Fasilitas Kelembagaan Umur ≥ 2 Tahun a. Jumlah Sampel n

berupa penyuluhan, pendidikan non formal seperti pelatihan kursus maupun pembuatan percontohan budidaya ternak experimental farm berupa demplot.

f. Tenaga Pendamping

Keberadaan tenaga pendamping pada kawasan sapi potong VBC kabupaten Aceh Besar masih sangat terbatas dari segi keberadaan maupun aksesibilitasnya terutama untuk kawasan Blang Ubo-ubo. Tenaga pendamping berupa Dokter hewan atau mantri hewan dan tenaga teknis walaupun tersedia namun dikarenakan beban kerja dan cakupan wilayah kerja yang luas dikarenakan merangkap sebagai petugas pelayanan di kecamatan sehingga pelayanan peternakan di kawasan tidak optimal. Demikian pula dengan tenaga inseminator dan pemeriksa kebuntingan sudah ada namun kegiatan inseminasi buatan belum berjalan. Berkaitan dengan tenaga pendamping di kawasan juga komunikasi dengan anggota kelompok kurang intensif dan kurang berjalan dengan baik menjadi hambatan dalam memberikan pelayanan teknis terutama pemahaman dari petani ternak terhadap tugas dan tanggung jawab pendamping.

g. Fasilitas

Untuk mendukung pelaksanaan program pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2008 dirintis pembangunan UPTD Ternak Ruminansia Besar dan sarana layanan peternakan lainnya. Fungsi UPTD Ternak Ruminansia Besar sebagai pelaksana pengawasan, pelayanan, dan penanggung jawab pengembangan ternak ruminansia besar termasuk kawasan sapi potong Blang bo-ubo dan Cot Seuribe, sehingga perkembangan UPTD tersebut juga akan mempengaruhi perkembangan kawasan sapi potong. Ketersediaan fasilitas sarana prasarana pendukung peternakan di kawasan sudah memadai kecuali di desa Sukamulia yang masih terbatas. Ketersedian fasilitas dasar berupa holding ground dan cattle yard sudah memadai di kedua kawasan namun Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD khusus ruminansia besar, poskeswan, unit penyuluhan, penyalur sapronak, pos IB, pasar hewan, rumah potong hewan dan laboratorium diagnostik untuk kawasan Blang Ubo-ubo walaupun tersedia dan masih dimungkinkan dari kecamatan lain yang berdekatan namun masih menjadi kendala karena aksesibilitas ke lokasi kawasan masih kurang baik. Gambar 16 Fasilitas Unit Pelaksana Terknis Daerah UPTD Ruminansia Besar Kabupaten Aceh Besar Gambar 17 Kondisi fasilitas peternakan di kawasan Blang Ubo-ubo desa Saree Aceh Pos pelayanan peternakan Poskeswan dan Pos IB dan Balai penyuluhan sudah tersedia di tingkat kecamatan dan sudah terlembaga, selain itu tempat penjualan daging juga sudah tersebar di beberapa kecamatan walaupun aktivitas tidak berlansung setiap hari. Tempat penjualan daging dan pemotongan ternak sapi juga diawasi oleh instansi terkait dengan mendata yang dilanjutkan pengeluaran izin penjualan daging dan pemotongan ternak sapi di wilayah kabupaten Aceh Besar.

h. Kelembagaan

Pada aspek kelembagaan petani ternak di kedua kawasan masih berupa kelompok pemula walaupun di kawasan Blang Ubo-ubo di desa Saree Aceh dan Sukamulia sebelumnya sudah pernah terbentuk kelompok petani ternak namun belum menerapkan pola kawasan dengan kandang komunal. Walaupun program pengembangan kawasan telah berjalan selama tiga tahun namun kelembagaan petani ternak di kawasan belum berkembang menjadi kelembagaan yang kuat dan masih merupakan kelompok pemula dengan aktivitas yang masih terbatas pemagaran, pemeliharaan kandang, pemberian air garam pada sapi. Keberadaan kelembagaan keuangan perbankan maupun non bank sangat penting karena merupakan alternatif pembiayaan usaha. Pada lokasi penelitian sepenuhnya belum ada akses permodalan melalui perbankan. Seluruh bantuan pengembangan kegiatan usaha peternakan sapi potong di kedua kawasan masih berasal dari program pemerintah daerah kabupaten Aceh Besar. Sesuai dengan tingkat perkembangannya sebagai kawasan baru dimana peternak belum banyak berhubungan dengan lembaga keuangan formal. Menurut Deptan 2002 dan Saragih 2000, upaya mewujudkan kawasan agribisnis peternakan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi membutuhkan dukungan ketersedian sumber permodalan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing usaha. Langkah yang harus ditempuh dalam pengembangan kawasan sapi potong berkaitan dengan kendala permodalan yaitu memperkenalkan kerjasama dengan pihak perbankan atau pihak swasta pengusaha peternakan dan lainnya kepada kelompok peternak. Untuk menjalankan langkah tersebut keterlibatan instansi pemerintah sebagai pihak ketiga untuk menjembatani maupun penjamin sangat dibutuhkan. Bantuan permodalan tidak hanya mengandalkan pemerintah tetapi juga dari pihak swasta dan masyarakat. Berdasarkan evaluasi komponen kawasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kawasan sapi potong VBC di kabupaten Aceh Besar, sesuai dengan tingkat pertumbuhannya, termasuk kedalam kawasan baru dengan tipe kawasan sapi potong yang berkembang berbasis pada padang rumput. Berdasarkan kondisi dan ketersedian lahan yang berbeda pada kedua kawasan tersebut, maka perlu ada pengembangan pola produksi hijauan pakan ternak yang sesuai untuk masing-masing kawasan tersebut. Bentuk kerjasama yang dapat diaplikasikan bagi pengembangan kawasan sapi potong adalah sistem bagi hasil dan input- output hasil produksi. Strategi Pengembangan Kawasan Sapi Potong Strategi pengembangan kawasan sapi potong merupakan proses berkelanjutan dimulai dari perencanaan awal, kemudian pelaksanaan strategi diantaranya mencakup penentuan tujuan, kegiatan recording, optimalisasi struktur kelembagaan kawasan, dan evaluasi untuk mengetahui hasil yang dicapai. Penyusunan strategi pengembangan kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar dilakukan secara efektif pada level strategis dan taktis. Penelaahan pada level strategis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis SWOT. Hasil kajian pada level strategis ini akan menghasilkan suatu arahan sebagai masukan untuk penelaahan pada level taktis. Penelaahan pada level taktis dilakukan dengan menggunakan metode IFAS Internal Strategic Factors Analysis Summary dan EFAS External Strategic Factors Analysis Summary. Hasil evaluasi dapat digunakan untuk menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan berikutnya. Keberhasilan program kawasan sapi potong sangat ditentukan oleh kejelasan tujuan budidaya yang dilakukan serta peran peternak yang terlibat dalam kegiatan budidaya tersebut. Untuk pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar harus menerapkan beberapa program yang meliputi; on farm strategis, recording dan data processing, monitoring kemajuan produktivitas ternak, kebijakan pembangunan pertanian dan pasar, nilai-nilai sosial dan budaya, sistem produksi, karakteristik populasi, dan infrastruktur sarana dan prasarana pendukung. Berdasarkan kerangka di atas komponen yang harus diperhatikan dalam pengembangan program kawasan sapi potong dapat dikelompokkan menjadi dua faktor antara lain faktor internal yaitu faktor-faktor yang langsung terlibat dalam program kawasan sapi potong dan faktor eksternal yaitu faktor pendukung dalam program kawasan sapi potong. Faktor internal antara lain sumber daya lahan, sumber daya manusia, sumber daya ternak, sistem produksi, fasilitas layanan peternakan dan manajemen pengelolaan kawasan, sedangkan faktor ekstemal antara lain adalah sarana dan prasarana infrastruktur penunjang, kebijakan pemerintah, pasar, dan sosial budaya Identifikasi Faktor Internal – Eksternal Kekuatan Strenghts Kekuatan strenghts merupakan faktor strategi internal dari kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar yang harus dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan dari pengembangan kawasan sapi potong. Analisis kekuatan dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar melibatkan beberapa aspek penting yaitu : a agrofisik dan lahan cukup potensial untuk pengembangan sapi potong, b tingkat produktivitas ternak cukup baik, c tersedianya fasilitas layanan peternakan yang memadai, d potensi Rumah Tangga Petani Ternak memungkinkan peningkatan skala usaha, dan e kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan petani ternak meningkat Kondisi agrofisik dan potensi lahan merupakan unsur kekuatan bagi budidaya ternak ruminansia pada peternakan rakyat sehingga komponen ini sangat penting bagi pengembangan ternak sapi potong dengan pola kawasan. Kondisi ini memungkinkan sebagian besar sapi potong di wilayah tropis seperti halnya sapi Bali dapat berkembang dengan baik, yang didukung oleh posisi geografis yang strategis. Lokasi kawasan yang dekat dengan ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu Kota Banda Aceh memudahkan aksesibilitas terhadap fasilitas layanan peternakan. Lahan padang penggembalan yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sapi potong, selain itu lahan pertanian dan areal perkebunan merupakan potensial bagi tambahan penyedian pakan ternak berupa hijauan, konsentrat, dan limbah pertanian. Kontribusi dari padi sawah di lokasi penelitian kurang mendukung peningkatan pendapatan petani sehingga dapat diarahkan ke usaha sapi potong dengan sistem ekstensif maupun semi intensif. Struktur penduduk di wilayah kawasan sapai potong sebagian besar adalah petani ternak merupakan modal tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sapi potong di daerah tersebut. Keragaan penduduk seperti ini mengindikasikan potensi yang relatif besar bagi upaya pengembangan sapi potong karena dari kelompok inilah sebagian besar menjadi ujung tombak aktivitas peternakan rakyat. Hal tersebut terkait kebiasaan petani ternak yang memelihara ternak sapi sebagai bagian dari usaha taninya yang merupakan dukungan bagi pengembangan sapi potong yang tidak dapat berjalan sendiri, tetapi memrlkan masyarakat petani disekitarnya. Keberadaan UPTD Ternak Ruminansia Besar di kecamatan Seulimum sebagai instansi yang terlibat langsung dengan kegiatan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar merupakan komponen pendukung pengembangan kawasan sapi potong. Tersedianya poskeswan, tenaga teknis peternakan, penyuluh, tenaga medis dan paramedis menjadi suatu kemudahan pelayanan ternak maupun peningkatan ketrampilan petani ternak. Selain itu adanya Balai Pembibitan Ternak Unggul di kecamatan Indrapuri kabupaten Aceh Besar memungkinkan kerjasama pengembangan kawasan sapi potong kearah sentra pembibitan ternak untuk menghasilkan sapi unggul. Guna menunjang keberhasilan pengembangan program kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar di masa mendatang maka perlu diupayakan peningkatan pengetahuan dan partisipasi peternak melalui program penyuluhan, pelatihan atau magang. Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD Ternak Ruminansia Besar harus dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan kawasan sapi potong sehingga tenaga ahlitrampil perlu ditambah, atau dalam tataran tertentu UPTD perlu melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti perguruan tinggi atau badan penelitian dan pengembangan peternakan yang memiliki tenaga ahli bidang peternakan yang dibutuhkan. Kelemahan Weakness Kajian mengenai unsur kelemahan dalam pengembangan kawasan ternak sapi potong pada lokasi penelitian meliputi aspek : a rendahnya partisipasi dan motivasi petani ternak, b kemampuan manejerial kelembagaan di tingkat petani ternak masih rendah, c penguasaan dan adopsi teknologi belum berkembang, d terbatasnya akses terhadap lembaga permodalan, e sistim tataniaga belum menjamin peningkatan insentif usaha sapi potong, f koordinasi kelompok petani ternak dengan lembaga terkait stakeholders lemah. Peternak sebagai pelaku usaha, merupakan unsur penting dalam upaya pengembangan peternakan sapi potong. Pada konteks yang lebih modern, peternak dituntut berperan aktif sebagai pelaku sekaligus manajer bagi usaha ternak sapi potongnya. Relatif masih lemahnya kualitas SDM peternak terlihat dari masih kurang efektifnya teknis produksi peternakan. Peternak sapi potong di Kabupaten Aceh Besar sebagian besar termasuk dalam usia produktif dengan pengalaman beternak kurang dari 5 tahun. Banyaknya peternak usia produktif namun pengalaman yang masih rendah dalam usaha sapi potong di kawasan akan berpengaruh terhadap pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Pengalaman beternak yang masih kurang, tingkat pendidikan, pengetahuan, motivasi dan partisipasi masih rendah akan sangat berpengaruh kurang baik terhadap pengembangan program kawasan yang akan dilaksanakan. Penguasaan teknologi peternakan masih relatif rendah oleh kalangan peternak di kawasan pengembangan juga menjadi hambatan. Hasil pengkajian di lapangan, para peternak menegaskan pentingnya peningkatan kualitas SDM peternak melalui penyuluhan dan pelatihan baik yang menyangkut aspek pengetahuan dan ketrampilan manajemen pembibitan, pemeliharaan, produksi, pakan maupun kesehatan ternak sapi potong. Penguasaan teknologi penanganan limbah peternakan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya pengembangan peternakan sapi potong, teknologi ini diperlukan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani ternak. Peluang Opportunities Kajian mengenai unsur peluang dalam upaya pengembangan kawasan sapi potong meliputi aspek : a prospek pasar dan harga produksi ternak relatif meningkat, b dukungan kebijakan program pemerintah pusat dan daerah, c berkembangnya teknologi dan informasi yang semakin pesat, dan d fungsi strategis sebagai wilayah pengembangan sentra produksi sapi potong. Dukungan pemerintah daerah merupakan unsur penting dalam upaya pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Hal ini terlihat dari Rencana Strategis dan Program Kerja Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Prioritas kerjanya meliputi : a peningkatan ketahanan pengan, b pengembangan agribisnis peternakan, c peningkatan kesehatan hewan dan masyarakat veteriner, d peningkatan populasi dan produksi ternak, e peningkatan SDM peternak dan petugas peternakan dan f peningkatan PAD dari sektor peternakan. Ancaman Threats Kajian secara mendalam mengenai unsur-unsur ancaman meliputi : a adanya wabah penyakit menular, b pemotongan induk betina produktif, c kekuatan hukum peruntukkan dan pengguasaan lahan belum jelas, dan d kondisi politik, keamanan dan konflik internal. Belum berjalannya proses karantina ternak yang memasuki wilayah Kabupaten Aceh Besar, khususnya kedalam kawasan dan belum optimalnya layanan peternakan memungkinkan terjadinya wabah penyakit menular tertentu dengan sangat cepat. Apabila hal ini tidak ditanggulangi dapat mengarah pada makin menurunnya populasi sapi potong sehingga akan menghambat upaya pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Otonomi daerah mengharuskan setiap daerah memprioritaskan arah pembanggunannya untuk menggali seluruh sumber pendapatan daerah yang potensial. Daerah dengan orientasi SDA yang tidak mendukung sektor peternakan sebagai basis andalan daerah tentunya sedikit banyak akan menjadi ancaman bagi upaya pengembangan kawasan sapi potong. Analisis Faktor Internal – Eksternal Analisis faktor internal pada penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji berbagai faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Faktor lingkungan internal adalah faktor-faktor kekuatan yang dapat dimanfaatkan serta faktor-faktor kelemahan yang harus diantisipasi dalam pengembangan kawasan sapi potong. Hasil evaluasi faktor internal ditunjukkan pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil Evaluasi Faktor Internal IFE No Faktor Penentu Internal Bobot Peringkat Skor A Kekuatan 1 Agrofisik dan lahan cukup potensial untuk pengembangan sapi potong 0.127 3 0.381 2 Tingkat produktivitas ternak cukup baik 0.110 3 0.330 3 Tersedianya fasilitas layanan peternakan yang memadai 0.123 3 0.369 4 Potensi Rumah Tangga Petani Ternak memungkinkan peningkatan skala usaha 0.119 3 0.357 5 Kontribusi usaha sapi potong terhadap pendapatan petani ternak meningkat 0.107 2 0.214 Total 0.586 1.651 B Kelemahan 1 Rendahnya partisipasi dan motivasi petani ternak 0.122 4 0.488 2 Kemampuan manajerial kelembagaan di tingkat petani ternak masih rendah 0.112 3 0.336 3 Penguasaan dan adopsi teknologi belum berkembang 0.060 1 0.060 4 Terbatasnya akses terhadap lembaga permodalan dan kemitraan usaha 0.055 2 0.110 5 Sistim tataniaga belum menjamin peningkatan insentif usaha sapi potong 0.065 2 0.130 Total 0.414 1.084 Total Skor Internal 1 2.735 Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh responden, diperoleh beberapa faktor internal yang mempengaruhi pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Secara keseluruhan total skor tertimbang untuk keseluruhan faktor lingkungan internal mencapai 2.735. Menurut David 2006, total nilai tersebut berada di diatas nilai rata-rata tertimbang rata-rata = 2.5. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara internal komponen kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar dalam rangka pengembangan ternak sapi potong saat ini memiliki komponen internal yang cukup potensial dalam memanfaatkan kekuatan yang ada dengan faktor kendala kelemahan yang masih mungkin diatasi Berdasarkan hasil pembobotan menunjukkan terdapat dua komponen yang menjadi kekuatan utama dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar yaitu : a agrofisik dan lahan cukup potensial untuk pengembangan sapi potong dan b tersedianya fasilitas layanan peternakan yang memadai. Kondisi agrofisik dan potensi lahan dan tersedianya fasilitas layanan peternakan cukup kuat dalam memanfaatkan faktor kekuatan tersebut peringkat = 3, sehingga faktor tersebut diperoleh skor tertimbang yang hampir sama. Faktor lingkungan eksternal adalah faktor-faktor peluang yang dapat dimanfaatkan serta faktor-faktor ancaman yang harus diantisipasi dalam pengembangan kawasan sapi potong. Berdasarkan Tabel 18, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan total skor tertimbang faktor lingkungan eksternal sebesar 2.782. Menurut David 2006, total nilai tersebut berada di atas nilai rata-rata tertimbang rata-rata = 2.5. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa secara eksternal, perkembangan kawasan sapi potong sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dengan memanfaatkan peluang yang cukup baik dan ancaman yang harus diantisipasi juga cukup tinggi. Hasil perhitungan EFE menunjukkan bahwa faktor peluang yang sangat penting pengaruhnya dalam rangka pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar adalah terbukanya peluang pasar hasil ternak sapi potong baik lokal maupun ekspor dengan bobot tertinggi sebesar 0.180. Menurut pendapat responden, faktor terbukanya peluang pasar hasil ternak sapi potong baik lokal maupun ekspor direspon dengan baik oleh para pelaku stakeholders yang terlibat langsung dengan kegiatan kawasan sapi potong yang ditunjukkan dengan nilai peringkat sebesar 3, sehingga diperoleh skor tertimbang sebesar 0.540. Beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar seperti ditunjukkan pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil Evaluasi Faktor Eksternal EFE No Faktor Penentu Eksternal Bobot Peringkat Skor A Peluang 1 Prospek pasar dan harga produksi ternak relatif meningkat 0.180 3 0.540 2 Dukungan kebijakan program pemerintah pusat dan daerah 0.151 3 0.453 3 Berkembangnya teknologi dan informasi yang semakin pesat 0.095 3 0.285 4 Fungsi strategis sebagai wilayah pengembangan sentra produksi sapi potong 0.070 2 0.140 Total 0.496 1.418 B Ancaman 1 Adanya wabah penyakit menular 0.117 2 0.234 2 Pemotongan induk betina produktif 0.172 3 0.516 3 Kekuatan hukum peruntukkan dan pengguasaan lahan belum jelas 0.101 2 0.272 4 Kondisi politik, keamanan dan konflik internal 0.114 3 0.342 Total 0.504 1.364 Total Skor Eksternal 1 2.782 Faktor peluang pasar hasil ternak sapi potong terutama daging baik lokal maupun ekspor merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan ternak sapi potong. Peluang pemenuhan kebutuhan daging sapi di Provinsi Aceh sangat terbuka dan juga peluang ekspor daging sapi ke negara tetangga dan negara timur tengah sangat terbuka karena permintaan di negara tersebut cenderung meningkat. Selain itu kebijakan ekspor pangan ke negara-negara tersebut mengharuskan adanya label produk pangan dengan label ASUH aman, sehat, utuh dan halal dan hal ini sangat memungkinkan dilakukan daerah-daerah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikenal sebagai salah satu wilayah dengan mayoritas penduduk muslim sehingga peluang ekspor ke negara-negara tersebut dapat dimanfaatkan. Alternatif Strategi Pengembangan Kawasan Sapi Potong di Aceh Besar Alternatif strategi dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar dilakukan dengan pendekatan analisis matriks SWOT Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats. Analisis matriks SWOT merupakan kelanjutan dari analisis matriks IFE dan EFE melalui pencocokkan faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan dengan faktor-faktor eksternal peluang dan ancaman yang berpengaruh dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Hasil penggabungan faktor internal dan ekternal melalui matriks SWOT, maka alternatif strategi yang diperoleh adalah; strategi SO Strenghts-Opportunities; strategi ST Strenghts-Threats; strategi WO Weaknesses-Opportunities; dan strategi WT Weaknesses-Threats. Matriks SWOT pengembangan ternak sapi potong dapat dilihat pada lampiran 2. Strategi SO Strenghts – Opportunities Perumusan strategi SO Strenghts – Opportunities didasarkan kepada pengelolaan kekuatan yang dimiliki kawasan peternakan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan produktifitas kawasan sapi potong. Perumusan strategi SO Strenghts – Opportunities menghasilkan strategi yaitu: “Peningkatan produktifitas kawasan sapi potong melalui optimalisasi potensi lahan, sumberdaya petani ternak dan sumberdaya ternak yang ditunjang dengan peningkatan fasilitas layanan peternakan, mengadopsi teknologi dan akses pemasaran untuk meningkatkan skala usaha dan pendapatan petani ternak”. Pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar adalah melalui pola pengembangan kawasan agribisnis sapi potong yang diarahkan pada keterpaduan usaha tani antara ternak sapi potong dengan tanaman pangan, perkebunan kawasan peternakan terpadu dan kehutanan yang memiliki kegiatan utama usaha ternak sapi potong, seperti lahan pengembalaan umum, ranch peternakan dan kawasan hutan tanaman industri. Pengembangan dan peningkatannya dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga mengarah kepada wilayahdaerah yang berkembang, mandiri dan memiliki nilai ekonomis. Pencapaian tujuan tersebut maka penataan, pembinaan dan pengembangannya harus dilakukan secara bertahap dan terpadu berdasarkan kesepakatan dan berbagai instansi terkait daerah, sehingga semua kegiatan, fasilitas, sarana, prasarana dapat terarah dan terkait, menuju kepada: a. komoditas yang diunggulkan; b.wilayah yang diandalkan sebagai sentra produksi; c. peternak yang mandiri dan partisipatif; d. kelembagaan peternak yang berkembang dan dinamis; e. usaha ternak sapi potong yang menguntungkan dengan skala usaha yang ekonomis, baik tingkat peternak, kelompok, usaha bersama antar kelompok, koperasi maupun skala usaha pada tingkat kawasan dan sentra-sentra produksi; f. Kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan yang terpadu; g. pakan yang cukup baik kuantitas dan kualitas; serta h. sumber pembiayaanperkreditan yang menunjang. Strategi WO Weaknesses – Opportunities Perumusan strategi WO Weaknesses – Opportunities didasarkan kepada mengatasi kelemahan yang dimiliki Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Aceh untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan ternak sapi potong berwawasan agribisnis di Provinsi Aceh. Perumusan strategi WO Weaknesses – Opportunities menghasilkan strategi yaitu: “Peningkatan partisipasi dan motivasi petani ternak serta kemampuan manajerial kelompok tani ternak melalui penguasaan dan adopsi teknologi dengan melakukan koordinasi yang intensif dengan pemerintah untuk mendapatkan akses permodalan dan jaminan”. Seluruh Stakeholders yang terkait dengan pengambangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar diperlukan koordinasi yang baik, karena akan sangat menentukan keberhasilan dari pembangunan tersebut. Stakeholders yang terlibat dalam pembangunan peternakan sapi potong tersebut harus memiliki peran yang jelas dalam pembangunan peternakan sapi potong yang terdiri dari : Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kabupaten Aceh Besar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Promosi dan Investasi, Dewan Legislatif DPRA Tingkat I dan II, Perguruan Tinggi, Lembaga permodalan dan peternakswasta. Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan provinsi dan kabupatenkota di Nanggroe Aceh Darussalam memiliki peran dalam pengembangan usaha ternak sapi potong sebagai insulator sekaligus sebagai regulator, oleh karena itu fungsi dan kontribusinya adalah: pembangunan kebijakan sektoral dan penyedian dana pengembangan. Dinas Perindustrian dan Perdagangan lebih memiliki peran pada subsistem hilir, yaitu pengembangan industri hasil olahan daging sapi dan ikutannya dan sistem perdagangan dalam maupun luar negeri. Badan Promosi dan Investasi berperan mempromosikan peluang usaha sapi potong dan produk daging sapi dan hasil olahannya dalam rangka menarik investor untuk menanamkan modalnya di sektor usaha sapi potong. Dewan legislatif berperan sebagai pendukung dan pengawasan dalam kegiatan pengembangan usaha ternak sapi tersebut. Perguruan tinggi negeri maupun swasta yang berperan sebagai konduktor harus mampu menjadi mitra inovatif bagi lembaga lain. Pemberian bantuan kredit merupakan peran yang diemban oleh lembaga permodalan serta swastapeternak berperan sebagai pelaku usaha dalam pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Koordinasi dari seluruh stakeholders yang terkait sangat dibutuhkan dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada seperti: daya dukung sumber daya lahan dan pakan, perkembangan teknologi dan sistem informasi serta jumlah rumah tangga petani ternak yang masih cukup tersedia sebagai pelaku usaha. Dengan adanya koordinasi yang baik antar seluruh stakeholders dalam memanfaatkan potensi yang ada maka akan memberikan dampak positif bagi pengembangan kawasan sapi potong. Strategi ST Strenghts – Threats Perumusan strategi ST Strenghts – Threats didasarkan kepada pengelolaan kekuatan yang dimiliki kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar untuk mengantisipasi ancaman yang ada dalam pengembangan ternak sapi potong . Perumusan strategi ST Strenghts – Threats menghasilkan strategi yaitu: “Peningkatan Sumber Daya Manusia Peternakan peternak, penyuluh, inseminator, paramedis melalui pola pembinaan kelompok peternak, pelatihan- pelatihan, magang dan studi banding dalam upaya meningkatkan motivasi, kemampuan penguasaan teknologi tepat guna dan manajerial dari SDM peternakan”. Peningkatan Sumber Daya Manusia SDM peternakan khususnya peternak, dilakukan dengan mengintesifkan penyuluhan, pembinaan peternak, pelatihan dan peningkatan pengetahuan manajerial dan kelembagaan. Peningkatan SDM peternak, diharapkan agar peternak dapat mengelola kelompok atau koperasi dengan baik dan lebih berperan aktif dalam menerima penyuluhan yang berhubungan dengan pengembangan permodalan, manajemen usaha ternak sapi potong, distribusi dan pemasaran hasil, serta mempunyai daya saing dalam memasuki era pasar bebas. Peningkatan penguasaan manajerial dan teknologi dapat dilakukan dengan cara mengadakan pelatihan teknologi tepat guna dan melaksanakan magang ke kelompok-kelompok ternak yang sudah maju atau perusahan peternakan. Strategi WT Weaknesses – Threats Perumusan strategi WT Weaknesses – Threats didasarkan kepada mengatasi kelemahan yang dimiliki kawasan sapi potong VBC di kabupaten Aceh Besar untuk mengantisipasi ancaman yang ada dalam rangka pengembangan ke tahapan kawasan mandiri dengan konsep agribisnis. Perumusan strategi WT Weaknesses – Threats menghasilkan : “Penerapan pola kemitraan usaha peternakan sapi potong yang berkesinambungan dan dikontrol dengan baik oleh dinas peternakan Aceh Besar ”. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dan usaha menengah atau besar yang disertai dengan pembinaan oleh usaha menengah atau usaha besar tersebut. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip saling mebutuhkan, memperkuat dan menguntungkan. Secara ekonomi kemitraan merupakan esensi kemitraan yang terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga labour maupun benda proverty atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara pihak yang bermitra. Kemitraan usaha ditujukan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan dan peranan usaha kecil dalam perekonomian nasional khususnya dalam mewujudkan usaha kecil sebagai usaha yang tangguh dan mandiri yang mampu menjadi tulang punggung dan mampu memperkokoh struktur perekonomian daerah yang berbasis pada komoditi peternakan. Model Kemitraan Usaha Ternak sapi potong di kabupaten Aceh Besar yang dapat dilaksanakan melalui kerjasama diantara pengusaha pengolahaan atau eksportir inti, petani ternak plasma dengan melibatkan UPTD Ruminansia Besar pemerintah dan bank pemerintah atau swasta perbankan sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Hubungan kerjasama antara kelompok petaniusaha kecil dengan pengusaha pengolahan atau eksportir dalam Pola Kemitraan, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat PIR. Petaniusaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan PengelolaanEksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikutsertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Hal ini bertujuan antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien. Hubungan kemitraan perusahaan inti industri pengolahan atau eksportir dan petani plasmausaha kecil memiliki kedudukan hukum yang setara dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi. Rumusan model kemitraan pada komoditi ternak sapi potong diindikasikan bahwa kerangka dasar pola kemitraannya terdiri dari inti dan plasma, dimana perusahaan inti bertindak sebagai penyedia sarana produksi sapi bakalan, teknologi dan pakan untuk selanjutnya menampung hasil penggemukan yang dilakukan oleh peternak plasma serta melakukan pengolahan dan pemasaran. Plasma berkewajiban memelihara sapi yang digemukkan. Rumusan model kemitraan pengembangan kawasan agribisnis sapi potong dapat dilihat pada Gambar 18. Kemitraan Tripartit Sapronak Budidaya Pengolahan Pemasaran Gambar 18 Rumusan Model Kemitraan Usaha Ternak Sapi Potong Pola Pengembangan Kawasan Sapi Potong Penetapan prioritas strategi pengembangan kawasan sapi potomg di Kabupaten Aceh Besar dilakukan dengan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix QSPM. Analisis QSPM merupakan kelanjutan dari analisis SWOT sebagai tahapan pengambilan keputusan decision stage. Pada analisis QSPM, alternatif strategi yang diperoleh dari analisis SWOT diprioritaskan berdasarkan tingkat ketertarikan dari lingkungan internal dan eksternal pada pengembangan kawasan sapi potong VBC di kabupaten Aceh Besar, sehingga strategi alternatif tersebut dapat dilakukan berdasarkan tingkatan prioritas kepentingannya. Urutan prioritas strategi ditunjukkan oleh total kemenarikan terbobot atau Total Attractiveness Score TAS, total TAS tertinggi menempatkan alternatif strategi pada prioritas utama dan seterusnya sampai pada total TAS terendah yang merupakan alternatif strategi dengan urutan prioritas terendah. Hasil Perusahaan Inti pengusaha eksportir Pembiakan cow calf operation Penggemukan Permodalan Bibit Teknologi Layanan Teknis ng Bakalan Pakan Lahan Tenaga Kerja Peternak Plasma kelompok ternak UPTD Pembibitan Daging konsumsi Dendeng Sosis dll Dalam Negeri Luar Negeri perhitungan QSPM terdapat empat alternatif strategi sehubungan dengan pengembangan kawasan sapi potong VBC di kabupaten Aceh Besar, diperoleh hasil sebagaimana diperlihatkan pada lampiran 8. Berdasarkan hasil perhitungan QSPM didapatkan bahwa strategi I SO memperoleh nilai TAS tertinggi sebesar 7.1711 yaitu strategi penerapan kawasan agribisnis sapi potong terpadu cluster yang ditunjang oleh tersedianya subsistem-subsistem dalam agribisnis dari subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang. Hal ini menunjukkan bahwa strategi tersebut menjadi prioritas utama dalam pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar. Prioritas strategi kedua dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar adalah strategi peningkatan Sumber Daya Manusia Peternakan peternak, penyuluh, inseminator, paramedis melalui pola pembinaan kelompok peternak, pelatihan-pelatihan, magang dan studi banding dalam upaya meningkatkan motivasi, kemampuan penguasaan teknologi tepat guna dan manajerial dari SDM peternakan, dengan nilai TAS sebesar 6.1925. Prioritas strategi ketiga dalam pengembangan kawasan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar adalah penerapan pola kemitraan usaha peternakan sapi potong yang berkesinambungan yang dikontrol dengan baik oleh Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar dengan nilai TAS sebesar 6.1926. Strategi peningkatan koordinasi dengan semua pihak yang terkait stakeholders dalam memanfaatkan sumberdaya alam, perkembangan teknologi dan informasi serta ketersedian rumah tangga petani ternak untuk meningkatkan daya saing usaha sapi potong menjadi strategi keempat untuk pengembangan kawasan agribisnis sapi potong di Kabupaten Aceh Besar, dengan nilai TAS sebesar 6.0975. Faktor Penentu Pola Pengembangan Kawasan Sapi Potong Melalui analisis yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa sub elemen kunci yang merupakan faktor penggerak keberhasilan program pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar. Sub elemen tersebut sebagai penyusun pola pengembangan kawasan sapi potong berkaitan dengan ; sumberdaya lahan dan bibit ternak, sumberdaya manusia, teknologi dan informasi peternakan, fasilitas budidaya sapi potong, fasilitas karantina hewan, fasilitas layanan peternakan dan kesehatan hewan, pasar dan pemasaran, kelembagaan petani ternak, dan lembaga keuangan permodalan. Ketersedian sumberdaya manusia peternakan merupakan salah satu kebutuhan dan sub elemen kunci yang memiliki daya gerak besar bagi suksesnya program pengembangan kawasan agribisnis sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Menurut Deptan 2002, peningkatan kualitas sumberdaya manusia SDM merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan peternakan, sumberdaya manusia tidak hanya sekedar faktor produksi melainkan yang lebih penting lagi adalah pelaku langsung kawasan peternakan. Sasaran penting pengembangan sumberdaya manusia di kawasan sapi potong VBC Kabupaten Aceh Besar mencakup tiga hal pokok ; 1 meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi dan ketrampilan sehingga sejalan dengan pengembangan teknologi peternakan pada sistem usaha agribisnis, 2 mengembangkan kewirausahaan bagi peternak sehingga dapat menjadi pelaku ekonomi bidang peternakan yang handal, 3 meningkatkan kemampuan kerja stakeholders langsung pengembangan kawasan sapi potong sehingga dapat terbentuk jaringan akses di kelembagaan yang ada pada setiap sub-sistem agribisnis hulu, on-farm, hilir, dan pendukung. Untuk mencapai sasaran yang diharapkan dalam pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar maka ada beberapa kebijakan dan operasional yang dapat dilakukan. Penerimaan tenaga teknis yang bertugas pada UPTD Ruminansia Besar Kabupaten Aceh Besar masih diperlukan, selain itu diusahakan tenaga tersebut berdomisili berdekatan dengan kawasan sapi potong dan baik sebagai tenaga kontrak atau honorer namun diupayakan sebagai pegawai negeri dalam lingkup pemerintah daerah. Pembinaan terhadap sumberdaya mansia yang ada pun harus dilakukan secara kontinu melalui pelatihan dan magang. Pembinaan terhadap peternak dan petugas peternakan diarahkan pada upaya terjadinya transfer teknologi dalam budidaya sapi potong, teknologi penanganan limbah sumber biogas dan pupuk organik. Bila dilakukan pengelolaan yang baik, hasil pengolahan limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan tambahan penghasilan. Selain itu diharapkan pembuatan instalasi biogas dapat menjadi motivator bagi peternak pemula dan penduduk sekitarnya untuk beternak sapi potong Hal tersebut sangat dimungkinkan karena dengan beternak sapi potong, ketergantungan akan bahan bakar konvesional minyak dan gas sebagai sumber energi dan penerangan dapat digantikan oleh KTS kotoran ternak segar sapi potong. Pembinaan terhadap kelompok ternak sebagai peternak binaan dan partner dari UPTD Ruminansia Kabupaten Aceh Besar perlu diintesifkan karena fungsi kelompok ternak akan mendukung kegiatan UPTD Ruminansia Besar. Kelompok peternak memerlukan pembinaan intensif dari petugas peternakan karena sebagian besar responden menyatakan kurang memperoleh pembinaan dari petugas peternakan. Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar diharapkan dapat lebih mengintesifkan program terpadu lintas sektoral dan instasi yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan sapi potong sehingga dapat dicapai efektifitas pemanfaatan sumberaya lahan dan sumberdaya manusia. Kualitas bibit sapi potong yang rendah di kawasan sapi potong VBC Kabupaten Aceh Besar dipengaruhi oleh kurang tersedianya bibit berkualitas sehingga bibit dasar dalam populasi yang dikembangkan memiliki mutu genetik rendah. Kondisi tersebut apabila tidak ada suatu penangganan dan manajemen budidaya yang baik akan mengakibatkan produktifitas ternak akan menurun. Oleh karena it perlu diterapkan “good breeding practice” yang dapat dilakukan berupa ; 1 sistem perkawinan silang melalui proses seleksi bibit, 2 memasukkan pejantan sapi Bali unggul yang memiliki performans baik, dan 3 pencatatan recording ternak secara teratur. Fasilitas layanan peternakan dan prasarana transportasi yang belum memadai perlu ditingkatkan terutama untuk layanan kesehatan ternak. Pembangunan poskeswan beserta sarana dan prasarana serta penambahan tenaga dokter hewan dan paramedis kesehatan hewan perlu direalisasikan, guna menunjang perbaikan kesehatan dan penangganan penyakit serta perbaikan penangganan reproduksi ternak. Prasarana jalan menuju lokasi perlu diperbaiki dan ditingkatkan guna memudahkan aksesibilitas petani ternak maupun petugas teknis. Sarana dan prasarana seperti embung air dam perlu dibangun apabila belum tersedia atau ditingkatkan apabila sudah tersedia untuk menjamin ketersedian air sepanjang tahun, selain itu pagar di area kawasan sapi potong juga perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menjamin keamanan. Berkaitan dengan ketersedian hijauan pakan ternak maka peningkatan kualitas padang penggembalaan dapat dilakukan beberapa mekanisme dan tahapan dengan menerapkan manajemen pengelolaan padang penggembalaan. Introduksi hijauan pakan ternak unggul dan pola budidayanya disesuaikan dengan kondisi agrofisik lahan dan ekosistem setempat. Kombinasi rumput dan legum yang tahan injakan dan penggembalaan sangat disarankan untuk meningkatkan nilai gizi dan produksi hijauan padang rumput di kawasan dengan pola penggembalaan. Penyediaan instalasi tepat guna untuk pengolahan limbah pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan nilai gizi pakan ternak baik berupa sillase maupun konsentrat, serta instalasi pembuatan biogas dan kompos untuk memanfaatkan limbah sapi potong. Sistem pemasaran ternak yang berjalan selama ini di lokasi penelitian merupakan sistem pemasaran tradisional. Untuk itu pemerintah dalam hal ini UPTD Ruminansia Besar difungsikan sebagai penyedia fasilitas dan pelaksana pasar sekaligus pengontrol pasar, seluruh hasil panen berupa ternak sapi hidup dijal peternak dengan standar harga pasar tertinggi kepada UPTD. Hal ini dimaksudkan agar peternak terhindari dari persaingan pasar yang cenderung merugikan peternak sebagai produsen, selain itu akan memotivasi kelompok ternak untuk semakin mengembangkan usaha ternaknya. Kebijakan dan Program Pengembangan Kawasan Sapi Potong Konsep pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar hendaknya berbasis pendekatan agribisnis terpadu dengan memanfaatkan sumberdaya lokal. Pengembangannya dimulai dengan perencanaan di tingkat kelembagaan petani ternak dan UPTD Ruminansia Besar yang selanjutnya diarahkan kemitraan dengan pengusaha pengusaha daging atau eksportir dan perbankan. Kelembagaan petani ternak sebagai pelaku usaha yang bergerak di sub sistem agribisnis hulu dan budidaya, sedangkan UPTD Ruminansia Besar meliputi kegiatan pada sub sistem hulu dan pendukung. Integrasi hulu-hilir dan horizontal-vertikal perlu mendapatkan tekanan perhatian dalam pendekatan agrisbisnis terpadu agar pengembangan kawasan sapi potong berjalan efisien dan bermanfaat secara ekonomis bagi semua stakeholder. Integrasi yang dimaksud meliputi : a keterpaduan sistem produksi , b pengembangan skala usaha, c penyediaan dan pengembangan modal, d adopsi teknologi tepat guna khususnya dalam hal pakan, pengendalian penyakit, dan pengembangan model kawasan, e pemberdayaan kelembagaan petani ternak, f seleksi target peternak dan lokasi yang tepat, g peningkatan dan distribusi fasilitas pelayanan peternakan, dan h pengembangan sistem monitoring dan evaluasi yang efektif dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil rumusan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan potensi dan faktor kendala pengembangan kawasan sapi potong, maka ditetapkan kebijakan sebagai berikut : 1. Penguatan Sistem Pengembangan Kawasan Kawasan perlu dukungan beberapa kebijakan berikut ini : a. Perlindungan penggunaan lahan pengembangan kawasan sapi potong VBC Kabupaten Aceh Besar dalam rangka mewujudkan jaminan dan keberlanjutan usaha sapi potong. Kawasan yang telah ada beserta area pengembangannya perlu mendapat kepastian status lahan sehingga tidak menimbulkan kekawatiran akan adanya peralihan lahan untuk kegiatan lain. Kejelasan status lahan diperlukan dalam penyiapan dan pengembangan kawasan dengan sistem agribisnis terpadu yang mendukung sistem produksi secara berkesinambungan. b. Penetapan prioritas produksi dalam pengembangan kawasan sapi potong melalui penerapan konsep agribisnis secara terpadu pada semua kawasan. Kawasan sapi potong VBC di Kabupaten memiliki prioritas pengembangan kawasan yang hampir seragam melihat pada daya dukung wilayah dan potensinya, tetapi khusus lokasi desa Sukamulia akan diarahkan kepada pengembangan pilot proyek demplot informasi kawasan sapi potong. Kondisi ini memperhatikan potensi yang dimiliki kelompok petani ternak di desa Sukamulia dengan motivasi dan partisipasi yang cukup kuat untuk melaksanakan pengembangan kawasan sapi potong walaupun keterbatasan sarana dan prasarana. c. Pengendalian pemasukan dan pengeluaran ternak untuk mencegah pengurasan stok khususnya bibit berkualitas. Sistem insentif bagi peternak yang mendukung upaya tersebut dapat diterapkan demi terjaganya sumberdaya bibit berkualitas. d. Pemanfaatan dana pembangunan pemerintah daerah untuk mendukung investasi pembibitan baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun swasta. Dalam anggaran pembangunan daerah, pemerintah perlu mengalokasikan dana secara khusus untuk mendukung pengembangan usaha pembibitan di samping mobilisasi dana yang berasal dari masyarakat luas dan investor. e. Mewujudkan iklim yang kondusif untuk mendorong partisipasi semua stakeholder melalui peraturan dan ketentuan yang memberikan kemudahan dan kenyamanan dalam pengembangan usaha sapi potong. 2. Kebijakan yang ditempuh dalam Peningkatan Kualitas Pakan meliputi : a. Fasilitasi kerjasama lintas sektor dalam pemanfaatan sumber hijauan alami sebagai makanan ternak serta perlindungan terhadap kawasan sumber-sumber hijauan pakan, baik rumput maupun limbah pertanian. b. Kemudahan dalam investasi pengembangan industri pengolahan pakan berbasis sumberdaya lokal khususnya di sentra produksi. Selain peran investasi pemerintah, pihak swasta didorong dalam pembangunan industri pakan melalui fasilitasi pemerintah. 3. Dukungan kebijakan yang diperlukan dalam peningkatan iklim investasi yang kondusif menyangkut regulasi yang dapat meningkatkan minat investor dalam penanaman modal dalam berbagai lapangan usaha di bidang peternakan. Perijinan yang dewasa ini menjadi wewenang pemerintah daerah perlu dikelola secara lebih baik dengan sistem kelembagaan yang saling menguntungkan antara pemerintah, swasta dan peternak. 4. Dalam mendukung strategi standardisasi mutu terpadu, kebijakan yang diperlukan meliputi : a. Up-grading bibit sehingga bibit yang dikembangkan semakin berkualitas. Teknologi budidaya diarahkan menggunakan standar Good Farming System GFS sehinga produk yang dihasilkan dapat bersaing secara internasional. Tuntutan konsumen akan semakin tinggi terhadap kualitas produk yang sangat ditentukan oleh manajemen budidaya. b. Standarisasi penanganan pasca panen. Nilai tambah pada kegiatan pasca panen umumnya lebih tinggi dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu penanganan pasca panen memerlukan Standard Operasional Proccedure SOP secara lebih ketat. Hal ini sangat penting, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga dimaksudkan menurunkan tingkat resiko kerusakan dan kehilangan. c. Perbaikan sistem transportasi. Transportasi memiliki posisi strategis dalam kegiatan usaha sehingga pemerintah daerah perlu memberi perhatian terhadap tersedianya sarana transportasi untuk menjamin distribusi produk peternakan karena jarak lokasi antara produsen dengan konsumen produk ternak umumnya relatif jauh. 5. Peningkatan skala ekonomis dilakukan melalui kebijakan yang meliputi: a. Penyediaan paket bantuan ternak pemerintah kepada petani yang memiliki potensi pengembalian yang cukup tinggi. Pendampingan secara intensif dalam implementasi paket tersebut perlu dilakukan dengan melibatkan tenaga pendamping yang kompeten. Lokasi dengan kepemilikan sumber daya pakan yang tinggi perlu mendapat prioritas. Penyebaran bibit atau bakalan lebih diorientasikan pada pengembangan usaha komersial skala cabang usaha dan usaha pokok. b. Memberikan kesempatan kepada pihak swasta dalam melakukan kemitraan dengan masyarakat peternak melalui model kemitraan dalam pengembangan usaha secara lebih efisien dan ekonomis. Kerjasama kemitraan yang perlu dikembangkan menyangkut kegiatan penyediaan sapronak dan pemasaran; 6. Kebijakan yang perlu ditempuh dalam pengembangan riset dan sistem informasi antara lain meliputi: a. Memberikan kesempatan kepada lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan riset dalam melakukan kajian potensi dan pengembangan sumberdaya kawasan sapi potong di Aceh Besar. Kerjasama pengembangan riset dengan instansi tertentu ini sangat strategis dalam upaya pembelajaran bagi masyarakat luas serta mengembangkan budaya riset di kalangan masyarakat luas. b. Penyediaan sarana dan pembinaan personel yang dapat mendukung kegiatan koleksi data recording informasi peternakan serta memberikan pelayanan secara lebih efektif. Dalam hal ini perlu dialokasikan dana secara khusus untuk membangun jaringan penyediaan dan pelayanan data dalam bentuk sistem informasi terpadu yang lebih murah dan mudah diakses. Kebutuhan data yang sangat diperlukan antara lain menyangkut data produksi, teknologi, permodalan, harga dan pasar. 7. Kebijakan untuk strategi Optimalisasi Pelayanan Publik meliputi: a. Penyediaan dana pemerintah untuk pembangunan fasilitas pelayanan teknis budidaya dan pemanfaatan fasilitas bagi peternak. Efisiensi dan produktifitas yang masih rendah di tingkat peternak sangat memerlukan bantuan pemerintah dalam kemudahan akses fasilitas layanan yang disediakan. b. Penyediaan subsidi untuk pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan hewan dan kesmavet. Fasilitas pelayanan kesehatan hewan dan masyarakat veteriner yang memadai diperlukan dalam upaya mendukung proses produksi menghasilkan produk hasil ternak yang bersih, sehat, dan halal. c. Penyediaan subsidi dalam pembangunan fasilitas pelayanan penanganan produksi hasil ternak. Fasilitas pengolahan hasil ternak diperlukan untuk menghasilkan produk ternak dengan nilai tambah yang lebih tinggi. d. Menciptakan pelayanan prima dalam pemanfaatan fasilitas secara menyeluruh oleh peternak. Manajemen pelayanan fasilitas harus dilakukan secara terpadu untuk meningkatkan efisiensi pelayanan di berbagai lokasi yang tersebar. e. Penempatan fasilitas pelayanan di lokasi yang strategis dengan konsep minimalisasi beban pelayanan. Tingkat kebutuhan fasilitas pelayanan di setiap daerah ditentukan berdasarkan faktor pembobot populasi ternak atau penduduk sesuai dengan jenis fasilitas yang tersedia. 8. Kebijakan penguatan kelembagaan dan SDM meliputi : a. Kemudahan dan fasilitasi bagi petugas dan peternak dalam peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan terkait dengan sumberdaya peternakan. Dalam jangka panjang pengembangan sumberdaya perlu juga menyangkut teknik perencanaan, pembinaan masyarakat, manajemen proyek, monitoring dan evaluasi merupakan beberapa aspek pembinaan yang harus ditingkatkan. b. Intensifikasi komunikasi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, balai penelitian, dan LSM untuk meningkatkan kerjasama dalam pengembangan teknologi, konsep, model dan manajemen yang terkait dengan pembangunan peternakan. Sasaran pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar dengan konsep agribisnis terpadu yang akan dicapai meliputi : 1 Peningkatan ketahanan produksi sapi potong. Di masa yang akan datang, produk ternak termasuk ruminansia akan semakin memiliki peran strategis dalam kehidupan masyarakat luas yang cenderung terus mengalami peningkatan baik sebagai bahan pangan maupun untuk kegiatan jasa. Program peningkatan produksi sapi potong dimaksudkan untuk menjamin masyarakat dalam memperoleh pangan asal ternak dalam jumlah yang cukup dengan kondisi yang ’Aman, Sehat, Utuh dan Halal’ ASUH. Secara spesifik aspek yang diperhatikan dalam ketahanan produksi sapi potong di Kabupaten Aceh Besar mencakup: a ketersedian input produksi, b ketersediaan produksi sapi potong; c ketersedian dan distribusi daging sapi yang merata; d diversifikasi produk, dan; e kesehatan dan kehalalan produk daging. 2 Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk. Persaingan pasar baik secara nasional maupun internasional masih menjadi kendala pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Aceh Besar. Efisiensi produksi yang memerlukan biaya tinggi menjadi salah satu faktor kendala yang dihadapi peternak sapi potong di Aceh Besar dalam berkompetisi dengan peternak di wilayah lain. Perbaikan dalam sistem pengelolaan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah serta memiliki daya saing yang lebih baik. 3 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Ternak sapi potong dalam kehidupan masyarakat Aceh Besar telah memberikan kontribusi dalam sistem ekonomi rumah tangga petani ternak. Namun demikian, kontribusinya relatif mengalami penurunan beberapa tahun belakangan karena semakin terbatasnya bibit dan bakalan sehingga skala usaha semakin kecil. Posisi ternak dalam usahatani masih sebagai usaha sambilan karena kontribusinya masih sulit ditingkatkan. Di sisi lain waktu luang peternak cenderung semakin tinggi dengan menurunnya aktivitas tenaga kerja keluarga petani akibat menyempitnya kepemilikan lahan sawah dan ladang. Kondisi ini merupakan peluang lebih terbukanya kesempatan usaha pemeliharaan ternak dalam rangka peningkatan kontribusi usaha ternak dalam ekonomi rumah tangga. Peluang usaha ternak sebagai cabang usaha atau usaha pokok masih terbuka apabila didukung fasilitas dan program pembangunan secara tepat. 4 Pengembangan Unsur Penunjang Agribisnis Peternakan. Dalam upaya mencapai ketiga program utama di atas, diperlukan program penunjang yang diharapkan dapat mengakselerasi program utama. Program pengembangan unsur penunjang dalam agribisnis secara garis besar mencakup aspek sumberdaya manusia, fasilitas, dan kelembagaan. Untuk mewujudkan sasaran pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar dengan konsep agribisnis perlu disusun dalam suatu program yang terbagi menjadi program jangka panjang dan program jangka pendek. Program Jangka Panjang Program jangka panjang dalam pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Program Jangka Panjang Pengembangan Kawasan Sapi Potong VBC Aceh Besar No Sasaran Program 1 Peningkatan ketahanan produksi sapi potong a. Pengembangan model kawasan agribisnis terpadu b. Pengembangan teknologi hijauan pakan dan konsentrat c. Pengembangan fasilitas layanan peternakan 2 Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk a. Pengembangan teknologi diversifikasi pasca panen dan pengolahan b. Pengembangan sistem transportasi dan pemasaran 3 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak a. Pengembangan sistem usaha skala ekonomis berbasis sumberdaya lokal b. Pengembangan sistem kemitraan budidaya ternak 4 Pengembangan unsur penunjang agribisnis peternakan a. Pengembangan riset peternakan b. Pengembangan sistem informasi 1 Program peningkatan ketahanan produksi sapi potong meliputi : a. Pengembangan model kawasan agribisnis terpadu yang diarahkan untuk mengoptimalkan seluruh sumberdaya kawasan sapi potong melalui integrasi vertikal dan horizontal antar stakeholder yang terkait dengan kegiatan pengembangan kawasan sapi potong dan antar kawasan sapi potong yang berada di Kabupaten Aceh Besar. Integrasi yang dimaksudkan berkaitan dengan keterpaduan pada aspek budidaya, manajemen padang penggembalaan, kebutuhan fasilitas, sarana dan prasarana serta kelembagaan. b. Pengembangan teknologi hijauan pakan dan konsentrat dengan bahan baku lokal dalam rangka peningkatan nilai gizi hijauan dari padang pengembalaan, sisa hasil tanaman pangan dan perkebunan dalam rangka efisiensi dan produktivitas dalam proses produksi budidaya sapi potong. c. Pengembangan fasilitas layanan peternakan dengan memperhatikan kebutuhan jenis fasilitas, kecukupan pelayanan fasilitas setiap sentra produksi serta pengembangan kelembagaan. 2. Program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk peternakan meliputi: a. Pengembangan diversifikasi teknologi pasca panen melalui perbaikan dalam penanganan hasil ternak dan pengembangan teknologi pengolahan daging, kulit, dan hasil ikutan lainnya, b. Pengembangan sistim transportasi ternak dan hasil ternak yang mengarah pada adanya standardisasi alat pengangkutan ternak, manajemen pengangkutan ternak dan sarana penunjang transportasi ternak yang memadai untuk menjamin terpeliharanya kualitas produk dalam jangka waktu lebih lama dan jarak yang lebih jauh. 3. Program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak meliputi: a. Pengembangan model usaha skala ekonomis berbasis sumberdaya lokal dalam wadah kelompok peternak dengan harapan dapat dicapai efisiensi dalam proses produksi dan volume usaha komersial. b. Pengembangan sistem kemitraan budidaya ternak, dengan kajian tentang pihak stakeholders terkait, model kerjasama, jangka waktu kerjasama, bidang kerjasama, serta sistem pembagian hasil yang memberikan kepuasan dan kenyaman semua pihak terlibat. 4. Program pengembangan unsur penunjang agribisnis peternakan meliputi : a. Pengembangan riset dengan mengkaji bidang yang dibutuhkan melalui kerjasama dengan lembaga riset yang berkompeten. b. Pengembangan sistem informasi untuk penataan database dan promosi potensi setiap kawasan. Selain sumberdaya manusia yang kompeten, teknologi dan sarana yang mendukung sangat diperlukan. c. Pengembangan sumberdaya manusia yang handal, baik pada tingkat petani-peternak maupun tenaga pendamping. Program Jangka Pendek Program jangka pendek dalam pengembangan kawasan sapi potong VBC di Kabupaten Aceh Besar dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Program Jangka Pendek Pengembangan Kawasan Sapi Potong VBC Aceh Besar No Sasaran Program 1 Peningkatan ketahanan produksi sapi potong a. Pengembangan sumber hijauan makanan ternak b. Pengembangan inovasi teknologi pakan aplikatif c. Pengembangan teknologi budidaya sapi potong 2 Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk a. Peningkatan kualitas bibit dan bakalan sapi potong b. Pengembangan fasilitas pemotongan ternak ruminansia c. Pengembangan teknologi pengolahan produk, sisa produk, dan limbah ternak d. Pengembangan sistem promosi hasil ternak 3 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak a. Pengembangan pola dan skala usaha b. Pengembangan sistem pemasaran ternak 4 Pengembangan unsur penunjang agribisnis peternakan a. Pengembangan iklim investasi b. Penigkatan kelembagaan dan sumberdaya manusia capacity building 1. Program peningkatan ketahanan pangan produk peternakan meliputi : a. Pengembangan sumber hijauan makanan ternak yang diharapkan dapat menunjang terciptanya sistem produksi yang berkelanjutan melalui pemanfaatan sumberdaya hijauan yang tersedia di lokasi setempat. b. Pengembangan teknologi pakan aplikatif dengan sasaran dapat tercapainya ketersediaan pakan berkualitas secara kontinu sesuai dengan tingkat kebutuhan setiap lokasi. Pengembangan inovasi teknologi pakan yang aplikabel dan ekonomis, manajemen pengelolaan pakan dan penyimpanan, dan sistem kelembagaan menjadi perhatian dalam program ini. c. Pengembangan teknologi budidaya ternak sapi potong untuk mewujudkan proses produksi secara lebih efisien dan ketersedian stok bibit dan bakalan secara berkesinambungan. 2. Program peningkatan nilai tambah dan daya saing produk meliputi : a. Peningkatan kualitas bibit dan bakalan sapi potong, b. Pengembangan fasilitas pemotongan ternak melalui pembangunan dan perbaikan sarana pemotongan hewan maupun Rumah Potong Hewan, c. Pengembangan teknologi pengolahan produk, sisa produk, dan limbah ternak melalui introduksi aneka teknik pengolahan, d. Pengembangan sistem promosi melalui strategi perluasan segmen dan wilayah pemasaran produk ternak dan hasil ternak sapi potong. 3. Program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak meliputi : a. Pengembangan pola usaha secara lebih ekonomis melalui manajemen pemeliharaan yang lebih efisien, penentuan produk yang menguntungkan, pengaturan waktu produksi dan penjualan, b. Pengembangan sistem pemasaran ternak yang efisien dan memberikan nilai jual yang lebih tinggi bagi peternak. 4. Program pengembangan unsur penunjang agribisnis peternakan meliputi : a. Pengembangan iklim investasi yang kondusif yang dapat menarik berbagai stakeholder untuk terlibat dalam pengembangan usaha peternakan baik dari masyarakat setempat maupun luar wilayah, b. Program peningkatan kelembagaan dan SDM capacity building dengan sasaran utama personil peternak dan petugas dari lembaga terkait. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Secara umum kondisi lokasi penelitian merupakan kawasan baru yang didominasi oleh wilayah yang datar dan sesuai bagi pengembangan sapi potong, didukung agrofisik lahan 30 – 40 daerah dataran berupa padang penggembalaan, alang-alang dan semak belukar. 2. Jumlah ternak sapi potong yang masih dapat dikembangkan untuk memenuhi daya tampung berdasarkan produksi hijauan yaitu sebesar 285.9, 225.3, 54.3, dan 2 ST masing-masing untuk kawasan yang berlokasi di desa Saree Aceh , Sukamulia, Data Gaseu, dan Bareuh. 3. Produktivitas sapi Bali di kawasan sapi potong Kabupaten Aceh Besar baik kawasan Blang Ubo-ubo maupun Cot Seuribe masih termasuk rendah dan belum memenuhi kriteria sebagai kawasan pembibitan ternak karena belum diterapkannya konsep pembibitan ternak. 4. Beberapa faktor internal memiliki potensi yang cukup baik yaitu agrofisik dan ketersedian lahan, ketersedian tenaga kerja dan kontribusi usaha sapi poton terhadap pendapatan petani besar dapat ditingkatkan. Saran 1. Untuk pengembangan sapi potong di kawasan Village Breeding Centre Aceh Besar pola yang memungkinkan diterapkan melalui integrasi disesuaikan dengan penggusahaan budidaya pertanian di lokasi kawasan tersebut seperti pola pengembangan sapi potong terintegrasi dengan usaha budidaya tanaman pangan, perkebunan, dan hutan produksi. 2. Berdasarkan kerangka pengembangan kawasan sapi potong maka dapat dilakukan dengan pola dua strata dimana UPTDTernak Ruminansia Besar dan Balai Pembibitan Ternak Unggul sapi Aceh sebagai inti dan peternak rakyat sebagai plasma dengan skala ekonomis pengembangan minimal 10 ekor dan berbasis pendekatan agribisnis terpadu. DAFTAR PUSTAKA Abdullah L. 2009. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Sebagai Sumber Penghasil Hijauan Pakan dalam Upaya Peningkatan Populasi Sapi. Panduan Seminar Nasional: Percepatan Peningkatan Populasi Ternak Sapi di Indonesia. Bogor: Centras LPPM-IPB. Andini L, WT Sasongko, A Kurniawati, Suharyono. 2007. Pengaruh Jerami Jagung dan SPM Terhadap Produksi Gas Secara In Vitro. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : Akselerasi Agribisnis Peternakan Nasional melalui Pengembangan dan Penerapan IPTEK. Bogor. Hlm 116-120. Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Aceh Besar. 2010. Aceh Besar dalam Angka. Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Kota Jantho. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal. 2004. Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan. Jakarta: Bappenas. Bamualim AM, T Bess, C Talib. 2008. Arah penelitian untuk pengembangan sapi potong di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional; Palu 24 Nov 2008. Hlm 4-12. Daryanto A. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Jakarta: PT. Permata Wacana Lestari. David FR. 2001. Strategic Management: Concepts and Cases. 8 th ed. New Jersey: Prentice-Hall. Inc. Departemen Pertanian RI. 2001. Keputusan Menteri Pertanian No.417KptsOT.21072001 tentang Pedoman Umum Penyebaran dan Pengembangan Ternak. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian RI. 2002a. Penyusunan Standar Kawasan Agribisnis Peternakan dalam Rangka Pengembangan Sistem Informasi. Jakarta: Fakultas Peternakan IPB dan Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departamen Pertanian Republik Indonesia. Departemen Pertanian RI. 2002b. Pengembangan Kawasan Agribisnis Berbasis Peternakan. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan NAD. 2010. Laporan Tahunan 2009. Banda Aceh: Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar. 2011. Laporan Tahunan 2010. Kota Jantho: Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Penelitian Ternak. 1995. Petunjuk Pelaksanaan Analisis Potensi Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. Buku II. Bogor : Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Direktorat Jendral Peternakan. 2001. Pengembangan Kawasan Berbasis Peternakan. Jakarta: Departemen Pertanian. Djagra IB, IB Arka. 1994. Pembangunan peternakan sapi Bali di Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Lokakarya Pengembangan Peternakan Sapi di Kawasan Timur Indonesia; Mataram. 6-8 Februari 1994. Glueck WF, LR Jauch. 1994. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan. Jakarta: Erlangga. Gurnadi E. 1998. Livestock Development in Indonesia. Makalah Seminar Pengembangan Peternakan Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Gurnadi E. 2004. Prospek Agroindustri-Peternakan Sub Sektor Penggemukan Sapi. Workshop Sesi II Prospek Dunia Usaha dan Potensi Pembiayaannya Oleh Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia Hardjosubroto W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Kay RD. 1981. Farm Management; Planing, Control and Implementation. Sao Paulo, Singapure, Sydney Tokyo: Mc Grawhill, Internative Book Company Martoyo H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Maryono, E Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Inovasi Pakan Murah untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Musa S, AH Nasoetion. 2007. Landasan Statistika Kontemporer. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Natasasmita A, K Mudikdjo. 1980. Beternak Sapi Daging. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Otsuka J, K Kondo, S Simamora, SS Mansjoer dan H Martojo. 1980. Report: The Origin and Phylogeny of Indonesia Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey Peranginangin. 1990. Perkembangan dan Pengendalian Penyakit Sapi Bali di Wilayah Pelayanan BPPH VI Denpasar. Prosiding Seminar Nasional Sapi Bali, Denpasar. Denpasar: Fapet Universitas Udayana. Putu IG, P Dewyanto, P Sitepu, TD Soedjana. 1997. Ketersediaan dan Kebutuhan Teknologi Produksi Sapi Potong. Prosiding Seminar Nasioanl Peternakan dan Veteriner, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm 50-63. Rakhmat J. 2000. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Rajab. 2009. Kajian pengembangan pembibitan sapi Bali di Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat [thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Reksohadiprodjo. 1985. Produksi Hijauan Makanan ternak. Yogyakarta: BPFE Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Sabrani M, M Panjaitan, A Mulyadi. 1981. Prospek Pengembangan Kambing dan Domba Bagi Petani Kecil dan Perlunya Pendekatan Keilmuan Terpadu. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Saputra H. 2010. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Berwawasan Agribisnis di Provinsi Aceh. [thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saragih B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan Kumpulan Pemikiran. Bogor: Pusat Studi Pembangunan IPB dan USESE Foundation. Santosa U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Siregar SB. 1997. Penggemukan Sapi. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. Soekartawi A, Soehardjo, JL Dillon JB Hardaker. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia. Soesanto M. 1997. Pengintegrasian Pembangunan Sub-sektor Peternakan dengan Pelestarian Keanekaragaman Hayati. Seminar Nasional Peningkatan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Subagio I, Kusmartono. 1988. Ilmu Kultur Padangan. NUFIC. Malang: Universitas Brawidjaya. Sudardjat S. 2000. Potensi dan Prospek Bahan Pakan Lokal dalam Mengembangkan Industri Peternakan di Indonesia. Buletin Peternakan Edisi 10. Hlm 11-15. Tanari M. 1999. Estimasi Dinamika Populasi dan Produktivitas Sapi Bali di Propinsi Daerah Tingkat I Bali [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Tawaf R. 1993. Strategi Pengembangan Industri Peternakan Sapi Potong Berskala Kecil dan Menengah. Makalah Seminar. Jakarta: CIDES. Toelihere MR. 1983. Tinjauan Tentang Penyakit Reproduksi pada Ternak Ruminansia Besar. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Wiyono DB, Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Yusdja Y, N Ilham. 2006. Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor: Departemen Pertanian RI. LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Keterangan: A. Lokasi Penelitian I = Kawasan Blang Ubo-Ubo B. Lokasi Penelitian II = Kawasan Cot Seuribe B A Lampiran 2 Rataan Skor Kondisi Tubuh dan Karakterisrik Sifat Kuantitatif Sapi Bali umur ≤ 1 tahun gigi I0 di Kawasan Sapi Potong VBC Aceh Besar Sumber: Hasil Survey dan Analisis 2011 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata p 0,05 Kriteria Peubah Diamati Lokasi Penelitian Blang Ubo-ubo Cot Seuribe Saree Aceh Sukamulia Data Gaseu Bareuh 1. Jumlah Sampel n ekor Jantan Betina 2.Skor Kondisi Tubuh Jantan Betina 3. Lingkar Dada cm Jantan Betina 4. Tinggi Pundak cm Jantan Betina 5. Tinggi Pinggul cm Jantan Betina 6. Panjang Badan cm Jantan Betina

7. Lebar Pinggul cm