dari kata
humanismus
tertuju pada tema budaya
culture
dan peradaban
civilization
. Pada abad ke 19,
humanities
berhubungan dengan sikap
attitude
dan kesempurnaan
perfection
. Pada abad ke 20,
humanitarian
berhubungan dengan tindakan individu dan kesejahteraan
welfare
.
10
Pengklasifikasian teori tentang manusia dalam Sosiologi pengetahuan terbagi atas lima kelompok: pertama, pandangan tentang manusia tidak berdasar pada filsafat atau ilmu,
melainkan pada kepercayaan religius, dan pada pokok berasal dari sumber Yahudi dan Kristiani. Kedua, pandangan tentang manusia berasal dari penemuan Yunani tentang
homo sapiens
, atau manusia sebagai makhluk rasional. Ketiga, teori bersifat naturalistis, positivistis, dan pragmatis tentang
homo faber
, menganggap manusia bukan muncul dari diri sendiri, melainkan sebagai hasil perkembangan alam; manusia merupakan hewan memiliki
pemikiran luas dan mampu menggunakan simbol dan alat. Konsep keempat, manusia terpengaruh oleh pandangan pesimisme Schopenhauer, memandang manusia secara negatif,
sebagai kemerosotan; manusia telah meninggalkan kehidupan, telah melepaskan suasana kosmis suci. Konsep kelima tentang manusia terdapat
dalam ide “manusia super”
Ubermensch
dari Nietzsche.
11
2.3.2. Definisi Kemanusiaan Perspektif Yunani
Filsafat Yunani berdasar pada filsafat alam, dan berkembang menjadi metafisika dan etika. Filsafat Yunani turut mempengaruhi perkembangan ilmu di Barat dan filsuf Islam pada
abad pertama. Pytagoras 570-496 SM konsep manusia berkaitan dengan prinsip-prinsip
matematika sebagai dasar realitas. Manusia berada dalam pemahaman ajaran reinkarnasi
10
Raymond William,
Keywords A Vocubylary of Culture and Society
New York: Oxford University Press, 1983, 149-151.
11
Paulus Wahana,
Nilai Etika Aksiologis Max Scheler
, Yogyakarta: Kanisius, 2004, 30.
badan merupakan kubur jiwa atau
soma-sema
“tubuh-kubur”. Pembebasan jiwa dari badan manusia melalui jalan pembersihan. Kegiatan pembebasan ini menempuh jalan dengan
berfilsafat dan bermatematika bertujuan membebaskan keterikatan indra menuju kerohanian.
Persahabatan dan persaudaraan semua manusia merupakan nilai tertinggi. Demokritos 460- 371 SM konsep manusia berkaitan dengan kehidupan praktis sebagai idealisme nilai
tertinggi. Manusia masuk dalam kerangka hedonistik dengan kalimat “manusia bukan setiap
nikmat, melainkan nikmat dari keindahan dalam pencapaian
”. Sokrates 469-399 SM
konsep manusia berkaitan dengan paham-paham etis melalui pendekatan dialogis. Paham etis Sokrates mengantar manusia menjadi pelaku keadilan meskipun manusia itu mengalami
ketidakadilan.
Plato 427-348 SM konsep manusia terbagi atas dua realitas, yaitu realitas indra dan
realitas rohani. Realitas indra mencakup badan makam jiwa, dan bersifat sementara. Realitas Rohani mencakup jiwa bersifat abadi. Realitas jiwa merupakan nilai tertinggi
melalui proses pencapaian kebahagiaan dalam bahasa religius: manusia mencapai kebahagiaan apabila menyatu dalam cinta dengan Yang Ilahi . Manusia menurut Plato akan
mencapai eksistensinya apabila terarah kepada Yang Ilahi. Aristoteles 384-322 SM konsep
manusia bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal empiris. Kemampuan akal budi manusia membuat
abstraksi
bertujuan mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Aristoteles memahami manusia melalui pendekatan
empiris. Filsafat praktis menyelidiki tindakan manusia, dan bagaimana manusia bertindak untuk mencapai tujuan hidup.
12
12
Franz Magnis Suseno,
13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19
Yogyakarta: Kanisius, 1997, 27-32.
2.4. Komparasi Konsep Kemanusiaan: Interdispliner Sosiologi dan Filsafat Immanuel Kant 1724-1804, kemanusiaan sebagai predisposisi
humanity as a predisposition
. Predisposisi berarti kecenderungan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma. Kant membagi tiga fundamen manusia
human nature
, yaitu
animality
;
humanity
; dan
personality
. Pertama,
animality
berkaitan dengan insting seperti memenuhi kebutuhan sandang-pangan, dan kebutuhan seks. Kant menamai proses
insting dengan
mechanical self-love
. Kedua,
humanity
berada antara predisposisi
animality
dan
personality
. Kant membagi dua bentuk predisposisi
humanity
dalam antropologi, yaitu “technical predisposition” teknik imperatif dalam hal pembelajaran seperti belajar seni dan
ilmu lain dan “pragmatic predisposition” aspek pragmatik berkaitan dengan kebijaksanaan
atau
prudence
. Aspek pragmatik dalam humanitas berdiri di atas rasio atau
self-love
dan berhadapan dengan kondisi sosial. Ketiga,
personality
berkaitan dengan kesadaran pribadi terhadap moral, dan otonom manusia menyikapi persoalan moral.
13
Karl Marx 1818-1883, konsep manusia bahwa dunia manusia adalah negara dan
masyarakat. Marx memahami manusia sebagai makhluk sosial. Eksistensi kesosialan manusia berada di dalam Negara. Pekerjaan merupakan tema sentral Marx dalam memahami manusia.
Marx membedakan kekhasan pekerjaan antara manusia dan binatang. Binatang bekerja di bawah desakan naluri sesuai kebutuhan, tetapi manusia bekerja secara bebas dan universal.
Manusia selalu melahirkan kekuatan-kekuatan hakikat ke dalam realitas alami. Alam manusia mencerminkan siapa itu manusia, dan membuktikan realitas hakikat manusia. Manusia
membuktikan diri sebagai makhluk sosial melalui pekerjaan. Ketergantungan antara individu dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai dasar.
14
Max Scheler 1874-1928, menurut
Scheler bahwa manusia mencapai hakikat apabila mentransendensikan diri sendiri.
13
Allen W. Wood, Kant‟s Ethical Thought Edinburgh: Cambridge University Press, 1999, 118-119.
14
Franz Magnis-Suseno,
Pemikiran Karl Marx: Da ri Sosialisme Utopis ke P erselisihan Revisionisme
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, 89-92.
Kemampuan transenden adalah ciri khas manusia. Manusia mencapai hakikat dalam Iman dan Cinta kepada Tuhan dalam kebersamaan sebuah umat beragama.
15
Emmanuel Levinas 1905-1995, Pemikiran Levinas mengenai kemanusiaan terdapat
dalam beberapa tulisan, yaitu
Totality and Infinity
dan
Otherwise Than Being
. Levinas di sini berupaya memikirkan ulang konsep dan realitas dari “Yang Lain”
Autrui
.
16
Pemikiran kemanusiaan Levinas seperti contoh konteks pembunuhan. Pembunuhan mengandung
kontradiksi logis, dan kontradiksi praktis
in actu exercito
. Kontradiksi praktis adalah apa yang dikatakan dan disangkal oleh perbuatan sendiri. Di satu pihak si pembunuh menemui
korban, berarti ia mengakui dia sebagai orang lain, ia mengakui dia sebagai sesama manusia, dan di lain pihak, ia menyangkal dia sebagai orang lain, sehingga ia mencabut nyawanya.
Kontradiksi adalah bahwa si pembunuh mengakui orang lain sebagai “engkau”, tapi
bersamaan ditambahkan “engkau tidak boleh hidup”, “tidak ada tempat untukmu di dunia
ini”. Kenyataan ini sebagaimana dalam uraian Levinas bahwa orang lain adalah tampak baginya sebagai “Wajah”
le visage
yang menyapa saya. Apa yang dikatakannya kepada saya, orang lain tidak menggunakan
modus indicativus
, melainkan
modus imperativus
. Ia mewajibkan saya untuk mengakui dia sebagai orang
lain
. Wajah itu mengimbau saya, mengatakan apa yang harus saya lakukan, menunjukkan kewajiban saya terhadapnya.
Penampilan “Wajah” menyuruh saya menghormati dia.
Inti imbauan Wajah i tu kepada saya adalah: “jangan membunuh”. Sebagai pembunuh
saya jatuh dalam kontradiksi, karena saya mengakui korban sebagai orang
lain
dan serentak juga melanggar imbauan yang keluar dari alteritasnya. Saya mengadakan totalisasi. Saya
memasukkan alteritas orang lain dalam totalitas saya, kata Levinas. Penyangkalan alteritas orang lain bisa terjadi dengan pelbagai cara. Banyak bentuk untuk memasukkan orang lain
15
Franz Magnis-Suseno,
12 Tokoh Etika Abad ke-20
Yogyakarta: Kanisius, 2000, 29.
16
John Lechte,
50 Filsuf Kontemporer da ri Strukturalisme sampai Postmodernitas
, Yogyakarta: Kanisius, 2001, 185.
dalam proyek totalisasi saya. Misalnya, saya bisa mendominasi orang lain untuk “menggunakan” dia bagi tujuan saya. Penyangkalan alteritas orang lain paling ekstrem adalah
dengan membunuh dia. Pembunuhan adalah penyangkalan paling radikal. Pembunuhan adalah cara paling ekstrem untuk memasukkan orang lain dalam proyek totalisasi saya; begitu
ekstrem, sehingga alteritasnya tercaplok sama sekali, tidak ada sisa lagi.
17
Peter L. Berger 1929-. Pemikiran Peter L. Berger tentang kemanusiaan terdapat
dalam beberapa karya tulis seperti
The Social Construction Of Reality
. Konsep mengenai konstruksionisme oleh sosiolog
interpretative
: Peter L. Berger bersama Thomas Luckman banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Tesis
utama dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara
terus-menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilannya. Manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat memiliki pengertian bahwa seseorang baru menjadi seorang pribadi
beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya. Proses dialektis mempunyai tiga tahapan, Berger menyebutnya sebagai momen. Ada tiga tahap peristiwa. Pertama,
eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan selalu
mencurahkan diri ke tempat di mana ia berada. Manusia tidak sebagai ketertutupan lepas dari dunia luar. Manusia berusaha
menangkap diri dalam menghasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya sendiri dalam suatu dunia. Kedua, objektivasi yaitu hasil yang tercapai, baik mental
maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif akan menghadapi si penghasil sebagai fakta yang berada di luar dan berlainan dari manusia
yang menghasilkannya. Proses objektivasi, bahwa masyarakat menjadi suatu realitas
17
K. Bertens,
Keprihatinan Moral
, Yogyakarta: Kanisius, 2003, 16.
suigeneris
. Ketiga, internalisasi. Proses internalisasi lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi
oleh struktur dunia sosial. Bagi Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, melainkan ia dibentuk dan dikonstruksi. Pemahaman
realitas berwajah ganda atau plural bahwa setiap manusia mempunyai konstruksi berbeda- beda atas suatu realitas.
18
2.5. Teori Kemanusiaan 2.5.1. Auguste Comte 1798-1857