3.29 5 Identifikasi morfometri karakteristik dan ekstraksi komponen bioaktif daging kelelawar di Sulawesi
Maharadatunkamsi, Maryanto I. 2002. Morpholical variation of the three species fruit bat genus megaerops from Indonesia with its new distribution record.
Treubia 321:63-85. Maryanto I, Mohamad Y. 2003. A new spesies of Rousettus Chiroptera :
Pteropodidae from Lore Lindu, Central Sulawesi. Mammal Study 28:111- 120.
Mickleburgh S, Waylen K, Racey P. 2008. Bat as bushmeat: a global review. Oryx 433:217-234.
Mohd-Azlan J, Zubaid A, Kunz TH. 2001. The distribution, relative abundance, and conservation status of the large flying fox, Pteropus vampyrus, in
Peninsular Malaysia: a preliminary assessment. Acta Chiropt 3:149-162. Riley J. 2002. Mammal survey on the Sangihe and Talaud Island, Indonesia and
the impact of hunting and habitat loss. Oryx 36:288-296 Suyanto A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Seri panduan lapangan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi-LIPI. Bogor. Wiles GJ, Engbring J, Otobed D, 1997. Abudance, biology, and human
exploitation of bat in the Pulau Islands. J Zool 241 :203-227
PRODUKSI KARKAS DAN DAGING KELELAWAR PEMAKAN BUAH DI SULAWESI
Abstrak
TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Produksi Karkas dan Daging Kelelawar Pemakan Buah. Dibimbing oleh RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI,
PURWANTININGSIH SUGITA, dan WASMEN MANALU
Penelitian ini dilakukan di Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah pada bulan Maret sampai Oktober 2011. Tujuan penelitian ialah untuk
mengetahui potensi kelelawar pemakan buah sebagai sumber daging. Materi yang digunakan adalah enam jenis kelelawar, yaitu Acerodon celebensis, Nyctimene
cephalotes, Pteropus alecto, Rousettus amplexicaudatus, dan Thoopterus sp.Variabel yang diamati adalah bobot hidup, bobot karkas, bobot nonkarkas,
bobot tulang, bobot daging, bobot lemak, dan kulit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi karkas Acerodon celebensis di dua lokasi adalah 51.9-56.04 dan
produksi daging 54,81-56.92. Produksi karkas Pteropus alecto tertinggi dan terendah di empat lokasi adalah 54.49-56.55 dan produksi daging 45.37-
54.03. Produksi karkas Nyctimene cephalotes adalah 61.58 dan produksi daging 50.27. Produksi karkas Rousettus amplexicaudatus 55.65 dan produksi
daging 51.67. Produksi karkas dari kedua marga Thoopterus sp adalah 49.29- 64.07 dan produksi daging 51.41-51.86.
Kata kunci : produksi karkas, daging, kelelawar pemakan buah.
Abstract
TILTJE ANDRETHA RANSALELEH. Carcass and Meat Production of Fruit Bats in Celebes. Under direction of RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI,
PURWANTININGSIH SUGITA, and WASMEN MANALU
The research was conducted in North Sulawesi, Gorontalo, and Central Sulawesi in March until October 2011. The purpose of this study was to determine
the potential of fruit bats as a source of meat. The materials used were six species of bats, namely Acerodon celebensis, Nyctimene cephalotes, Pteropus Alecto,
Rousettus amplexicaudatus, and Thoopterus sp. Variables measured were body weight, carcass weight, non carcass weight, the bone weight, meat weight, fat
weight, and skin weight. The results showed that the production of Acerodon celebensis carcasses at two sites was 51.9-56.04, meat production was 54,81-
56.92. The lowest and the highest Pteropus Alecto carcass production in four locations were 54.49-56.55, meat production were 45.37-54.03. Carcass
production of Nyctimene cephalotes was 61.58, meat production was 50.27. Production of Rousettus amplexicaudatus carcass was 55.65, meat production
was 51.61. Carcass production of both genera Thoopterus sp ranged from 49.29 to 64.07, meat production ranged from 51.41 to51.86.
Keywords : carcasses production, meat, fruit bats.
Pendahuluan
Hasil identifikasi berdasarkan morfometri, diperoleh 5 spesies kelelawar pemakan buah yang dikonsumsi di Sulawesi Utara, yaitu P. alecto, A. celebensis,
N. cephalotes, R. amplexicaudattus, dan T. nigrescens. Walaupun belum ada data jumlah konsumsi daging kelelawar per tahun, sumbangsih daging kelelawar dalam
pemenuhan konsumsi daging dan asupan zat gizi cukup berarti. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap hari kelelawar dalam bentuk hidup dan mati serta
kelelawar olahan yang dikenal dengan paniki bisa ditemukan di pasar tradisional, swalayan, dan tempat penjual makanan tradisional sebagai pangan eksotik.
Bahkan pada hari-hari tertentu, seperti natal, tahun baru, hari ulang tahun perkawinan, dan pengucapan syukur karena berhasil dalam pertanian, kelelawar
olahan dijadikan menu spesial bagi keluarga. Hasil survei di pasar tradisional Tomohon dan Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara, pada Maret 2011,
menunjukkan bahwa rata-rata penjualan kelelawar setiap hari adalah 50 kg, sedangkan berdasarkan survei dan wawancara langsung dengan masyarakat
penjual kelelawar di Pasar Bersehati Manado pada Oktober 2011 diperoleh informasi bahwa setiap harinya daging kelelawar yang terjual adalah 30-50 kg.
Dengan demikian, setiap harinya kelelawar menyumbang penyediaan daging yang setara dengan 80-100 kg. Kelelawar pemakan buah, sebagai alternatif penghasil
daging, kaya akan mineral yang esensial bagi tubuh Lee 2000b, Riley 2002, Lee et al. 2005, Jenkins Racey 2008, Mickleburgh et al. 2008, Afolabi et al. 2009.
Melihat minat masyarakat Minahasa dan Manado terhadap daging kelelawar dan sumbangsih daging kelelawar terhadap pemenuhan konsumsi
daging di luar ternak konvensional, maka perlu dipikirkan produktivitas karkas dan ketersediaannya. Produktivitas berhubungan dengan komposisi karkas yang
meliputi tulang, daging, dan lemak yang dihasilkan, sedangkan komposisi karkas berhubungan dengan bobot badan Aberle et al. 2001. Sampai saat ini, informasi
tentang produksi karkas dan daging kelelawar belum tersedia secara ilmiah karena kelelawar merupakan satwa liar yang belum ada penanganannya sehingga
pengukuran produktivitasnya belum diperhatikan. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pertumbuhan dan produksi
daging kelelawar berdasarkan bobot hidup dan bobot karkas. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi informasi tentang pendugaan bobot karkas dan nonkarkas berdasarkan bobot hidup, serta pendugaan bobot komponen karkas
berdasarkan bobot karkas yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan pegembangan potensi kelelawar sebagai satwa harapan sumber daging yang ketersediaannya
kontinu melalui budi daya.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah Manado dan Pakuure Sulawesi Utara, Lamaya Gorontalo, serta Matialemba, Peonea, dan Kolono Sulawesi Tengah
Pengambilan data potongan karkas dan nonkarkas kelelawar pemakan buah dilakukan di Labaratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Sam Ratulangi untuk kelelawar yang berasal dari Pasar Manado, sedangkan yang lainnya dilakukan di lokasi masing-masing. Lama penelitian
enam bulan dimulai dari Maret sampai Oktober 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan enam jenis kelelawar dari enam lokasi, yaitu A. celebensis dari Lamaya sebanyak 7 ekor dengan kisaran bobot badan 300.90-
395.80 g, dan dari Kolono sebanyak 11 ekor dengan kisaran bobot badan 274.40- 533.90 g. N. cephalotes dari Pakuure sebanyak 8 ekor dengan kisaran bobot badan
43.14-60 g. P. alecto dari pasar Bersehati sebanyak 15 ekor dengan kisaran bobot badan 450-545 g, Lamaya sebanyak 7 ekor dengan kisaran bobot badan 333.60 -
600 g, Matialemba sebanyak 7 ekor dengan kisaran bobot badan 719-779 g, dan Kolono sebanyak 7 ekor dengan kisaran bobot badan 325
–795 g. R. amplexicaudatus dari Peonea sebanyak 8 ekor dengan kisaran bobot badan 58.50-
149.60 g. Thoopterus sp dari Pakuure yang terdiri atas T. nigrescens sebanyak 9 ekor dengan kisaran bobot badan 59
–156.50 g, Thoopterus sp 2 sebanyak 5 ekor dengan kisaran bobot badan 22.50
–39.30 g. Peralatan dan bahan yang digunakan adalah kompas, GPS Global Position System, jaring kabut, senter, kain blacu,
timbangan, kamera, alkohol, kapas, kandang penampungan dalam bentuk ram kawat, gunting, silet, pisau, timbangan digital kapasitas 1000 g, juga seperangkat
alat untuk keamanan diri.
Metode Penelitian
Kelelawar yang berasal dari Pasar Bersehati Manado telah mengalami transportasi dari asalnya selama satu minggu dan sudah dikandangkan selama dua
hari. Selama transportasi, kelelawar diberikan pakan berupa pepaya dan pisang sehari sekali, sedangkan kelelawar yang ditangkap di lima lokasi, sebelum
dilakukan pengukuran bobot, dimasukkan ke dalam kandang selama semalam. Sebelum disembelih, masing-masing kelelawar ditimbang untuk mengetahui
bobot hidupnya. Kelelawar yang sudah mati kemudian dibakar bulunya menggunakan kompor gas.
Penyembelihan dilakukan dengan pemotongan kedua sayap mulai dari lengan atas sampai betis, dan bagian leher sehingga kulit, otot, vena jugolaris, dan
eshopagus terpotong sempurna. Pengeluaran isi rongga perut dan rongga dada dilakukan dengan menyayat dinding abdomen sampai dada. Batasan karkas dan
nonkarkas yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti batasan ternak konvensional, yaitu karkas terdiri atas tulang, daging, dan lemak. Pada penelitian
ini, kulit dipisahkan dengan lemak dan dimasukkan ke dalam komponen karkas karena daging kelelawar yang dikonsumsi tidak dikuliti. Yang termasuk dalam
definisi kulit dalam penelitian ini adalah kulit beserta lemak di bawah kulit atau lemak subkutan, sedangkan lemak adalah lemak tubuh tanpa lemak di bawah
kulit atau lemak intramuskuler. Komponen nonkarkas adalah rongga dada dan rongga perut yang terdiri
atas paru-paru, hati, ginjal, limfa, dan usus. Pengukuran bobot badan dilakukan dengan penimbangan sebelum penyembelihan g. Bobot karkas panas dihitung
dengan mengurangi bobot badan dengan bobot kepala, sayap, rongga perut, dan rongga dada g. Persentase karkas panas dihitung dengan perbandingan bobot
karkas panas dengan bobot badan dikalikan seratus persen . Persentase daging adalah perbandingan antara bobot daging dan bobot karkas dikalikan seratus
persen . Persentase tulang adalah perbandingan antara bobot tulang dengan bobot karkas dikalikan seratus persen . Persentase lemak adalah perbandingan
antara bobot lemak dan bobot karkas dikalikan seratus persen . Persentase kulit adalah perbandingan antara bobot kulit dengan bobot karkas dikalikan
seratus persen . Persentase nonkarkas adalah perbandingan antara bobot