1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah
perkembangan dan pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju, modern, makmur dan sejahtera adalah bangsa-
bangsa yang memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Agar pembangunan pendidikan dapat berkontribusi terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia, terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan yaitu: 1 sarana gedung, 2 buku yang memadai, 3 guru dan
tenaga kependidikan yang profesional Mulyasa, 2005: 3. Pendidikan yang bermutu juga sangat tergantung pada keberadaan guru yang
bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Karena keberadaan guru yang bermutu merupakan syarat mutlak hadirnya sistem
dan praktik pendidikan yang berkualitas.
Untuk mendorong keberadaan guru yang berkualitas, pemerintah berupaya meningkatkan mutu guru dengan mengembangkan kebijakan
yang langsung mempengaruhi mutu dengan melaksanakan sertifikasi guru. Kebijakan ini tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
guru dan dosen. Dengan diberlakukan UU Guru dan Dosen, undang- undang tersebut minimal memiliki tiga fungsi, yaitu: 1 sebagai landasan
yuridis bagi guru dari perbuatan semena-mena dari siswa, orang tua dan masyarakat, 2 untuk meningkatkan profesionalisme guru, 3 untuk
meningkatkan kesejahteraan guru baik yang berstatus sebagai pegawai negeri PNS ataupun non PNS.
Keberadaan UU Guru dan Dosen tersebut merupakan pengakuan bahwa profesi guru merupakan pekerjaan profesional, sebagaimana
pekerjaan dokter, lawyer, pilot, dan tidak sembarang orang bisa menjadi guru. Sebagai profesi guru wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi
akademik yang disyaratkan bagi guru adalah guru harus mempunyai pendidikan sarjana S-1 atau diploma empat D-4. Sedangkan
kompetensi guru yang dipersyaratkan adalah kompetensi pendagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Sebagai salah satu wujud keprofesionalannya, seorang guru dapat mengikuti sertifikasi.
Bagi kebanyakan guru tujuan untuk mengikuti sertifikasi tersebut mempunyai dua motif, yaitu motif ekonomi dan motif psikologis. Motif
ekonomi didasari dengan naiknya gaji guru 100 apabila mereka berhasil lulus sertifikasi, sehingga kesejahteraan mereka pun ikut naik.
Sedangkan motif psikologis mereka adalah lebih dihormatinya mereka dikarenakan pangkatjabatan mereka lebih tinggi. Sertifikasi sebenarnya
merupakan sarana atau instrumen untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru. Dengan kata lain sertifikasi bukanlah tujuan akhir.
Ironisnya, sebagian orangguru memandang sertifikasi sebagai suatu tujuan akhir khususnya untuk menggapai tunjangan profesi demi
meningkatkan penghasilan guru. Bila perlu, demi lulus sertifikasi, guru siap membeli piagam atau mengeluarkan uang hanya untuk mendapatkan
lembaran-lembaran piagam. Menurut data Bapeda Kabupaten Sleman terdapat 1159 guru yang
lulus sertifikasi pada tahun 2006 dan 2007 dengan perincian guru SMA sebanyak 143 orang, SMK 166 orang, SMP 247 orang, SD sebanyak 487
orang dan TK sebanyak 116 orang. http:www.slemankab.go.id?hal=detail_berita.phpid=1921. Data
tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Sleman memiliki banyak guru yang dapat dikatakan profesional.
Namun, kesuksesan mereka seringkali tidak diikuti dengan profesionalisme mereka dalam mengajar, malah terkadang mereka
kurang rajin dalam mengajar, hal ini dikarenakan mereka telah mempunyai gaji yang cukup sehingga mereka mulai jarang untuk
melaksanakan tugas mengajar. Pembantu Rektor PR III Unlam Ir H Hamdani MS ketika membuka Seminar Pendidikan Nasional:
Profesionalitas Tenaga Pendidik, Substansi dan Formalitas di Aula Rektorat Unlam http:www. cynthiawati.co.cc?p=79 - 26k –
mengemukakan bahwa “……dikhawatirkan guru yang sudah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bersertifikat kembali bekerja asal-asalan. Hal ini akan memberikan pengaruh secara luas bukan hanya kepada rekan-rekan guru yang lain,
melainkan juga kepada kualitas pendidikan.” Fakta menunjukkan bahwa para guru yang telah lulus sertifikasi
dan mendapatkan tunjangan profesinya cair, ironisnya justru banyak yang berpangku tangan
http:hdn.zamrudtechnology.com20080807sindrom-sertifikasi-guru. Para guru tidak berpacu meningkatkan kompetensinya dengan berbagai
karya ilmiah, yakni semakin banyak guru yang menjauh dari buku-buku aktual, hilangnya kebiasaan diskusi, pudarnya budaya menulis, tidak
melakukan riset atau penelitian ilmiah. Selain itu masih ada guru yang telah lulus sertifikasi tidak mampu
menguasai teknologi-teknologi dasar pendidikan, misalnya masih banyak guru yang gagap teknologi, tidak bisa mengoperasikan komputer, email,
dan internet, padahal komputer seharusnya menjadi alat bantu utama bagi seorang guru dalam pengajaran di sekolah. Hal ini dapat menghambat
perkembangan pembelajaran yang berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi TIK. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa guru yang
telah lulus sertifikasi belum tentu profesional. Maka dari itu, guru yang telah memiliki sertifikat pendidik harus
terus melakukan peningkatan kompetensinya melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan profesionalitas guru berkelanjutan continous
professional development . Peningkatan profesionalisme ini harus
berlangsung secara berkesinambungan karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sejak di gendongan ibu
hingga kematian mendatanginya. Sebagai guru profesional yang telah menyandang sertifikat pendidik, guru wajib untuk terus mempertahankan
profesionalitasnya sebagai guru Suyatno, 2008: 18.
Pembinaan profesi guru secara terus menerus continous professional development
menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu 1 kelompok kerja guru KKG untuk tingkat SD, 2 musyawarah
guru mata pelajaran MGMP di tingkat SMP dan SMA, 3 di perguruan tinggi dan di tempat lainnya yang merupakan wahana pemeliharaan dan
peningkatan kompetensi. Aktifitas guru di KKGMGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi
pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri.
Agar kinerja guru lulus sertifikasi tidak turun, setelah menerima sertifikat pendidik dan tunjangan, kinerja guru akan terus dipantau oleh
Kepala Sekolah, pengawas dan guru di lingkugan kerjanya Rosida dalam
http:www. malangraya.web.id20080905siapkan-tim-pemantau-guru- pasca
-sertifikasi - 48k –. Selain itu, sudah waktunya otoritas
pendidikan mulai dari instansi pusat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kerja P4TK, Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan LPMP dan Dinas Pendidikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ProvinsiKabupatenKota serta Perguruan Tinggi memperbanyak dan menganekaragamkan wahana yang bisa melancarkan proses sertifikasi
serta pentingnya pembinaan pasca sertifikasi.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik melakukan
penelitian dalam dunia pendidikan dengan judul ”PROFESIONALISME GURU PASCA SERTIFIKASI”
hal ini penting untuk dibahas sehingga dapat memberikan motivasi agar guru-guru yang telah lulus sertifikasi
tetap menjalankan tugas-tugasnya secara profesional.
B. Batasan Masalah