1
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan organisasi sosial terkecil karena di tengah keluarga anak dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa Kartono,
1992; dalam Mumtahinah, 2008. Menurut Wallace 1995; dalam Mumtahinah, 2008, anggota keluarga terdiri dari suami, istri serta anak
– anak baik laki
– laki maupun perempuan yang sesuai dengan statusnya, anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya masing
– masing dimana seorang suami mempunyai peran yang dikaitkan dengan keperkasaan dan
perlindungan. Selain itu, suami juga secara aktif mencari nafkah di luar rumah Dagun, 1990; dalam Mumtahinah, 2008. Di sisi lain, menurut
Wallace 1995; dalam Mumtahinah, 2008, wanita sebagai istri berperan ekspresif yaitu peran yang dikaitkan dengan kasih sayang, pelayanan,
pengasuhan atau pemeliharaan. Tidak hanya itu, seorang wanita juga berperan sebagai pendidik bagi anak
– anaknya dan sebagai pengatur rumah tangga Kartono, 1992; dalam Mumtahinah, 2008.
Wanita yang menikah disibukkan dengan bermacam –macam peran
rumah tangga dalam setiap harinya seperti berbelanja, memasak, mengurus anak dan suami serta membersihkan rumah. Hal ini dilakukan agar kondisi
keluarga menjadi sehat, teratur dan rapi. Tidak hanya itu, pada upaya pemberantasan penyakit, baik itu menyangkut pencegahan, pengobatan,
1
2
xiii maupun rehabilitasi selalu melibatkan wanita, khususnya wanita yang
diposisikan sebagai care giver yang berarti wanita berperan menjaga, merawat dan mengobati anggota keluarga apabila menderita sakit Pujiyanti
Triratnawati, 2011. Pada upaya pencegahan penyakit, wanita dapat melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS untuk menjaga dan
merawat kesehatan anggota keluarga. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS merupakan program
pemerintah untuk mencegah timbulnya penyakit, menanggulangi penyakit dan masalah kesehatan lainnya serta mengembangkan upaya kesehatan yang
bersumber pada masyarakat dimana masih rendahnya praktek Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat
sudah tinggi tentang kesehatan Fitriani, 2011. Oleh karena itu, masih dijumpai berbagai masalah kesehatan akibat rendahnya Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat PHBS. Hal ini tampak dimana kualitas sanitasi yang buruk berdampak pada meninggalnya 100.000 balita dalam kurun waktu satu tahun.
Balita ini meninggal dunia setelah sebelumnya menderita diare. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mempraktekkan pola
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS sehingga menjadi pemicu sanitasi yang buruk. Menurut Ketua V Badan Kerjasama Organisasi Wanita BKOW
Jateng Nuraeni Harjanto, diperlukan pengertian kaum wanita dalam hal sanitasi. Hal ini dikarenakan wanita lebih dekat dengan sanitasi seperti
pengelolaan sampah maupun penataan lingkungan yang sehat Rima News, 2011.
3
xiii Ada sepuluh indikator yang merupakan pedoman untuk mengetahui
sejauhmana rumah tangga telah melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS. Salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS
adalah persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan kematian wanita melahirkan berjumlah 360 kematian dari setiap 100.000
wanita melahirkan sehingga angka kematian wanita melahirkan di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Selain itu, masih tingginya kebiasaan para
wanita yang melahirkan dengan bantuan dukun bayi sehingga pendarahan maupun infeksi yang terjadi tidak dapat tertangani akibat pelayanan kesehatan
yang kurang baik. Akan tetapi, wanita yang melakukan persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan akan merasa nyaman karena persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten sehingga keselamatan wanita dan bayi terjamin. Lalu, persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan
menggunakan peralatan steril dan bersih sehingga membuat wanita merasa aman saat persalinan. Tidak hanya itu, wanita juga merasa mantap melakukan
persalinan karena tenaga kesehatan sanggup mengatasi masalah yang mungkin muncul selama proses persalinan Firani, 2001.
Memberi ASI eksklusif juga merupakan salah satu indikator dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS. Pada tahun 2010, pemberian ASI
eksklusif meningkat mencapai 40,57 target 80 dimana pemberian ASI eksklusif di empat KabupatenKota di Yogyakarta masih berkisar 20
– 39, sedangkan Kabupaten Sleman sudah mencapai
≥ 60 Profil Kesehatan, 2011. ASI eksklusif perlu diberikan karena bayi yang baru lahir perlu
4
xiii mendapatkan asupan gizi, maka wanita harus menyusui bayinya karena ASI
memberikan peranan penting dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi Suraji, 2003; dalam Jafar, 2011. Di sisi lain,
memberi ASI eksklusif akan mempunyai pula manfaat bagi fisik wanita dimana membantu mengatasi pendarahan pasca melahirkan, menunda
kehamilan secara alami dan mengurangi resiko kanker payudara. Selain itu, wanita akan merasa bangga karena dapat memberikan ASI secara eksklusif
kepada bayinya. Tidak hanya itu, manfaat psikologis lain bagi wanita yang menyusui adalah meningkatkan kepekaan kepada bayinya. Lalu, ikatan kasih
sayang berupa kelekatan dengan bayi akan lebih intensif melalui sentuhan saat menyusui. Tidak hanya itu, wanita yang menyusui akan meningkat rasa
percaya dirinya karena sebagai seorang wanita telah mampu memberikan ASI bagi bayinya Suwinita, 2012.
Upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS lebih efektif dalam mengatasi
masalah kesehatan dimana hal ini belum disadari dan dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat Kusumawati, 2004; dalam Amalia, 2009. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang,
keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri mandiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, 2011.
5
xiii Pernikahan merupakan proses bersatunya dua individu yang berbeda
untuk membangun sistem baru dalam keluarga yang dibentuk. Pernikahan dipandang berbeda
– beda bagi pria dan wanita. Hal ini tampak dimana wanita mempunyai antusiasme yang lebih besar serta harapan yang lebih
positif terhadap pernikahan dibandingkan pria Santrock, 2002. Dunia secara universal memandang bahwa pernikahan mampu memenuhi kebutuhan
fundamental individu yang terikat di dalamnya. Pernikahan yang ideal merupakan suatu hubungan yang intim, memiliki komitmen, persahabatan,
keterikatan perasaan cinta, pemenuhan kebutuhan seksual dan kesempatan mengembangkan diri secara emosional Gardiner Kosmitzky, 2005; Myers,
2000; dalam Papalia Olds, 2009. Saat ini makin banyak orang yang merasa bahwa kepuasan pasangan menjadi ukuran paling penting bagi
keberhasilan sebuah pernikahan. Pria maupun wanita mencapai kepuasan dengan menjadi pemberi nafkah atau pembenah rumah tangga dan orang tua
yang bertanggung jawab pada keluarga Cherlin, 2004; dalam Papalia Olds, 2009.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita yang telah menikah lebih tinggi nilai kesehatan psikologisnya dibandingkan wanita yang belum
menikah hanya bila pernikahan mereka membahagiakan Hess Soldo, 1985; dalam Prasetya, 2004. Di sisi lain, pernikahan yang tidak bahagia
terbukti dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga Markman, Renick, Floyd Stanley, 1993; dalam Prasetya, 2004. Tidak hanya itu, penelitian
lain juga mencatat bahwa kualitas pernikahan yang rendah dapat menurunkan
6
xiii kesehatan psikologis dan meningkatkan stres serta berkorelasi dengan
meningkatnya depresi terutama pada wanita Ross, Mirowsky Goldsteen, 1990; dalam Prasetya, 2004. Oleh karena itu, pernikahan yang tidak
memberikan rasa bahagia pada pasangan yang menjalaninya rawan terhadap konflik dan tindakan kekerasan.
Kehidupan pernikahan tidak lepas dari konflik yang terjadi antara suami dan istri. Konflik yang berkepanjangan dalam rumah tangga dapat
berujung pada sulitnya mencapai kepuasan dalam pernikahan. Umumnya, konflik dalam sebuah pernikahan dapat menganggu kenyamanan seorang
wanita dalam membina pernikahan. Pernikahan yang kurang memuaskan tentu membawa dampak perilaku yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
mental wanita itu sendiri, pasangannya dan juga anak – anak dalam keluarga
tersebut Nurrachman Bachtiar, 2011. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan kaum wanita terbukti
berpengaruh terhadap kesehatan emosional anak – anak mereka, sementara
tidak demikian dengan kepuasan pernikahan kaum pria Belsky Fish, 1991; dalam Prasetya, 2004. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
konflik yang terjadi dalam rumah tangga dapat menimbulkan stres pada wanita yang berujung pada ketidakpuasan terhadap pernikahan yang dijalani
sehingga memiliki risiko perceraian yang tinggi. Fonollera 1994; dalam Prasetya, 2004 menegaskan bahwa kepuasan
pernikahan dianggap penting dalam menjaga kelanggengan sebuah pernikahan. Hal ini didukung oleh sebuah penemuan yang mencatat bahwa
7
xiii wanita pemohon perceraian di Filipina mengalami ketidakpuasan pada
pernikahan yang membawa mereka pada kondisi stres di segala hal. Di sisi lain, jumlah perceraian semakin meningkat di Indonesia. Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Dirjen Badilag MA dalam tahun 2010 telah ada 285.184 perkara yang berakhir pada
perceraian di Pengadilan Agama se-Indonesia. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak lima tahun terakhir. Hal ini tampak dimana dalam 5
tahun terakhir peningkatan perkara yang masuk bisa mencapai 81 persen. Dirjen Badilag MA mencatat terdapat 10.029 kasus perceraian dipicu masalah
cemburu, 67.891 kasus perceraian dipicu masalah ekonomi dan perceraian karena masalah ketidakharmonisan dalam rumah tangga mencapai 91.841
perkara Detik News, 2011. Oleh karena itu, ada sekitar 200.000 kasus perceraian setiap tahun di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh masalah
komunikasi diantara pasangan suami dan istri yang berakibat pada ketidakharmonisan dalam pernikahan Suara Pembaruan, 2008.
Berdasarkan data yang dimiliki Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga LK3 Sekar Melati Yogyakarta, kasus kekerasan dalam rumah
tangga pada tahun 2009 tercatat sebanyak 70 aduan, tahun 2011 sebanyak 33 aduan kasus dan hingga tahun 2012 telah ada sebanyak 14 aduan kasus.
Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga cukup beragam, seperti persoalan ekonomi, hingga suami yang kerap mabuk-mabukan Seruu, 2012.
Menurut Hasbianto 1996; dalam Saputra, 2009 mengatakan bahwa secara psikologis tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga dapat
8
xiii menyebabkan gangguan emosi, kecemasan dan depresi. Hal ini didukung oleh
sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga yang dialami istri dapat berdampak pada fisik, psikis dan ketidakharmonisan
dalam rumah tangga Prastiwi, 2007. Pria dan wanita yang menikah relatif merasakan manfaat kesehatan
dibandingkan dengan mereka yang belum menikah. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh positif dan keterlibatan pasangan yang mampu mendorong
perilaku sehat pasangannya Berkman, 1995; Rook, 1990; Umberson 1992; dalam Gallo, Matthews, Troxel Kuller, 2003. Hal ini didukung oleh
penelitian pada 493 wanita di Healthy Women Study Amerika yang dilakukan selama 13 tahun pada masa dan setelah transisi menopause.
Penelitian ini mencatat bahwa wanita dengan kepuasan pernikahan yang tinggi memiliki tingkat lebih rendah pada faktor risiko penyakit
kardiovaskular bila dibandingkan pada wanita dengan kepuasan pernikahan yang rendah, belum menikah, bercerai dan janda Gallo, Matthews, Troxel
Kuller, 2003. Maka, dapat disimpulkan bahwa pernikahan dapat memberikan manfaat kesehatan bagi wanita, hanya bila kepuasan pernikahan yang dimiliki
tinggi. Mulai banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa psikopatologi
berhubungan erat dengan fungsi pernikahan yang berfokus pada kepuasan pernikahan Jacobson, 1985; dalam Whisman, Uebelacker Weinstock,
2004. Hal ini ditemukan pada penelitian yang dilakukan pada 841 pasangan menikah pada tujuh negara bagian di Amerika. Penelitian ini mencatat bahwa
9
xiii tingkat kecemasan dan depresi seseorang secara signifikan berhubungan
dengan tingkat kepuasan pernikahan yang dijalani. Hal ini tampak dimana tingkat psikopatologi berupa kecemasan dan depresi yang tinggi memiliki
hubungan dengan tingkat kepuasan pernikahan yang rendah. Namun, pengaruh depresi secara signifikan lebih kuat daripada pengaruh kecemasan
terhadap kepuasan pernikahan seseorang pada pasangannya. Di sisi lain, tidak ada pengaruh antara perbedaan gender dengan psikopatologi yang dialami
dalam pernikahan Whisman, Uebelacker Weinstock, 2004. Pernikahan yang memuaskan dapat mengurangi tingkat stres baik
secara fisik maupun emosi, sehingga menyebabkan pasangan tersebut hidup lebih lama dan mempunyai kehidupan yang lebih sehat dibandingkan dengan
pasangan yang tidak puas. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu penilaian subjektif pasangan mengenai
apakah hubungan pernikahan yang telah dijalani membahagiakan atau tidak. Hal ini sejalan dengan Gullota, Adams Alexander 1986; dalam Aqmalia
Fakhrurrozi, 2007 yang mendefinisikan kepuasan pernikahan sebagai perasaan individu terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahan
sehingga berkaitan dengan perasaan bahagia yang dirasakan dari hubungan yang dijalani.
Melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS, wanita dapat menjaga dan merawat kesehatan anggota keluarga. Persalinan ditolong tenaga
kesehatan merupakan salah satu upaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS yang dapat memberikan rasa aman, nyaman dan mantap saat wanita
10
xiii akan melakukan persalinan karena ditangani oleh tenaga yang kompeten dan
menggunakan peralatan steril sehingga terhindar dari infeksi. Selain itu, rasa bangga yang dirasakan saat pemberian ASI eksklusif juga akan meningkatkan
kepekaan, kelekatan berupa kasih sayang dan rasa percaya diri pada wanita. Perasaan aman, bangga, mantap, nyaman, percaya diri serta kepekaan dan
kelekatan yang dirasakan wanita saat melakukan upaya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS akan membawa pada perasaan bahagia karena dapat
menjalankan peran sebagai wanita. Lalu, evaluasi subjektif berupa perasaan bahagia yang dialami wanita akan membawa pada kepuasan terhadap
pernikahan yang dijalani. Berdasarkan hal
– hal yang telah disampaikan di atas, menjadi ketertarikan peneliti untuk mengetahui apakah ada hubungan antara Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat PHBS dengan kepuasan pernikahan pada wanita menikah.
B. Rumusan Masalah