lihat oleh konsumen setelah penampakan, warna, bau, dan rasa dari suatu makanan Muchtadi 2008. Tekstur bisa dikatakan sebagai penentu terakhir dari suatu penilaian bahan makanan. 32 Ketika tekstur dalam keadaan yang tidak baik, maka suatu makanan dapat ditolak atau tidak jadi dikonsumsi. Berdasarkan hasil uji organoleptik tekstur, daging ayam yang diujikan mempunyai kisaran nilai organoleptik tekstur antara 1,33-4,00 dengan skala penilaian 1-4 scoresheet Lampiran 2. Hasil uji organoleptik tekstur pada daging ayam dengan perlakuan konsentrasi larutan kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Nilai organoleptik tekstur daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang = kontrol; = 0,5; = 1; = 1,5. Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p≤0,05 Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, dari dua perlakuan yang digunakan perlakuan konsentrasi larutan kitosan dan perlakuan lama penyimpanan, yang memberikan memberikan pengaruh nyata p≤0,05 terhadap mutu organoleptik tekstur daging ayam hanya perlakuan lama penyimpanan. Hasil uji lanjut Dunn, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata pada mutu organoleptik tekstur daging ayam antara penyimpanan jam ke-0 dengan tekstur daging ayam pada penyimpanan jam ke-6, maupun jam ke-9. Semakin lama penyimpanan yang dilakukan akan menyebabkan kadar air pada bahan pangan juga semakin meningkat Winarno 1997 sehingga menyebabkan tekstur bahan pangan semakin lembek. Tekstur daging ayam sebelum dilakukan proses penyimpanan masih dalam keadaan padat dan elastis jika ditekan jari. Seiring dengan lamanya penyimpanan, tekstur daging ayam a c b a 33 semakin menurun, yaitu menjadi semakin lunak dan tidak lagi elastis seperti awal penyimpanan. Tingginya kadar air daging ayam dapat menyebabkan semakin tingginya pertumbuhan dan perkembangan bakteri, serta degradasi protein yang dapat mengakibatkan pelepasan air pada daging, meningkat Winarno 1997, sehingga terjadi perubahan fisik berupa menurunnya tingkat konsistensi suatu bahan pangan, yang ditandai dengan semakin lunak dan berairnya bahan pangan tersebut Peranginangin et al. 1999. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, pemberian edible coating kitosan pada daging ayam ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap mutu organoleptik teksturnya. Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun dengan adanya perlakuan larutan kitosan, penurunan mutu organoleptik tekstur belum mampu dihambat, sehingga dapat dikatakan bahwa mutu organoleptik tekstur pada daging ayam yang diberi perlakuan larutan kitosan sama dengan daging ayam kontrol. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap mutu organoleptik tekstur daging ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 10. 4.1.5 Lendir Lendir merupakan salah satu indikator terjadi kemunduran mutu suatu produk pangan karena disebabkan oleh adanya pertumbuhan dan aktivitas mikroba Arpah 2001. Berdasarkan hasil uji organoleptik yang dilakukan panelis, daging ayam yang diujikan mempunyai kisaran nilai antara 1,25-4,00 dengan skala penilaian 1-4 scoresheet Lampiran 2. Hasil uji organoleptik lendir pada daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 8. Tingginya nilai organoleptik lendir menunjukkan bahwa lendir yang terlihat pada daging ayam sedikit. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi larutan kitosan memberikan pengaruh nyata terhadap mutu organoleptik lendir daging ayam pada saat penyimpanan jam ke-6 dan jam ke-9. Hasil uji lanjut Dunn menunjukkan bahwa, pada saat penyimpanan jam ke-6, terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging ayam perlakuan edible coating kitosan 1, sedangkan pada spenyimpanan jam ke-9, terjadi perbedaan yang nyata antara daging ayam kontrol dengan daging 34 ayam perlakuan edible coating 1 dan 1,5. Pemberian perlakuan edible coating kitosan mampu memberikan pengaruh yang baik terhadap penghambatan terbentuknya lendir pada daging ayam. Gambar 8 Nilai organoleptik lendir daging ayam dengan perlakuan konsentrasi kitosan pada penyimpanan suhu ruang = kontrol; = 0,5; = 1; = 1,5. Keterangan: Huruf-huruf pada diagram batang yang berbeda a,b,c,d menunjukkan berbeda nyata p≤0,05 Perlakuan lama penyimpanan juga memberikan pengaruh nyata p≤0,05 terhadap mutu organoleptik lendir daging ayam. Hasil uji lanjut Dunn, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang nyata antara mutu organoleptik daging ayam saat penyimpanan jam ke-0 dengan jam ke-6, dan jam ke-9. Semakin lama penyimpanan mengakibatkan semakin menurunnya mutu daging ayam, salah satunya ditandai dengan adanya lendir pada daging ayam. Lendir yang dihasilkan pada daging ayam sebelum dilakukan proses penyimpanan masih sedikit, tipis, transparan, jernih, dan mengkilat. Setelah dilakukan penyimpanan selama 6 jam, mulai terjadi peningkatan dan penggumpalan lendir, dan lendir pada permukaan daging ayam berubah menjadi keruh dan berwarna kuning kecoklatan. Terbentuknya lendir disebabkan oleh semakin tingginya jumlah bakteri yang tumbuh dan berkembang dalam daging ayam. Semakin tinggi jumlah bakteri yang tumbuh dan berkembang akan menghasilkan lendir semakin banyak Raharjo dan Santosa 2005. Bakteri yang dapat menstimulasi pembentukan lendir slime forming bacteria adalah bakteri kontaminasi yang umumnya bersifat aerobik, antara lain Pseudomonas, Alcaligenes, Lactobacillus, Streptococcus, dan a c b a 35 koliform Frazier dan Westhoff 1978. Nilai rata-rata dan hasil uji statistika pengaruh larutan kitosan terhadap mutu organoleptik lendir daging ayam dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 10.

4.2 Nilai Derajat Keasaman pH