71
BAB IV KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT KETERANGAN AHLI WARIS YANG
DIBUATKAN OLEH NOTARIS
A. Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta
Notaris merupakan pejabat umum yang ditunjuk oleh Undang-undang dalam hal membuat akta otentik dan sekaligus Notaris merupakan perpanjangan tangan
pemerintah. Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditentukan bahwa : Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Menurut G.H.S. Lumban Tobing : Notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang untuk membuat
akta-akta otentik mengenai semua perbuatan, persetujuan dan ketetapan- ketetapan, yang untuk itu diperintahkan oleh suatu undang-undang umum atau
yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik, menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan
mengeluarkan grosse-grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya; semuanya itu sejauh perbuatan akta-akta tersebut oleh suatu undang-undang umum tidak
juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.
87
Notaris diangkat oleh pemerintah, dalam hal ini menteri kehakiman, dan sebelum menjalankan jabatannya harus bersumpah lebih dahulu. Walaupun sudah
diangkat tetapi belum disumpah, tidak boleh membuat akta. Jadi akta yang dibuat dihadapannya itu, telah didahului dengan sumpah. Sumpah dan akta notaris tidak
dapat dipisahkan, oleh karena itu notaris tidak perlu lagi disumpah dalam hal menjadi saksi atas aktanya.
88
87
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1980, hal. 68
88
A.Kohar, Notaris Dalam Praktek, Alumni, Bandung, 1983, hal. 74
71
Universitas Sumatera Utara
72
Dalam melaksanakan tugasnya, Notaris tunduk serta terikat dengan aturan-aturan yang ada yakni Undang-undang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris dan peraturan
hukum lainnya pada umumnya. Menurut hukum yang merupakan produk atau hasil pekerjaan Notaris adalah berupa akta yang dibuat oleh Notaris. Di samping
itu akta-akta yang dibuat oleh Notaris benar-benar dapat diterima sebagai alat bukti sempurna diantara para pihak yang berkontrak.
Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan untuk membuat segala perjanjian dan akta serta yang dikehendaki
oleh yang berkepentingan. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 15 ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2004. Dari ketentuan Pasal 15 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004,
dengan jelas digambarkan bahwa tugas pokok notaris adalah membuat akta-akta otentik yang menurut ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata berfungsi sebagai alat
pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat diartikan bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik adalah dianggap benar. ”Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta
yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab atas bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang”.
89
Perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris atau dibuat dengan akta otentik itu mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan mempunyai kekuatan
pembuktian yang mutlak, sehingga Notaris dalam melaksanakan jabatannya berfungsi membantu terbentuknya hukum perjanjian antara para pihak.
Bentuk atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok utama, yaitu:
1. Notariat Functionnel,
dalam mana
wewenang-wewenang pemerintah
didelegasikan gedelegeerd, dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai dayakekuatan
eksekusi. Di negara-negara yang menganut macambentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara ”wettelijke” dan ”niet wettelijke,”
”werkzaamheden” yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan Undang- undanghukum dan yang tidakbukan dalam notariat.
2. Notariat profesional, dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat-
akibat khusus
tentang kebenarannya,
kekuatan bukti, demikian
pula kekuatan eksekutorialnya.
90
89
Mohandas Sherividya, Pengawasan Terhadap Notaris Dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Umum, Tesis, Magister Kanotariatan Sekolah
Pascasarjana USU, Medan, 2008, hal. 40
90
Komar Andasasmita, Notaris I, Sumur, Bandung, 1981, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
73
Berdasarkan Pasal 15 ayat 1 UU No. 30 Tahun 2004, seorang Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Dalam Pasal 15 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ditentukan bahwa Notaris berwenang untuk :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang
bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris.
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan; d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pejabat pembuat akta, A. Kohar menerangkan bahwa :
Notaris dibatasi wewenangnya untuk akta otentik, hanya apabila hal itu dikehedaki atau diminta oleh yang berkepentingan hal mana berarti bahwa
Notaris tidak berwenang membuat akta otentik secara jabatan. Dengan demikian
Universitas Sumatera Utara
74
Notaris tidak berwenang untuk membuat akta dibidang hukum publik, wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta dibidang hukum perdata.
Pembatasan lainnya dari wewenang Notaris dinyatakan dengan perkataan- perkataan “mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan”. Sehingga
tidak semua akta dapat dibuat oleh Notaris, akan tetapi hanya yang mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan.
91
Dengan demikian, kewenangan yang diberikan kepada Notaris untuk membuat akta otentik tidak boleh keluar atau menyimpang dari kewenangan yang ada
dalam Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris itu sendiri. Adapaun wewenang Notaris menurut G. S. Lumban Tobing adalah :
1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu. Tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang
pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yakni yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;
3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat ; Bagi setiap Notaris ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan
hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Akta yang dibuatnya di luar daerah jabatannya adalah
tidak sah.
4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu; Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya, demikian juga Notaris tidak boleh membuat akta sebelum ia memangku jabatannya sebelum diambil sumpahnya”.
92
Apabila salah satu persyaratan di atas tidak dipenuhi, maka akta yang dibuatnya itu adalah tidak otentik dan hanya mempunyai kekuatan seperti akta
di bawah
tangan, apabila
akta itu
ditandatangani oleh
para penghadap.
Demikian juga halnya, bahwa apabila oleh Undang-undang untuk sesuatu ”perbuatan,
91
A. Kohar, Op cit, hal. 25
92
G.H.S. Lumban Tobing, Op cit, hal 42-43
Universitas Sumatera Utara
75
perjanjian dan ketetapan” diharuskan suatu akta otentik maka dalam hal salah satu persyaratan di atas tidak dipenuhi, perbuatan, perjanjian dan ketetapan
itu dan karenanya juga akta itu adalah tidak sah. Akta-akta yang dapat dikeluarkan Notaris dalam bentuk originali disebutkan
dalam Pasal 16 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2004, antara lain : a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;
b. Penawaran pembayaran tunai; c. Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d. Akta kuasa; e. Keterangan kepemilikan; atau
f. Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Setiap akta Notaris terdiri atas awal akta atau kepala akta, badan akta dan akhir atau penutup akta. Awal akta atau kepala akta memuat :
a. Judul akta; b. Nomor akta;
c. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
93
Badan akta memuat : a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap danatau orang yang mereka wakili;
b. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap; c. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat an tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan,
dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
94
Akhir atau penutup akta memuat : a. Uraian tentang pembacaan akta;
93
Pasal 83 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
94
Pasal 83 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Universitas Sumatera Utara
76
b. Uraian tentang
penandatanganan dan
tempat penandatanganan
atau penerjemahan akta apabila ada;
c. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,
pencoretan, atau penggantian.
95
“Akta ialah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti”.
96
Akta itu bila dibuat di hadapan Notaris namanya akta notarial, atau otentik, atau akta Notaris.
Akta dikatakan otentik apabila dibuat di hadapan pejabat yang berwenang. Akta yang dibuat di hadapan Notaris merupakan akta otentik, sedang akta yang dibuat hanya di
antara pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya surat di bawah tangan. Akta- akta yang tidak disebutkan dalam undang-undang harus dengan akta otentik boleh
saja dibuat di bawah tangan, hanya saja apabila menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi kuat maka harus dibuat dengan akta otentik.
Sedangkan dalam Pasal 1868 KUHPerdata disebutkan bahwa “Akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk
yang dikehendaki oleh UU, dibuat olehdihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta itu, di tempat
mana akta itu dibuat”. Menurut R. Soegondo Notodisoerjo: “Agar dapat membuat akta otentik,
seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum”.
97
“Akta ialah tulisan
95
Pasal 83 ayat 4 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
96
A. Kohar, Op cit, hal. 3
97
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan, Cetakan Kedua, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 43
Universitas Sumatera Utara
77
yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti”.
98
Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN disebutkan pengertian akta notaris yaitu akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan
notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini. “Akta terbagi 2 dua yaitu yang dibuat oleh notaris akta relaas atau yang lebih
dikenal dengan akta berita acara, dan akta yang dibuat di hadapan notaris, disebut akta partij yaitu akta atas kehendak para pihak yang dituangkan ke dalam minuta oleh
notaris”.
99
“Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak, terutama sekali apabila akta tersebut menyangkut perjanjian antara kedua belah pihak. Artinya
apabila terjadi sengketa maka akta itu merupakan bukti yang sempurna. Sehigga tidak perlu dibuktikan dengan alat bukti lain”.
100
Suatu akta otentik apabila diperlihatkan kepada siapa saja, termasuk kepada hakim pengadilan negeri, maka mereka wajib
mengakui sahnya dokumen tersebut, sepanjang tidak ada kecurigaan bahwa akta otentik itu dipalsukan.
Akta itu bila dibuat di hadapan Notaris namanya akta notarial, atau otentik, atau akta Notaris. Akta dikatakan otentik apabila dibuat di hadapan pejabat yang
berwenang. Akta yang dibuat di hadapan Notaris merupakan akta otentik, sedang akta yang dibuat hanya di antara pihak-pihak yang berkepentingan itu namanya
surat di bawah tangan. Akta-akta yang tidak disebutkan dalam undang-undang harus dengan akta otentik boleh saja dibuat di bawah tangan, hanya saja apabila
menginginkan kekuatan pembuktiannya menjadi kuat maka harus dibuat dengan akta otentik.
101
98
A. Kohar, Loc cit
99
Sutrisno, Komentar Atas UU Jabatan Notaris, Medan, 2007, hal. 154
100
Sutrisno, Ibid, hal. 162
101
Sugisno, Op cit, hal. 65
Universitas Sumatera Utara
78
Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau
terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil, maka untuk akta
di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja.
Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dan sebagainya sedangkan
akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dan sebagainya.
Suatu akta yang dibuat di bawah tangan, dapat juga dibawa ke Notaris untuk dibubuhkan cap Notaris. Dalam hal ini, sebelum membubuhkan cap Notaris,
nomor dan tanggal, nomor mana harus dicatat dalam akta yang telah ditandatangani oleh Majelis Pengawasan Daerah, kemudian diberikan kata-kata
“
Diketahui dan dibukukan dalam daftar yang dipergunakan itu oleh saya, nama notaris”
, dan ditandatangani Notaris. Membubuhkan cap pada akta semacam itu dengan 2 dua cara yaitu:
1. Legalisasi atau Pengesahan
Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penandatangan akta itu harus datang menghadap Notaris, tidak ditandatangani sebelumnya. Kemudian Notaris
memeriksa tanda kenal, yaitu KTP atau SIM, atau tanda kenal lainnya. Pengertian kenal dalam hal ini berbeda dengan pengertian sehari-hari, yakni
Universitas Sumatera Utara
79
Notaris harus mengerti benar sesuai kartu kenalnya, bahwa orangnya yang datang itu memang sama dengan kartu kenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat
tinggal di alamat kartu kenal itu, gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris membacakan surat di bawah
tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud surat di bawah tangan itu. Jika akta itu bertentangan dengan undang-undang, maka akta itu harus dirubah, akan tetapi
bila yang bersangkutan tidak bersedia merubahnya, maka surat itu tidak boleh dilegalisasi.
Oleh karena itu, surat di bawah tangan yang dilegalisasi itu sah apabila: a. “isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku.
b. yang menanda tangani betul orangnya yang bersangkutan. c. tanggalnya memang dibuat pada waktu ditandatangani itu, bukan tanggal
lainnya”.
102
2. Di-waarmerking atau didaftar atau ditandai
Untuk waarmerking surat di bawah tangan maka para penandatangan tidak perlu datang menghadap kepada Notaris, cukup surat saja yang sudah
ditandatangani itu dibawa ke Notaris. Dalam waarmerking ini Notaris hanya mendaftar, jadi tidak menjamin:
a. “bahwa isinya diperkenankan oleh hukum. b. apa yang menandatangani memang betul orang yang bersangkutan.
102
A. Kohar, Op Cit, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
80
c. apa tanggal yang ada pada surat si bawah tangan itu memang ditandatangani pada
waktu
itu”.
103
Waarmerking hanya mempunyai arti penegasan tanggal saja, artinya bahwa pada tanggal di-waarmerking itu, akta itu sudah ada, lain tidak.
Notaris tidak wajib membaca surat yang di-waarmerking itu di hadapan para pihak atau orang yang bersangkutan. Kebanyakan masyarakat
menganggap bahwa waarmerking itu sama dengan legalisasi, karena ada cap Notaris, yang bergambar garuda, maka dianggap sah sama dengan
legalisasi. “Dari ketentuan di atas, akta di bawah tangan yang diakui isi dan tanda
tangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah
tangan”.
104
Suatu akta adalah otentik, bukan karena penetapan Undang-undang, akan tetapi karena dibuat oleh atau dihadapan
seorang pejabat
umum. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap
hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan
sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta
103
A. Kohar, Ibid, hal. 6
104
Retnowulan Sutantio dan Iskandan Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam teori dan Praktek, CV. Mandar Maju, Bandung, Cetakan Kesebelas, 2009, hal. 69
Universitas Sumatera Utara
81
otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara mudah dan cepat.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh- sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui akta Notaris yang
akan ditandatangani. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris disebutkan bahwa “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan”. Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, menjelaskan
bahwa yang
dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
menentukan bahwa “Badan atau Pajabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau
Universitas Sumatera Utara
82
Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku”.
Dalam Penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 tahun 1986 disebutkan bahwa : Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” dalam undang-undang
ini ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat
secara umum.
“Dari penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 ternyata yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” bukan hanya “undang-undang”
saja, tetapi juga meliputi semua keputusan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara
umum”.
105
Dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 42 ayat 1 disebutkan bahwa :
Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang
diwajibkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah
susun yang bersangkutan sebagai warisan kepada Kantor Pertanahan, sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai
pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.
Dalam penjelasannya dijelaskan bahwa Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau
105
Nanung El Beha, Dasar Hukum Kewenangan Notaris Untuk Membuat Akta Keterangan Hak
Mewaris, http:nurhendro.blogdetik.comindex.php20090725dasar-hukum-E28093-
kewenangan-notaris-untuk-membuat-akta-keterangan-hak-mewaris, diakses tanggal 16 April 2011
Universitas Sumatera Utara
83
Surat Keterangan Ahli Waris.” Dengan demikian, maka PP No. 24 tahun 1997 dapat dianggap sebagai Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dari ketentuan
Pasal 111 ayat 1 huruf c Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 tahun 1997 yang dimaksud dalam Pasal 7 ayat 4 UU No. 10 Tahun
2004.
B. Surat Keterangan Waris Sebelum dan Sesudah UUJN 1. Surat keterangan waris sebelum UUJN