Hasil Penelitian Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan pengukuran parameter fisik, kimia dan biologis dari sampel air sumur warga Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, diperoleh hasil pada tabel-tabel berikut. Tabel 4.1. Hasil uji parameter fisik lampiran 1 NO Parameter Fisika Sampel A B C D E F G H 1 Bau + + + + + + + + 2 Rasa + + + + + + + + 3 Warna ku- ning be- ning ku- ning ke- ruh ku- ning be- ning ku- ning ke- ruh ku- ning ke- ruh ku- ning be- ning ku- ning be- ning ku- ning be- ning 4 Kekeruhan NTU 32,0 20,0 12,7 18,6 14,2 15,6 10,0 6,4 5 Suhu 29 o C 28,5 o C 29 o C 28 o C 28 o C 29 o C 28,5 o C 29 o C Keterangan : Tanda + pada bau menunjukan bahwa air tersebut memiliki bau, seperti bau amis. Tanda + pada rasa menunjukan bahwa air tersebut memiliki rasa. Tanda - menunjukan bahwa sampel tidak memiliki bau dan rasa. Tabel 4.2. Hasil uji parameter kimia lampiran 2 No Parameter Kimia Sampel A B C D E F G H 1 Besi mgL 2 1 3 3 2 1 1 1 2 Kesadahan mgL 180 270 960 120 150 360 180 60 3 DO mgL 7 6 9 8 7 8 8 12 4 Alkalinitas mgL 300 900 600 450 300 600 600 150 5 pH 8,0 7,9 7,8 8,0 7,8 7,9 8,0 7,9 6 Amonia mgL - - - - - - - - 7 NitritNO 2 mgL 0,003 0,302 0,003 0,106 0,084 0,020 0,018 0,003 8 NitratNO 3 mgL 1,418 3,380 0,022 3,444 1,285 0,084 0,138 1,368 Keterangan : Tanda - pada amonia menunjukan bahwa air tersebut tidak mengandung amonia. Tabel 4.3. Hasil pengukuran uji parameter biologis lampiran 3 No Parameter Biologi Jumlah bakteri Escherichia coli per 100ml sampel A B C D E F G H 1 Replikasi 1 2 2 2 Replikasi 2 2 2 3 Replikasi 3 2 2 Rata-rata 0 ± 0 0 ± 0 0 ± 0 2 ± 0 0 ± 0 2 ± 0 0 ± 0 0 ± 0

B. Pembahasan

Pengukuran parameter fisik, kimia dan biologis dari sampel A, sampel B, sampel C, sampel D, sampel E, sampel F, sampel G dan sampel H menunjukkan hasil dengan angka yang bervariasi. Hasil penelitian dapat dianalisa lebih lanjut secara deskriptif dengan mengacu pada baku mutu air minum Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. 1. Bau Bau merupakan parameter penting dalam kualitas air minum. Secara fisik, bau pada air dapat dirasakan dengan indera pembau. Dari hasil pengujian sampel air pada sumur A, sumur B, sumur C, sumur D, sumur E, sumur F, sumur G dan sumur H dapat dinyatakan bahwa air dari setiap sumur mempunyai bau yang khas seperti terlihat pada tabel 4.1 yang menunjukan tanda positif. Bau yang timbul dapat terjadi karena kadar besi Fe yang tinggi di dalam air sumur sehingga menimbulkan bau. Hasil analisis secara langsung in situ terhadap semua lokasi secara kualitatif berbau amis. Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa pada setiap sumur, mempunyai bau yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu air minum Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. 2. Rasa Pada rasa dan bau mempunyai keterkaitan yang erat. Rasa dan bau pada air biasanya terjadi bersama-sama. Hal ini terjadi karena adanya rasa dan bau dapat disebabkan oleh beberapa bahan organik yang membusuk, tipe-tipe mikrobia tertentu, organisme mikroskopik, persenyawaan kimia berupa zat aktif. Namun, intensitas bau dan rasa tergantung pada lingkungan, sehingga hasil yang diperoleh tidak mutlak Sutrisno, 1991 Secara fisik, air dapat dirasakan oleh lidah. Rasa pada air menandakan terjadinya percemaran tertentu dalam air, meski tidak ada satuan pengukurnya. Dari hasil pengujian sampel air pada sumur A, sumur B, sumur C, sumur D, sumur E, sumur F, sumur G dan sumur H diperoleh hasil positif, karena air sumur mempunyai rasa seperti yang ditunjukan dalam tabel 4.1. Menurut ketentuan tentang baku mutu air minum dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010, air sumur yang diteliti mempunyai rasa. Jadi, hal ini tidak memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan. . 3. Warna Air sumur yang berwarna kuning bening maupun berwarna kuning keruh dapat sebagai petunjuk, bahwa air sumur tersebut mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan yang sekaligus mempengaruhi nilai estetika pada air. Warna pada air biasanya dipengaruhi oleh masuknya zat terlarut yang datang dari asal sumber air baku seperti unsur kimia organik dan anorganik. Unsur kimia tersebut dapat diakibatkan oleh kadar besi Fe yang tinggi dalam air sumur, sehingga air dapat berwarna kuning World Poultry, Vol 25 No. 3, 2009 Dari hasil pengamatan secara in situ, seperti pada tabel 4.1, semua sampel uji berwarna kuning lampiran 4. Dapat terlihat bahwa pada air sumur A berwarna kuning bening, pada air sumur B berwarna kuning keruh, pada air sumur C berwarna kuning bening, pada air sumur D berwarna kuning keruh, pada air sumur E berwarna kuning keruh, pada air sumur F berwarna kuning bening, pada air sumur G berwarna kuning bening, dan pada air sumur H berwarna kuning keruh. Hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa warna pada air sumur diakibatkan oleh kadar besi yang tinggi dari lahan di sekitar sumur maupun dalam sumur. Sehingga ketika ada resapan air yang masuk ke dalam sumur, unsur besi Fe dapat ikut masuk dan bercampur dengan air yang ada di sumur. Dari data yang diperoleh, air pada sumur-sumur yang diteliti tidak memenuhi persyaratan baku mutu air minum yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 karena mempunyai warna. 4. Kekeruhan Kekeruhan pada air sumur menunjukkan bahwa air mempunyai kandungan partikel dan bahan tersuspensi yang tinggi, sehingga memberikan warna atau rupa air yang kotor APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi 2003. Hasil pengukuran menggunakan alat turbidimeter di laboratorium lampiran 5, menunjukan tingkat kekeruhan sampel A sebanyak 32,0 NTU, sampel B sebanyak 20,0 NTU, sampel C sebanyak 12,7 NTU, sampel D sebanyak 18,6 NTU, sampel E sebanyak 14,2 NTU, sampel F sebanyak 15,6 NTU sampel G sebanyak 10,0 NTU, dan sampel H sebanyak 6,4 NTU lihat diagram 4.1.4. Menurut Yusup 2012, kekeruhan dapat terjadi akibat kehadiran zat organik yang terurai secara halus, jasad-jasad renik, lumpur, tanah liat dan zat koloid. Menurut Slamet 1996, banyaknya zat padat tersuspensi akan mendukung perkembangbiakan bakteri. Semakin jernih air maka akan menghambat perkembangbiakan bakteri yang mungkin ada dalam air. Berdasarkan hasil yang ditunjukan diagram 4.1.4 semua sampel yang diuji mempunyai tingkat kekeruhan tidak memenuhi baku mutu air minum dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 karena melebihi batas persyaratan yang hanya 5 NTU. Hal ini disebabkan oleh sumbangan dari berbagai senyawa organik seperti bakteri dalam air sumur tersebut serta senyawa anorganik yang berasal dari pelapukan dan logam di dalam air sumur yang bercampur dengan air dan menyebabkan kepadatan partikel-partikel di dalam sumur semakin rapat. 5. Suhu Menurut Odum 1971 dalam Sundra 1997, fluktuasi suhu perairan diakibatkan oleh komposisi substrat, kekeruhan, curah hujan, angin dan reaksi- reaksi kimia dari penguraian sampah di dalam air. Hasil pengukuran suhu secara langsung di lapangan in situ menggunakan termometer, untuk semua sampel air tidak didapatkan hasil dengan perbedaan fluktasi suhu yang sangat mencolok dengan rentan perbedaan 0,5 o C – 1 o C seperti yang ditunjukan pada diagram 4.1.5. Suhu pada sampel A sebesar 29 o C, sampel B 32 20 12.7 18.6 14.2 15.6 10 6.4 5 5 10 15 20 25 30 35 NTU Jenis Sampel Diagram 4.1.4. Tingkat Kekeruhan sampel A sampel B sampel C sampel D sebesar 28,5 o C, sampel C sebesar 29 o C, sampel D sebesar 28 o C, sampel E sebesar 28 o C, sampel F sebesar 29 o C, sampel G sebesar 28,5 o C, sampel H sebesar 29 o C. Dari delapan sampel air sumur, didapatkan rata-rata suhu sebesar 28,6 o C. Menurut persyaratan baku mutu air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010, derajat maksimun untuk suhu berkisar antara 26 o C - 30 o C. Jadi suhu dari setiap masing-masing sampel air sumur serta rata-rata suhunya dapat dikatakan sudah memenuhi persyaratan baku mutu air minum karena suhu tidak di bawah maupun di atas standar. Hal ini dapat disebabkan oleh musim, curah hujan dan iklim yang masih normal, sehingga tidak terjadi peningkatan maupun penurunan suhu yang signifikan. 6. Besi Fe Besi Fe merupakan elemen yang banyak terdapat di batuan dan merupakan salah satu elemen kimia yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologi dan semua badan air Toth, 1984 dalam Kodoatie, 1996. 29 28.5 29 28 28 29 28.5 29 30 27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 30.5 De raj at Ce lciu s Jenis Sampel Diagram 4.1.5. Suhu sampel A sampel B sampel C sampel D sampel E Hasil pemeriksaan in situ terhadap kandungan kadar besi Fe menggunakan test-KIT iron test, pada air sumur di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul lampiran 6 menunjukkan kandungan besi Fe yang masih tinggi. Kadar besi Fe air sumur pada sampel A sebanyak 2 mgl, kadar besi sampel B sebanyak 1 mgl, kadar besi sampel C sebanyak 3 mgl, kadar besi sampel D sebanyak 3 mgl, kadar besi sampel E sebanyak 2 mgl, kadar besi sampel F sebanyak 1 mgl, kadar besi sampel G sebanyak 1 mgl, kadar besi sampel H sebanyak 1 mgl. lihat diagram 4.2.1 Tingginya kadar besi Fe yang larut dalam air sumur ini menimbulkan permasalahan seperti timbulnya noda pada pakaian putih. Pakaian yang berwarna putih akan mudah menjadi kekuning-kuningan apabila sering dicuci menggunakan air sumur tersebut. Kondisi ini terjadi karena pakaian yang telah dicuci yang kemudian di jemur masih memiliki kandungan air sumur yang masih menetes, sehingga konsentrasi besi Fe dari air tersebut akan mengalami kontak dengan udara sekitar. Menurut Degreemont 1991, menyatakan bahwa reaksi udara yang mengandung oksigen dengan air yang mengandung konsentrasi Fe tinggi akan 2 1 3 3 2 1 1 1 0.3 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 m gl Jenis Sampel Diagram 4.2.1. Besi Fe sampel A sampel B sampel C sampel D menghasilkan endapan berwarna kekuning-kuningan. Rumus kimia dari reaksi tersebut, yaitu 4 Fe 2+ + O 2 + 8 OH - + 2 H 2 O → 4 Fe OH 3. Reaksi ini menunjukkan permasalahan hingga menimbulkan noda kuning pada pakaian. Hal ini dapat diantisipasi dan diminimalkan dengan cara memeras pakaian hingga benar-benar tidak ada sisa-sisa air yang menetes sebelum dijemur. Sehingga tidak ada kesempatan terjadinya kontak antara udara dengan air saat dijemur. Perubahan pada air sumur yang mengandung kadar besi Fe yang tinggi dan menjadi berwarna kuning bening maupun kuning keruh disebabkan oleh adanya kontak antara Fe 2+ dalam air dengan udara sekitar lingkungan. Hal ini sependapat dengan Said 2002, yang menyatakan bahwa perubahan kondisi air yang semula jernih menjadi keruh dan beberapa saat dibiarkan akan menjadi kekuning-kuningan merupakan pertanda bahwa air tanah mengandung besi Fe dengan konsentrasi yang tinggi. Pendapat ini diperkuat dari hasil pelatihan yang dikeluarkan oleh Akademi Teknik Thirta Wiyata 2003, yang menyatakan bahwa air tanah umumnya mempunyai konsentrasi karbondioksida yang tinggi yang dapat menyebabkan kondisi anaerobik sehingga menyebabkan konsentrasi besi dalam bentuk tidak larut akan tereduksi menjadi besi Fe 2+ yang larut dalam air. Hal ini menyebabkan kandungan besi Fe dalam air sumur menjadi tinggi. Apabila air diambil keluar dan terkena udara, lama-kelamaan akan bereaksi lalu menghasilkan endapan berwarna kuning. Hal lain yang dapat menyebabkan air berwarna kuning adalah kehadiran bakteri besi yang menyukai air dengan kandungan kadar Fe 2+ yang tinggi. Bakteri besi ini dapat memanfaatkan Fe 2+ sebagai energi untuk pertumbuhannya sehingga menyebabkan endapan berwarna kekuning-kuningan pada air. Timbulnya endapan pada air sumur warga di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, baik di sekeliling sumur dekat pipa serta pada saringan-saringan air dapat disebabkan oleh kumpulan bakteri besi jenis Crenotrix dan Galionella. Sehingga penurunan kualitas air yang meliputi bau, rasa dan warna pada air sumur juga dapat disebabkan oleh bakteri besi ini. Kondisi ini sesuai dengan hasil pelatihan yang diadakan oleh Yayasan Pendidikan Tirta Dharma 2002, yang menyatakan bahwa timbulnya endapan kuning di dalam pipa disebabkan oleh kumpulan bakteri besi yang hidup di dalam pipa, sehingga mengurangi kualitas air pada bau dan rasa. Permasalahan lain yang juga dijumpai adalah dalam pemenuhan kebutuhan air bersih untuk minum. Berdasarkan diagram 4.2.1, diketahui bahwa kadar besi yang terkandung dalam sampel air sumur melebihi batas persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 tentang baku mutu air minum yang hanya 0,3 mgl. Masyarakat setempat yang menggunakan sumber air sumur untuk memenuhi kebutuhannya sering mengeluh dengan kondisi airnya, yakni air sumur yang ada apabila baru saja dipompa sangat jernih, tetapi setelah dibiarkan beberapa waktu akan berubah menjadi kuning keruh. Adapun yang dilihat secara fisik kondisi airnya berwarna kuning dari sumurnya. Air sumur ini dimanfaatkan oleh beberapa warga yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, mandi dan memasak. Namun, air sumur yang dikonsumsi dengan kandungan besi yang tinggi dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan minum, belum dirasa memberikan dampak buruk bagi kesehatan warga Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul. Hal ini diduga karena pengaruh tingginya kadar besi Fe yang masuk ke dalam tubuh tidak dapat dirasakan secara langsung melainkan pengaruhnya dapat dirasakan ketika terjadi akumulasi kandungan besi dalam tubuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Slamet 1996 dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Lingkungan yang menyebutkan bahwa meskipun kadar besi Fe diperlukan bagi tubuh dengan dosis yang tinggi lalu terakumulasi di dalam tubuh dapat merusak dinding usus dan dinding kapiler darah yang dapat menyebabkan kematian. 7. Kesadahan Kesadahan air disebabkan oleh adanya Kalsium Ca dan Magnesium Mg dari dalam air tersebut. Air yang mempunyai tingkat kesadahan tinggi sangat merugikan karena dapat menimbulkan korosi pada alat yang terbuat dari besi. Pada pengukuran kesadahan menggunakan test-KIT hardness test. Pengukuran pada air sumur warga Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul lampiran 7 mempunyai tingkat kesadahan yang bervareasi. Pada sampel A sebesar 180 mgl, pada sampel B sebesar 270 mgl, pada sampel C sebesar 960 mgl, pada sampel D sebesar 120 mgl, pada sampel E sebesar 150 mgl, pada sampel F sebesar 360 mgl, pada sampel G sebesar 180 mgl, pada sampel H sebesar 60 mgllihat diagram 4.2.2. 180 270 960 120 150 360 180 60 500 200 400 600 800 1000 1200 m gl Jenis Sampel Diagram 4.2.2. Kesadahan sampel A sampel B sampel C sampel D sampel E Pada diagram 4.2.2 menunjukkan tingkat kesadahan pada sampel C mempunyai nilai yang tertinggi dari semua sampel air sumur yaitu dengan angka 960 mgl. Nilai kesadahan ini melampaui syarat baku mutu air minum yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 yang kadar maksimumnya hanya 500 mgl. Nilai kesadahan yang bervareasi ini diduga diakibatkan oleh kontak air dengan tanah dan pembentukan batuan kapur akibatnya sabun yang digunakan sulit berbusa. Hal ini disesuaikan dengan pernyataan Brown 1987 dalam Effendi 2003, yakni bahwa kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi. Busa tak dapat terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan dapat mengendap. Endapan yang terbentuk dapat menyebabkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Pada kondisi ini, air dapat mengalami pelunakan atau penurunan kesadahan yang disebabkan oleh sabun. Apabila dipanaskan dapat menimbulkan endapan atau kerak pada alat pemanas. 8. DO Dissolved Oxygen Oksigen terlarut atau DO merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi yang menunjukan jumlah oksigen O 2 yang tersedia dalam air. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan secara in situ menggunakan alat DO meter pada sumur warga Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul lampiran 8 menunjukkan kadar oksigen terlarut yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 6 – 12 mgl lihat tabel 4.2.3. Pada sampel A sebesar 7 mgl, pada sampel B sebesar 6 mgl, pada sampel C sebesar 9 mgl, pada sampel D sebesar 8 mgl, pada sampel E sebesar 7 mgl, pada sampel F sebesar 8 mgl, pada sampel G sebesar 8 mgl, pada sampel H sebesar 12 mgl. Tingginya oksigen terlarut pada air sumur warga ini dipengaruhi oleh tekanan, iklim, ketinggian tempat dan suhu, karena wilayah dari sumur warga ini tidak jauh dari pantai. Kedekatan dengan pantai menyebabkan daerah tersebut kaya akan oksigen di udara bebas, sehingga ketika suhu turun dan tekanan naik maka semakin banyak oksigen yang larut di dalam air sumur tersebut. Kejadian ini dapat disesuaikan dengan pustaka Fardiaz 1992, yang menyatakan bahwa semua gas di atmosfir larut dalam air, tetapi oksigen dikelompokkan sebagai gas yang mempunyai tingkat kelarutan rendah, karena secara kimia tidak bereaksi dengan air dan kelarutannya sebanding dengan tekanan parsial. Rata-rata kandungan oksigen terlarut untuk semua sampel sumur yang diteliti adalah 7,5 mgl. Sebagai air sumur, nilai ini sudah dikategorikan lebih baik dibandingkan air permukaan meskipun tidak ada dalam persyaratan baku mutu air minum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. Hal ini disesuaikan dengan pustaka Purnama 1997 yang menyatakan bahwa semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan bahwa air memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air telah tercemar. Pernyataan ini didukung, berdasarkan kriteria mutu air PP RI Nomor 82 Tahun 2001, persyaratan untuk air permukaan dianjurkan ≥ 4 mgl. 9. Alkalinitas Alkalinitas adalah suatu parameter kimia perairan yang menunjukan jumlah ion karbonat dan bikarbonat yang mengikat logam golongan alkali tanah pada perairan tawar. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan Alaerts Ir. S. Sumetri. S. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan secara in situ di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul lampiran 9 menunjukkan tingkat alkalinitas yang cukup mencolok dari tiap-tiap sampel lihat tabel 4.2.3. Pada sampel A sebesar 300 mgl, pada sampel B sebesar 900 mgl, pada sampel C sebesar 600 mgl, pada sampel D sebesar 450 mgl, pada sampel E sebesar 300 mgl, pada sampel F sebesar 600 mgl, pada sampel G sebesar 600 mgl, pada sampel H sebesar 150 mgl. lihat tabel 4.2.4. Kadar dari sampel B, sampel C, sampel F dan sampel G menunjukkan nilai yang tinggi dan melebihi nilai alkalinitas alami yang baik untuk air minum yaitu melebihi 500 mgl CaCO 3 dan melebihi nilai alkalinitas optimal pada nilai 90-150 ppm. Kadar untuk alkalinitas dengan nilai alami dan nilai optimal ini tidak tercantum dalam persyaratan baku mutu air minum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. Tingginya alkalinitas ini diduga disebabkan oleh kandungan logam dalam air. 10. pH pH merupakan parameter yang menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan yang encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH juga merupakan parameter penting dalam analisis kualitas air karena pengaruhnya terhadap proses-proses biologis dan kimia di dalamnya Chapman, 2000. Derajat keasaman air minum harus netral, tidak boleh bersifat asam maupun basa. Air murni memiliki pH normal 7. Hasil pengukuran menggunakan pH meter lampiran 10, dapat dilihat pada tabel 4.2.5 untuk nilai pH pada masing-masing sampel uji. Pada sampel A dengan nilai 8, pada sampel B dengan nilai 7,9, pada sampel C dengan nilai 7,8, pada sampel D dengan nilai 8, pada sampel E dengan nilai 7,8, pada sampel F dengan nilai 7,9, pada sampel G dengan nilai 8, pada sampel H dengan nilai 7,9. Air yang memiliki pH lebih rendah dari pH normal akan bersifat asam sedangkan air yang memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa. Air dengan pH tinggi basa mengakibatkan daya bunuh klor terhadap mikroba berkurang, dan sebaliknya air dengan pH rendah asam cenderung meningkatkan korosi Yani et al., 1994. Dari hasil pengukuran dan pengamatan secara in situ, didapatkan rata-rata pH dengan nilai 7,9. Jadi, apabila pH digolongkan akan lebih cenderung ke pH yang bersifat basa yang rendah. Sehingga sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Namun, apabila dibandingkan dengan persyaratan baku mutu air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010, dapat disimpulkan bahwa dari setiap masing-masing sampel sudah mempunyai kadar pH yang layak sebagai air minum. Berdasarkan persyaratan yang ditetapkan ini, pH air minum 8 7.9 7.8 8 7.8 7.9 8 7.9 8.5 7.4 7.6 7.8 8 8.2 8.4 8.6 m gl Jenis Sampel Diagram 4.2.5. pH sampel A sampel B sampel C sampel D pada masing-masing air sumur warga di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul masih tergolong netral karena berkisar 6,5-8,5. Hal ini diduga dapat disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi dalam air. 11. Amonia Unsur N sebagai salah satu unsur makro yang penting dibutuhkan untuk petumbuhan suatu organisme. Di dalam perairan, kebanyakan senyawa-senyawa nitrogen dijumpai dalam bentuk senyawa organik dan anorganik Mahida, 1997. Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan kandungan amonia dari air sumur warga di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul yang dilakukan di laboratorium menggunakan Photometer Wastewater lampiran 11, semua sampel nilainya 0 mgl. Namun,hasil tersebut bukan berarti di dalam air sumur sama sekali tidak terdapat kandungan ammonia. Kandungan amonia diukur dengan hasil 0 mgl ini diduga dapat terjadi karena proporsi senyawa-senyawa organik di dalam air sumur sangat sedikit, sehingga pada proses penguraian oleh bakteri pada senyawa-senyawa tersebut tidak membutuhkan waktu yang lama untuk teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saeni 1989 yang menyatakan bahwa nitrogen dalam air akan berupa nitrogen organik dan nitrogen amonia di mana proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi menjadi nitrogen amonia dan dioksidasi menjadi nitrogen nitrit dan nitrat dalam sistem biologis mahluk hidup. Setiap masing-masing sampel sudah mempunyai kadar amonia yang layak sebagai air minum. Hal ini karena ammonia pada semua sampel dapat dikategorikan mempunyai nilai dibawah kadar yang ditentukan. Sehingga sesuai dengan persyaratan baku mutu air minum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 yang mana kadar maksimum yang diperbolehkaan untuk amonia sebesar 1,5 mgl. 12. Nitrit NO 2 Kadar nitrit pada perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Menurut, Eilbeck, WJ dan Mattock 1992, nitrit merupakan turunan dari amonia. Dari amonia ini, oleh bantuan bakteri Nitrosomonas sp, diubah menjadi nitrit. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan biasanya merupakan keadaan sementara dari proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologis dari perombakan bahan organik dengan kadar oksigen terlarut yang sangat rendah. Hasil pengukuran kandungan nitrit menggunakan alat spektrofotometer di laboratorium, dapat dilihat pada diagaram 4.2.7. Pada sampel A sebanyak 0,003 mgl, pada sampel B sebanyak 0,302 mgl, pada sampel C sebanyak 0,003 mgl, pada sampel D sebanyak 0,106 mgl, pada sampel E sebanyak 0,084 mgl, pada sampel F sebanyak 0,02 mgl, pada sampel G sebanyak 0,018 mgl, pada sampel H sebanyak 0,003 mgl. Nilai-nilai ini sesuai dengan kandungan amonianya, karena hampir mendekati 0 mgl. Berdasarkan pernyataan Melanby 1972 di dalam Sundra 1997, bahwa senyawa nitrit dalam jumlah tertentu 1 mgl , sangat berguna untuk pertumbuhan tubuh, terutama untuk mahluk nabati perairan. Akan tetapi, kandungan nitrit dalam jumlah berlebihan, maka di dalam tubuh dapat sebagai racun yang dapat membentuk methemoglobin hemoglobin yang tidak mampu mengikat oksigen, sehingga hemoglobin di dalam darah tak dapat mengedarkan oksigen yang diperlukan oleh tubuh. Pembentukan methemoglobin dapat mengakibatkan methemoglobinemia. Apabila methemoglobin ini terjadi pada bayi, maka akan tampak tubuhnya yang berwarna biru, yang dikenal dengan penyakit sebagai blue baby disease. Kadar nitrit NO 2 dari semua sampel air sumur warga di Dasa Wisma RT 2, Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul ini tidak melampaui kadar batas maksimum yang diperbolehkan menurut persyaratan baku mutu air minum yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. Kadar yang diperoleh dari tiap-tiap sumur tidak lebih dari 3 mgl. Jadi kadar nitrit dalam setiap sampel air sumur yang diteliti dianggap tidak membuat pencemaran. Sehingga tidak dikawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan, terutama penyakit blue baby disease. 0.003 0.302 0.003 0.106 0.084 0.02 0.018 0.003 3 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 m gl Jenis Sampel Diagram 4.2.7. Nitrit NO 2 sampel A sampel B sampel C sampel D 13. Nitrat Senyawa nitrat NO 3 merupakan produk akhir hasil oksidasi zat bernitrogen. Nitrat dibutuhkan dalam jumlah lebih besar dari nitrit untuk keperluan biologis dan nutrien tubuh Dahuri et al., 1993. Berdasarkan hasil pengukuran nitrat NO 3 menggunakan spektrofotometer di laboratorium tidak menunjukkan adanya perbedaan yang mencolok dari setiap sampel lihat tabel 4.2.8. Berdasarkan tabel 4.2.8, menunjukkan nilai untuk kandungan nitrat NO 3 pada setiap sampel. Pada sampel A sebanyak 1,418 mgl, pada sampel B sebanyak 3,380 mgl, pada sampel C sebanyak 0,022 mgl, pada sampel D sebanyak 3.444 mgl, pada sampel E sebanyak 1,285 mgl, pada sampel F sebanyak 0,084 mgl, pada sampel G sebanyak 0,138 mgl, pada sampel H sebanyak 1,368 mgl. Kandungan nitrat NO 3 pada setiap sampel menunjukkan nilai yang tergolong masih rendah, dan tidak melebihi standar baku mutu air minum sesuai yang ditetapkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010 dengan kadar maksimum 50 mgl. Jadi, pada setiap sampel tidak melebihi kadar 1.418 3.38 0.022 3.444 1.285 0.084 0.138 1.368 50 10 20 30 40 50 60 m gl Jenis Sampel Diagram 4.2.8. Nitrat NO 3 sampel A sampel B sampel C sampel D tersebut dan kandungan ini tidak dikawatirkan akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan 14. Bakteri Escherichia coli Apabila densitas E.coli dalam suatu perairan relatif banyak, maka peluang keberadaan organisme patogen dan pencemar di perairan tersebut juga tinggi Imamuddin, 1999. Escherichia coli dapat dijadikan indikator adanya jasad patogen di dalam air Suriawiria 1993. Bakteri ini bersifat patogen karena dapat menyebabkan infeksi pada usus manusia dan hewan. Escherichia coli yang hidup di dalam air dapat dianalisis keberadaannya. Pada uji pendugaan gambar 4.3.2 digunakan ECB. ECB merupakan uji biokimia yang mampu menumbuhkan bakteri E.coli. Bakteri ini memanfaatkan laktosa yang ada dalam media sebagai sumber nutrisi. Hasil positif yang ditunjukan dalam media ECB ini adalah terbentuknya gelembung gas pada tabung Durham terbalik. Gambar 4.3.2. Uji pendugaan Hasil pengamtan dari inokulasi pada medium ECB ini ada 2 tabung tabung D dan F yang menunjukan terbentuknya gelembung gas pada tabung Durham terbalik. Hal ini diduga ada bakteri E.coli pada tabung D dan tabung F. Kontrol positif yang digunakan adalah ATCC E.coli 25922. Untuk membuktikan bahwa hasil uji pendugaan bukan dari hubungan antara dua organisme yang dapat menghasilkan gas pada tabung Durham, maka dilakukan isolasi kembali pada medium isolasi yang lebih spesifik yaitu TBX, dari setiap tabung pengenceran. Pada medium ini mengandung senyawa kromogenik X-glucuronide 5-bromo-4-chloro-3-indolyl-beta-D-glucuronide . Glucuronidase, yang merupakan enzim spesifik intraseluler Escherichia coli, sehingga dapat memisahkan ikatan antara kromofor dan glucuronide. Kromofor yang terlepas akan memberikan warna hijau atau biru yang menunjukan cirri morfologi Escherichia coli . Kromofor ini bersifat tidak larut sehingga tidak dapat keluar dari dalam sel. Uji ini sebagai uji penegasan. Gambar 4.3.3. Uji penegasan Gambar 4.3.4 sampel D dan sampel F Pada uji penegasan gambar 4.3.3 digunakan medium TBX. Hasil analisis dari isolasi pada sampel A,B,C,E,G,H tidak menunjukan hasil positif karena tidak ditandai tumbuhnya koloni berwarna hijau. Sedangkan isolat dari sampel D dan F yang ditunjukan pada gambar 4.3.4 ditandai tumbuhnya koloni bakteri berwarna hijau. Hasil uji penegasan ini memperkuat hasil uji pendugaaan. Kontrol positif yang digunakan adalah ATCC E.coli 25922. Setelah dilakukan uji penegasan, maka dilanjutkan dengan uji pelengkap. Pada uji pelengkap dilakukan pengecatan gram seperti pada gambar 4.3.5. Hasil pengecatan gram pada isolat sampel D dan F menunjukan bahwa keduanya memiliki sifat gram negatif dan selnya berbentuk batang. Hasil ini ditunjukan gambar 4.3.6. Jika dibandingkan dengan kontrol positif ATCC E.coli 25922 diperoleh sifat gram dan bentuk yang sama. Gambar 4.3.5. Uji pelengkap Gambar 4.3.6 Gambar E.coli D dan F Pengamatan bakteri dengan uji MPN Escherichia coli di atas dapat dilihat pada diagram 4.3.1 Pada sampel air sumur A,B,C,E,G,H tidak mengandung bakteri Escherichia coli, sedangkan pada sampel D dan F memiliki kandungan bakteri Escherichia coli sebanyak 2 koloni 100 ml sampel. Adanya bakteri ini mengindikasi bahwa sumur D dan F tercemar bakteri pathogen. Analisa mikrobiologi dilakukan berdasarkan organisme petunjuk indicator organism terhadap pencemaran air. Dalam hal ini yang sering digunakan adalah bakteri. Jika dalam air minum ditemukan adanya bakteri, hal ini mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bakteri Escherichia coli atau kemungkinan mengandung bakteri patogen Alaerts dan Santika, 1987. Berdasarkan diagram 4.3.1. ditunjukan bahwa ada 2 air sumur yang terkontaminasi bakteri Escherchia coli. Sehingga pada 2 sumur D dan F tidak memenuhi persyaratan standar baku mutu air minum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 492MenkesPerIV2010. Syaratnya standar baku mutu air minum yang ditetapkan per 100 ml sampel untuk air yang baik diminum adalah tidak mengandung bakteri Escherichia coli. Sedangkan sumur lain sudah memenuhi syarat untuk uji parameter biologis. Pencemaran bakteri Escherichia coli pada sumur D dan F dapat diakibatkan jarak sumur dengan septick tank berdekatan dan mempunyai struktur tanah yang buruk, sehingga memudahkan bakteri Escherichia coli masuk ke dalam air sumur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ririn Prajawati 2008 yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara letak sumur dan sumber pembuangan yang menyebabkan kualitas air menurun. Apabila warga tidak menderita penyakit diare , berarti air yang dikonsumsi bukan dari sumur yang mengandung Escherichia coli.

C. Aplikasi Penelitian Sebagai Sumber Pembelajaran Biologi