3.8 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
3.8.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Isoniazid BPFI
Dipipet sebanyak 2,5ml LIB II Isoniazid BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 25ml, diperoleh
kadar 10µgml. Diu kur serapannya pada λ 200 – 350nm sehingga diperoleh
panjang gelombang maksimum Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 1 dihalaman 27
3.8.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Vitamin B
6
BPFI
Dipipet sebanyak 4ml LIB II vitamin B
6
BPFI, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N sampai 25ml, diperoleh
kadar 8µ gml. Diukur serapannya pada λ 200 – 350nm sehingga diperoleh
panjang gelombang maksimum Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 2 dihalaman 29
3.9 Pembuatan Kurva Serapan Gabungan Overlay Isoniazid BPFI dan
Vitamin B
6
BPFI 10:1
Larutan Isoniazid BPFI dan Vitamin B
6
BPFI dibuat dengan konsentrasi masing-masing 20µgml dan 2µgml 10:1. Kemudian diukur serapan masing-
masing pada rentang panjang gelombang 240-310nm. Kurva serapan yang diperoleh masing-masing dibuat dengan cara overlay pada kerangka yang sama
Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 3 dihalaman 30. 3.10
Penentuan Absorptivitas α
3.10 .1 Penentuan Absorptivitas α Isoniazid BPFI
Larutan Induk Baku II Isoniazid BPFI 100µgml, dipipet sebanyak 5ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25ml, diencerkan dengan HCl 0,1N sampai
Universitas Sumatera Utara
garis tanda, konsentrasi larutan menjadi 20µgml. Diukur serapannya pada λmax
Isoniazid dan pada λmax Vitamin B
6
dengan menggunakan larutan HCl 0,1N sebagai blanko.
3.10.2 Penentuan Absoptivitas α Vitamin B
6
BPFI
Larutan Induk Baku II Vitamin B
6
BPFI 50 µgml dipipet sebanyak 1ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volume dengan HCl 0,1N
sampai garis tanda, konsentrasi larutan menjadi 2µgml. Diukur serapan pada λmax Isoniazid dan pada λmax Vitamin B
6
dengan menggunakan larutan HCl 0,1N sebagai blanko.
3.11 Penetapan Kadar Sampel