Teknologi Produksi Biogas TINJAUAN PUSTAKA

5 Sedangkan menurut Jones et all, 1980 dalam Abdullah et all, 1998 kandungan gas metana berkisar antara 54-70. Besarnya nilai kalor yang terdapat dalam biogas tergantung kandungan gas metana dalam biogas tersebut. Semakin tinggi kandungan gas metana maka semakin besar energi nilai kalor pada biogas tersebut, begitu pun sebaliknya. Data yang diperoleh dari Kajian Teknologi Energi 2007 menyebutkan bahwa, nilai kalor rendah LHV CH 4 = 50,1 MJkg dengan densitas CH 4 = 0,717 kgm 3 .

B. Teknologi Produksi Biogas

Teknologi biogas termasuk ke dalam teknologi konversi energi biomassa yang memerlukan bantuan mikroba dalam proses penerapannya. Mikroba tersebut digunakan untuk membantu proses degradasi bahan organik menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi baru Abdullah et all, 2006. Teknologi biogas merupakan teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi secara anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri metanogen dalam suatu ruangan pencerna digester anaerob Abdullah et all, 1998. Gas metana yang dihasilkan dapat dibakar sehingga menghasilkan energi panas yang dapat digunakan untuk memasak atau memanaskan sesuatu Nandiyanto dan Rumi, 2006 dalam Rahman, 2007. Adapun dalam pembentukan biogas perlu diperhatikan beberapa hal, sebagai berikut: B.1. Tahapan Pembentukan Biogas Pada proses produksi biogas akan melalui beberapa tahapan yang dilakukan oleh aktifitas berbagai mikroba. Menurut Gijzen 1987 dalam Rahman 2007, dekomposisi anaerobik pada biopolimer organik sangat kompleks menjadi gas metana yang dilakukan oleh aktifitas kombinasi mikroba. Secara umum dekomposisi ini dapat digolongkan dalam empat tahapan, reaksi metabolisis ini memiliki jalur yang cukup kompleks pada tahap asidogenesis. Berikut adalah diagram tahapan pembentukan biogas: 6 Gambar 1. Tahapan fermentasi anaerobik bahan organik menjadi gas metana. De Wilde dan Vanhille, 1985 dalam Rahman, 2007. a Hidrolisis Menurut Yadvika, et al 2004 dalam Rahman 2007, menyatakan bahwa dalam tahap hidrolisis terjadi pemecahan secara enzimatik dari bahan yang tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein, dan asam nukleat menjadi bahan yang mudah larut. Protein dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, sedang lemak diurai menjadi asam-asam berantai pendek Yani dan Darwis, 1990. Pemecahan ini dilakukan oleh sekelompok bakteri anaerobik, seperti Bactericides dan Clostridia maupun bakteri fakultatif, seperti Streptococci Yadvika, et al, 2004 dalam Rahman, 2007, dan dibantu oleh enzim selulolitik, lipolitik, proteolitik, dan lanilla sehingga mempercepat dekomposisi polimer menjadi monomer- monomer NAS, 1977 dalam Rahman, 2007. Ikatan alfa-glikosidik umumnya terdapat pada sebagian besar polimer seperti pati dan glikogen yang dapat dihidrolisis oleh amilase. Pektin lebih mudah didegradasi oleh pektinase atau amilase, sedangkan protein oleh protease dan peptidase. Selulosa merupakan senyawa yang resisten terhadap reaksi hidrólisis. Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Selulose Polimer Karbohidrat Lipase Senyawa Bakteri Bakteri Bakteri Lemak Terlarut Asam Organik Asetat CH 4 +CO 2 asam Alkohol asetat metana Protease Protein Hidrolisis Polimer Asidogenesis Asetogenesis Metanogenesis 7 b Asidogenesis Pada tahap asidogenesis bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen dan karbon dioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida CO 2 , asam sulfida H 2 S, dan sedikit gas metana CH 4 Amaru, 2004 dalam Rahman, 2007. Menurut Bryant 1987 dalam Rahman 2007, produk terpenting dalam tahap asidogenesis adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat, H 2 , dan CO 2 . Selain itu, dihasilkan sejumlah kecil asam formiat, asam laktat, asam valerat, metanol, etanol, butadienol, dan aseton. Bakteri pembentuk asam biasanya dapat bertahan terhadap perubahan kondisi yang mendadak dari pada bakteri penghasil metana. Bakteri ini jika dalam kondisi anaerobik, mampu memproduksi makanan pokok untuk penghasil metana dan aktifitas enzim yang dihasilkan terhadap protein dan asam amino akan membebaskan garam-garam amino yang merupakan satu-satunya sumber nitrogen yang dapat diterima oleh bakteri penghasil metana Yani dan Darwis, 1990. c Asetogenesis Tidak semua produk dari asetogenesis dapat digunakan secara langsung pada tahap metanogenesis. Menurut Bryant 1987 dan Hashimoto 1980 dalam Rahman 2007, mengemukakan bahwa alkohol dan asam volatil rantai pendek tidak dapat langsung digunakan sebagai substrat pembentuk metana, tetapi harus dirombak dahulu oleh bakteri asetogenik menjadi asetat, H 2 dan CO 2 . 8 Asam lemak yang teruapkan dari hasil asidogenesis digunakan sebagai energi oleh beberapa bakteri obligat anaerobik. Tetapi bakteri- bakteri tersebut hanya mampu mendegradasi asam lemak menjadi asam Synthrophobacter wolinii Weismann, 1991 dalam Hapsari, 2007. Produk yang dihasilkan ini menjadi substrat pada tahap pembentukan gas metana oleh bakteri metanogenik. Setelah asidogenesis dan asetogenesis diperoleh asam asetat, hidrogen, dan karbon dioksida yang merupakan hasil degradasi anaerobik bahan organik. d Metanogenesis Metanogenesis merupakan tahap terakhir dari semua tahap konversi anaerobik dari bahan organik menjadi metana dan karbon dioksida. Pada tahap awal pertumbuhannya, bakteri metanogenik bergantung pada ketersediaan nitrogen dalam bentuk amonia dan jumlah substrat yang digunakan. Pada tahap metanogenesis, bakteri metanogenik mensintesis senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO 2 , dan asam asetat untuk membentuk gas metana dan CO 2 . Bakteri penghasil asam dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan lingkungan yang ideal untuk bakteri penghasil metana. Sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi toksis bagi mikroorganisme penghasil asam Amaru, 2004 dalam Rahman, 2007. Menurut Yani dan Darwis 1990, pembentukan metana oleh bakteri membutuhkan sejumlah energi dan tergantung pada asetat dan CO2 yang terlarut sebagai sumber karbon dan sumber pengoksidasi sebagai pengganti oksigen. Menurut McCarty 1964 dalam Hapsari 2007, bakteri yang bekerja dalam tahap metanogenesis adalah bakteri metanogenik, seperti Metanobacterium omelianski dan Metanobacterium ruminantium. Bakteri ini menggunakan substrat 9 sederhana yang berisi asetat atau komponen-komponen karbon tunggal, seperti karbon dioksida, hidrogen, asam format, metanol, metilamin, dan karbon monoksida. B.2. Mikroba yang Berperan dalam Proses Produksi Biogas Pada proses pembentukan biogas, bakteri sangat berperan, adapun bakteri yang mempengaruhi proses produksi gas metana adalah bakteri anaerobik. Pada proses pembentukan gas metana, bakteri membutuhkan sejumlah energi. Bakteri anaerobik tidak dapat memanfaatkan asam asetat secara optimal karena dalam proses metabolisme bakteri anaerobik tidak dapat menggunakan oksigen, sehingga kebanyakan bakteri anaerobik melepas kelebihan asam ke lingkungan Yani dan Darwis,1990. Bakteri anaerobik hanya dapat menggunakan sebagian dari energi glukosa, sehingga akan lebih lambat dibandingkan bakteri aerobik. Bakteri anaerobik yang digunakan pada proses pembuatan biogas adalah bakteri metanogen dan bakteri non-metanogen. Berikut adalah penjelasan tentang pengaruh kedua bakteri tersebut dalam proses produksi biogas. a. Bakteri Non-metanogen Menurut Yani dan Darwis 1990, bakteri non-metanogen berperan dalam degradasi limbah organik. Bakteri tersebut memiliki peranan penting pada tahap awal perombakan bahan organik yaitu proses likuifikasi atau hidrolisis dan produksi asam yang menyediakan substrat bagi bakteri non-metanogen. Selanjutnya bakteri non- metanogen akan mengubah senyawa sederhana tadi menjadi gas metana. Komponen utama dari limbah organik merupakan selulosa, oleh karena itu dibutuhkan mikroba penghasil selulase untuk menguraikan selulosa. Enzim ini diproduksi oleh sejumlah bakteri dan kapang. Menurut Gijzen 1987 dalam Rahman 2007, bakteri selulolitik yang hidup dalam rumen antara lain Ruminococus albus, bacteroides succinogenes, ruminucoccus flafefaciens succinogenes merupakan 10 mikroba yang paling aktif dalam proses degradasi selulosa. Bakteri selulolitik umumnya hidup pada kisaran suhu optimum 30 C -35 C. b. Bakteri Metanogen Bakteri penghasil gas metana disebut bakteri metanogen. Bakteri metanogen termasuk bakteri yang sangat sensitif terhadap oksigen dan bakteri ini dikelompokkan kedalam bakteri gram positif dan merupakan bakteri tidak motil. Bakteri metanogen sangat restriktif terhadap alkohol dan asam organik, bahan tersebut dapat dijadikan sumber karbon. Berikut spesies dan senyawa organik yang berperan sebagai substrat serta produk senyawa-senyawa yang dihasilkan. Tabel 4. Bakteri metanogen yang berperan dan hasil produknya. Bakteri Substrat Produk Metanobacterium formicum CO 2 CH 4 M. mobilis Format CH 4 M. propionicum H 2 O+CO 2 CO 2 +Asetat M. sohngenii Propionat CH 4 M. suboxydans Kaproat, Butirat CH 4 +CO 2 Metanacoccus mazei Asetat, Butirat Propionat, Asetat M. vanielii H 2 O+CO 2 ,Format CH 4 +CO 2 Metanaosarcina bakteri H 2 O+CO 2 ,Metanol, Asetat CH 4 , CH 4 , CH 4 +CO 2 M. metanica Butirat CH 4 +CO 2 B.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas Pembentukan biogas banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, adapun faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan biogas adalah; a Bahan baku Bahan baku yang digunakan sebaiknya berbentuk bubur atau butiran halus, sehingga proses pembentukan biogas dapat berlangsung dengan sempurna. Apabila bahan baku yang akan digunakan berupa padatan, maka sebaiknya bahan baku dicacah terlebih dahulu sehingga membentuk butiran-butiran halus. Menurut Van Buren 1979 dalam Rahman 2007, agar dapat beraktifitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar padatan 7-10. Hal ini Sumber: Price dan Cheremisinoff 1981 11 dikarenakan bakteri anaerobik lebih mudah mencerna bahan baku berbentuk bubur. b Derajat Keasaman pH Derajat keasaman pH merupakan suatu ukuran keasaman atau kebebasan dari suatu larutan dan merupakan logaritma dari perbandingan konsentrasi nitrogen Yani dan Darwis, 1990. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali basa. Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otmatis berkisar antara 7.0-8.5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari kisaran pH di atas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksis terhadap bakteri metanogenik Fry, 1974 dalam Rahman, 2007. Bakteri metanogen sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH optimum dalam pembuatan biogas berkisar 7.0-7.2, meskipun produksi gas dapat dihasilkan pada nilai pH 6.6-7.6 Anonim, 1981 dalam Wiloso, 1984. Akan tetapi nilai pH terbaik untuk suatu digester biogas yaitu sekitar 7.0. Bila pH di bawah 6.5, aktifitas mikroba akan menurun dan di bawah 5.0 fermentasi akan terhenti Yani dan Darwis, 1990. Pada awal penguraian, akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat dan hidrogen sehingga penurunan pH menjadi semakin rendah Rahman, 2007. Dengan begitu akan menghambat pertumbuhan mikroba. Apabila secara alami tidak dapat dimungkinkan terjadinya kenaikan pH dari pH yang rendah, maka dapat ditambahkan kapur sebagai buffer NAS, 1977 dalam Rahman, 2007. Kapur akan membentuk sistem buffer alami membentuk kalsium karbonat, selain itu dapat digunakan NaOH dan CaOH 2 dalam upaya memelihara sistem buffer Price dan Cheremisinoff, 1981. Buffer yang digunakan dapat berupa amonium hidroksida larutan kapur, natrium karbonat, dan lain-lain. 12 Derajat keasaman pada kebanyakan bahan bio adalah pada kisaran 5-9. Pada bahan bio kotoran sapi yang baru dimasukkan umumnya mempunyai pH 7,7. Kemudian setelah dimasukkan ke dalam digester dan dicampur dengan air, keasamannya turun hingga 6,58. Lama proses suatu bahan bio dapat menghasilkan gas CH 4 yang optimum sangat tergantung pada temperatur dan lama proses digester. Untuk bahan kotoran sapi misalnya pada temperatur 30-35 o C, produksi CH 4 optimum terjadi pada hari ke-10. Setelah hari ke-10, produksi gas CH 4 akan menurun Widodo et all, 2006. c Temperatur Suhu Pembentukan bakteri anaerob sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, semakin tinggi suhu lingkungan maka bakteri anaerob semakin mudah terbentuk. Suhu optimum untuk pembentukan bakteri anaerob antara 35 C - 37 C. Gas metana dapat diproduksi pada tiga kisaran temperatur sesuai dengan sifat dan karakteristik bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 C-7 C, bakteri mesophilik pada temperatur 13 C-40 C, sedangkan thermophilic pada temperatur 55 C- 60 C Fry, 1974 dalam Rahman, 2007. Aktifitas bakteri dalam digester untuk menghasilkan gas tergantung pada temperatur lingkungan. Meskipun gas dapat dihasilkan pada suhu 20 C-40 C, dekomposisi yang lebih cepat akan diperoleh dengan menaikkan suhu digester hingga 40 C-60 C. Tetapi digester dengan suhu mesofilik merupakan terbaik, karena selang suhu 21-40 C lebih mudah dijaga, kadar H 2 S yang dihasilkan rendah dan bakteri mesofilik lebih toleran terhadap fluktuasi suhu. Suhu optimum untuk mikroba penghasil biogas antara 30 C-35 C Yani da Darwis, 1990. Massa bahan yang sama akan dicerna dua kali lebih cepat pada 35°C dibanding pada 15°C dan menghasilkan hampir 15 kali lebih banyak gas pada waktu proses yang sama Amaru, 2004 dalam Rahman, 2007. 13 d Pengadukan Menurut Barnet et all 1979, pengadukan ditujukan untuk mencegah terjadinya endapan, menyeragamkan substrat, meningkatkan laju dekomposisi dan meratakan kontak mikroba dengan substrat yang akan didegradasi. Laju reaksi maksimum akan dicapai bila digester biologinya memiliki pengadukan yang baik dan mikroba dalam kondisi optimum merombak bahan-bahan organik. Viskositas yang rendah dalam fermentor akan mengakibatkan pengendapan padatan, dan menimbulkan permasalahan dalam pengoperasian. Menurut Apandi 1980 dalam Yulistiawati 2008, pengadukan dibutuhkan untuk menjaga agar kerak jangan sampai menumpuk dipermukaan sehingga menghambat pelepasan gas dari larutannya, menghomogenkan suhu dalam digester, menghomogenkan konsentrasi substrat, melepaskan karbon dioksida agar pH bisa naik sampai pH normal, memperbesar kontak mikroba dengan substrat dan mencegah terjadinya toksik lokal dalam digester. Menurut Barnet 1978 dalam Yulistawati 2008, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengadukan hanya berkisar dua sampai tiga menit dan dilakukan sekali atau dua kali sehari. e CN Rasio Dalam kehidupannya mikroba memerlukan unsur makro seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan lain-lain serta unsur mikro seperti natrium, kalsium, magnesium, cobalt, zinkim, besi dan lain-lain. Menurut Yani dan Darwis 1990, mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, sumber karbon dan sumber nitrogen. Seandainya dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, bakteri tidak akan dapat memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesis senyawa substrat yang mengandung karbon. Kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, jika terlalu banyak nitrogen pertumbuhan bakteri akan terhambat, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan 14 amoniaknya sangat tinggi. Menurut Abdullah, et all 1998, agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan rasio optimum C:N berkisar antara 20:1 sampai 30:1. Menurut Fry 1974 dalam Rahman 2007, perbandingan CN dari bahan organik sangat menentukan aktifitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak, dan nitrat. Perbandingan CN substrat akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Fry dan Merrill 1973 dalam Yulistiawati 2008, perbandingan CN untuk masing-masing bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang akan dihasilkan. Perbandingan CN yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH 4 rendah, CO 2 tinggi, H 2 rendah, dan N 2 tinggi. Perbandingan CN yang terlalu tinggi akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH 4 rendah, CO 2 tinggi, H 2 tinggi, dan N 2 rendah. Perbandingan CN yang seimbang akan mengahasilkan biogas dengan CH 4 tinggi, CO 2 sedang, H 2 dan N 2 rendah. f Kondisi Anaerob Penguraian senyawa organik pada kondisi aerob akan mengahasilkan CO 2 , namun apabila pada kondisi anaerob akan mengahasilkan gas metana Mazumdar, 1982 dalam Hapsari, 2007. Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam digester. Keberadaan udara menyebabkan gas CH 4 tidak akan terbentuk. Oleh karena itu, digester biogas harus tertutup rapat, sehingga tidak ada udara yang masuk. Oksigen dapat membunuh semua bakteri anaerobik penghasil gas metana. Bakteri metanogen termasuk mikroorganisme anaerobik yang sangat sensitif terhadap oksigen, diketahui pertumbuhannya akan terhambat dalam konsentrasi oksigen terlarut 0.01mgL Yani dan Darwis, 1990. 15

C. Manfaat Sistem Pembangkit Biogas