BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara substansi keberadaan Ilmu Pengetahuan Sosial pada pendidikan dasar adalah sarana dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang
bagaimana individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu siswa dibimbing untuk mengembangkan rasa
bangga terhadap warisan budaya yang positif dan kritis terhadap yang negatif serta memiliki kepedulian terhadap kegiatan sosial, proses demokrasi, dan
kegagalan ekologi. Mata pelajaran IPS bertujuan memberikan pengetahuan sosio kultural yang majemuk, mengembangkan kesadaran hidup
bermasyarakat serta memiliki keterampilan hidup secara mandiri. Pelaksanaan pembelajaran IPS untuk mencapai tujuan dan kompetensi-
kompetensinya yang harus dikuasai siswa tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara aktif, kreatif dan
menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan siswa sehingga dengan model pembelajaran seperti itu dapat diperoleh hasil pembelajaran yang
optimal dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran dikatakan bermakna bagi siswa jika siswa dapat memahami dan mengerti konsep-konsep yang sedang
dipelajarinya dalam situasi apapun. Pembelajaran dapat bermakna bagi siswa jika disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran, siswa mengalami apa yang di pelajarinya sehingga menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya dan siswa membangun
pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, serta menggunakan berbagai sumber atau media yang diperlukan. Namun
kenyataannya pembelajaran yang berlangsung cenderung mengikuti isi kurikulum dan anak belajar secara verbal, keadaan semacam ini jauh dari
konsep belajar bermakna. Berdasarkan hasil pembelajaran pra siklus pada materi perjuangan
tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada Kelas V di SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes, Tahun Pelajaran 20132014 hasilnya tidak
memuaskan. Hasil evaluasi pada materi tersebut dari 32 anak, hanya 11 siswa yang memenuhi KKM Kriteria Ketuntasan Minimum. Nilai rata-rata kelas
hanya mencapai 58. Rendahnya prestasi belajar siswa pada materi tersebut diduga karena
dalam pembelajaran guru tidak mempergunakan media pembelajaran yang tepat. Pembelajaran secara konvensional yaitu pembelajaran yang
memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan, dan menerima informasi. Penerimaan informasi kurang efektif, karena tidak
ada proses penguatan daya ingat, walau ada proses penguatan yang berupa catatan, siswa membuat catatan tidak sistematis. Siswa juga Masih ada yang
melakukan kegiatan di luar pembelajaran, siswa lebih banyak diam dan jarang bertanya kepada guru. Siswa juga kurang aktif dalam berpendapat atau
menyampaikan ide-ide mereka dalam diskusi kelas maupun dalam diskusi kelompok, beberapa siswa lebih sering ramai dan tidak ikut dalam diskusi
kelompok. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa juga kurang dapat berkembang dengan baik.
Pada saat siswa berkelompk masih banyak siswa yang tidak bekerja dalam menyeselesaikan tugasnya seperti saling bercanda mainan sendiri, dan
menggantungkan pekerjaannya kepada teman yang mereka anggap paling pintar. Selain itu, pada saat proses pembelajaran kelompok kemampuan
kerjasama siswa kurang baik. Beberapa siswa lebih sering bercanda dan tidak ikut dalam diskusi kelompok, seperti pada saat mengerjakan soal secara
berkelompok hanya sebagian siswa saja yang mengerjakan, bekerjasama, dan saling bertanya dalam penyelesaian soal tersebut. Siswa terlihat lebih bekerja
secara individual. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa kurang berkembang dengan baik. Padahal keterampilan kerjasama berfungsi
untuk memperlancar kerja dan tugas. Untuk mengatasi masalah tersebut maka guru harus menerapkan
strategi pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah pembelajaran cooperative. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilda Ruandini, R.
Wakhid Akhdinirwanto, dan Nurhidayati yang berjudul Peningkatan Kemampuan Kerjasama Melalui Pembelajaran Cooperative Tipe STAD Pada
Siswa SMP N 14 Purworejo Tahun Pelajaran 20112012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan kerja sama siswa. Hal tersebut terlihat dari persentase kemampuan kerja sama siswa sebelum diterapkan model
pembelajaran cooperative tipe STAD adalah 51,09 meningkat menjadi 68,74 setelah diterapkan model pembelajaran cooperative tipe STAD untuk
siklus I. Pada siklus II kemampuan kerjasama siswa meningkat menjadi 72,49.
Pembelajaran cooperative memang mempunyai banyak tipe. Sebagai contoh seperti penelitian di atas, cooperative tipe STAD, kemudian ada juga
cooperative tipe make a match, dan lain-lain. Dengan memandang karakteristik anak usia SD kelas V yang masih suka bermain, penelitian ini
mencoba menerapkan pembelajaran cooperative tipe pembelajaran berbasis permainan. Pembelajaran berpusat pada siswa yang bermain untuk
menyelesaikan beberapa tugas dari guru yang mengandung nilai materi IPS di dalamnya. Pembelajaran berbasis permainan diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan kerja sama siswa dan hasil belajarnya.
B. Rumusan Masalah