232885620 Proposal Ptk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Secara substansi keberadaan Ilmu Pengetahuan Sosial pada pendidikan dasar adalah sarana dalam mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana individu dan kelompok hidup bersama dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu siswa dibimbing untuk mengembangkan rasa bangga terhadap warisan budaya yang positif dan kritis terhadap yang negatif serta memiliki kepedulian terhadap kegiatan sosial, proses demokrasi, dan kegagalan ekologi. Mata pelajaran IPS bertujuan memberikan pengetahuan sosio kultural yang majemuk, mengembangkan kesadaran hidup
bermasyarakat serta memiliki keterampilan hidup secara mandiri.
Pelaksanaan pembelajaran IPS untuk mencapai tujuan dan kompetensi-kompetensinya yang harus dikuasai siswa tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat membelajarkan siswa secara aktif, kreatif dan menyenangkan sesuai dengan tahap perkembangan siswa sehingga dengan model pembelajaran seperti itu dapat diperoleh hasil pembelajaran yang optimal dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran dikatakan bermakna bagi siswa jika siswa dapat memahami dan mengerti konsep-konsep yang sedang dipelajarinya dalam situasi apapun. Pembelajaran dapat bermakna bagi siswa jika disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa, siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, siswa mengalami apa yang di pelajarinya sehingga menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya dan siswa membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, serta
menggunakan berbagai sumber atau media yang diperlukan. Namun kenyataannya pembelajaran yang berlangsung cenderung mengikuti isi kurikulum dan anak belajar secara verbal, keadaan semacam ini jauh dari konsep belajar bermakna.
Berdasarkan hasil pembelajaran pra siklus pada materi perjuangan tokoh pada masa penjajahan Belanda dan Jepang pada Kelas V di SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes, Tahun Pelajaran 2013/2014 hasilnya tidak
(2)
memuaskan. Hasil evaluasi pada materi tersebut dari 32 anak, hanya 11 siswa yang memenuhi KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimum). Nilai rata-rata kelas hanya mencapai 58.
Rendahnya prestasi belajar siswa pada materi tersebut diduga karena dalam pembelajaran guru tidak mempergunakan media pembelajaran yang tepat. Pembelajaran secara konvensional yaitu pembelajaran yang
memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, mendengarkan, dan menerima informasi. Penerimaan informasi kurang efektif, karena tidak ada proses penguatan daya ingat, walau ada proses penguatan yang berupa catatan, siswa membuat catatan tidak sistematis. Siswa juga Masih ada yang melakukan kegiatan di luar pembelajaran, siswa lebih banyak diam dan jarang bertanya kepada guru. Siswa juga kurang aktif dalam berpendapat atau menyampaikan ide-ide mereka dalam diskusi kelas maupun dalam diskusi kelompok, beberapa siswa lebih sering ramai dan tidak ikut dalam diskusi kelompok. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa juga kurang dapat berkembang dengan baik.
Pada saat siswa berkelompk masih banyak siswa yang tidak bekerja dalam menyeselesaikan tugasnya seperti saling bercanda mainan sendiri, dan menggantungkan pekerjaannya kepada teman yang mereka anggap paling pintar. Selain itu, pada saat proses pembelajaran kelompok kemampuan kerjasama siswa kurang baik. Beberapa siswa lebih sering bercanda dan tidak ikut dalam diskusi kelompok, seperti pada saat mengerjakan soal secara berkelompok hanya sebagian siswa saja yang mengerjakan, bekerjasama, dan saling bertanya dalam penyelesaian soal tersebut. Siswa terlihat lebih bekerja secara individual. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan kerjasama siswa kurang berkembang dengan baik. Padahal keterampilan kerjasama berfungsi untuk memperlancar kerja dan tugas.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka guru harus menerapkan strategi pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah pembelajaran
cooperative. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilda Ruandini, R. Wakhid Akhdinirwanto, dan Nurhidayati yang berjudul Peningkatan
(3)
Siswa SMP N 14 Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran cooperative tipe STAD dapat
meningkatkan kemampuan kerja sama siswa. Hal tersebut terlihat dari persentase kemampuan kerja sama siswa sebelum diterapkan model pembelajaran cooperative tipe STAD adalah 51,09% meningkat menjadi 68,74% setelah diterapkan model pembelajaran cooperative tipe STAD untuk siklus I. Pada siklus II kemampuan kerjasama siswa meningkat menjadi 72,49%.
Pembelajaran cooperative memang mempunyai banyak tipe. Sebagai contoh seperti penelitian di atas, cooperative tipe STAD, kemudian ada juga cooperative tipe make a match, dan lain-lain. Dengan memandang
karakteristik anak usia SD kelas V yang masih suka bermain, penelitian ini mencoba menerapkan pembelajaran cooperative tipe pembelajaran berbasis permainan. Pembelajaran berpusat pada siswa yang bermain untuk
menyelesaikan beberapa tugas dari guru yang mengandung nilai materi IPS di dalamnya. Pembelajaran berbasis permainan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kerja sama siswa dan hasil belajarnya.
B. Rumusan Masalah
Dengan dilandasi latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah melalui penerapan model pembelajaran berbasis permainan dapat meningkatkan kemampuan kerja sama siswa pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes tahun pelajaran 2013/2014?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja sama siswa pada mata pelajaran IPS kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes tahun pelajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
(4)
Menambah wawasan tentang model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan kerja sama siswa.
2. Secara Praktis a. Bagi Siswa
Temuan penelitian ini diharapkan menjadikan siswa dapat bekerja sama dengan baik kedepannya, dan siswa mampu belajar secara kelompok. b. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman berharga untuk menerapkan pembelajaran berbasis permnainan dalam pembelajaran IPS, sehingga dapat digunakan pada mata pelajaran yang lain.
c. Bagi Perpustakaan Sekolah
Dapat menambah bahan bacaan yang dimanfaatkan rekan-rekan guru sebagai contoh laporan penelitian tindakan kelas.
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PUSTAKA A. Kemampuan Kerja sama
(5)
Mendiknas (2002) menyatakan kemampuan sebagai seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu (www.psychologymania.com).
Kerja sama menurut para ahli selain pada definisi operasional variabel adalah:
a. Davis mengungkapkan bahwa, kerja sama adalah keterlibatan mental dan emosional orang di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dan tanggung jawab dalam mencapai tujuan kelompok. Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi kekuatan yang terintegrasi dalam (www.psychologymania.com).
b. Menurut Parmudji dalam kerja sama pada hakikatnya
mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu objek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada objek itu tidak terdapat kerjasama. Kerjasama senantiasa
menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras (Al-bantany, 2009).
c. Marzuki (2010: 11) “Kerja sama, yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan upaya dalam melakukan suatu pekerjaan bersama-sama secara sinergis demitercapainya tujuan”.
Berdasarkan definisi para ahli di atas, Kemampuan kerja sama dapat didefinisikan sebagai potensi yang dimiliki oleh seorang siswa untuk bekerja dengan siswa lainnya dalam kelompok dengan
berinteraksi, berkontribusi, dan bertanggung jawab dalam
menyelesaiakan tugas bersama-sama supaya suatu tujuan tercapai secara cepat dan tepat, efektif dan efisien serta menguntungkan semua pihak.
(6)
Kerja sama yang dilakukan siswa dapat mengembangkan kemampuan sosial yang dimiliki siswa. Lungdren (1994) dalam Isjoni (2010: 46-48) membagi keterampilan kerja sama (cooperarive) menjadi tiga, antara lain:
a. Keterampilan cooperative tingkat awal, yaitu menggunakan kesepakatan, menghargai kontribusi ide dalam kelompok, mengambil giliran dan berbagi tugas, berada dalam kelompok, melaksanakan tugas, mendorong partisipasi, mengajak orang lain, menyelesaikan tugas pada waktunya, menghormati perbedaan individu.
b. Keterampilan tingkat menengah, yaitu menunjukan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisasikan, dan mengurangi ketegangan.
c. Keterampilan tingkat mahir, yang meliputi elaborasi,
memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan dan berkompromi.
2. Aspek kemampuan kerja sama
Siswa SD hakikatnya masih mengembangkan keterampilan cooperative tingkat awal. Berdasarkan keterampilan cooperative tingkat awal yang dikemukakan oleh Lungdren dan definisi kemampuan kerja sama, Aspek kemampuan kerja sama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Interaksi siswa
Siswa mampu berinteraksi langsung dengan temannya dengan mendorong temannya untuk berpartisipasi, berbicara, menghormati perbedaan individu, dan mampu membuat kesepakatan dan
menggunakannya untuk meningkatkan hubungan kerja dalam tim atau kelompok. Interaksi ini bersifat saling menguntungkan dan
mengembangkan kemampuan verbal siswa dalam berkomunikasi. b. Kontribusi
(7)
Siswa dalam aspek ini mampu memberikan ide-ide dan manfaat bagi kelompok atau tim untuk mencapai tujuan. Kontribusi ini berupa partisipasi siswa, kemampuan kognitif dan psikomotorik sangat berperan dalam hal ini didukung afektif siswa berupa sikap bagaimana ia memberikan idenya.
c. Tanggung jawab
Aspek ini menekankan siswa untuk bertanggung jawab secara individual untuk menyukseskan kelompok atau timnya mencapai tujuan. Tanggung jawab yang dipikul siswa dalam tim akan melatih siswa untuk selalu bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketika bertanggung jawab, siswa harus berada dalam dalam tugas dan berada dalam kelompok serta mampu mengambil giliran atau berbagi tugas. Berada dalam tugas artinya siswa mampu meneruskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berada dalam kelompok artinya siswa selalu tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung. Sedangkan mampu mengambil giliran atau berbagi tugas adalah setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.
d. Tujuan/hasil
Kerja sama selalu membuahkan hasil, dalam aspek ini siswa mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan. Hasil apapun yang diperoleh oleh kelompok merupakan indikator keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan.
e. Waktu
Aspek ini adalah tingkat keefektifan siswa dalam bekerja sama untuk mencapai tujuan. Semakin tinggi kemampuan kerja sama antar siswa dalam kelompok maka semakin tepat waktu untuk mencapai tujuan.
B. Model pembelajaran berbasis permainan 1. Pengertian model pembelajaran
Mills dalam Suprijono (2012: 45) berpendapat bahwa “Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
(8)
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”.
Pembelajaran menurut Anitah W (2009: 1.18) adalah “Proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.“
Jadi, model pembelajaran dapat disimpulkan sebagai representasi proses kegiatan belajar mengajar antara siswa dengan guru pada suatu lingkungan belajar, representasi ini merupakan pola kegiatan belajar mengajar yang dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan
pembelajaran di kelas ataupun di luar kelas. 2. Permainan
Permaianan merupakan hal yang selalu dialami oleh semua manusia dalam aspek kehidupannya.
Wood dan Goddard dalam Imaddudinn (2012) mengungkapkan terdapat ratusan permainan dadu, permainan tebak-tebakan, permaianan kartu, permainan papan, permainan tongkat dan gelindingan, permainan hitungan, permainan kelompok, permainan kucing-kucingan, permainan kejar-kejaran, permainan atletik di dalam ruangan, permainan atletik di luar ruangan, permainan bernyanyi/sajak/tari, dan berbagai permaian lainnya telah dikatalogkan. Bahkan di Suku Aborigin memainkan lebih dari 1.400 permainan.
Permainan menurut pendapat para ahli dalam Imaddudinn (2012) terdapat dua kosa kata, yaitu play dan game. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Istilah Play
Reid (Schaefer & E. Reid, 2001: 1) lebih mengarah pada aspek kesenangan sebagai bentuk reaksi alamiah yang dimiliki oleh manusia dan binatang. Beach (Schaefer & E. Reid, 2001: 1) menjelaskan bahwa istilah play merupakan aktivitas spontan yang tidak memiliki target akhir atau tujuan, karena pada dasarnya aktivitas bermain termotivasi oleh keinginan untuk memperoleh kesenangan.
(9)
1) Serok & Blum (Rusmana, 2009: 4) menjelaskan
bahwa Game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan belajar dan mematuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri, kontrol emosional, dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut, yang kesemuanya itu merupakan
komponen-komponen penting dari sosialisasi.
2) Sutton-Smith (Schaefer & E. Reid, 2001: 2) menjelaskan bahwa istilah Games merupakan gambaran dari kekuatan sebuah kelompok “Model of Power”, sebuah permainan menyediakan gambaran dari perilaku manusia dalam menghadapi konflik, karena dalam sebuah kompetisi setiap individu yang bertanding atau kelompok yang bersaing akan mengerahkan segenap usaha dan kekuatan untuk memperoleh kemenangan.
Permainan dalam penelitian ini merujuk pada games, yaitu siswa berkelompok untuk menghadapi konflik, dan tantangan, serta
berkompetisi untuk mendapatkan kemenangan dan kesenangan. 3. Model pembelajaran berbasis permainan
Model pembelajaran berbasis permainan adalah model pembelajaran yang melandaskan permainan sebagai kegiatan belajar mengajar. Permainan tersebut berfungsi untuk membentuk karakter siswa dan mendukung siswa untuk belajar secara aktif. Permainan dalam pembelajaran ini merupakan bentuk pembelajaran cooperative learning. Dikatakan cooperative learning karena siswa selalu berkelompok dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang disediakan guru dalam sebuah permainan.
Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2010: 16) menyebut coperative learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lainnya dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk
(10)
suatu kelompok atau tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.
Sejalan dengan tujuan dari cooperative learning (Isjoni, 2010: 43-46), tujuan pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuan kerja sama siswa yang penting dan sangat diperlukan dalam masyarakat.
b. Meningkatkan belajar siswa menuju belajar yang lebih baik, dan sikap tolong menolong dalam beberapa perilaku sosial (Stahl, 1994).
c. Mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain.
d. Berlatih mengemban tanggung jawab sebagi anggota kelompok. e. Berlatih mempraktikkan sikap dan perilaku berpartisipasi pada
situasi sosial yang bermakna bagi mereka.
Model pembelajaran berbasis permainan juga sebagai bentuk pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Pemikiran tersebut berdasarkan (Suprijono, 2012: x-xi). a. Aktif
Pembelajaran berbasis permainan menumbuhkan suasana yang aktif, karena pembelajaran berorientasi pada siswa. Siswa belajar berkelompok untuk mengembangkan kemampuan kerja sama dan kemampuan kognitif.
b. Inovatif
Pembelajaran berbasis permainan merupakan proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajari. Siswa hakikatnya suka bermain. Menurut Semiawan (2008: 20) bagi anak, bermain adalah “suatu kegiatan yang serius tetapi mengasyikkan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaannya terwujud.”
c. Kreatif
Kreatifitas adalah kemampuan berpikir tentang sesuatu dengan cara baru dan tidak biasa serta menghasilkan solusi unik atas suatu masalah. Pembelajaran berbasis permaianan merupakan
pembelajaran yang baru dengan membawa permaianan outbond di dalam kelas. Permaian tersebut adalah Animal bag games (untuk
(11)
membentuk kelompok secara acak), Relay (untuk membentuk kekompakkan siswa berkelompok), Terlalu banyak solusi (inti dari pembelajaran), jaring laba-laba (alat untuk evaluasi), dan kerja sama (permainan penutup). Permainan-permaina yang ada dalam pembelajaran tersebut sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan kerja sama siswa.
d. Efektif
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang tepat guna dan berdaya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui pembelajaran berbasis permaianan ini tujuan pembelajaran berupa mengasah kemampuan kerja sama siswa akan berlangsung efektif karena siswa dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran belajar secara berkelompok.
e. Menyenangkan
Menurut Dryden & Vos (2000) dalam Darmansyah (2010: 11), semangat belajar muncul ketika suasana begitu menyenangkan dan belajar akan efektif bila seseorang dalam keadaan gembira dalam belajar. Kegembiraan dalam pembelajaran berbasis permainan ini ditunjukkan dalam setiap permainan yang ada dalam pembelajaran. 4. Permainan yang terdapat dalam pembelajaran berbasis permainan
Dari Afifah Nur Chayatie dalam bukunya yang berjudul “112 Game untuk Training dan Outbond”, permainan yang diambil untuk
pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut: a. Permainan Animal Bag Games
1) Tujuan: pembentukan kelompok atau grouping dan membuka komunikasi antar peserta.
2) Cara bermain
Masing-masing siswa mengambil kantong kertas yang bergambar binatang di dalamnya. Lalu, menempelkan gambar tersebut di pakainnya dan bersuara meniru binatang yang ada dalam gambar tersebut, kemudian berkumpul menurut suara yang sama.
(12)
a) Gambar Serigala b) Gambar Singa c) Kantung b. Permainan Relay
1) Tujuan: Membangun kerja sama tim, sebagai pemanasan bagi siswa, membuka komunikasi antar siswa, dan memperkenalkan serta menerapkan sinergi.
2) Cara bermain:
a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri 5-7 orang.
b) Anggota masing-masing kelompok menempatkan kursi mereka berjejer dalam satu baris. Semua subkelompok dapat saling melihat satu sama lain. Hal ini digunakan untuk membangun kompetisi.
c) Guru menyuruh semua subkelompok untuk duduk dan mengatakan ini adalah sebuah kompetisi.
3) Peraturan
a) Para pemain di salah satu ujung barisan harus mengambil sebuah kartu dari tumpukan kartu yang berada di lantai di samping kursinya. Apabila mereka telah mengambil satu kartu, mereka harus memberikannya ke tangan angota tim terdekat yang duduk di sampingnya. Lalu, anggota tim yang kedua meletakkan kartu itu di tangan satunya, kemudian memberikannya ke tangan terdekat anggota tim ketiga, dan seterusnya. Ketika sampai pada anggota tim yang terakhir, dia harus meletakkannya di samping kursinya hingga membentuk tumpukkan kartu seperti semula.
b) Jika seorang anggota tim menjatuhkan sebuah kartu, anggota lainnya harus menunggu hingga kartu itu di ambil kembali, kemudian melanjutkan permainan. Masing-masing anggota tim tidak boleh memegang lebih dari satu kartu pada saat yang bersamaan.
c) Seluruh kartu yang dipakai akan dibacakan gambar apa yang ada dalam kartu tersebut di akhir permnainan.
(13)
d) Tim diberikan waktu lima menit untuk merencanakan strategi mereka sebelum memulai permainan. Tim yang selesai lebih dahulu menyelesaikan permainan dinyatakan sebagai pemenang.
4) Media pendukung
a) Kartu dalam permainan tersebut adalah gambar-gambar pekerja dalam suatu pekerjaan dan gambar-gambar hasil dari pekerjaan tersebut.
b) Gambar pekerja untuk kelompok Serigala dan gambar hasil pekerjaan untuk kelompok Singa.
c. Permainan Terlalu banyak solusi
1) Tujuan: mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan menghasilkan sebanyak mungkin ide dari sekelompok siswa dengan menggunakan teknik pengungkapan pendapat (brainstorming). 2) Cara bermain:
a) Bagi siswa menjadi tim yang terdiri dari 5-7 siswa. b) Berikan sebuah masalah kepada tim untuk diatasi. Masalah berupa sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan atau pelajaran khusus untuk pelajar. Masalah ini berupa pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan berbagai kemungkinan. Dalam penelitian ini pertanyaan yang dibuat berkaitan dengan materi jenis-jenis pekerjaan.
3) Peraturan:
a) Masing-masing tim harus memilih seoarang juru tulis dan juru bicara. Juru tulis harus menggali ide sebanyak mungkin dari anggota timnya selama 10-15 menit. Tidak ada diskusi pendapat selama 10-15 menit tersebut.
b) Juru tulis diminta mendorong anggota timnya mengeluarkan ide apapun, meski menggelikan atau tidak masuk akal.
(14)
c) Setelah 10-15 menit habis. Masing-masing tim harus mengevaluasi setiap ide yang dihasilkan timnya, lalu memutuskan tiga ide terbaik. Setelah memperoleh kesepakatan, masing-masing juru bicara harus
mempresentasikan hasil yang diperoleh timnya kepada seluruh siswa.
d) Setelah masing-masing tim mempresentasikan idenya, seluruh siswa kemudian harus memutuskan satu ide terbaik yang telah disebutkan.
d. Permainan Jaring laba-laba 1) Tujuan:
a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan pesan dan kesan kepada seluruh siswa lain.
b) Mendorong jaringan kerja antar siswa pada masa yang akan datang.
2) Cara bermain
a) Seluruh siswa diminta berdiri dan membentuk sebuah lingkaran kecil.
b) Jaring laba-laba dimulai dengan melemparkan komentar guru kepada seluruh siswa. Guru bisa mengatakan tentang apa yang telah diperoleh dari pembelajaran ini, apa yang ingin dilihat di masa depan dengan informasi baru yang diberikan. Setelah guru mengatakan sepatah dua patah kata, pegang ujung benang dan lemparkan gulungan benang tersebut kepada siswa di seberang lingkaran.
c) Si penerima gulungan memberikan pesan terakhir kepada siswa lainnya, kemudian melemparkan gulungan benang kepada siswa lainnya lagi sambil memegangi bagian benang yang terurai. Proses ini berlanjut hingga seluruh siswa mendapatkan
(15)
akan memegang benang tersebut dan membentuk bentuk yang serupa dengan jaring laba-laba. e. Permainan Kerja sama
1) Tujuan
Membuat siswa melihat bahwa mereka dapat mencapai lebih banyak tujuan jika mereka bekerja sama daripada bersaing satu sama lain.
2) Cara Bermain
a) Guru meminta anggota kelompok berdiri dan berpasang-pasangan.
b) Guru mengatakan kepada setiap pasangan untuk saling berhadapan dan memegang tangan kanan temannya dengan tangan kanannya sendiri. Sama seperti berjabat tangan.
c) Kemudian guru memberitahukan kepada seluruh siswa agar mengucapkan keinginan sebanyak yang mereka bisa selama 60 detik, dengan tetap memegang tangan temannya.
d) Selama 60 detik, guru mengatakan kepada seluruh siswa bahwa satu keinginan mereka akan terkabul setiap kali mereka berhasil memegang pinggul sebelah kanan mereka sendiri dengan menggunakan tangan kanan mereka (sambil tetap memegang tangan kanan temannya). Sekarang siswa memiliki waktu 60 detik untuk berusaha mengabulkan keinginan sebanyak-banyaknya.
e) Setelah waktu habis, tanyakan berapa pasang siswa yang tidak satupun keinginannya terkabul. Kemudian, tanyakan ada berapa pasang siswa yang yang 1-5 keinginannya terkabul. Akhirnya siapa yang seluruh keinginannya terkabul, lebih dari cukup.
f) Kemudian, guru harus meminta satu pasangan dari setiap kategori untuk menunjukkan bagaimana mereka mencoba mengabulkan keinginan mereka. Mulai dari
(16)
yang nilainya 0 dan seterusnya hingga nilai tertinggi. Dengan menunjukkan seperti ini seluruh siswa tahu bahwa dengan bekerja sama akan memperoleh banyak keinginan daripada yang tidak bekerja sama.
5. Faktor yang mempengaruhi pembelajaran berbasis permainan
Pembelajaran berbasis permainan hakikatnya adalah pembelajaran cooperative, maka keberhasilan pembelajaran ini dipengaruhi oleh kekompakkan siswa dalam berkelompok. Bennet (1995) dalam Isjoni (2010: 41) menyatakan lima unsur pembelajaran yang cooperative, yaitu:
a. Positive Interdepedence (ketergantungan positif) b. Interaction Face to face (interaksi antar muka) c. Tanggung jawab siswa
d. Membutuhkan keluwesan
e. Keterampilan kerja sama dalam memecahkan masalah.
Dari pendapat Bennet tersebut, maka faktor dalam pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
a. Faktor kepentingan bersama
Siswa harus merasakan bahwa dalam pembelajaran ini keberhasilan kelompok dipengaruhi oleh keberhasilan siswa itu sendiri. Faktor ini merupakan faktor siswa untuk saling
ketergantungan positif anatar siswa dalam kelompoknya. b. Faktor Interaksi
Siswa berintraksi dengan siswa dalam kelompoknya secara face to face. Pola interaksi siswa bersifat verbal dan non verbal. Siswa dapat berlatih untuk meningkatkan hubungan timbal balik yang positif. Kemampuan interaksi siswa ini sangat berpengaruh terhadap pembelajaran berbasis permainan.
c. Faktor tanggung jawab
Siswa yang merasa bertanggung jawab dalam tim, maka akan berusaha untuk bekerja dalam tim guna menyukseskan misi tim menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.
d. Faktor keluwesan
Siswa harus menciptakan suasana hubungan antar pribadi yang harmonis guna mengembangkan kemampuan kelompok.
(17)
Jika hubungan antar anggota harmonis maka dalam menyelesaikan masalah akan efektif.
e. Faktor kemampuan kerja sama
Faktor ini dipengaruhi oleh karakter siswa dalam
bersosialisasi dengan temannya dan kemampuan kognitif serta kemampuan psikomotoriknya. Siswa yang mempunyai
kemampuan kognitif dan kemampuan psikomotorik yang lebih, maka akan menonjol dalam kerja tim.
6. Langkah-langkah pembelajaran berbasis permainan
Sintak model pembelajaran berbasis permainan mengacu pada sintak model pembelajaran cooperative, dengan menggabungkan permainan didalamnya.
Tabel 1
Sintak Model Pembelajaran Cooperative
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar
Fase 2 : Present Information Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal Fase 3 : Organize students into
learning teams
Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tatacara
pembentukan tim belajar dan kelompok melakukan tarsnsisi yang efisien
Fase 4 : Assist team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama siswa mengerjakan tugasnya Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan
(18)
hasilnya
Fase 6 : Provide recognition Memberikan penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok Sumber: (Suprijono, 2012: 65)
Sintak pembelajaran berbasis permainan berdasarkan sintak pembelajaran cooperative di atas adalah sebagai berikut:
a. Fase pertama
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa serta ruangan untuk belajar secara tim.
b. Fase kedua
Guru menuliskan tema pada papan tulis dan mempersiapkan alat-alat yang diperlukan.
c. Fase ketiga
Guru membentuk kelompok dengan permainan animal bag games.
d. Fase keempat
1) Guru mengondisikan siswa untuk bermain permainan relay dengan menjelaskan aturan mainnya yang berlangsung kurang lebih 5 menit. Media yang dipakai adalah gambar pekerjaan seseoarang dan beberapa gambar hasil pekerjaan seseorang. 2) Guru menjelaskan kegiatan yang sudah terjadi terkait dengan
materi pembelajaran.
3) Kemudian guru mengondisikan siswa untuk bermain
permainan terlalu banyak solusi. Permainan ini berlangsung kurang lebih 30 menit.
4) Guru mengondisikan siswa untuk bermain permainan Jaring laba-laba. Pada fase ini, merupakan fase dimana siswa menyimpulkan pembelajaran.
e. Fase kelima, guru melakukan evaluasi, kemudian mengondisikan siswa untuk melakukan permainan kerja sama. permainan
(19)
berlangsung selama 5 menit sebagai salah satu bentuk untuk mengukur kemampuan kerja sama siswa.
f. Fase keeam, guru memberikan reward kepada tim yang sudah menang dan tim yang kalah.
C. Kerangka Berpikir
Kajian sejarah, pada materi pembelajaran aspek kognitif memerlukan strategi pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi yang berbeda dengan materi konsep, prinsip, maupun materi jenis prosedur. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran yang bermakna. Salah satunya dengan pembelajaran berbasis permainan. Materi sejarah perjuangan bangsa akan disisipkan secara tidak langsung pada tiap permainan yang dibutuhkan kekompakkan siswa dalam berkelompok. Siswa yang canggung dalam berkelompok akan dituntut berkontribusi menyukseskan kelompoknya sehingga kemampuan kerja sama siswa dapat berkembang.
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan adalah “Ada peningkatan kemampuan kerja sama siswa melalui model pembelajaran berbasis permainan di kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes”.
(20)
BAB III
METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes pada semester II tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan observasi awal, kemampuan kerja sama dan hasil belajar siswa rendah. Maka dilakukan upaya meningkatkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran IPS melalui penggunaan model pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Siklus Hari, Tanggal Waktu Materi Pokok
I Kamis, 20 Januari
2013 3 x 35 menit
Organisasi – organisasi bentukan Jepang II Kamis, 27 Januari
2013
3 x 35 menit Perlawanan Rakyat Terhadap
(21)
Jepang B. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari satu kali pertemuan ( 3x 35 menit). Proses penelitian ini masing-masing meliputi empat tahap, yaitu (1) Rencana tindakan; (2) Pelaksanaan; (3) Pengamatan; (4) Analisis dan Refleks
Tahap- tahap penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Spiral Penelitian Tindakan Kelas
Sumber: Suharsimi Arikunto (2008:16) dengan sedikit modifikasi. Gambar 3.1. Blok Diagram Tahap- tahap Penelitian
Perencanaan
Refleksi Siklus 1 Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Siklus 2
Jika berhasil membuat
laporan Pengamatan
n
Pelaksanaan n Refleksi
(22)
1. SIKLUS I
a. Tahap persiapan
Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti
mengidentifikasi masalah mengenai materi pembelajaran, dan mempersiapkan instrumen penelitian.
1) Identifikasi Masalah
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti
mengidentifikasi masalah prestasi siswa tentang sejarah dengan studi pendahuluan. Tahap studi pendahuluan ini dengan
pembelajaran IPS pada siswa kelas V semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Hal ini untuk mengetahui permasalahan
pembelajaran IPS khususnya tentang sejarah.
Dari hasil identifikasi, faktor penyebab belum berhasilnya pembelajaran pada materi tersebut karena kemampuan kerja sama siswa rendah. Maka peneliti
mengadakan diskusi dengan teman sejawat berkenaan dengan kemungkinan dilakukannya peneliti tindakan untuk
meningkatkan kemampuan kerja sama siwa pada mapel IPS materi sejarah perjuangan bangsa. Untuk merencanakan masalah tersebut, peneliti berkolaborasi dengan teman sejawat
merencanakan pembelajaran berbasis permainan. 2) Analisis Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran pada penelitian ini dengan kompetensi dasar mendeskripsikan perjuangan para tokoh dan pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang. Alokasi waktu untuk pembelajaran materi tersebut adalah 12 jam pelajaran, namun karena terbatasnya waktu penelitian, hanya dapat merencanakan 6 jam atau dua kali tatap muka, materi selanjutnya disampaikan guru kelas V.
3) Mempersiapkan Silabus
Silabus disusun dengan mengambil satu kompetensi dari empat kompetensi dasar yang ada pada kurikulum kelas V Semester 2 .
(23)
4) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sesuai dengan Standar Proses.
5) Menyiapkan instrumen pengambil data, berupa soal tes, angket, lembar observasi pembelajaran, catatan lapangan, dan analisis kemampuan kerja sama siswa.
b. Rencana Tindakan 1. Siklus I
a) Tahap Perencanaan Tindakan Penelitian Siklus I
Rencana tindakan siklus I menggunakan pembelajaran berbasis permainan. Rencana pembelajaran dibuat dengan menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, kegiatan siswa, kegiatan guru, materi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, lembar pengamatan, dan catatan lapangan, indikator peningkatan prestasi belajar IPS materi sejarah perjuangan bangsa.
Proses pembelajaran siklus I terdiri dari 1
pertemuan (3 x 35 menit). Hasil pengamatan pada siklus I sebagai dasar untuk menentukan tindakan berikutnya. Rencana tindakan siklus I meliputi:
1) Merencanakan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis permainan.
2) Menentukan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok yang dituangkan dalam silabus
pembelajaran.
3) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 4) Menyiapkan sumber dan media pembelajaran yang
berkaitan dengan kajian sejarah materi fakta, peta pulau Jawa, alat-alat membuat Mind Mapping.
5) Meyusun instrumen penelitian. - Silabus.
- Rencana Pelaksanaan Pembelajaran - Lembar kerja siswa 1.
- Soal tes siklus 1.
- Lembar observasi pembelajaran. - Lembar catatan lapangan. - Daftar hasil tes tertulis. b) Tahap pelaksanaan tindakan siklus 1
(24)
Pelaksanan tindakan pada siklus 1 yakni satu pertemuan tatap muka ( 3 x 35 menit). Pelaksanaan seperti pada RPP.
c) Tahap Pengamatanan
Dalam proses tindakan I pengamatan yang seksama dan berpusat pada masalah penelitian. Pengamatan dicatat dalam catatan lapangan dan lembar observasi.
d) Tahap Refleksi
Hasil observasi, catatan lapangan, angket dan hasil tes dikaji dan direnungkan kembali, kemudian dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya.
Menurut Hopkins (dalam Sukardjono, 2008: 98), refleksi dalam PTK mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas hasil tindakan yang dilakukan. Jika ada permasalahan dalam proses refleksi maka dilakukan pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang, sehingga permasalahan dapat diatasi.
Hal-hal yang dilakukan dalam tahap ini adalah:
1) Mengidentifikasi kesulitan dan hambatan pembelajaran pada siklus I.
2) Memperbaiki tindakan berdasar kesulitan dan hambatan yang ditemukan dan pengolahan nilai yang diperoleh tingkat pemahaman siswa siswa.
2. Siklus II
Siklus II sifatnya tentatif, apabila pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I belum berhasil dalam arti skor siswa belum memenuhi target pencapaian penelitian.
a. Persiapan
Kegiatan persiapan siklus dilaksanakan pada hasil analisis data dan refleksi siklus I yang memerlukan tindak lanjut tindakan.
Tahap persiapan meliputi:
1. Menentukan alternatif pemecahan masalah pembelajaran pada siklus I.
(25)
2. Merencanakan pembelajaran sesuai hasil analisis refleksi siklus I.
3. Menentukan analisis Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan materi pokok yang telah ada dalam silabus, untuk materi selanjutnya jika siklus II perlu dilaksanakan. 4. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran siklus II. 5. Menyiapkan lembar kerja siswa siklus II.
6. Menyiapkan soal evaluasi siklus II. 7. Menyiapkan daftar nilai siklus II.
8. Menyiapkan sumber belajar dan media pembelajaran yaitu buku teks pelajaran dan alat untuk membuat Mind
Mapping.
9. Menyiapkan instrumen penelitian lainnya, yaitu lembar observasi, catatan lapangan dan blangko analisis
peningkatan hasil belajar.
b. Tahap Perencanaan Tindakan Siklus II
Pada perencanaanya siklus II dilaksanakan pembelajaran satu kali pertemuan (3 x 35 menit), jika tindakan siklus I belum berhasil.
c. Tahap Tindakan Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan dengan langkah-langkah pembelajaran seperti pada pembelajaran berbasis permainan yang terlampir pada RPP.
d. Tahap Pengamatan
Pengamatan pada siklus ini meliputi:
1. Mengamati kesulitan siswa dalam kerja kelompok.
2. Melakukan pengumpulan data dan penghitung persentase tingkat keberhasilan pembelajaran.
e. Refleksi
a) Mengidentifikasi kesulitan, pembelajaran pada siklus II. b) Menganalisis hasil belajar siswa dan kemampuan kerja
sama siswa. C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diperoleh dan dilakukan dengan menggunakan: 1. Observasi
(26)
Menurut Arikunto ( 2007: 127 ) observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja sama siswa yang dilaksanakan bersama guru kelas V secara kolaboratif.
2. Angket
Menurut Sukestyarno (2009: 47) angket adalah bentuk pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun secara urut, untuk dapat dijawab oleh responden. Pertanyaan biasanya dilengkapi dengan petunjuk yang jelas. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja sama secara individu.
3. Tes
Sukestyarno (2009: 47 ) menyatakan tes merupakan data yang diperoleh berupa ukuran kemampuan masing-masing responden. Tes dalam penelitian ini digunakan mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi belajar. Tes diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Tes ini dikerjakan siswa secara individual setelah mempelajari suatu materi. Tes ini dilaksanakan pada saat proses pembelajaran dan tes akhir pembelajaran pada setiap siklus. 4. Catatan lapangan
Arikunto ( 2007: 78) menyatakan catatan lapangan adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data secara objektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi. Catatan lapangan dalam peneltian ini digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung yang bertujuan untuk memperkuat data. Tabel 2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian untuk Angket dan Obsevasi Variabel
terikat (Y) Aspek Indikator
Kemampuan kerja sama
siswa
Interaksi siwa
Mendorong temannya untuk berpartisipasi
Berbicara (berkomunikasi) dengan teman setimmnya
(27)
Menghormati perbedaan individu Membuat kesepakatan
Kontribusi
Memberikan ide
Berpartisipasi dalam menyukseskan timnya
Mempunyai pengaruh terhadap kelompok atau tim
Tanggung jawab
Mampu mengambil giliran atau berbagi tugas
Berada dalam tugas Berada dalam kelompok
Tujuan/hasil Tujuan tercapai dengan baikTujuan tercapai dengan tidak baik
Waktu
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu yang lama
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu yang sedikit
D. Analisis Data
Analisis data adalah suatu cara menganalisis data yang diperoleh selama peneliti mengadakan penelitian. Sehingga akan diketahui kebenaran suatu permasalahan.
1. Analisis data yang berkaitan dengan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai berikut:
E % = --- X 100 % N
Keterangan :
E = Jumlah nilai yang di peroleh N = Nilai total tertinggi
(28)
Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Guru Pencapaian Tujuan
Pembelajaran Kualifikasi
Tingkat Keberhasilan Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Berhasil
65 – 84 % Baik (B) Berhasil
55 – 64 % Cukup (C) Tidak Berhasil
0 – 54 % Kurang (K) Tidak Berhasil
(Aqib, 2008:161) 2. Analisis data yang berkaitan dengan siswa dalam pembelajaran IPS
materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai berikut:
P=F N x100 Keterangan:
P = Persentase kemampuan kerja sama siswa F = Jumlah skor aspek yang muncul
N = Jumlah skor aspek yang diamati
(Arikunto, 2002:246) Hasil perhitungan berdasarkan hasil observasi dan hasil angket kemudian dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Kerja sama Pencapaian Tujuan
Pembelajaran
Kualifikasi Tingkat
(29)
Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Sangat Baik
65 – 84 % Baik (B) Baik
55 – 64 % Cukup (C) Cukup
0 – 54 % Kurang (K) Buruk
(Aqib, 2008:161) 3. Analisis data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang, dimana setiap jawaban benar di beri skor 10 dan setiap jawaban salah di beri skor 0, dengan menggunakan rumus:
Na=n N x100 Keterangan:
Na = Nilai akhir persentase ketuntasan siswa n = Jumlah siswa yang nilainya tuntas
N = Jumlah siswa (Arikunto, 2006:103)
Hasil perhitungan di konsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.3. Tabel Kriteria Deskriptif Hasil Belajar Pencapaian Tujuan
Pembelajaran Kualifikasi
Tingkat Keberhasilan Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Hasil belajar sangat
baik
65 – 84 % Baik (B) Hasil belajar baik 55 – 64 % Cukup (C) Hasil belajar cukup
(30)
0 – 54 % Kurang (K) Hasil belajar kurang (Aqib, 2008:161) E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes menggunakan model pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut :
a. Guru dapat mengelola kelas dan dapat menjadi fasilitator yang baik bagi siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
permainan, sekurang-kurangnya 80% dengan nilai kategori baik. b. Kemampuan kerja sama siswa dapat meningkat hingga 85%,
sehingga timbul kerja sama siswa kelompok yang baik dalam belajar. c. Sebanyak 75% siswa memenuhi nilai ketuntasan yaitu nilai 65
pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes pada mata pelajaran IPS, materi penjajahan pada masa jepang. Nilai tersebut berdasarkan nilai KKM mata pelajaran IPS di SD tersebut pada tahun pelajaran 2013/2014.
F. Jadwal Penelitian
No Pelaksanaan Penelitian Januari1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Februari Maret April 1 Proposal PTK x x
2 Siklus I : Perencanaan,
Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
3 Siklus II : Perencanaan,
Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
(31)
(1)
Menurut Arikunto ( 2007: 127 ) observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja sama siswa yang dilaksanakan bersama guru kelas V secara kolaboratif.
2. Angket
Menurut Sukestyarno (2009: 47) angket adalah bentuk pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun secara urut, untuk dapat dijawab oleh responden. Pertanyaan biasanya dilengkapi dengan petunjuk yang jelas. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui kemampuan kerja sama secara individu.
3. Tes
Sukestyarno (2009: 47 ) menyatakan tes merupakan data yang diperoleh berupa ukuran kemampuan masing-masing responden. Tes dalam penelitian ini digunakan mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi belajar. Tes diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Tes ini dikerjakan siswa secara individual setelah mempelajari suatu materi. Tes ini dilaksanakan pada saat proses pembelajaran dan tes akhir pembelajaran pada setiap siklus. 4. Catatan lapangan
Arikunto ( 2007: 78) menyatakan catatan lapangan adalah alat yang dipakai untuk mengumpulkan data secara objektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi. Catatan lapangan dalam peneltian ini digunakan untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung yang bertujuan untuk memperkuat data. Tabel 2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian untuk Angket dan Obsevasi Variabel
terikat (Y) Aspek Indikator
Kemampuan kerja sama
siswa
Interaksi siwa
Mendorong temannya untuk berpartisipasi
Berbicara (berkomunikasi) dengan teman setimmnya
(2)
Menghormati perbedaan individu Membuat kesepakatan
Kontribusi
Memberikan ide
Berpartisipasi dalam menyukseskan timnya
Mempunyai pengaruh terhadap kelompok atau tim
Tanggung jawab
Mampu mengambil giliran atau berbagi tugas
Berada dalam tugas Berada dalam kelompok
Tujuan/hasil Tujuan tercapai dengan baikTujuan tercapai dengan tidak baik
Waktu
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu yang lama
Pencapaian tujuan dibutuhkan waktu yang sedikit
D. Analisis Data
Analisis data adalah suatu cara menganalisis data yang diperoleh selama peneliti mengadakan penelitian. Sehingga akan diketahui kebenaran suatu permasalahan.
1. Analisis data yang berkaitan dengan keterampilan guru dalam pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai berikut:
E % = --- X 100 % N
Keterangan :
E = Jumlah nilai yang di peroleh N = Nilai total tertinggi
(3)
Hasil perhitungan dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Guru
Pencapaian Tujuan
Pembelajaran Kualifikasi
Tingkat Keberhasilan Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Berhasil
65 – 84 % Baik (B) Berhasil
55 – 64 % Cukup (C) Tidak Berhasil
0 – 54 % Kurang (K) Tidak Berhasil
(Aqib, 2008:161)
2. Analisis data yang berkaitan dengan siswa dalam pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes Menggunakan rumus sebagai berikut:
P=F N x100
Keterangan:
P = Persentase kemampuan kerja sama siswa F = Jumlah skor aspek yang muncul
N = Jumlah skor aspek yang diamati
(Arikunto, 2002:246) Hasil perhitungan berdasarkan hasil observasi dan hasil angket kemudian dikonsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.2. Tabel Kriteria Deskriptif Kemampuan Kerja sama
Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Kualifikasi Tingkat
(4)
Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Sangat Baik
65 – 84 % Baik (B) Baik
55 – 64 % Cukup (C) Cukup
0 – 54 % Kurang (K) Buruk
(Aqib, 2008:161)
3. Analisis data yang berkaitan dengan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPS materi Penjajahan Pada Masa Jepang, dimana setiap jawaban benar di beri skor 10 dan setiap jawaban salah di beri skor 0, dengan menggunakan rumus:
Na=n N x100
Keterangan:
Na = Nilai akhir persentase ketuntasan siswa n = Jumlah siswa yang nilainya tuntas
N = Jumlah siswa (Arikunto, 2006:103)
Hasil perhitungan di konsultasikan dengan tabel kriteria deskriptif. Pencapaian persentasenya dikelompokan dalam empat kategori yaitu kurang, cukup, baik dan sangat baik. Tabel kriteria deskriptif sebagai berikut:
Tabel 3.3. Tabel Kriteria Deskriptif Hasil Belajar
Pencapaian Tujuan
Pembelajaran Kualifikasi
Tingkat Keberhasilan Pembelajaran 85 – 100 % Sangat Baik (SB) Hasil belajar sangat
baik
65 – 84 % Baik (B) Hasil belajar baik 55 – 64 % Cukup (C) Hasil belajar cukup
(5)
0 – 54 % Kurang (K) Hasil belajar kurang
(Aqib, 2008:161)
E. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes menggunakan model pembelajaran berbasis permainan adalah sebagai berikut :
a. Guru dapat mengelola kelas dan dapat menjadi fasilitator yang baik bagi siswa dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
permainan, sekurang-kurangnya 80% dengan nilai kategori baik.
b. Kemampuan kerja sama siswa dapat meningkat hingga 85%, sehingga timbul kerja sama siswa kelompok yang baik dalam belajar.
c. Sebanyak 75% siswa memenuhi nilai ketuntasan yaitu nilai 65 pada siswa kelas V SD Negeri Prapagkidul 02 Brebes pada mata pelajaran IPS, materi penjajahan pada masa jepang. Nilai tersebut berdasarkan nilai KKM mata pelajaran IPS di SD tersebut pada tahun pelajaran 2013/2014.
F. Jadwal Penelitian
No Pelaksanaan Penelitian Januari1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Februari Maret April 1 Proposal PTK x x
2 Siklus I : Perencanaan,
Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
3 Siklus II : Perencanaan,
Tindakan x
Observasi x
Refleksi x
(6)