LATAR BELAKANG Evaluasi Kemampuan Lactobacillus rhamnosus R21 Asal Air Susu Ibu untuk Berkompetisi dengan Salmonella Typhimurium selama Rekonstitusi Susu Formula Bayi

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Air susu ibu ASI adalah asupan yang paling ideal untuk bayi. Rekomendasi WHO menyebutkan bahwa bayi seharusnya mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama hidupnya. Hal ini disebabkan ASI mengandung semua nutrisi yang diperlukan oleh bayi untuk dapat tumbuh sehat dan berkembang secara optimal WHO-UNICEF 2003. Namun, terkadang ada beberapa alasan yang menyebabkan bayi tidak dapat memperoleh ASI. Alasan tersebut antara lain, ibu menderita HIV positif atau penyakit serius lainnya yang mengharuskannya menjalani pengobatan intensif sehingga tidak disarankan untuk menyusui, ibu memutuskan untuk tidak menyusui bayinya, atau karena kuantitas ASI kurang mencukupi kebutuhan bayi WHO 2007. Bayi yang tidak memperoleh ASI membutuhkan substitusi ASI yang tepat sehingga tetap dapat terpenuhi kebutuhan nutrisinya. Saat ini, pengganti ASI yang umum digunakan adalah susu formula bayi. Selain sebagai sumber nutrisi, ASI juga merupakan sumber bakteri menguntungkan yang dibutuhkan oleh bayi atau yang dikenal dengan istilah probiotik. Probiotik didefinisikan sebagai bakteri bermanfaat yang hidup di usus manusia bersama mikloflora usus lainnya. Bakteri ini berperan dalam mengolonisasi usus bayi dan mencegah penetrasi bakteri patogen. Untuk dapat disebut probiotik, spesies bakteri tertentu harus terbukti secara ilmiah mampu memberikan manfaat fisiologis, diisolasi dari manusia, aman untuk dikonsumsi, dan mampu menempel pada membran mukosa usus Morelli 2007. Probiotik yang paling umum dimanfaatkan adalah bakteri asam laktat BAL genus Lactobacillus dan Bifidobacterium Servin 2004; Candela et al. 2008. Genus Lactobacillus memiliki ciri-ciri gram positif, tidak berspora, fakultatif anaerob, berbentuk batang, katalase dan sitokrom negatif, tahan asam, serta membutuhkan media kaya nutrisi untuk tumbuh Axelsson et al. 2004. Selain itu, probiotik ini dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen, salah satunya Salmonella Typhimurium Nousiainen et al. 2003. Hartanti 2007 dan Nuraida et al. 2007 telah mengidentifikasi sejumlah BAL yang diisolasi dari ASI dan salah satu diantaranya yang berpotensi sebagai probiotik, yaitu Lactobacillus rhamnosus isolat R21 L. rhamnosus R21. L. rhamnosus R21 merupakan BAL fakultatif anaerob yang memproduksi L + asam laktat pada kondisi anaerob. L. rhamnosus R21 memiliki ketahanan yang baik pada kondisi asam pH 2 dan tahan garam empedu 0.5. Bakteri tersebut juga memiliki ketahanan yang baik terhadap proses pengeringan beku dan rekonstitusi pada suhu 70 o C Saputra 2012. Secara in vitro, L. rhamnosus R21 memiliki daya hambat yang besar terhadap Bacillus cereus, Escherichia coli, Salmonella Typhimurium, dan Staphylococcus aureus Hartanti 2007; Nuraida et al. 2007. L. rhamnosus R21 juga dapat menurunkan jumlah bakteri Listeria monocytogenes sebesar 4.7 log Rohmawati 2010. Saat ini, susu formula dikembangkan sebagai produk yang mengandung probiotik. Penambahan probiotik ke dalam susu formula dimaksudkan untuk membantu mengolonisasi usus bayi yang tidak mendapatkan ASI. Bakteri probiotik umumnya ditambahkan ke dalam susu formula dalam bentuk bubuk dan diproduksi melalui spray drying Desmond et al. 2001 ataupun freeze drying Picot et al. 2003; de Giulio et al. 2005. Di sisi lain, susu formula bukanlah produk steril seperti halnya ASI. Teknologi yang ada saat ini tidak memungkinkan dihasilkannya susu formula bayi yang steril. Teknik sterilisasi yang mungkin dapat dilakukan pada produk akhir dimana susu formula sudah berbentuk bubuk kering hanyalah teknik iradiasi. Akan tetapi, teknik ini menimbulkan efek samping yaitu penyimpangan organoleptik 2 pada produk akhir FAO-WHO 2004. Oleh karena itu, susu formula bayi beresiko terkontaminasi oleh mikroba patogen baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Berdasarkan pertemuan para ahli WHO dan FAO yang diselenggarakan pada tahun 2004 dan 2006, Cronobacter sakazakii dan Salmonella enterica khususnya S. enterica subsp. enterica serovar Typhimurium Salmonella Typhimurium terbukti secara mikrobiologi dan epidemologi sebagai bakteri yang berpotensi mengontaminasi susu formula dan menginfeksi bayi. Salmonella merupakan genus bakteri dari famili Enterobacteriaceae yang menyebabkan banyak kasus salmonellosis pada bayi. S. Typhimurium merupakan salah satu dari ribuan serovar genus Salmonella yang ada Lin dan Cheng 2007. S. Typhimurium berbentuk batang pendek, gram negatif, bersifat fakultatif anaerob, dan mampu beradaptasi pada situasi asam Bell dan Kyriakides 2002. Dalam genus Salmonella, S. Typhimurium adalah serovar yang paling umum menyebabkan kasus salmonellosis pada bayi Jones et al. 2006. Kasus salmonellosis pada kelompok usia bayi lebih beresiko tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya FAO-WHO 2006. Di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa pada tahun 2002 terdapat kasus salmonellosis sebanyak 139 per 100.000 bayi. Nilai ini setara dengan sekitar delapan kali rasio kasus salmonellosis pada umumnya 16 per 100.000 individu CDC 2002. Setidaknya sebanyak 6 outbreaks salmonellosis terkait susu formula bayi tercatat sejak 1995, terjadi di Kanada, Perancis, Korea, Spanyol, Inggris, dan Amerika Serikat WHOFAO 2006. Kasus terbaru adalah outbreak S. agona yang terjadi di Perancis pada tahun 2005 dengan jumlah korban 141 bayi berusia kurang dari 12 bulan FAO-WHO 2007. Pertumbuhan bakteri kontaminan pada susu formula dapat dihambat dengan adanya BAL probiotik. Sebelumnya telah dilakukan penelitian yang mengevaluasi kemampuan BAL probiotik asal ASI L. rhamnosus R21 untuk berkompetisi dengan bakteri kontaminan pada susu formula rekonstitusi, yaitu C. sakazakii. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanti 2012 menyebutkan bahwa campuran L. rhamnosus R21dan L. rhamnosus R25 kurang efektif menghambat C. sakazakii pada suhu rekonstitusi 50, 60, maupun 70 o C selama 8 jam hang time. Namun, penelitian Saputra 2012 membuktikan bahwa kultur tunggal L. rhamnosus R21 mampu menghambat pertumbuhan C. sakazakii YR c3a pada susu formula rekonstitusi sebanyak 1.26 dan 1.05 log CFUmL pada suhu rekonstitusi 60 dan 70 o C. Kemampuan L. rhamnosus R21 untuk menghambat C. sakazakii disebabkan oleh kemampuannya menghasilkan komponen antimikroba. Hal tersebut mendasari hipotesis bahwa L. rhamnosus R21 juga dapat menghambat bakteri patogen lain yang mengontaminasi susu formula selama rekonstitusi, salah satunya S. Typhimurium. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan L. rhamnosus R21 untuk berkompetisi dengan S. Typhimurium pada susu formula rekonstitusi selama 8 jam hang time.

B. TUJUAN PENELITIAN