Aureus Metode Hitungan Cawan Sebar BSN 2008
Zaika LL.1988. Spices and herb: their antimicrobial activity and its determination. J Food Safety 9: 97-118.
Zottola EA, Sasahara KC.1994. Microbial biofilm in the food processing industry. Intl J Food Microbiol 23 :125-148.
PEMBAHASAN UMUM
Pangan adalah bahan yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau pembuatan makanan
atau minuman UU No.7 1996. Fungsi pangan adalah sebagai asupan zat gizi untuk keberlangsungan hidup, pemuas sensori seperti citarasa dan tekstur, dan
secara fisiologis menjadi regulasi bioritme sistem saraf, sistem imun, dan pertahanan tubuh Yamada et al. 2008.
Besarnya tingkat kesadaran masyarakat tentang kesehatan dewasa ini menyebabkan pangan yang diminati sebagian konsumen memiliki kombinasi nilai
gizi yang baik dan fungsi fisiologis untuk kesehatan dan kebugaran tubuh, yang dikenal sebagai pangan fungsional Gibson Williams 2000. Definisi pangan
fungsional dari setiap negara berbeda-beda karena perbedaan dalam jenis makanan. Jepang adalah negara yang pertama kali mendefinisikan pangan
fungsional, yaitu pangan olahan bergizi yang juga mengandung bahan atau unsur yang berperan untuk membantu fungsi tubuh tertentu Gibson Williams 2000.
Dewan informasi makanan internasional The International Food Information Council, IFIC 2011 mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang
menguntungkan bagi kesehatan, selain fungsinya sebagai sumber zat gizi dasar. Asosiasi ahli gizi Amerika The America Dietetic Association, ADA 2009
mendefinisikan pangan fungsional sebagai serangkaian pangan meliputi produk segar atau produk olahan yang diperkaya dan ditingkatkan mutunya sehingga
menguntungkan bagi kesehatan dan mengurangi risiko penyakit pada konsumen. Definisi pangan fungsional menurut UU No. 7 1996 dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia BPOM 2011 adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah
mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi kesehatan, dengan kriteria memenuhi standar mutu dan
persyaratan keamanan, memiliki karakteristik warna, tekstur, dan cita rasa yang dapat diterima konsumen.
Klasifikasi pangan fungsional menurut departemen kesehatan Jepang antara lain produk daging dan susu, dan golongan komponen yang dapat
meningkatkan kesehatan, antara lain asam amino, vitamin, mineral, asam lemak tak jenuh ganda, dan phytochemicals Gibson Williams 2000. BPOM 2011
menyatakan bahwa suatu pangan dapat dikategorikan menjadi pangan fungsional jika memiliki syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu merupakan makanan atau
minuman, bukan kapsul, tablet, atau serbuk yang mengandung senyawa bioaktif tertentu, berasal dari bahan alami, harus merupakan bahan yang dikonsumsi dari
bagian diet sehari-hari, memiliki fungsi tertentu setelah dikonsumsi. Kelelawar yang disebut dengan paniki adalah jenis pangan hasil olahan
tradisional yang disukai oleh sebagian masyarakat di Sulawesi Utara sebagai sumber zat gizi, juga sebagian masyarakat percaya dapat menyehatkan dan dapat
meningkatkan staminakebugaran. Berdasarkan pada definisi, klasifikasi dan persyaratan pangan fungsional tersebut di atas, maka daging kelelawar memiliki
potensi sebagai pangan fungsional karena hasil penelitian pendahuluan melalui uji fitokimia yang merupakan skrining awal terbukti bahwa kulit dan lemak di bawah
kulit, serta hati kelelawar memiliki senyawa golongan steroid. Uji fitokimia terhadap kombinasi daging, lemak, dan kulit dari beberapa jenis kelelawar
menunjukkan bahwa N. cephalotes, P. alecto, dan T. nigrescens positif mengandung senyawa steroid dan senyawa alkaloid, sedangkan A. celebensis, P.
alecto, R. amplexicaudatus, dan Thoopterus sp positif mengandung senyawa steroid. Uji fitokimia terhadap bumbu masak yang digunakan dalam pengolahan
daging kelelawar positif mengandung triterpenoid dan flavonoid. Hasil karakterisasi senyawa aktif pada ekstrak n-heksana daging P. alecto menunjukkan
adanya senyawa yang mempunyai kemiripan dengan struktur molekul senyawa steroid golongan estron, steroid golongan androstan, alkaloid golongan piridin-
piperidin, dan alkaloid heterosiklik golongan imidazol. Estron adalah jenis estrogen yang menyebabkan perkembangan seks sekunder pada wanita, seperti
pembentukan buah dada, dan androstan merupakan hormon seks jantan kelompok androgen menghasilkan ciri seks kejantanan seperti perubahan suara,
pertumbuhan bulu dan janggut pada remaja pria Wilbraham et al. 1992, Hart et al. 2003. Alkaloid golongan piridin-piperidin mempunyai kemiripan dengan
senyawa kitotifen yang diusulkan sebagai obat asma, alergi kulit, anafilaksis, dan rinitis karena berfungsi sebagai senyawa pemblokir reseptor histamin H1 dan
pelepasan mediator inflamasi PubChem, drug bank. Alkaloid heterosiklik golongan imidazol banyak digunakan untuk pengobatan mata, juga untuk
peningkatan sirkulasi darah Santos Moreno 2004. Adanya kemiripan senyawa steroid dan alkaloid pada daging kelelawar, juga senyawa flavonoid yang terdapat
dalam bumbu-bumbu yang digunakan pada pengolahan daging kelelawar menjadikan daging kelelawar olahan sebagai pangan yang berpotensi sebagai
bahan pangan fungsional, namun adanya steroid golongan estron dan adrostan pada daging kelelawar disarankan untuk dikonsumsi secara bijaksana karena
kelebihan asupan adrogen dapat menyebabkan virilisasi pada wanita dan kelebihan asupan estrogen dapat menyebabkan sifat kewanitaan pada pria,
walaupun belum diketahui kandungannya. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengolah dan mengkonsumsi daging kelelawar berdasarkan jenis kelamin.
Terdeteksinya senyawa estron diduga berasal dari P. alecto betina, dan senyawa androstan berasal dari P. alecto jantan, karena dalam penelitian ini jantan dan
betina tidak dipisahkan. Selain keberadaan komponen aktif, daging kelelawar mempunyai
komposisi asam-asam lemak, asam amino baik jumlah dan jenisnya yang cukup lengkap, juga kandungan kalsium Ca dan fosfor P yang tinggi. Tingginya
keberadaan Ca dan P pada daging kelelawar menjadikan daging kelelawar sebagai sumber mineral yang dapat diandalkan bagi tubuh, karena kalsium berperan
penting dalam mengatur fungsi sel, seperti pembentukan dan pemecahan asetilkolin yaitu zat kimia penghantar saraf neotransmiter, relaksi dan kontraksi
otot, dan menjaga permebialitas membran sel. Kalsium mengatur kerja hormon dan faktor pertumbuhan. Kekurangan Ca pada masa pertumbuhan akan
menyebabkan pertumbuhan terganggu, sedangkan pada usia lanjut menyebabkan osteoporosis, dan osteomalasia riketsia pada orang dewasa karena kurang vit D.
Kekurangan fosfor mengakibatkan kerusakan tulang, gejala lelah, dan kurang nafsu makan Almatsier 2003.
Kandungan asam lemak jenuh yang paling dominan adalah asam miristat C14:0, asam palmitat C16:0, dan asam stearat C18:0, dan total kolesterol