31 Penyebab GAP 3 Nilai Rata-

Tabel IV.31 Penyebab GAP 3 Nilai Rata-

Penyebab GAP 3 Nilai Ideal GAP

rata

5 -1,12 Employee Job Fit 3,89

Team Work 3,88

5 -1,11 Technology Job Fit 4

5 -1 Perceived Control 3,03

5 -1,97 Supervisor Control System 3,37

5 -1,63 Role Conflict 3,12

5 -1,88

5 -2,02 Sumber : lampiran 2 yang diolah

Role Ambiguity 2,98

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dari ketujuh faktor penyebab GAP 3 keseluruhannya belum ada yang mencapai nilai ideal. Faktor role ambiguity menjadi faktor terbesar yang mempengaruhi GAP 3 karena memiliki nilai tertinggi yaitu -2,02. Kemudian faktor-faktor yang memiliki andil besar terjadinya GAP 3 setelah role ambiguity secara berturut-turut adalah perceived control (-1,97), role conflict (- 1,88), supervisor control system (-1,63), team work (-1,12), employee job fit (-1,11) dan yang memiliki nilai terkecil adalah technology job fit (-1).

b) Penutup GAP 3

1) Team Work Faktor yang mempengaruhi kerja tim adalah tingkat dimana karyawan memandang karyawan lain sebagai konsumen, tingkat dimana karyawan merasa manajemen peduli terhadapnya, tingkat dimana karyawan merasa lebih senang bekerja sama daripada bersaing dengan karyawan lain, dan tingkat dimana mereka secara individual merasa terikat didalam suatu tim. Untuk mengatasi kerja tim yang kurang efektif, maka perlu diciptakan iklim kerja yang membuat anggota tim berpartisipasi secara aktif dan memiliki peran dalam mewujudkan kualitas 1) Team Work Faktor yang mempengaruhi kerja tim adalah tingkat dimana karyawan memandang karyawan lain sebagai konsumen, tingkat dimana karyawan merasa manajemen peduli terhadapnya, tingkat dimana karyawan merasa lebih senang bekerja sama daripada bersaing dengan karyawan lain, dan tingkat dimana mereka secara individual merasa terikat didalam suatu tim. Untuk mengatasi kerja tim yang kurang efektif, maka perlu diciptakan iklim kerja yang membuat anggota tim berpartisipasi secara aktif dan memiliki peran dalam mewujudkan kualitas

2) Employee Job Fit Adalah kesesuaian kemampuan karyawan dengan posisi kerjanya. Seorang karyawan akan merasa kesulitan dalam menyelesaikan tanggung jawabnya apabila kemampuan yang dimilikinya tidak sesuai dengan posisinya. Agar didapat orang yang tepat untuk pekerjaan yang sesuai (the right man on the right place), maka pada saat rekruitmen karyawan sebaiknya dilakukan secara ketat. Sehingga karyawan yang masuk benar-benar sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

3) Technology Job Fit Merupakan kesesuaian antara peralatan dan teknologi yang digunakan dengan pekerjaan yang dilakukan. Syarat dari kualitas pelayanan tinggi sering tergantung pada kelayakan dari peralatan dan teknologi yang dipergunakan karyawan untuk mendukung pekerjaannya. Keterbatasan peralatan dan teknologi pendukung 3) Technology Job Fit Merupakan kesesuaian antara peralatan dan teknologi yang digunakan dengan pekerjaan yang dilakukan. Syarat dari kualitas pelayanan tinggi sering tergantung pada kelayakan dari peralatan dan teknologi yang dipergunakan karyawan untuk mendukung pekerjaannya. Keterbatasan peralatan dan teknologi pendukung

4) Perceived Control Adalah fleksibilitas yang dimiliki karyawan untuk melayani konsumen sesuai peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Dari hasil evaluasi kualitas jasa pada BPR Kota Salatiga diketahui bahwa faktor ini belum mencapai nilai ideal. Karyawan belum secara penuh memiliki kebebasan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan caranya sendiri. Control yang terlalu ketat tentang cara-cara yang bias dilakukan karyawan untuk memberikan kualitas pelayanan justru dapat menjadi pemicu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan jasa yang disampaikan. Sebaiknya para karyawan diberikan kebebasan dalam memberikan kualitas pelayanan yang sesuai dengan cara mereka sendiri asalkan tidak bertentangan spesifikasi yang berlaku. Sehingga diharapkan karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai yang diharapkan dan dapat mengontrol pekerjaannya sendiri.

5) Supervisor Control System Adalah system pengawasan yang ditetapkan oleh supervisor untuk menilai kinerja karyawan dibawahnya. Agar system pengawasan terlaksana dengan baik, maka sebaiknya prosedur pengawasan disosialisasikan kepada seluruh karyawan. Sehingga karyawan tahu aspek apa saja yang menjadi perhatian dalam penyampaian pelayanan yang berkualitas. Selain itu, pihak manajemen dapat melibatkan karyawan untuk mendapatkan saran dan masukan dalam mendissain system pengawasan. Sehingga dalam pelaksanaan nantinya para karyawan merasa ikut berperan dalam system pengawasan dan pengendalian yang diterapkan kepada mereka. Selain itu, dapat juga dilakukan timbale balik, seperti pemberian penghargaan atau pemberian bonus untuk karyawan yang mampu memberikan pelayanan yang paling berkualitas. Sehingga akan memicu semangat karyawan untuk menjadi yang terbaik serta dapat menjadi contoh bagi karyawan lain.

6) Role Conflict Konflik yang dihadapi karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya bermacam-macam. Baik itu konflik dengan atsa, sesame karyawan maupun dengan konsumen. Untuk itu diperlukan komunikasi informal secara rutin antara manajemen dengan para 6) Role Conflict Konflik yang dihadapi karyawan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya bermacam-macam. Baik itu konflik dengan atsa, sesame karyawan maupun dengan konsumen. Untuk itu diperlukan komunikasi informal secara rutin antara manajemen dengan para

7) Role Ambiguity Adalah ketidakjelasan peran karyawan terhadap pekerjaannya. Untuk mengurangi terjadinya ketidakjelasan ini, yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan kejelasan peran yang akurat kepada karyawan, pemberian pengetahuan tentang tujuan, strategi dan sasaran perusahaan maupun bagian agar karyawan mengerti kondisi tempat kerja dan apa yang diinginkan BPR dari pekerjaannya. Selain itu dapat juga dengan memberikan program pelatihan karyawan tentang kualitas pelayanan yang optimal pada khususnya. Perubahan kebijakan yang terjadi di BPR sebaiknya disosialisaikan secara efektif agar informasi tepat sasaran dan karyawan dapat mengikuti perubahan yang terjadi.

4. Analisis GAP 4 : perbedaan antara kualitas pelayanan yang benar-benar disampaikan dan kualitas jasa yang dijanjikan kepada konsumen.

GAP 4 diperoleh dari selisih skor rata-rata kualitas jasa yang benar-benar disampaikan dan skor rata-rata kualitas jasa yang dijanjikan.

Apabila didapat hasil gap positif, maka kualitas jasa yang benar-benar diberikan lebih besar dari spesifikasi kualitas jasa yang dijanjikan sehingga kesenjangan tidak terjadi. Dan apabila didapat hasil gap negatif, maka kualitas jasa yang benar-benar diberikan lebih kecil dari spesifikasi kualitas jasa yang dijanjikan Apabila didapat hasil gap positif, maka kualitas jasa yang benar-benar diberikan lebih besar dari spesifikasi kualitas jasa yang dijanjikan sehingga kesenjangan tidak terjadi. Dan apabila didapat hasil gap negatif, maka kualitas jasa yang benar-benar diberikan lebih kecil dari spesifikasi kualitas jasa yang dijanjikan

Tabel IV.32 GAP 4 Per Dimensi Kualitas Jasa

Skor Rata-rata

Skor Rata-rata

Kemampuan

Dimensi Tingkat Pelayanan GAP 3

Karyawan

yang Dijanjikan

Memenuhi Standar

3,77 0,38 RELIABILITY

TANGIBLE

3,81 0,27 RESPONSIVENESS

3,88 0,16 ASSURANCE

3,96 EMPATHY

3,54 0,27 Rata-rata

seluruh

3,79 0,22 dimensi

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa secara keseluruhan, nasabah telah merasakan pelayanan seperti yang telah dijanjikan oleh pihak BPR. Hal ini dapat dilihat dari nilai gap rata-rata keseluruhan dimensi yang bernilai positif (0,22).

Pada dimensi assurance, nilai gap bernilai nol (0). Ini berarti, walupun nasabah mendapatkan pelayanan seperti yang dijanjikan, tetapi tidak melebihi dari yang diinginkan. Atau dengan kata lain, mendapatkan pelayanan yang cukup atau ideal. Dengan dimensi tangible memiliki nilai GAP positif terbesar, yaitu (0,38). Yang berarti bahwa dalam hal fasilitas fisik, penampilan personil, peralatan serta teknologi yang digunakan, nasabah memperoleh pelayanan yang paling melebihi dari janji yang diberikan.

a) Penyebab GAP 4