CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL TRAGEDI GADIS PARIJS VAN JAVA KARYA GANU VAN DORT

Citra Perempuan Berpendidikan

Pendidikan merupakan salah satu modal penting dalam hidup. Adanya suatu pendidikan, masa depan seseorang akan menjadi lebih baik. Citra perempuan dalam bidang pendidikan ini digambarkan oleh Ganu Van Dort melalui tokoh utama Laura Hessel (Fatimah). Laura merupakan siswa di HBS. Hal ini di tandai dalam kutipan berikut:

“Pagi itu, kembalinya Laura ke sekolahnya HBS, mendadak memancarkan kebahagiaan bagi seluruh penghuni HBS, . . .”

“Hai Wiwin, sudah aku duga kamu pasti lulus,” kata Laura yang tidak lama ikut pesta lingkaran itu dan langsung menghampiri Wiwin. Keduanya merasa terharu, teringat pada beratnya mengikuti j enjang terakhir di HBS”. (Dort, 2012: 86) “ . . . belajar di HBS sungguh sangat membebani otak” “Sudah tradisi tahunan, HBS selalu meluluskan siswa-siswanya dengan nila-nilai bagus” (Dort, 2012: 87)

Berdasarkan kutipan di atas, Lura hessel digambarkan sebagai sosok yang berpendidikan. Ia bersekolah di HBS. HBS merupakan sekolah menengah atas untuk anak-anak Belanda, tapi anak pribumi bisa juga diterima di sekolah tersebut jika menunjukkan akta kelahiran keturunan ningrat atau ayahnya pegawai tinggi di kantor- kantor milik pemerintahan Belanda dengan menunjukkan bukti berupa kartu yang dinamakan Gelijkseterden yang artinya status kewarganegaraan pemegang kartu itu disamakan dengan orang Belanda atau Eropa. Selain itu, siswa-siswi lulusan HBS mempunyai kesempatan untuk melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, baik ke perguruan tinggi yang tersedia di Nederland indie, seperti di Batavia, Bandoeng, Semarang, Soerabia, ataupun ke universitas-universitas yang ada di Holland. Setalah Laura dinyatakan lulus di HBS dengan nilai yang bagus, Ia berhasil melanjutkan sekolahnya dengan kuliah di Geneeskundige Hooge School (sekolah tinggi kedokteran) yang berada di Batavia. Hal itu dilihat pada kutipan berikut:

“Untuk pekan depan ia akan pergi ke Batavia, mendaftar ke Geneeskundige Hooge School.” (Dort, 2012:112) “Akhirnya, Kau jadi kuliah di Geneeskundige Hooge School. Selamat Laura, kamu calon dokter, . . .” (Dort, 2012: 138) “ itulah hari yang sangat bersejarah bagi Laura Hessel, karena itu adalah hari wisudanya. Laura lulus dengan cum laude ” (Dort, 2012: 176)

Berdasarkan kutipan di atas, Laura digambarkan sebagai sosok perempuan yang berpendidikan tinggi. Setelah meluluskan pendidikan tingkat menengah di HBS, Laura kemudian mendaftarkan diri untuk kuliah Geneeskundige Hooge School yaitu salah satu sekolah tinggi kedokteran yang berada di Indonesia tepatnya di Batavia. Karena Laura merupakan salah satu siswa yang cerdas dan merupakan lulusan dari HBS, Ia berhasil diterima di Geneeskundige Hooge School. Laura berhasil menyelesaikan kuliahnya. Ia lulus dengan cum laude.

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa Laura Hessel digambarkan memiliki citra sebagai seorang perempuan yang berpendidikan, dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi bagi kaum perempuan. hal ini membuktikan bahwa perempuan telah mencapai persamaan hak di bidang pendidikan. Perempuan tidak lagi di tempatkan pada posisi yang membuat perempuan hanya berhadapan dengan kegiatan dalam rumah, seperti mengurus rumah. Dengan memiliki pendidikan, perempuan bisa menjadi sosok yang sangat dipandang di lingkungan sosial. Peran dan posisi perempuan yang berpendidikan lebih diperhitungkan di masyarakat.

Perempuan Pejuang

Laura Hessel (Fatimah) digambarkan sebagai sosok perempuan pejuang. Ia berjuang menghadapi para penjajah di medan perang. Hal ini terbukti dengan kutipan berikut:

“Fatimah, kau benar-benar telah siap menghadapi pertempuran pertama bagimu?” (Dort, 2012: 339)

“ . . . Fatimah yang bersikeras ingin ikut bertempur memaksa Doedoeng untuk mengajarinya bagaimana menggunakan senjata mesin ringan itu. Dalam tempo

satu bulan saja Fatimah sudah mahir memberondongkan senjata itu” (Dort, 2012: 339) “Fatimah ikut membantu serangan ke arah belakang” (Dort, 2012: 345)

Berdasarkan kutipan di atas, Laura (Fatimah) digambarkan sebagai sosok pejuang. Ia ikut bertempur di medan perang melawan bangsa penjajah. Ia meminta kepada Doedoeng untuk mengajarinya memegang senjata. Hal itu dilakukan Laura agar Ia bisa ikut berperang melawan penjajah. Pada saat pertempuran melawan pasukan NICA, Laura ikut membantu pasukan Indonesia dari arah belakang.

Pada zaman penjajahan, perempuan diharapkan dapat turut membantu dalam pertempuran melawan penjajah, baik ikut bertempur di medan perang atau membantu merawat para korban perang. Hal tersebut menjelaskan bahwa peran perempuan dan laki- laki adalah setara. Perempuan yang dikenal perannya hanya di ruang domestik saja, kini perempuan juga bisa berperan di ruang publik. Hal tersebut telah digambarkan oleh pengarang melalui tokoh Laura yang ikut berjuang melawan penjajah. Pada masa perang, Laura (Fatimah) selain ikut bertempur, ia juga tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang dokter yaitu membantu mengobati para korban yang terluka saat perang. Hal itu terbukti dalam kutipan berikut:

“Fatimah memeriksa nadi dipergelangan tangan pasiennya. Lalu memeriksa luka di dada Doedoeng” (Dotr, 2012: 326) “Aku rasa ada rusuk yang patah karena terkena peluru, pelurunya harus dicabut, harus di rumah sakit. Untuk sementara, saya akan memplester bagian tulang yang patah agar rusuk yang terlepas itu tidak menusuk paru- paru.” Ujar Fatimah. (Dort, 2012: 327)

“ . . . kini dua bulan setalah dirawat dengan telaten, Doedoeng berangsur-angsur mulai sembuh. Namun Fatimah masih belum mengizinkan pasiennya itu bertempur lagi karena staminanya belum kembali pulih seperti sediakala”.(Dort, 2012: 328) “Fatimah ditugaskan Doedoeng untuk menjadi dokter di klinik Poeragabaja”(Dort, 2012: 333).

Berdasarkan kutipan di atas, Laura (Fatimah) digambarkan sebagai sosok perempuan yang sangat peduli dan memiliki peranan penting dalam masyarakat. Ketika Doedoeng tertembak oleh tentara penjajah, Laura dengan sigap menolong. Ia melakukan pertolongan pertama pada Doedoeng sebelum dibawa ke rumah sakit. Sebagai seorang dokter, Fatimah sangat telaten dalam menangani pasiennya. Berkat pertolongan pertama yang dilakukan oleh Fatimah, Doedoeng berhasil terselamatkan. Namun Doedoeng belum diizinkan untuk kembali bertempur di medan perang karena staminanya belum pulih.

Pada zaman penjajahan, sosok seorang dokter sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia untuk membantu merawat para korban perang. Fatimah ditugaskan oleh Doedoeng untuk membantu merawat para pasien yang terluka saat berperang. Ia ditugaskan di Klinik Poeragabaja.

Berdasarkan beberapa kutipan di atas, disimpulkan bahwa dengan menjadi perempuan yang memiliki peran penting di masyarakat, maka perempuan tidak akan dipandang rendah dibandingkan laki-laki oleh masyarakat. Hal itu juga membuktikan bahwa dengan menjadi perempuan yang berpendidikan, perempuan mampu untuk membuktikan keberadaannya di lingkungan masyarakat.

Perempuan yang peduli terhadap orang lain

Laura (Fatimah) juga digambarkan sebagai sosok yang sangat peduli terhadap orang lain. Hal itu dilihat pada kutipan berikut: “Mengapa tubuh Nyonya begitu kurus? Bukankah sebagai dokter, Nyonya telah mendapat jaminan makanan yang bergizi berikut berbagai vitamin? “Maaf, semua jatah bergizi itu tidak saya makan seluruhnya, kadang saya tidak memakannya sama sekali, karena saya berikan seluruhnya untuk anak-anak yang ikut disekap di sini”. (Dort, 2012: 279)

Berdasarkan kutipan di atas, sebagai seorang perempuan sekaligus seorang dokter, Laura (Fatimah) tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi ia sangat peduli kepada nasib orang lain. Saat disekap di kamp tawanan Belanda oleh tentara Jepang, kebutuhan makan dokter Fatimah sangat terjamin dibandingkan para tahanan lainnya yang berada di kamp tersebut. Namun karena Ia memiliki rasa peduli terhadap orang lain, makanan serta vitamin yang diberikan sebagai jatah makannya tidak ia makan sendiri, ia membagikannya kepada anak-anak yang ikut di sekap di kamp tersebut. Hal tersebut membuktikan bahwa dalam kehidupan sosial perempuan tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi bagaimana perempuan bisa hidup berdampingan, saling menolong, serta saling memperhatikan sesama manusia.

Relevansi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Di Sekolah

Pembelajaran sastra menurut penerapan KTSP perlu menekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan seni yang dapat diproduksi dan diapresiasi, sehingga pengajaran sastra mampu membawa siswa pada ranah produktif dan apresiatif. Pengajaran sastra diarahkan sebagai sarana pengembangan kemampuan berapresiasi yang menjadikan siswa mandiri, kreatif, dan mampu memecahkan masalah dengan kemampuan bersastra, karena melalui karya sastra siswa dapat belajar dari pengalaman orang lain dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah kehidupan.

Pembelajaran sastra merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum. Materi sastra pada jenjang pendidikan sekolah menengah diharapkan dapat meningkatkan minat apresiasi siswa terhadap beragam karya sastra, baik itu novel, cerpen, puisi, dan drama. Novel merupakan bentuk sastra yang di dalamnya terdapat peristiwa yang menggambarkan kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh.

Kedudukan sastra di dalam kurikulum sekolah memang tidak berdiri sendiri secara otonom. Pengajaran sastra merupakan bagian dari mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, kedudukan novel dalam bahan pengajaran sastra agar siswa dapat memahami materi yang berkaitan dengan sastra melalui novel. selain itu, guru juga harus mempunyai pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam tentang proses pembelajaran sastra, sehingga siswa mampu memahami materi yang disajikan oleh guru yang berkaitan dengan novel.

Pembelajaran novel berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), pada tingkat SMA Kelas XI semester II memuat kompetensi dasar mengungkapkan hal- hal yang menarik yang dapat diteladani dari tokoh dalam novel, dengan indikator siswa mampu mengungkapkan hal-hal menarik tentang tooh dalam novel yang dibaca dan menemukan hal-hal yang bisa diteladani dari tokoh tersebut. Dengan demikian novel Tragedi Gadis Parijs van Java Karya Ganu van Dort layak digunakan sebagai media pembelajaran sastra di sekolah khususnya pada siswa SMA kelas XI.

Relevansi Teori-Teori yang Digunakan dalam Menganalisis tentang Citra Perempuan dalam Novel Tragedi Gadis Parijs van Java Karya Ganu van Dort terhadap Hasil Penelitian

Dalam penelitian ini banyak berpedoman pada teori-teori atau pendapat para ahli mengenai citra perempuan. teori atau pendapat para ahli yang digunakan sebagai pedoman dalam penelitian ini yaitu pendapat dari Wellek dan Werren, Sugihastuti, dan Soediro Satoto. Para ahli tersebut mengungkapkan mengenai citra perempuan. menurut Wellek dan Were, citra perempuan terdiri dari dua unsur yaitu fisik, dan nonfisik, menurut Sugihastuti citra perempuan terdiri dari tiga unsur yaitu fisik, psikis, dan sosial. Sedangkan menurut Soediro Satoto citra perempuan terdiri atas tiga unsur yaitu, fisik, psikis, dan sosial.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, penelitan ini menghasilkan kesimpulan berupa citra perempuan yang ditinjau dari unsur fisik, psikis, dan sosial, sehingga penelitian ini sangat relevan dengan teori-teori yang diungkapkan oleh beberapa ahli tersebut.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasannya pada bab IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Citra perempuan dari segi fisik, Laura yang tergambarkan dalam novel tersebut berupa bentuk wajah, warna rambut, dan warna bola mata.

2. Citra perempuan dari segi psikis, menggambarkan sosok perempuan yang mengalami beban batin, perempuan yang tabah, perempuan yang setia dan perempuan yang mengalami kekerasan.

3. Citra perempuan dari segi sosial, menggambarkan sosok perempuan yang berpendidikan tinggi, perempuan pejuang, dan perempuan yang peduli terhadap orang lain.

4. Secara umum, citra yang ingin ditampilkan pengarang dalam novel Tragedi Gadis Parijs van Java Karya Ganu van Dort adalah citra perempuan modern yang dilihat dari segi fisik, psikis, dan sosialnya.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penelitian ini perlu menyarankan beberapa hal berikut:

1. perlu adanya peningkatan dalam penelitian sastra pada umumnya, dan penelitian novel pada khususnya yang membahas tentang citra. Berhubung teori tentang citra perempuan sangat banyak, maka diharapkan penelitian berikutnya dapat lebih dispesifikkan agar penelitiannya lebih fokus dan terarah.

2. Penelitian sastra yang dilakukan ini hanyalah sebagaian kecil dari ruang penelitan sastra yang sangat luas. Penelitan sastra masih memiliki jenis-jenis pendekatan dalam mengkajinya. Oleh karena itu, para peneliti sastra diharapkan dapat mengkaji karya sastra dengan jenis pendekatan yang lain, sehingga dapat memperkaya penelitian mengenai sastra.

3. Untuk kepentingan pengajaran sastra, hasil penelitan ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengajaran prosa di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi.

Daftar Pustaka

Dort, Ganu Van. 2012. Tragedi Gadis Parijs Van Java. Depok: Endelweis Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik sastra feminis: sebuah pengantar. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama Sugihastuti. 2000. Wanita di Mata Wanita: Perspektif Sajak-sajak Toeti Heraty.

Bandung: Nuansa. Sugihastuti dan Suharto. 2005. kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:

pustaka pelajar. Sutopo, HB. 2006, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.

Wiyatmi, 2012. Kritik Sastra Feminis (Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia). Yogyakarta: Ombak.