Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Buruh pada saat ini dianggap oleh kebanyakan orang sama dengan pekerja, padahal dari dasar pengertiannya buruh berbeda dengan pekerja. Secara teori, didalam suatu perusahaan terdapat dua kelompok yaitu kelompok pemilik modal dan kelompok buruh, yaitu orang-orang yang diperintah dan dipekerjanan yang berfungsi sebagai salah satu komponen dalam proses produksi. Dalam teori Karl Marx tentang nilai lebih, disebutkan bahwa kelompok yang memiliki dan menikmati nilai lebih disebut sebagai majikan dan kelompok yang terlibat dalam proses penciptaan nilai lebih itu disebut Buruh. Dari segi kepemilikan kapital dan aset-aset produksi, dapat kita tarik benang merah, bahwa buruh tidak terlibat sedikitpun dalam kepemilikan aset, sedangkan majikan adalah yang mempunyai kepemilikan aset. Dengan demikian seorang manajer atau direktur disebuah perusahaan sebetulnya adalah buruh walaupun mereka mempunyai embel-embel gelar keprofesionalan. Buruh sendiri memberikan pengaruh yang besar baik dalam hal ekonomi maupun politik. Didalam bidang ekonomi misalnya buruh sebagai unsur penggerak langsung perekonomian, tanpa adanya buruh mustahil kegiatan perekonomian khususnya di pabrik-pabrik maupun di perkebunan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan pengaruh buruh di bidang politik berkaitan dengan peran penting mereka sebagai salah satu kegiatan ekonomi yaitu sadar bahwa peran mereka begitu penting dalam bidang ekonomi, maka buruh menuntut berbagai tuntutan-tuntutan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Kepentingan- kepentingan ini akhirnya dijadikan sebagai jalan bagi buruh menuju kegiatan politik. Disamping itu, peran buruh dalam politik yang cukup kuat juga dipengaruhi oleh kuantitas buruh yang cukup signifikan, kuantitas ini diikuti juga dengan kekompakan dan sifat militan dari buruh, kekompakan dan sifat militan ini timbul disebabkan adanya kesadaran bahwa nasib mereka dan kepentingan yang Universitas Sumatera Utara ingin dicapai adalah sama. Tidaklah heran jika banyak partai – partai politik maupun calon – calon penguasa memanfaatkan isu buruh sebagai salah satu cara untuk mendongkrak suara dan popularitasnya. Peran buruh yang cukup besar tersebut mendapatkan pengakuan oleh berbagai pihak, hal ini ditandai dengan adanya hari buruh atau yang sering disebut dengan May Day. May Day lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja. Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi di tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu perjuangan untuk menuntut diubahnya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat. Di Indonesia, pergerakan buruh sudah ada semenjak masa penjajahan Belanda dimana pemerintah Belanda selalu menentang setiap gerakan buruh yang ada pada saat itu dan menangkap para pemimpin buruh. Setelah Indonesia merdeka, maka pada tanggal 19 September 1945 kaum buruh membentuk sebuah organisasi buruh yaitu Barisan Buruh Indonesia BBI yang bertujuan untuk ikut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Perjalanan gerakan buruh di Indonesia pada masa orde lama ditandai dengan munculnya beberapa organisasi buruh yang berhaluan komunis, seperti SOBSI Sentral Organisasi Buruh pada bulan Mei 1947 dan BKS-BUMIL Badan Kerjasama Buruh Militer tahun 1956. 1 Orde Baru Tapi sejak masa pemerintahan setiap gerakan buruh tidak diperbolehkan lagi, ini disebabkan karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S pada 1965 ditabukan di 1 Irmayani, Gerakan Buruh Sejak Proklamasi Sampai 1965, Jurnal Ilmu Politik volume 3. No 2. 2011 Universitas Sumatera Utara Indonesia. Ini juga termasuk dimana hari buruh yang tidak diperingati lagi di Indonesia karena semasa Soeharto berkuasa, aksi untuk peringatan May Day atau hari buruh masuk kategori aktivitas subversif, karena May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Saat rezim otoriter Orde Baru runtuh 1998, banyak orang menduga bahwa buruh yang terorganisir sedang berada pada posisi yang diuntungkan. Secara berturut-turut pemerintahan pasca Soeharto mengubah hukum perburuhan yang bertujuan untuk memperluas hak-hak buruh, mempermudah pembentukan serikat, serta memperbesar ruang kebebasan berbicara dan berkumpul. Namun sekarang ini, banyak pengamat yang setuju bahwa masyarakat pekerja, khususnya buruh yang terorganisir gagal memanfaatkan ruang-ruang baru yang tersedia untuk unjuk gigi dalam dunia politik. Rendahnya posisi tawar buruh disebabkan pula peran serikat buruh seperti SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia maupun SP-BUN Serikat Pekerja Perkebunan tidak optimal, tidak berfungsi seperti yang diharapkan sebagian besar buruh karena konflik antar serikat yang duduk di dalam kepengurusan telah melemahkan daya tawar mereka, dan karenanya tidak jarang mereka diperdaya oleh oknum-oknum pejabat negara dan pengusaha yang licik. Kelompok buruh memang tidak memiliki kekuatan politik yang tinggi bila dibandingkan dengan pengusaha ataupun pemilik modal tetapi dengan berkumpul dalam jumlah besar, mengganggu lalu lintas dengan turun ke jalan, kemudian melakukan pendudukan atas gedung-gedung dan tempat-tempat penting. Aksi- aksi ini memaksa otoritas untuk melihat para buruh sebagai satu kelompok dan mengakui kekuatan kolektif yang mereka miliki. Para buruh juga berhasil memperlihatkan ke publik bagaimana penderitaan-penderitaan yang selama ini mereka lalui. Strategi turun ke jalan ini mencerminkan kekuatan politik dari kelompok terpinggirkan di dalam masyarakat kita, yang menunjukkan bahwa mereka mampu memperjuangkan dan menentukan nasibnya sendiri. Disisi lain, karena jumlah buruh yang cukup besar, keberadaan buruh sering dieksploitasi oleh pihak-pihak lain terutama oleh kepentingan politik. Universitas Sumatera Utara Indonesia memiliki banyak perkebunan Nusantara yang tersebar di berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Adapun perkebunan Nusantara yang ada di Indonesia, yaitu: - Perkebunan Nusantara I, PT State Jl.Kebon Baru, Langsa, Aceh Timur, D.I.Aceh. - Perkebunan Nusantara II, PT State Tanjung Morawa Km 16 Desa Bakalia Tanjung Morawa, Medan, Sumatera Utara. - Perkebunan Nusantara III, PT State Jl.Sei Sikambing Medan, Sumatera Utara. - Perkebunan Nusantara IV Sei BaharPirsus State Pebatu, Tebing Tinggi, Sumatera Utara. - Perkebunan Nusantara V, PT State Jl.Ronggoarsito No.40 Pekan Baru, Riau. - Perkebunan Nusantara VI, PT State Jl.Katip Sulaiman No.54 Padang, Sumatera Barat. - Perkebunan Nusantara VII, PT State Jl.Teuku Umar No.300 Bandar Lampung, Lampung. - Perkebunan Nusantara VIII, PT State Jl.Sindang Sirna No.4 Bandung, Jawa Barat. - Perkebunan Nusantara X Tebenan. - Perkebunan Nusantara XIII, PT State Jl.Let.Jen.Sutoyo No.19 Pontianak, Kalimantan Barat - Perkebunan Nusantara XIV, PT State Jl.Slamet Riyadi No.14 Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. 2 2 http:www.kpbn.co.idpersh.php?alphabet=p Diunduh pada tanggal 14 september 2012 pukul 13.15 Universitas Sumatera Utara Adapun jumlah buruh pada Februari 2010 menurut Badan Pusat Statistik berjumlah 30.720.000 dan pada bulan Agustus meningkat menjadi 32.52.000 orang, berdasarkan penelitian Badan Pusat Statistik pada tahun 2011 jumlah buruh pada bulan Februari yakni berjumlah 34.510.000 orang, kemudian berkembang menjadi 37.770.000 orang pada bulan Agustus 2011, sedangkan pada bulan Februari 2012 jumlah buruh mengalami peningkatan menjadi 38.130.000 atau mengalami peningkatan sebanyak 7.410.000 dari bulan Februari tahun 2010. 3 Buruh seharusnya dapat lebih bijak dalam mengikuti kegiatan politik dan memilih para elite yang mewakili suara mereka di pemerintahan, hal ini dapat dilakukan para buruh dengan ikut berpartisipasi didalam pemilu. Dengan kata lain, partisipasi langsung dari masyarakat yang seperti ini merupakan penyelenggaraan kekuasaan politik yang sah dan oleh rakyat keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi sangatlah penting karena teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakat tersebut lebih mengetahui apa yang mereka inginkan. Hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh para buruh melalui serikat buruh untuk dapat menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan mereka dan apa yang mereka inginkan, karena sistem demokrasi melalui pemilu, buruh dapat ikut mengambil peran didalam menentukan kebijakan yang diambil oleh pemerintah terutama kebijakan yang berhubungan dengan pekerja ataupun buruh. Tidak ada demokrasi tanpa partisipasi dari warga Negara karena keterlibatan masyarakat dalam berpolitik merupakan ukuran demokrasi suatu Negara. Dapat kita lihat dari Dan jumlah buruh PTPN yang ada di seluruh Indonesia sebanyak 82.500 orang. Dengan melihat banyaknya jumlah buruh tersebut banyak partai politik mengarahkan pola gerakannya untuk merekrut buruh sebagai alat kepentingan politik mereka dan berupaya merebut suara mereka dengan menjanjikan perbaikan untuk nasib buruh, yang kita sama-sama tahu bahwa nasib buruh dari hari ke hari tetap saja sebagai alat produksi yang dapat dibuang dan diganti setiap saat. 3 http:theglobejournal.comekonomiindonesia-negeri-buruhindex.php Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2012 pukul 11.45 Universitas Sumatera Utara pengertian demokrasi tersebut secara normatif, yakni pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 4 Adanya kebebasan rakyat dalam menjalankan pemilu menjadi ukuran untuk melihat eksistensi demokrasi dalam suatu Negara. Didalam pemilu, rakyat yang telah memenuhi syarat untuk memilih, secara bebas, dan rahasia menjatuhkan pilihannya pada figur yang dinilai sesuai dengan aspirasinya. 5 Terwujudnya pemilu yang baik tidak terlepas dari perilaku politik masyarakatnya, perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Bentuk perilaku politik ini menjadi alat analisis untuk melihat bagaimana perilaku pemilih masyarakat dalam hal ini buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dalam pemilihan kepala daerah 2010 kota Binjai. Buruh yang dibahas dalam penelitian ini adalah buruh tebu PTPN 2 kebun sei semayang dimana buruh yang dimaksud dalam hal ini adalah mereka yang berposisi sebagai karyawan lepas dan karyawan pelaksana, dengan memiliki jumlah yang cukup besar mereka dianggap sebagai objek penting oleh pasangan calon kepala daerah untuk memperoleh jumlah suara. Antusias yang ditunjukkan oleh buruh tebu PTPN2 dalam pemilukada juga cukup baik, ini terlihat dengan mengikuti kampanye dari pasangan calon walikota Binjai, banyak buruh yang rela cuti kerja untuk mengikuti kampanye dari calon pasangan walikota. Keikutsertaan mereka didalam kampanye menunjukkan bagaimana bentuk perilaku politik buruh tebu dalam mengikuti pemilukada kota Binjai, karena mereka berharap calon yang didukung akan dapat membantu memperbaiki kesehjateraan hidup mereka. Janji-janji yang disampaikan serta pendekatan yang digunakan oleh calon walikota akan sangat berpengaruh dalam menarik simpati buruh, karena akan menentukan bagaimana perilaku memilih dari buruh tebu PTPN2. Oleh karena itu, kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin bukanlah muncul karena dirinya sendiri, melainkan titipan dari rakyat melalui pemilu. 4 Mochtar Mas’oed, Negara, Kapital dan demokrasi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2003, hal 43 5 Hendarmin Ranadireksa, Arsitektur Konstitusi Demokratik, Bandung : Fokusmedia, 2007, hal. 173-174 Universitas Sumatera Utara Sampai saat ini, belum terlalu banyak kalangan pemerhati politik Indonesia yang melakukan kajian intensif terhadap perilaku pemilih khususnya pada buruh. Padahal kajian tentang perilaku buruh dalam memilih juga tidak kalah pentingnya terutama didalam pemilukada. Dengan demikian menyadari akan kurangnya penelitian tentang perilaku politik buruh, maka didalam penelitian ini penulis akan menjelaskan dan meneliti tentang perilaku politik buruh tebu PTPN 2 Kebun Sei Semayang pada Pemilukada 2010 Kota Binjai. Penulis menggunakan analisis perilaku politik untuk melihat perilaku memilih buruh.

2. Perumusan Masalah