Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Bab I, Pasal 1, Ayat 17 disebutkan bahwa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Kemudian disebutkan juga bahwa APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan Dokumen Daerah.
Anggaran dapat diartikan sebagai suatu daftar atau pernyataan yang terperinci tentang penerimaan dan pengeluaran organisasi yang diharapkan dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun (Suparmoko dalam Yuyun Vitaloka, 2007: 49).
Anggaran Daerah adalah rencana kerja Pemerintah Daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun). Anggaran Daerah atau umum disebut dengan istilah APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrument kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas Pemerintah Daerah dalam menjalankan fungsi dan peranannya secara efisien. Sedangkan efektivitas diartikan sebagai upaya untuk menyelaraskan kapabilitasnya dengan tuntutan dan kebutuhan publik (Mardiasmo, 2002: 177).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mempunyai fungsi utama, yaitu (UU No. 33 Tahun 2004, Pasal 66, Ayat 3):
a. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
b. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;
c. Fungsi pengawasan, mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
d. Fungsi alokasi, mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;
e. Fungsi distribusi, mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan. Anggaran merupakan instrumen penting dalam mengelola keuangan daerah, karena anggaran memilki arti penting sebagai berikut (Mardiasmo, 2002: 121):
a. Anggaran merupakan alat yang penting bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat; a. Anggaran merupakan alat yang penting bagi pemerintah dalam menentukan arah kebijakan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat;
c. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab kepada rakyat, karena anggaran merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik.
Anggaran sektor publik mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah (Mardiasmo, 2002: 121):
a. Anggaran sebagai alat perencanaan Anggaran digunakan untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang akan diperoleh dari belanja pemerintah tersebut.
b. Anggaran sebagai alat pengendalian Anggaran merupakan suatu alat untuk menghubungkan proses perencanaan dan proses pengendalian. Anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Selain itu anggaran juga berfungsi untuk meyakinkan kepada badan legislatif bahwa pemerintah telah bekerja secara efisien tanpa pemborosan.
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal Anggaran digunakan untuk menstabilkan perekonomian dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal.
d. Anggaran sebagai alat politik d. Anggaran sebagai alat politik
e. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi Anggaran sebagai alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan yang fungsinya untuk menditeksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Anggaran juga berfungsi sebagai alat komunikasi anatar unit kerja dalam lingkungan eksekutif dan harus dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
f. Anggaran sebagai alat penilaian kerja Anggaran merupakan wujud komitmen dari eksekutif kepada legislatif sehingga kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran.
Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu instrument yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab. Dengan demikian, APBD harus benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan kekhasan daerah, maka dari itu APBD harus memperhatikan prinsip-prinsip anggaran sebagai berikut (Abdul Halim, 2004: 79-80): Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu instrument yang memegang peranan penting dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan prinsip otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab. Dengan demikian, APBD harus benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan kekhasan daerah, maka dari itu APBD harus memperhatikan prinsip-prinsip anggaran sebagai berikut (Abdul Halim, 2004: 79-80):
b. Disiplin Anggaran, Anggaran daerah disusun dengan orientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa harus meninggalkan keseimbangan antara pemerintah, pembangunan, dan pelayanan publik.
c. Transparasi dan Akuntabilitas, Anggaran daerah harus mampu memberikan informasi yang lengkap dan akurat, serta dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara tekhnis dan ekonomi kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
d. Efisiensi dan Efektivitas, di mana Anggaran yang tersedia harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan bagi kepentingan masyarakat.
e. Format Anggaran. Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran defisit (defisit budget format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran.
Menurut PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 16-19, asas-asas umum APBD adalah:
a. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah;
b. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat; b. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat;
d. APBD, perubahan APBD dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan dengan Perda;
e. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dianggarkan dalam APBD;
f. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan;
g. Seluruh pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dianggarkan secara bruto dalam APBD;
h. Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup;
j. Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar hukum yang melandasinya; k. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun mulai tanggal 1 januari sampai dengan 31 desember. Berdasarkan PP No. 58 Tahun 2005, pasal 20, ayat (1) disebutkan bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas:
1) Pendapatan Daerah;
2) Belanja Daerah; dan
3) Pembiayaan Daerah.
Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Tabel 2.1
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
I PENDAPATAN DAERAH 1.1 Pendapatan Asli Daerah
1.1.1 Pajak Daerah 1.1.2 Retribusi Daerah 1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
1.2 Dana Perimbangan
1.2.1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 1.2.2 Dana Alokasi Umum 1.2.3 Dana Alokasi Khusus
1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah
1.3.1 Hibah 1.3.2 Dana Darurat 1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemda lainnya 1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khhusus 1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemda lainnya
Jumlah Pendapatan
II BELANJA DAERAH 2.1 Belanja Tidak Langsung
2.1.1 Belanja Pegawai 2.1.2 Belanja Bunga 2.1.3 Belanja Subsidi 2.1.4 Belanja Hibah 2.1.5 Belanja Bantuan Sosial 2.1.6 Belanja Bagi Hasil kpd Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa
Belanja Bantuan Keuangan kpd Provinsi/Kabupaten/Kota/Desa 2.1.8 Belanja Tidak Terduga
2.2 Belanja Langsung
2.2.1 Belanja Pegawai 2.2.2 Belanja Barang dan Jasa 2.2.3 Belanja Modal
Jumlah Belanja
Surplus/ (Defisit)
III
PEMBIAYAAN DAERAH 3.1 Penerimaan Pembiayaan
3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA)
3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah 3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah
Jumlah Penerimaan Pembiayaan
3.2 Pengeluaran Pembiayaan
3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan 3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 3.2.3 Pembayaran Pokok Utang 3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan Pembiayaan (neto/bruto)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun berkenaan (SILPA)
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006, hal. 137- 138 (Ringkasan Perhitungan APBD Propinsi/ Kabupaten/ Kota).