Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh utara

(1)

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI PEREMPUAN

DI PESANTREN SYAMSUDHUHA COT MURONG KECAMATAN DEWANTARA KABUPATEN

ACEH UTARA

SKRIPSI OLEH :

HENNY HARYATI 091101003

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dari-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Ibu Evi Karota Bukit, S.L;.LO,KI9KK,LKp, MNS sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang bermamfaat dalam penyusunan skripsi ini, Ibu Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes dan Bapak Ismayadi S.Kep, Ns, CWCCA, M.Kes sebagai dosen penguji yang memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini, Ibu Rosina Tarigan S.Kp, M.Kep, Sp. KMB, CWCC selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu penulis dalam proses kegiatan akademik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada


(3)

penulis selama proses perkuliahan, serta staf administrasi yang membantu memfasilitasi selama perkuliahan.

Terimakasih kepada seluruh pihak Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewanrata Kabupaten Aceh Utara yang telah memberikan izin dan informasi penelitian kepada penulis, dan seluruh responden yang bersedia berpartisipasi selama proses penelitian

Terimakasih kepada keluarga saya tercinta terutama Ibunda Ratnayati Alamsyah, Ayahanda Azhari dan Adik saya Muzakkir dan Zulfikar yang selalu memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Terimakasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa S1 Keperawatan angkatan 2009 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, Juli 2013 Penulis


(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 3

3. Pertanyaan Penelitian ... 3

4. Mamfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gambaran Umum Skabies ... 5

1.1 Definisi ... 5

1.2 Etiologi ... 5

1.3 Patogenesis ... 7

1.4 Cara Penularan ... 7

1.5 Manifestasi Klinis Skabies ... 8

1.6 Klasifikasi Skabies ... 9

1.7 Diagnosis Skabies ... 10

1.8 Pengobatan Skabies ... 12

1.9 Pencegahan Skabies ... 14

1.10 Prognosis ... 15

2. Gambaran Umum Pesantren ... 15

3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pesantren ... 15

3.1 Kebersihan Diri ... 16

3.2 Penggunaan Air Bersih ... 16

3.3 Kesehatan Kamar ... 17

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual ... 19

2. Definisi Operasional... 20

3. Hipotesis ... 20

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 21


(5)

2.1 Populasi ... 21

2.2 Teknik sampling ... 21

2.3 Sampel ... 22

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 23

5. Instrument Penelitian ... 24

5.1 Kuesioner Data Demografi ... 24

5.2 Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 25

5.3 Kuesioner Penyakit Skabies ... 26

6. Validitas dan Reliabilitas ... 26

6.1 Validitas ... 26

6.2 Reliabilitas ... 27

7. Pengumpulan Data ... 28

8. Analisa Data ... 29

8.1 Analisa Bivariat ... 29

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 32

1.1 Data Demografi Responden ... 32

1.2 Deskripsi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 34

1.3 Deskripsi Kejadian Penyakit Skabies ... 36

1.4 Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies ... 37

2. Pembahasan 2.1 Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies ... 38

BAB 6 PENUTUP 1. Kesimpulan ... 46

2. Rekomendasi ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 49 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Panduan interpretasi hasil uji korelasi... 31 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Karakteristik

Responden ... 33 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat Responden ... 34 4. Distribusi Frekuensi Persentase berdasarkan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat Responden ... 35 5. Deskripsi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Kejadian

6. Penyakit Skabies pada Responden ... 36 7. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kejadian Penyakit Skabies ... 36 8. Hasil uji statistik spearman correlation PHBS dengan kejadian


(7)

DAFTAR GAMBAR

Skema Halaman


(8)

Judul : Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

Nama : Henny Haryati Program : S1 Keperawatan

ABSTRAK

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan kebutuhan yang sangat penting dilakukan karena santri pesantren merupakan kelompok yang berisiko terkena penyakit skabies. Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabakan karena kurangnya kebersihan diri santri, air bersih yang terbatas dan kamar santri yang kurang memadai. Skabies dapat menular melalui kulit kontak langsung dan tidak langsung. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi korelasi bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dengan menggunakan 145 sampel. Pengambilan sampel dengan pendekatan Purposive Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu kuesioner data demografi, kuesioner PHBS dan kuesioner penyakit skabies dengan analisa data menggunakan uji spearman correlation. Bedasarkan uji spearman correlation terdapat hubungan yang signifikan antara PHBS dengan kejadian penyakit skabies dimana nilai p = 0,000 dengan koefisien korelasi (r) = 0,628. Berdasarkan hasil penelitian, di rekomendasikan kepada seluruh santri untuk meningkatkan PHBS selama tinggal di pesantren.

Kata Kunci: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kejadian Penyakit Skabies.


(9)

Title : Clean and Healthy Behaviour with Prevalence Of Scabies Female Students in Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

Name : Henny Haryati Faculty : Nursing Year : 2013

Abstract

Clean and Healthy Behaviour is a very important to do because the students of Pesantren is a risk group of disease. Scabies is contagius skin disease caused by a less personal hygiene of students, have a limitted water clean, and a bad rooms. Scabies can be spread with direct and indirect skin-to-skin. This research method uses descriptive correlation to identify Correlation of Clean and Healthy Behaviour with Prevalence Of Scabies Female Students in Pesantren Syamsudhuha Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara by using 145 samples. The sampel taken uses purposive sampling in technique. The Data Collecting uses questionnaires which are demographic questionnaire, Clean and Healthy Behaviour questionnaire and Scabies Disease questionnaire. The result of the research using Spearman Correlation shows (p<0,05) value is 0,000 and Correlation Coefficient (r)= 0,628. As a result research recommendations for all students to increase Clean and Healthy Behaviour in Pesantren.

Key Words : Clean and Healthy Behaviour, Prevalence Of Scabies


(10)

Judul : Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

Nama : Henny Haryati Program : S1 Keperawatan

ABSTRAK

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan kebutuhan yang sangat penting dilakukan karena santri pesantren merupakan kelompok yang berisiko terkena penyakit skabies. Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabakan karena kurangnya kebersihan diri santri, air bersih yang terbatas dan kamar santri yang kurang memadai. Skabies dapat menular melalui kulit kontak langsung dan tidak langsung. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi korelasi bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dengan menggunakan 145 sampel. Pengambilan sampel dengan pendekatan Purposive Sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yaitu kuesioner data demografi, kuesioner PHBS dan kuesioner penyakit skabies dengan analisa data menggunakan uji spearman correlation. Bedasarkan uji spearman correlation terdapat hubungan yang signifikan antara PHBS dengan kejadian penyakit skabies dimana nilai p = 0,000 dengan koefisien korelasi (r) = 0,628. Berdasarkan hasil penelitian, di rekomendasikan kepada seluruh santri untuk meningkatkan PHBS selama tinggal di pesantren.

Kata Kunci: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Kejadian Penyakit Skabies.


(11)

Title : Clean and Healthy Behaviour with Prevalence Of Scabies Female Students in Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

Name : Henny Haryati Faculty : Nursing Year : 2013

Abstract

Clean and Healthy Behaviour is a very important to do because the students of Pesantren is a risk group of disease. Scabies is contagius skin disease caused by a less personal hygiene of students, have a limitted water clean, and a bad rooms. Scabies can be spread with direct and indirect skin-to-skin. This research method uses descriptive correlation to identify Correlation of Clean and Healthy Behaviour with Prevalence Of Scabies Female Students in Pesantren Syamsudhuha Cot Murong, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara by using 145 samples. The sampel taken uses purposive sampling in technique. The Data Collecting uses questionnaires which are demographic questionnaire, Clean and Healthy Behaviour questionnaire and Scabies Disease questionnaire. The result of the research using Spearman Correlation shows (p<0,05) value is 0,000 and Correlation Coefficient (r)= 0,628. As a result research recommendations for all students to increase Clean and Healthy Behaviour in Pesantren.

Key Words : Clean and Healthy Behaviour, Prevalence Of Scabies


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perilaku hidup bersih dan sehat terutama kebersihan perorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang mendapatkan perhatian dari para santri dan pengelola pesantren. Faktanya, sebagian pesantren tumbuh dalam lingkungan yang kurang memadai, tempat mandi dan WC yang kotor, lingkungan yang lembab, dan sanitasi buruk (Badri, 2007). Ditambah lagi dengan perilaku santri yang tidak sehat, seperti menggantung pakaian di kamar, tidak membolehkan pakaian santri wanita dijemur dibawah terik matahari, dan saling bertukar pakai benda pribadi, seperti sisir dan handuk (Depkes, 2007). Jika dilihat dari segi kondisi lingkungan, perilaku kesehatan santri, dan karakteristik pengelolaan pesantren mempunyai risiko yang cukup besar terhadap penularan penyakit skabies (Andayani, 2005). Hal ini akan berdampak pada peningkatan angka kejadian skabies.

Menurut Depkes RI (2008), prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering dan angka kejadiannya sebesar 5,6 -12,95 %. Data yang dilaporkan Siswono (2008) prevalensi penyakit skabies ini terjadi diberbagai pemukiman kurang baik seperti Tempat Pembuangan Akhir, rumah susun, termasuk pondok pesantren. Sedangkan angka kejadian skabies di Jakarta (6,20%), di Kabupaten Boyolali (7,36%), di Kabupaten Pasuruan (8,22%) dan di Semarang mencapai 5,80%. Sedangkan pada


(13)

tahun (2003), terjadi Kejadian Luar Biasa skabies di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan di tahun 2004 prevalensi skabies di provinsi tersebut mencapai 40,78 % (Depkes RI, 2004 dan Dinkes Prov. NAD,2005).

Berdasarkan penelitian oleh Muzakkir (2008) di tiga pondok pesantren di Aceh besar yaitu Pesantren Al- Falah, Pesantren Oemar Diyan, dan Pesantren Ulumul Qur’an. Pada Pesantren Al- Falah tahun 2006, dari 625 santri di dapatkan 108 santri menderita penyakit gatal- gatal, sementara itu pesantren Ulumul Qur’an dari 650 santri di dapatkan 125 santri menderita penyakit gatal- gatal, dan di Pesantren Oemar Diyan, dari jumlah santri pada tahun 2005 sebanyak 745 terhadap penyakit skabies sebanyak 287 kasus.

Dari hasil survey pada Oktober 2012 di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara peneliti mendapatkan informasi dari Petugas Kesehatan di pesantren bahwa pada tahun 2012 penderita skabies mencapai 40%. Hal ini terjadi karena para santri tinggal secara bersama-sama dengan teman-temannya dalam satu ruangan yang berisikan 20 orang. Kehidupan berkelompok yang dijalani dengan berbagai macam karakteristik para sanrti dan dalam kehidupan berkelompok merupakan masalah yang sering dihadapi berkaitan dengan pemeliharaan kebersihan diri.

2. Tujuan Penelitian 2.1Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di


(14)

Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara.

2.2Tujuan Khusus

2.2.1Mengidentifikasi perilaku hidup bersih dan sehat pada santri perempuan di Pesantren.

2.2.2Mengidentifikasi prevalensi kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren.

3. Pertanyaan Penelitian

3.1Bagaimana perilaku hidup bersih dan sehat santri perempuan di Pesantren Syamsuddhuha ?

3.2Bagaimana prevalensi kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren Syamsuddhuha ?

3.3Bagaimana hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren Syamsuddhuha ?

4. Mamfaat Penelitian 4.1Bagi Santri

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap kesadaran diri sendiri terhadap perilaku hidup bersih dan sehat para santri sehingga dapat menjaga kesehatan diri dengan baik khususnya yang berkaitan dengan resiko terjadinya penyakit skabies selama tinggal di pesantren.


(15)

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Data dari penelitian ini dapat memberi informasi yang tentang perilaku hidup bersih dan sehat para santri yang tinggal di pesantren dan penyakit skabies.

4.3Bagi Riset Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data awal, dan informasi sumber data bagi dukungan terhadap penelitian selanjutnya dalam melakukan penelitian dengan karakteristik dan kondisi yang sama bagi para santri di pesantren.

4.4Bagi Pesantren

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk membuat kebijakan dalam melakukan pengelolaan pesantren agar lebih memperhatikan fasilitas- fasilitas dan lingkungan pesantren untuk meminimalkan resiko kejadian penyakit skabies dan juga menunjang kesehatan para santri.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Gambaran Umum Skabies

1.1 Definisi

Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) adalah penyakit kulit yang menular disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya (Mansjoer, 2000 dan Brooker, 2008 ). Skabies merupakan penyakit infeksi kulit menular dengan manifestasi keluhan gatal pada lesi terutama pada waktu malam hari yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Muttaqin, 2011). Skabies disebut juga The itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, budukan, kudis, penyakit ampere, gatal agogo (Harahap, 2000). Sarcoptes skabiei termasuk filum Arthropoda, ordo Ackarima, kelas Arachnida, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2007).

1.2Etiologi

Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit skabies. Penyakit ini biasa menyerang semua tingkat usia (Brown, 2005). Secara morfologik, Sarcoptes skabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina


(17)

berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat pelekat (Djuanda, 2007).

Siklus hidup tungau ini, setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau dan 50 butir. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan mempunyai larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, yaitu jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 10-14 hari. Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu (Harahap, 2000).

1.3Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007).


(18)

1.4Cara Penularan

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun tak langsung. Penularan melalui kontak langsung (kulit dengan kulit) merupakan penularan skabies melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Sedangkan penularan tak langsung (melalui benda), misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk (Brown, 1999).

Penyakit skabies erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit (Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).

1.5Manifestasi Klinis Skabies

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh S. scabiei adalah gatal-gatal yang timbul terutama pada malam hari (pruritus nokturna), yang dapat menggangu ketenangan tidur. Gatal-gatal ini disebabkan oleh sensitisasi terhadap ekskret dan sekret tungau setelah terinfestasi selama satu bulan dan didahului dengan timbulnya bintik-bintik merah (rash) (Gandahusada,1998).


(19)

Mansjoer (2000), menyatakan ada empat tanda kardinal skabies yaitu: Pruritus nokturna (gatal pada malam hari) karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. Umumnya ditemukan pada kelompok manusia, misalnya mengenai seluruh anggota keluarga. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjangnya 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorfi (pustule, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksi biasanya terdapat di daerah dengan stratum kornium tipis, yaitu sela- sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki bahkan seluruh permukaan kulit. Pada remaja dan orang dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah.

1.6Klasifikasi Skabies

Menurut Harahap (1990) klasifikasi skabies menjelaskan bahwa selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk khusus skabies lainnya, yaitu:

Skabies pada orang yang bersih (scabies in the clean), pada orang yang tingkat kebersihannya tinggi sulit ditemukan terowongan tapi adanya lesi berupa papel. Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur. Kasus semacam ini sering didiagnosis salah.

Skabies pada bayi dan anak, lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering


(20)

terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi juga terdapat di muka.

Skabies yang ditularkan oleh hewan yaitu Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut misalnya peternak dan gembala, gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi secara bersih.

Skabies noduler, nodulnya terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai adalah genitalia pria, lipat paha dan aksila, lesi ini dapat menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.

Skabies incognito, bentuk ini timbul pada skabies yang pengobatannya menggunakan obat steroid topikal dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies, tetapi tungau tetap ada dan penularannya masih bisa terjadi. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini disebabkan karena penurunan respon imun seluler.

Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden), penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

Skabies krustosa (Norwegian scabies), lesinya berupa gambaran eritrodermi yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak sekali. Krusta ini melindungi Sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak


(21)

menonjol. Sering terdapat pada orang tua, dan orang yang mengalami retardasi mental, sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia, dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita immunosupresif (misalnya pada penderita AIDS ).

1.7Diagnosis Skabies

Menurut Natadisastra (2009), diagnosis dapat dilakukan secara klinis ataupun laboratorium. Diagnosis secara klinis dengan melihat kelainan pada kulit, khususnya di daerah predileksi serta memperhatikan saat pasien menggaruk, apakah ia menggaruk di daerah predileksi.

Diagnosis skabies secara laboratorium yaitu dengan cara uji KOH dan uji tinta. Uji KOH yaitu kerokan kulit (yang diambil di bagian yang ada terowongan), diletakkan diatas kaca benda (object glass) dan ditetesi larutan kalium hidroksida (KOH) 10% kemudian panasi sebentar, ditutup dengan kaca penutup dan akhirnya lihat di mikroskop. Pemberian KOH 10% digunakan untuk melarutkan kerokan kulit dan sisa jaringan sehingga yang terlihat setelah dipanaskan nantinya tinggal tungau dewasa atau telurnya yang tidak larut oleh KOH. Jika kerokan kulit tidak dihilangkan akan sulit membedakannya dengan tungau skabies yang bentuknya hampir mirip.

Uji tinta yaitu terowongan juga dapat dilihat jelas jika permukaan kulit ditetesi dengan tinta hitam dan sedikit ditekan sehingga cairan tinta masuk ke dalam terowongan. Setelah sisa tinta pada permukaan kulit dicuci, akan terlihat liku-liku terowongan yang berwarna kehitaman.


(22)

Menurut Muzakkir (2008), agar pemeriksaan berhasil ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan laboratorium yaitu: kerokan kulit jangan dilakukan pada lesi ekskoriasi dan lesi dengan infeksi sekunder. Pada lesi ekskoriasi tungau mungkin sudah terangkat oleh garukan dan pada lesi dengan infeksi sekunder terdapat pus yang bersifat akarisida sehingga tungau tidak ditemukan pada lesi tersebut, selain itu kerok kulit didaerah infeksi sekunder dapat memperberat infeksi. Kerokan harus superficial karena tungau terdapat dalam stratum korneum, jadi kerokan tidak boleh berdarah.

Papel yang baik untuk dikerok adalah papul yamg baru dibentuk yaitu berbentuk lonjong dan tidak berkrusta karena tungau biasanya ditemukan pada papul atau terowongan yang baru dibentuk. Jangan mengerok dari satu lesi tetapi keroklah dari beberapa lesi tungau.

Lokasi yang paling sering terinfeksi adalah sela jari tangan, karena itu perhatian utama ditujukan pada daerah tersebut. Sebelum mengerok, tetes minyak mineral pada scalpel dan pada lesi yang akan dikerok.

1.8Pengobatan Skabies

Cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus di obati (termasuk penderita yang hiposensitisasi). Jenis obat topikal yang sering digunakan adalah belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian dan kadang- kadang menimbulkan iritasi. Obat ini juga dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.


(23)

Emulsi benzil-benzoas (20-25 %), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari.

Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan= gammexane) kadarnya 1% dalam krim, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberikan iritasi. Obat ini tidak di anjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala sehingga pengobatannya perlu diulangi seminggu kemudian.

Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus di jauhkan dari mata, mulut dan uretra.

Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan (Djuanda, 2007).

Cara pemakaian obat ini memerlukan perhatian khusus pada sela jari tangan dan kaki, sela paha dan sebagainya; gunakan kira-kira 30 g setiap kali pemakaian pada pasien dewasa. Biarkan semalaman dan cuci degan sabun dan air pada hari berikutnya (kecuali untuk sulfur presipitatum). Pada bayi lesi dapat mengenai pelipis, dahi, dan kulit kepala. Hindari mata saat memberikan pengobatan pada tempat-tempat lain. Obat ini harus di hindari penggunaannya pada wanita hamil, ibu yang menyusui, dan neonatus, karena absorpsi sistemik dan kemungkinan toksisitas (kecuali sulfur presipitatum).


(24)

Setelah menggumnakan obat, cuci semua kain seprei, handuk, dan pakaian yang telah dipakai 2 hari sebelum setiap kali pemakaian. Gunakan air panas dan keringkan secara panas (atau dry clean).

Pendidikan untuk pasien, tekankan bahwa obat-obatan harus digunakan dengan benar untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Jelaskan bahwa rasa gatal dapat menetap karena adanya reaksi alergi yang berlangsung beberapa minggu setelah pengobatan, tetapi akhirnya akan membaik dan jelaskan tentang pentingnya pengobatan terhadap lingkungan sekitarnya (Beth G, 1998).

1.9Pencegahan Skabies

Menurut Ruteng (2007) dalam Muzakkir (2008), penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit ini dapat dilakukan dengan cara mandi secara teratur dengan menggunakan sabun, mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu dan menjemur kasur dan bantal minimal 1 kali dalam seminggu, tidak saling menukar pakaian dan handuk dengan orang lain, menghindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi tungau skabies serta menjaga kebersihan rumah dan berventilasi yang cukup.

Semua baju serta pakaian harus dicuci dengan air yang sangat panas dan dikeringkan dengan alat pengering-panas karena kutu skabies ternyata dapat hidup selama 36 jam pada linen. Jika linen tempat tidur atau pakaian pasien tidak dapat dicuci dalam air panas, disarankan agar barang-barang tersebut dicuci secara dry-cleaning (Muttaqin, 2011).


(25)

1.10 Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat dicegah dan akan memberikan prognosis yang baik (Harahap, 2000).

2. Gambaran umum Pesantren

Pesantren dapat didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen (Qomar, 2005).

Penyakit kulit skabies merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di pesantren, hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang tidak sehat seperti kepadatan penghuni di pesantren, perilaku santri yang sering bertukar pakai benda pribadi, dan sebagainya.

3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Pesantren

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2007).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di pesantren merupakan perpaduan dari tatanan institusi pendidikan dan tatanan rumah tangga yang bertujuan untuk membudayakan PHBS bagi santri, pendidik dan pengelola pesantren agar mampu mengenali dan mengendalikan masalah-masalah kesehatan di lingkungan


(26)

pesantren (Dinkesprop Jatim, 2007). Menurut Efendi (2009) indikator PHBS di tatanan pesantren adalah sebagai berikut :

3.1Kebersihan Diri

Menurut Wolf (2000) dalam Frenki (2001), kebersihan merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan agar selalu hidup sehat. Menjaga kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dengan menggunakan sabun, bagian wajah dan telinga serta genitalia juga harus bersih. Sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan, sesudah buang air besar dan buang air kecil tangan harus dicuci, kuku digunting pendek dan bersih agar tidak melukai dan tidak menjadi sumber infeksi dan menggunakan pakaian yang bersih setelah mandi.

3.2Penggunaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan. Zat pembentuk tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air yang jumlahnya sekitar 73% dari bagian tubuh. Air di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengangkut dan pelarut bahan-bahan makanan yang penting bagi tubuh. Sehingga untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya manusia berupaya mendapatkan air yang cukup bagi dirinya (Suharyono, 1996).

Dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari manusia sangat tergantung pada air, karena air dipergunakan pula untuk mencuci, membersihkan peralatan, mandi, dan lain sebagainya. Manfaat lain dari air berupa pembangkit tenaga, irigasi, alat transportasi, dan lain sebagainya yang sejenis dengan ini. Semakin


(27)

maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air makin meningkat. Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Menurut ilmu kesehatan setiap orang memerlukan air minum hidup 2-3 minggu tanpa makan tetapi hanya dapat bertahan 2-3 hari tanpa air minum (Suripin, 2002).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan tiap individu. Adapun criteria air bersih dan aman yaitu : bebas dari kontaminasikuman atau bibit penyakit, bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun, tidak beras dan berbau, dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga, memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI (Chandra, 2006).

3.3Kesehatan Kamar

Menurut Depkes RI (1993), persyaratan kesehatan kamar/ ruangan pada pondok pesantren yaitu kamar selalu dalam keadaan bersih (bebas dari debu dan segala kotoran lainnya) dan kamar mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai dengan dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai dengan kebutuhan.

Suhu dalam ruangan kamar harus diperhatikan, suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20 0C. Suhu ruangan ini sangat di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara dan suhu benda-benda yang ada


(28)

disekitarnya. Kamar juga harus cukup mendapatkan penerangan yang baik pada siang hari maupun malam hari. Idealnya penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap kamar diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari. Apabila kamar tidak memenuhi pencahayaan yang baik akan memudahkan terjadinya penularan penyakit diantara penghuninya khususnya penyakit kulit skabies. Pertukaran udara (ventilasi udara) juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan kamar. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Dengan demikaian setiap ruangan harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan kamar juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka (Chandra, 2006).


(29)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini, kerangka menggambarkan tentang perilaku hidup bersih dan sehat berhubungan dengan penyakit skabies pada santri perempuan di pesantren. Dari berbagai referensi, di pesantren para santri hidup bersama dan berkelompok sehingga berisiko tertular penyakit skabies. Penularan dan penyebaran penyakit skabies terjadi bila kebersihan diri yang tidak terjaga dengan baik, dan lingkungan yang kurang mendukung upaya pencegahan skabies seperti tidak menggunakan air bersih, dan kesehatan kamar yang buruk (Muzakkir,2008).

Skema 1 : Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): 1. Kebersihan diri 2. Penggunaan air bersih 3. Kesehatan kamar

Angka Kejadian Penyakit Skabies


(30)

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Perilaku hidup bersih dan sehat adalah tindakan yang dilakukan oleh individu yang berkaitan dengan kehidupan bersih dan sehat yang meliputi beberapa aspek adalah cara melakukan kebersihan diri, penggunaan air bersih, penggunaan jamban sehat dan tindakan dalam menjaga kesehatan lingkungan/ruangan kamar para santri yang tinggal di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, dengan menggunakan Kuesioner PHBS (KPHBS).

Angka kejadian skabies adalah identifikasi tentang adanya suatu fakta atau data tentang terjadinya penyakit skabies yang teridentifikasi pada para santri yang tinggal di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, dengan menggunakan Kuesioner Penyakit Skabies (KPS).

3. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies.


(31)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah deskripsi korelasi yaitu mengidentifikasi hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh utara.

2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah para santri perempuan dari kelas 1 sampai kelas 3 Tsanawiyah di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, dengan jumlah populasi sebanyak 228 orang.

2.2Teknik Sampling

Teknik sampling yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Pengambilan secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasakan sifat atau ciri tertentu (Notoatmodjo, 2010).

Adapun kriteria sampel pada penelitian ini, antara lain: santri perempuan yang tinggal di pesantren selama tahun 2012-2013, santri perempuan yang duduk dikelas I, II, dan III Tsanawiyah di pesantren, santri perempuan yang beresiko


(32)

terkena penyakit skabies, santri perempuan yang terkena skabies, dan santri perempuan yang bersedia menjadi responden.

2.3Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh santri perempuan dari kelas 1-3 Tsanawiyah di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dengan menggunakan rumusan perhitungan Slovin (Nursalam, 2009).

Keterangan :

n : Besar sampel N: Besar populasi

d: Tingkat signifikansi (p) nilai d = 0,05

Adapun jumlah sampel penelitian yang diperoleh dari perhitungan statistik tersebut dengan hasil n= 145. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 145 orang.


(33)

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2013 s/d 18 Mei 2013. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini karena Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara memiliki kriteria sampel penelitian, disamping ini lokasi ini mudah dijangkau oleh peneliti dan belum pernah dilakukan penelitian tentang skabies.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Pertimbangan etik dimulai dari proses administrasi penelitian yaitu setelah mendapatkan persetujuan dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan izin dari institusi pendidikan/tempat penelitian (Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara), selanjutnya peneliti melakukan beberapa langkah-langkah penelitian mulai dari pertimbangan etik penelitian yang meliputi: persetujuan menjadi responden penelitian (Informed Consent), lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria dan disertai judul penelitian, bila responden tidak bersedia menjadi responden maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghargai hak-hak responden. Penelitian akan dilakukan dengan rahasia (Anomity), dan untuk menjaga kerahasiaan identitas peneliti waktu penelitian ini tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode penelitian (Confidentiality), kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti sebagai kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


(34)

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu kepada tinjauan pustaka dan kerangka konsep. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari 3 bagian berisi: Kuesioner Data Demografi (KDD), Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS), dan Kuesioner Penyakit Skabies (KPS).

5.1Kuesioner Data Demografi (KDD)

Kuesioner tentang data demografi adalah aspek data tentang responden meliputi umur, kelas, suku, pekerjaan orang tua dan pemberian uang saku. Biodata ini diisi pada bagian yang telah disediakan pada lembar kuesioner.

5.2Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS)

Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) terdiri dari 3 bagian yaitu kebersihan diri, penggunakan air bersih dan kesehatan kamar. Kuesioner ini menggunakan kuesioner jenis Multiple Choice Closed Ended dengan Skala Likert. Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) terdiri dari 20 peryataan yang terbagi atas 11 pernyataan kebersihan diri, 3 pernyataan penggunakan air bersih dan 6 pernyataan kesehatan kamar dengan pilihan jawaban Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-kadang (KD) dan Tidak pernah (TP). Skor tertinggi pada skala ini adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Pernyataan Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) terdiri atas pernyataan positif. Skor pada skala pernyataan ini adalah Selalu (SL) skor 4, Sering (SR)


(35)

skor 3, Kadang-kadang (KD) skor 2 dan Tidak pernah (TP) skor 1. Sehingga diperoleh nilai minimum 20 dan nilai maksimum 80.

Berdasarkan rumus statistika menutut Hidayat (2009) dengan menghitung jumlah total skor adalah

i = Rentang Banyak kelas

Dimana i merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurang dengan nilai terendah). Dari hasil skoring perilaku hidup bersih dan sehat nilai tertinggi 80 dan nilai terendah adalah 20, maka rentang kelas adalah 60 dengan 3 kategori banyak kelas, sehingga diperoleh panjang kelas sebesar 20. Data untuk kuesioner perilaku hidup bersih dan sehat (KPHBS) dikategorikan sebagai berikut: 20-39 adalah kategori PHBS buruk, 40-59 adalah PHBS kategori cukup, dan 60-80 adalah kategori PHBS baik.

5.3Kuesioner Penyakit Skabies (KPS)

Kuesioner Penyakit Skabies (KPS) menggunakan kuesioner jenis Dichotomy Closed Ended dengan Skala Gutman. Kuesioner penyakit skabies terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawanan Ya dan Tidak. Skor tertinggi pada skala ini adalah 2 dan skor terendah 1. Pernyataan ini terdiri atas pernyataan positif, dimana skor pada skala pernyataan ini adalah Ya skor 2 dan Tidak skor 1.

Adapun total skor untuk kuesioner penyakit skabies (KPS) nilai minimum 10 dan nilai maksimum 20. Data untuk Kuesioner Penyakit Skabies (KPS) dikategorikan sebagai berikut : 1-10 adalah kategori tidak mengalami skabies dan


(36)

11-20 adalah kategori mengalami skabies. Semakin tinggi total skor penyakit skabies maka akan semakin tinggi penderita skabies.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 6. 1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Penelitian ini menggunakan uji validitas dengan memenuhi unsur penting dalam menentukan validitas pengukuran instrument yaitu: Relevansi isi, instrumen disesuaikan dengan tujuan penelitian agar dapat mengukur objek dengan jelas. Pada penelitian ini, telah dilakukan penyesuaikan instrumen penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu relevan pada sasaran subjek dan cara pengukuran melalui instrumen yang disusun sesuai dengan tinjauan pustaka.

Instrumen penelitian berupa kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh dosen Fakultas Keperawatan yang berkompeten dalam bidang kesehatan komunitas dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Uji validitas dapat ditunjukkan dengan menggunakan output SPSS dan dapat pula diketahui dari validitas tiap-tiap pertanyaan melalui uji reliabilitas. Untuk mengetahui item pertanyaan itu valid dengan melihat nilai Corrected Item Total Corelation. Apabila item pertanyaan mempunyai r hitung lebih besar dari r tabel dakatakan valid.


(37)

6. 2 Reliabilitas

Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat alat ukur dapat mengukur secara konsisten objek yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel. Uji reliabilitas ini dilakukan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara terhadap 10 orang responden yaitu santri perempuan kelas I, II dan III yang tidak termasuk dalam jumlah sampel penelitian dengan menggunakan metode uji Cronbach’s Alpha untuk Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan metode uji KR21 digunakan untuk Kuesioner Penyakit Skabies. Uji reliabilitas penelitian ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian, kemudian jawaban dari responden diolah dengan menggunakan komputerisasi.

Pada penelitian ini dilakukan uji reliabilitas pada 10 responden dan diperoleh reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha 0,973 untuk Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) dan nilai reliabilitas untuk Kuesioner Penyakit Skabies (KPS) adalah 0,8 menggunakan uji KR 21. Bila dilakukan uji reliabilitas diperoleh nilai cronbach’s alpha 0,70 maka instrumen dinyatakan reliabel (Polit & Hungler, 1995).

7. Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) kemudian permohonan izin yang telah


(38)

diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara). Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan proses pengambilan data. Kemudian bagi calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat perjanjian dan mengisi lembar kuisioner. Apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami, responden diberi kesempatan untuk bertanya. Selesai pengisian, peneliti mengambil kuisioner yang telah diisi responden, kemudian memeriksa kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi, selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi.


(39)

8. 1 Analisis Bivariat

Analisis Bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel yang akan di uji. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah satu variabel dengan variabel lain saling berhubungan, dengan menggunakan uji statistik Spearman Correlation dengan kemungkinan hasil hubungan meliputi: hubungan antara kebersihan diri dengan kejadian penyakit skabies, hubungan antara penggunaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies, dan hubungan antara kesehatan kamar dengan kejadian penyakit skabies.

Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies dianalisis secara statistic dengan menggunakan formulasi Korelasi Bivariat Spearman. Uji signifikan apakah Ha diterima dengan cara membandingkan nilai “p” dengan nilai “r” (level of significant), yaitu bila nilai “p≤ r “ maka Ha diterima (hipotesa kerja diterima), dan bila “p ≥ r” maka Ha di tolak. Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut digunakan kritaria penafsiran korelasi menurut Dahlan (2003) dapat dilihat pada tabel 1.

Berdasarkan hasil uji statistik antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies menggunakan uji spearman correlation memperlihatkan koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p-value pada kolom sig(2-tailed) sebesar 0,000. Nilai p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari level of significant (α) sebesar 0,05 yang berarti hipotesa alternatif diterima yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang di uji yaitu antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies. Angka


(40)

korelasi yang dihasilkan yaitu 0,628, artinya korelasi antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies adalah terdapat hubungan yang kuat antara dua variabel dengan arah korelasinya positif.

Tabel 1 Panduan interpretasi hasil uji korelasi.

Parameter Nilai Interpretasi

Kekuatan korelasi (r)

0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000

Sangat lemah. Lemah Sedang Kuat Sangat kuat Nilai p P<0,05

P>0,05

Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang akan di uji.

Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang akan di uji.

Arah korelasi + (positif)

- (negatif)

Searah,semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya.

Berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel semakin kecil nilai variabel lainnya.


(41)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menggambarkan tentang hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Pengumpulan data dilakukan terhadap 145 orang responden yaitu santri perempuan dari kelas 1 sampai kelas 3 Tsanawiyah di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong, meliputi karakteristik responden, deskripsi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, deskripsi kejadian penyakit skabies, dan hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong.

1. 1 Data Demografi Responden

Deskripsi karakteristik responden terdiri dari umur, kelas, suku, pekerjaan orang tua dan pemberian uang saku. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 12 tahun (SD=1,19). Sebagian besar responden duduk di kelas satu sebanyak 41%. Mayoritas responden berlatarbelakang suku Aceh yaitu sebanyak 93%. Sebagian besar pekerjaan orang tua responden sebagai petani sebanyak 49% dan pemberian uang saku responden sebagian besar perminggu Rp, 20.000 s/d Rp, 50.000 sebanyak 61%.


(42)

Tabel 2 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Karakteristik Responden (n = 145)

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Umur

12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun

Mean = 13,28 (SD 1,19)

51 36 22 36 35 25 15 25 Kelas

Kelas 1 Tsanawiyah Kelas 2 Tsanawiyah Kelas 3 Tsanawiyah

59 56 30 41 38 21 Suku Aceh Jawa Gayo Batak Lain-lain 133 6 2 2 2 93 4 1 1 1 Pekerjaan Orang Tua

PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta Buruh Petani Lain-lain 16 31 9 71 18 11 22 6 49 12 Pemberian Uang Saku

Perminggu (Rp,20-50 ribu) Perminggu (> Rp,50 ribu) Perbulan (Rp,200-300 ribu)

88 35 22 61 24 15

1.2 Deskripsi Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat

Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di pesantren kategori buruk 36% dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kategori cukup 24%, sedangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat kategori baik 40%.


(43)

Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Responden (n = 145)

PHBS Frekuensi Persentase %

Baik Cukup Buruk

58 35 52

40 24 36

Selanjutnya secara uraian tentang Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan tabel sebanyak 40% responden yang tidak pernah mandi minimal 2x dalam satu hari, 26% bergantian pakai kain basahan, 30% responden menyatakan bahwa tidak mengganti pakaian setelah mandi, 36% tidak pernah mengganti pakaian dalam setiap hari, 43% bak penampungan tidak pernah dibersihkan secara teratur, 31% tidak pernah membuka jendela kamar setiap pagi sehingga cahaya matahari tidak bisa masuk, 29% tidak pernah mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu, dan 35% tidak pernah membersihkan kasur dan bantal setiap minggu. Hal ini menunjukkan bahwa hidup bersih dan sehat para santri di pesantren buruk.


(44)

Tabel 4 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Responden (n = 145)

Pernyataan PHBS Bentuk Perilaku SL n (%) SR n (%) KD n (%) TP n (%) Kebersihan Diri

Mandi minimal 2x dalam sehari Mandi menggunakan sabun.

Menggunakan kain basahan sendiri. Setelah mandi, mengeringkan badan dengan handuk.

Mengganti pakaian selesai mandi. Mengganti pakaian dalam setiap hari.

Setelah menggunakan handuk, menjemur handuk di panas matahari.

Menggunakan mukena sendiri.

Menggunakan mukena bersih. Melettakkan pakaian kotor dalam keranjang masing-masing.

Mencuci kaos kaki seminggu sekali.

28(19) 57(39) 39(27) 58(40) 31(21) 39(27) 60(41) 83(57) 69(47) 35(24) 26(18) 12(8) 30(21) 32(22) 44(30) 36(25) 26(18) 30(21) 45(31) 56(39) 29(20) 29(20) 47(3) 39(27) 36(26) 16(11) 34(23) 28(19) 45(31) 17(12) 13(9) 35(24) 45(31) 58(40) 19(13) 38(26) 27(19) 44(30) 52(36) 10(7) - 7(5) 46(32) 45(31) Penggunaan Air Bersih

Menggunakan air bersih.

Menggunakan air mengalir (air kran) saat wudu.

Bak penampungan air di pesantren dibersihkan secara teratur.

103(71) 35(24) 14(10) 34(23) 26(18) 26(18) 8(6) 36(25) 42(29) - 48(33) 63(43) Kesehatan Kamar

Menyapu lantai kamar secara teratur Membuka jendela kamar setiap pagi supaya sinar matahari masuk.

Tidur dikasur masing-masing.

Mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu.

Membersihkan kasur dan bantal setiap minggu.

Menjemur pakaian basah diluar.

43(30) 29(20) 41(28) 39(27) 29(20) 43(30) 30(21) 33(23) 30(21) 32(22) 35(24) 22(15) 31(21) 38(26) 31(21) 32(22) 31(21) 36(25) 42(29) 45(31) 43(30) 42(29) 50(35) 44(30)


(45)

1.3 Deskripsi Kejadian Penyakit Skabies

Dari hasil penelitian diperoleh 83 responden yang menderita skabies (57%) dan 62 responden yang tidak menderita skabies (43%).

Tabel 5 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan kategori Kejadian Penyakit Skabies pada Responden (n = 145)

Kejadian penyakit skabies Frekuensi Persentase Tidak mengalami

Mengalami

62 83

43 57

Secara rinci kejadian penyakit skabies dapat dilihat pada tabel 6. Tingkat kejadian skabies pada santri perempuan, 71% menyatakan pernah menderita gatal-gatal yang hebat pada malam hari dan 79% menyatakan pernyataan penyakit gatal-gatal yang dialami responden sering terjadi di bagian sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan.

Tabel 6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kejadian Penyakit Skabies (n= 145)

Pernyataan Kejadian Penyakit Skabies Prevalensi Kejadian Penyakit Skabies Ya n(%) Tidak n(%) Menderita gatal-gatal hebat pada malam hari. 103(71) 42(29) Gatal-gatal mengganggu belajar. 50(34) 95(66) Setelah digaruk, kulit terasa panas 68(47) 77(53) Kulit yang gatal akan menimbulkan luka jika

digaruk.


(46)

Tabel 6 Lanjutan

Pernyataan Kejadian Penyakit Skabies

Prevalensi Kejadian Penyakit Skabies Ya n(%) Tidak n(%) Ketika menderita penyakit gatal-gatal, langsung

melakukan pengobatan.

89(61) 56(39)

Gambaran dari gatal-gatal yang terjadi dikulit berbentuk memanjang atau berkelok-kelok.

99(68) 46(32) Gatal-gatal sering terjadi di sela jari, ketiak,

pinggang, alat kelamin, siku dan dipergelangan tangan.

114(79) 31(21)

Kulit gatal-gatal, saat tidur berhimpitan 89(61) 56 (39) Musim hujan, kulit juga gatal. 40 (28) 105

)

1.4 Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies

Berdasarkan uji statistik menggunakan spearman correlation memperlihatkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p value pada kolom sig(2-tailed) sebesar 0,000 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diteliti (lihat tabel 7).

Tabel 7 Hasil uji statistik spearman correlation PHBS dengan kejadian penyakit skabies (N=145).

Korelasi pearson R Nilai p

PHBS

Kejadian penyakit skabies


(47)

2. Pembahasan

2.1Hubungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies

Berdasarkan hasil uji statistik antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies menggunakan uji spearman correlation memperlihatkan koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p-value pada kolom sig(2-tailed) sebesar 0,000. Nilai p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari level of significant (α) sebesar 0,05 yang berarti hipotesa alternatif diterima yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara dua variabel yang di uji yaitu antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies. Angka korelasi yang dihasilkan yaitu 0,628, artinya korelasi antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies adalah terdapat hubungan yang kuat antara dua variabel dengan arah korelasinya positif.

Menurut data DinKes (2010) dalam Khumayra (2012) Perilaku Hidup Sehat dan Bersih adalah budaya hidup perorangan, keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, serta bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatan baik fisik, mental maupun sosial. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang bersih. Secara konsep teori perilaku, dari pengetahuan akan berubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan. Konsep teori perilaku, dari pengetahuan akan merubah menjadi sikap dan sikap menjadi tindakan (Notoatmodjo, 2003).


(48)

Menurut hasil penelitian, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri dengan kategori baik 40% dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kategori cukup 24%, sedangkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri dengan kategori buruk 36%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) menyatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di pesantren buruk, hal ini berkaitan dengan perilaku kebersihan diri santri yang buruk, sosial ekonomi yang rendah dan kepadatan hunian dalam kamar.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada santri sebagaian besar buruk, hal ini dipengaruhi oleh usia responden yang masih muda yaitu rata-rata berusia 12 tahun (SD=1,19), dan sebagian besar santri duduk di kelas satu sebanyak 41%. Hal ini berpengaruh karena kurangnya pengalaman dan pengetahuan responden tentang penyakit skabies. Kurangnya pengetahuan terhadap penyakit skabies menyebabkan cepatnya penularan skabies yang terjadi dalam lingkungan pesantren. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Muzakir (2008) dalam Werner dan Bower (1986), WHO (1992) menyatakan bahwa faktor yang bisa mempengaruhi terjadinya penyakit skabies antara lain karena motivasi, pengetahuan, kurangnya informasi, pengalaman, guru dan media massa.

Menurut Wawan, A (2010) dalam penelitian Khumayra (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang diterima. Pengetahuan tersebut merupakan awal terbentuknya sikap yang akan membentuk perilaku atau tidakan. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan


(49)

mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Individu yang tingkat pendidikannya lebih tinggi akan lebih mampu mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat.

Sebagian besar responden dengan pekerjaan orang tua sebagai petani sebanyak 49% dan pemberian uang saku sebagian besar perminggu (Rp, 20.000-50.000) sebanyak 61%. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ardhana. P (2011) yang menyatakan bahwa skabies disebabkan karena faktor sosial ekonomi dan hygiene yang buruk. Penyakit skabies banyak ditemukan di tempat seperti di asrama, panti asuhan dan tempat dengan hunian yang padat.

Dari penelitian ini sebagian besar responden menyatakan tidak mandi minimal 2x dalam sehari sebanyak 58 responden (40%). Hal ini sesuai dengan teori oleh Iskandar (2000) dalam penelitian Muslih (2011) bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dan menggunakan sabun merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan pintu masuknya kutu sarkoptes scabie sehingga menimbulkan terowongan dengan garis keabu-abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa menekan dalam penularan penyakit skabies.

Sedangkan pernyataan lain dari responden tentang kebersihan diri, tidak mengganti pakaian dalam dalam setiap hari sebanyak 36%. Menurut penelitian Afraniza (2011) santri yang tidak menjaga kebersihan pakaiannya dengan baik mempunyai resiko 2,9 kali untuk menderita skabies disbanding dengan santri yang menjaga kebersihan pakaiannya dengan baik. Menjaga kebersihan pakaian dengan baik, dapat menurunkan resiko santri untuk terkena penyakit skabies. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pakaian berperan dalam


(50)

transmisi tungau skabies melalui kontak tak langsung sehingga mempengaruhi kejadian skabies.

Secara teori yang disebutkan oleh Wolf (2000) dalam penelitian Muslih (2011) di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya bahwa kebersihan diri merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit skabies. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mengganti pakaian setelah mandi dengan pakaian yang habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur dibawah sinar matahari dan disetrika.

Menurut hasil penelitian, mayoritas responden menyatakan tidak pernah membersihkan bak penampungan air secara teratur sebanyak 43%. Penelitian Ma’rufi (2005) menyatakan bahwa penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi yang berperan terhadap penularan penyakit skabies pada para santri Ponpes, karena penyakit skabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh badan dan angota tubuh lainnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden tidak pernah membersihkan kasur dan bantal setiap minggu sebanyak 35%. Berdasarkan penelitian Muslih (2011) adanya hubungan antara menjemur kasur dengan kejadian skabies. Diperoleh bahwa responden yang tidak menjemur kasur, proporsi menderita skabies (55 %) sedangkan pada responden yang menjemur kasur, proporsi menderita skabies (28%). Kasur merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penularan skabies secara tak langsung. Agar kasur tetap bersih dan


(51)

terhindar dari kuman penyakit maka menjemur kasur sangat perlu karena tanpa disadari kasur bisa juga menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah-ubah. Sedangkan sebanyak 29% responden tidak pernah mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu, ini berpengaruh terhadap kejadian skabies. Hal ini ditegaskan oleh Wendel dan Rompalo (2002) dalam penelitian Wardhana (2006) bahwa seprei penderita skabies harus dicuci maksimal tiga kali sehari dan semua benda-benda bantal, guling dan selimut dimasukkan dalam kantung plastik selama tujuh hari, selanjutnya dicuci kering dan dijemur dibawah panas matahari sambil dibolak-balik minimal 20 menit sekali. Kebersihan adalah kunci untuk memutuskan mata rantai penularan skabies.

Berdasarkan penelitian Ma’rufi (2005) di Pondok Pesantren Kabupaten Lamongan, kepadatan hunian dalam kamar juga berpengaruh terhadap terjadinya penyakit skabies. Kepadatan hunian juga merupakan syarat mutlak untuk kesehatan kamar tidur karena dengan kepadatan hunian yang tinggi memudahkan penularan penyakit skabies secara kontak dari satu santri kepada santri lainnya. Kelembaban ruangan kamar santri. Nampak kurang memadai karena buruknya ventilasi, sanitasi karena berbagai barang dan baju, handuk, sarung tidak tertata rapi dan kepadatan hunian diruangan ikut berperan dalam penularan penyakit skabies.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa responden 31% tidak pernah membuka jendela kamar setiap pagi sehingga cahaya matahari tidak bisa masuk, ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit skabies. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan bahwa suhu dalam ruangan kamar juga harus diperhatikan,


(52)

suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20 0C. Suhu ruangan ini sangat di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara dan suhu benda-benda yang ada disekitarnya. Kamar juga harus cukup mendapatkan penerangan yang baik pada siang hari maupun malam hari. Idealnya penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap kamar diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari. Apabila kamar tidak memenuhi pencahayaan yang baik akan memudahkan terjadinya penularan penyakit diantara penghuninya khususnya penyakit kulit skabies. Pertukaran udara (ventilasi udara) juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan kamar. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Dengan demikaian setiap ruangan harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan kamar juga harus dibuat sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka (Chandra, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dapat disimpulkan bahwa sebagian besar perilaku kebersihan santri buruk sehingga berpengaruh pada kesehatan kulit santri. Sebagian besar santri mengeluh gejala-gejala penyakit skabies. Skabies disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit skabies. Penyakit ini bisa menyerang semua tingkat usia (Brown, 2005).

Menurut hasil penelitian 71% menyatakan pernah menderita gatal-gatal yang hebat pada malam hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muttaqin (2011) yang


(53)

menunjukkn bahwa Skabies merupakan penyakit infeksi kulit menular dengan manifestasi keluhan gatal pada lesi terutama pada waktu malam hari yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis. 79% responden menyatakan pernyataan penyakit gatal-gatal yang dialami responden sering terjadi di bagian sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan, hal ini sesuai dengan pernyataan Masjoer (2000), bahwa tempat predileksi skabies biasanya terdapat di daerah dengan stratum kornium tipis, yaitu sela- sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae dan lipat glutea, umbilicus, bokong, genitalia eksterna dan perut bagian bawah.

Menurut hasil penelitian tersebut didapatkan 57% responden mengalami skabies dan 43% tidak mengalami skabies. Penyakit skabies ditularkan melalui kontak langsung maupun tak langsung. Penularan melalui kontak langsung (kulit dengan kulit) merupakan penularan skabies melalui kontak langsung seperti berjabat tangan dan tidur bersama Sedangkan penularan tak langsung (melalui benda), misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk (Brown, 1999).Penyakit skabies erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif sempit (Benneth, 1997).

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan. Faktor lainnya adalah fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk (Meyer, 2000).


(54)

Menurut Wolf (2000) dalam Frenki (2001), kebersihan merupakan faktor penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan agar selalu hidup sehat. Menjaga kebersihan diri berarti juga menjaga kesehatan umum. Cara menjaga kebersihan diri dapat dilakukan dengan cara mandi setiap hari minimal 2 kali sehari secara teratur dengan menggunakan sabun, bagian wajah dan telinga serta genitalia juga harus bersih. Sebelum menyiapkan makanan dan minuman, sebelum makan, sesudah buang air besar dan buang air kecil tangan harus dicuci, kuku digunting pendek dan bersih agar tidak melukai dan tidak menjadi sumber infeksi dan menggunakan pakaian yang bersih setelah mandi.


(55)

BAB 6 PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 145 responden di peroleh hasil penelitian tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat para santri di pesantren kategori buruk 36 % dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang kategori cukup 24%, sedangkan perilaku hidup bersih dan sehat kategori baik 40%. Dan 57% responden yang menderita skabies dan 43% responden yang tidak menderita skabies.

Beradasarkan hasil uji statistik menggunakan uji spearman correlation antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,628 dengan nilai p-value pada kolom sig(2-tailed) sebesar 0,000. Nilai p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari level of significant (α) sebesar 0,05 yang berarti hipotesa alternatif diterima yaitu ada hubungan yang kuat antara dua variabel yang di uji yaitu antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies.

2. Rekomendasi

2.1Rekomendasi bagi Santri

Peneliti merekomendasikan santri untuk meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat untuk mencegah meningkatnya kejadian penyakit skabies selama santri tinggal di pesantren.


(56)

2.2Rekomendasi bagi Pondok Pesantren

Diharapkan bagi pengelola pesantren untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan lebih memperhatikan fasilitas-fasilitas dan lingkungan pesantren untuk meminimalkan terjadinya penyakit skabies pada santri selama tinggal di pesantren.

2.3Rekomendasi bagi Riset Penelitian

Pada penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian penyakit skabies dengan lebih memperhatikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kejadian skabies termasuk kondisi lingkungan.

2.4Rekomendasi bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi pendidikan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan penyakit skabies sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada penderita skabies.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Afraniza, Y. 2011. Hubungan antara Praktik Kebersihan Diri dan Angka Kejadian Skabies di Pesantren Kyai Gading Kabupaten Demak. Universitas Diponegoro : Fakultas Kedokteran

Andayani, L.S. 2005. Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan Penyakit skabies di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an Stabat. Medan: Departemen Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Unuversitas Sumatera Utara

Ardana, P. 2011. Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi, Lingkungan dan Status Gizi terhadap Kejadian Skabies pada anak. Universitas Diponegoro: Fakultas Kedokteran

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Azizah, I.N & Widyah, S. 2011. Hubungan tingkat pengetahuan ibu pemulung tentang personal hygiene dengan kejadian skabies pada balita di tempat pembuangan akhir kota Semarang. Akademi kebidanan Abdi Husada Semarang

Badri. 2007. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung. Di

akses pada tanggal 25 Agustus 2012 melalui

http://digilib.litbang.depkes.go.id

Brooker, C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Brown, R.G & Tony B. 2005. Lecture Notes Dermatologi. Edisi ke-8. Jakarta: Erlangga

Chandra, B. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC

Dahlan, M.S. 2003. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT. Arkans

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Pos Kesehatan (Poskestren). Jakarta: Depkes RI

Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2007. Poskestren dan PHBS Tatanan Pesantren. Surabaya: Dinkesprop Jatim


(58)

Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: FKUI

Efendi, F. & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktikdalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Frenki. 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri dengan Kejadian Penyakit Kulit Skabies dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Medan: FKM USU

Gandahusada, S. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: FKUI Goldstein, B. 1998. Dermatologi Praktis. Jakarta: Hipokrates

Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates Harahap, M. 1990. Penyakit Kulit. Jakarta: PT Gramedia

Khumayra, Z.H. 2012. Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) antara Santri Putra dan Santri Putri. Universitas Diponegoro: Program Studi Ilmu Keperawatan

Ma’rufi, I. 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan yang berperan terhadap Prevalensi Penyakit Skabies. Universitas Airlangga: FKM

Masjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. FKUI : Media Aesculapius Muslih, R. 2011. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies pada

santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Universitas Siliwangi: Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik

Muttaqin, A & Kumala, S. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta: Salemba Medika

Muzakkir. 2008. Faktor –faktor yan beryang berhubungan dengan Kejadian Penyakit Skabies Pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2007. Medan : Fakultas Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Natadisastra, D. 2009. Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 2 Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika


(59)

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta

Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Polit, D.F & Hungler, B.P. (1995). Nursing Researce Principle And Methods. Philadelphia : Lippincott Company

Qomar, M. 2005. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Penerbit Erlangga. Dibuka pada website: diakses pada tanggal 3 Oktober 2012 melalui

Suharyono. 1996. Diari Akut Klinik dan Laboratorik. Rineka Cipta. Jakarta

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi Offset Sutja. (2000). Pedoman Penulisan Skiripsi. Jambi : PEBK Universitas Jambi Wardhana, A.H. 2006. Skabies: Tantangan penyakit zoonosis masa kini dan masa


(60)

(61)

Lampiran-1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan Kejadian Penyakit Skabies pada Santri Perempuan di Pesantren Syamsudhuha Cot Murong

Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara Oleh:

Henny Haryati

Saya adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang sedang melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian penyakit skabies pada santri perempuan di pesantren.

Saya mengharapkan kesediaan Adik-adik untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak memberikan dampak yang membahayakan. Jika Adik-adik bersedia maka saya akan memberikan kuesioner kepada Adik-adik untuk dijawab. Peneliti memohon kesediaan Adik-adik memberikan jawaban berdasarkan kuesioner dengan jujur apa adanya.

Partisipasi Adik-adik bersifat sukarela, sehingga Adik-adik bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang Adik-adik berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi Adik-adik dalam penelitian ini.

Jika Adik-adik bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka silahkan menandatangani lembar persetujuan ini.

Peneliti Medan, Mei 2013

(Henny Haryati)


(62)

Lampiran-2

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi, perilaku hidup bersih dan sehat, dan penyakit skabies. Ada tiga bagian yang termasuk di dalam kuesioner ini yaitu :

Bagian 1. Kuesioner Data Demografi (KDD)

Bagian 2. Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) Bagian 3. Kuesioner Penyakit Skabies (KPS)


(63)

Kode : Tgl/waktu : Bagian 1. Kuesioner Data Demografi (KDD)

PetunjukPenelitian Adik-adik diharapkan :

a. Menjawab semua pertanyaan yang tersedia dengan memberikan tanda checklist (√) pada tempat yang disediakan.

b. Semua pernyataan harus dijawab.

c. Setiap pernyataan di isi dengan satu jawaban.

d. Bila ada yang kurang dimengerti, silakan tanyakan kepada peneliti.

1. Umur : _______ Tahun 2. Kelas

a.I Tsanawiyah b. II Tsanawiyah c.III Tsanawiyah 3. Suku

a.Aceh b. Jawa c.Gayo d. Batak e.Lain-lain

4. Pekerjaan orang tua

a.PNS/TNI/POLRI

b. Pegawai swasta/ wiraswasta c.Buruh

d. Petani e.Lain-lain,…


(64)

5. Pemberian uang saku

a. Perminggu (sebutkan Rp,________) b. Perbulan (sebutkan Rp,________)


(65)

Bagian 2. Kuesioner Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (KPHBS) Petunjuk Pengisian

1. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai.

2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Setiap pertanyaan di isi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti. Keterangan

SL : Selalu SR : Sering

KD : Kadang-Kadang TP : Tidak Pernah

No Pernyataan Pilihan jawaban

SL SR KD TP A. Kebersihan Diri

1. Saya mandi minimal 2x dalam sehari 2. Saya mandi menggunakan sabun

3. Pada saat mandi, saya menggunakan kain basahan kepunyaan sendiri.

4. Setelah selesai mandi, saya mengeringkan badan saya dengan handuk.

5. Saya mengganti pakaian saya setiap selesai mandi.

6. Saya mengganti pakaian dalam setiap hari. 7. Setelah menggunakan handuk, saya menjemur

handuk di panas matahari.

8. Pada waktu shalat, saya menggunakan mukena sendiri.

9. Setiap shalat, saya menggunakan mukena yang bersih.

10. Saya meletakkan pakaian kotor dalam keranjang pakaian (ember) masing-masing.

11. Saya mengganti dan atau mencuci kaos kaki seminggu sekali.


(66)

B. Penggunaan air bersih

12. Saya menggunakan air bersih yang disediakan di pesantren untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, wudhu dan mencuci.

13. Pada saat wudhu saya menggunakan air yang mengalir (air kran).

14. Bak penampungan air di pesantren dibersihkan secara teratur.

C. Kesehatan kamar

15. Saya dan teman-teman menyapu lantai kamar secara teratur.

16. Saya membuka jendela kamar setiap pagi supaya sinar matahari masuk ke dalam kamar.

17. Saya dan teman-teman tidur dikasur masing-masing.

18. Saya mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu.

19. Saya dan teman-teman membersihkan kasur dan bantal setiap minggu.

20. Saat mencuci pakaian, saya menjemur pakaian yang basah diluar kamar.


(67)

Bagian 3. Kuesioner Penyakit Skabies (KPS) Petunjuk Pengisian

1. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai.

2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Setiap pertanyaan di isi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti.

No Pernyataan

Pilihan Jawaban Ya Tidak 1 Saya pernah menderita gatal-gatal yang hebat pada

malam hari.

2 Penyakit gatal-gatal ini sangat mengganggu saya pada saat belajar.

3 Setelah menggaruk kulit saya karena gatal-gatal akan menimbulkan rasa panas dikulit.

4 Gatal-gatal dikulit ini sering muncul pada cuaca yang panas dan lembab.

5 Gatal-gatal ini sering menimbulkan luka setelah saya garuk.

6 Ketika saya menderita penyakit gatal-gatal dikulit, saya langsung melakukan pengobatan di Pusat Pelayanan Kesehatan yang tersedia di Pesantren.

7 Bentuk /gambaran dari gatal-gatal yang saya rasakan dikulit berbentuk memanjang atau berkelok-kelok seperti lingkaran.

8 Penyakit gatal-gatal yang saya alami sering terjadi di bagian sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan.

9 Kulit saya terasa gatal-gatal ketika saya tidur berhimpit-himpitan dengan teman-teman dikamar.

10 Pada musim hujan saya juga merasakan gatal-gatal


(68)

Lampiran -3 RIWAYAT HIDUP

Nama : Henny Haryati

Tempat/ Tanggal Lahir : Matangglumpangdua, 17 Maret 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dusun Bale Rakyat Desa Neuheuen Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Aceh.

Riwayat Pendiddikan :

1. 1996-1997 : TK Islam Peusangan

2. 1997-2003 : Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Peusangan 3. 2003-2006 : SMP Negeri 1 Peusangan

4. 2006-2009 : SMA Negeri 2 Peusangan 5. 2009-2013 : Fakultas Keperawatan USU


(69)

(70)

(71)

(1)

B. Penggunaan air bersih

12. Saya menggunakan air bersih yang disediakan di pesantren untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, wudhu dan mencuci.

13. Pada saat wudhu saya menggunakan air yang mengalir (air kran).

14. Bak penampungan air di pesantren dibersihkan secara teratur.

C. Kesehatan kamar

15. Saya dan teman-teman menyapu lantai kamar secara teratur.

16. Saya membuka jendela kamar setiap pagi supaya sinar matahari masuk ke dalam kamar.

17. Saya dan teman-teman tidur dikasur masing-masing.

18. Saya mencuci seprei dan sarung bantal setiap minggu.

19. Saya dan teman-teman membersihkan kasur dan bantal setiap minggu.

20. Saat mencuci pakaian, saya menjemur pakaian yang basah diluar kamar.


(2)

Bagian 3. Kuesioner Penyakit Skabies (KPS) Petunjuk Pengisian

1. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai.

2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Setiap pertanyaan di isi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti, silahkan bertanya kepada peneliti.

No Pernyataan

Pilihan Jawaban Ya Tidak

1 Saya pernah menderita gatal-gatal yang hebat pada malam hari.

2 Penyakit gatal-gatal ini sangat mengganggu saya pada saat belajar.

3 Setelah menggaruk kulit saya karena gatal-gatal akan menimbulkan rasa panas dikulit.

4 Gatal-gatal dikulit ini sering muncul pada cuaca yang panas dan lembab.

5 Gatal-gatal ini sering menimbulkan luka setelah saya garuk.

6 Ketika saya menderita penyakit gatal-gatal dikulit, saya langsung melakukan pengobatan di Pusat Pelayanan Kesehatan yang tersedia di Pesantren.

7 Bentuk /gambaran dari gatal-gatal yang saya rasakan dikulit berbentuk memanjang atau berkelok-kelok seperti lingkaran.

8 Penyakit gatal-gatal yang saya alami sering terjadi di bagian sela jari, ketiak, pinggang, alat kelamin, siku, dan dipergelangan tangan.

9 Kulit saya terasa gatal-gatal ketika saya tidur berhimpit-himpitan dengan teman-teman dikamar.

10 Pada musim hujan saya juga merasakan gatal-gatal

dikulit (dibadan).


(3)

Lampiran -3 RIWAYAT HIDUP

Nama : Henny Haryati

Tempat/ Tanggal Lahir : Matangglumpangdua, 17 Maret 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Dusun Bale Rakyat Desa Neuheuen Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen Aceh.

Riwayat Pendiddikan :

1. 1996-1997 : TK Islam Peusangan

2. 1997-2003 : Madrasah Ibtidaiyah Negeri 1 Peusangan 3. 2003-2006 : SMP Negeri 1 Peusangan

4. 2006-2009 : SMA Negeri 2 Peusangan 5. 2009-2013 : Fakultas Keperawatan USU


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT SANTRI MUKIM PADA PONDOK PESANTREN MODERN DAN PONDOK PESANTREN SALAFI

3 27 28

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI MUKIM DI PONDOK PESANTREN BAHRUL MAGHFIROH MALANG

15 102 30

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN KEJADIAN Pedikulosis kapitis PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN PPAI AN-NAHDLIYAH DESA KEPUHARJO KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

10 35 31

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

0 4 20

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN SANTRI TENTANG PHBS DAN PERAN USTADZ DALAM MENCEGAH PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES (Studi pada Santri di Pondok Pesantren Al-Falah Kecamatan Silo Kabupaten Jember)

7 25 78

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT SKABIES DENGAN TINGKAT KUALITAS HIDUP SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD Hubungan Antara Penyakit Skabies Dengan Tingkat Kualitas Hidup Santri Di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta.

0 4 14

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA Hubungan Status Gizi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita di Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo.

1 4 18

40 HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN TIMBULNYA PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI

0 0 14

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRIWATI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYYAH MLANGI NOGOTIRTO SLEMAN NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan Kejadian Skabies pada Santriwati Pondok

0 0 14