Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

INDUSTRI FARMASI

di

LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD)

Disusun oleh :

Leli Manullang, S.Farm. 103202026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

INDUSTRI FARMASI

di

LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD)

Disusun oleh :

Leli Manullang, S.Farm. NIM 103202026

Disetujui oleh : Pembimbing Lapangan,

Gogok Hariyanto, S,Si, M.Si., Apt.,

Mayor Ckm NRP 11960011410769 (………..)

Nefi Rahmawati, S.Si., Apt.,

Lettu Ckm (K) NRP 11070056031183 (………..)

Dra. Lisa Olii, M.Si., Apt.,

NIP 195807041987032002 (………..)

Mengetahui,

Kepala Lembaga Farmasi Ditkesad

Drs. Royter Sumbayak, Apt., Sp.FRS Kolonel Ckm NRP 33539


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad ini berlangsung mulai tanggal 2 - 31 Mei 2011. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Lafi Ditkesad sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisyahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drs. Royter Sumbayak, Apt., Sp.FRS, selaku Kepala Lembaga Farmasi

Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

2. Letkol Ckm Drs. Hidayatulrachman, M.Si., Apt., selaku Wakil Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

3. Letkol Ckm Drs. Yan Suryana Ilham, Apt., M.M., selaku Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.


(4)

4. Letkol Ckm (K) Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Bagian Administrasi dan Logistik Lafi Ditkesad.

5. Letkol Ckm Drs. Abdul Azis, S.M., selaku Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 6. Letkol Ckm Drs. Edy Tri K., Apt., selaku Kepala Instalasi Pengawasan

Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

7. Letkol Ckm Drs. Junaedi, Apt., selaku Kepala Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

8. Mayor Ckm. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt., selaku Kepala Instalasi Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 9. Mayor Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Perencanaan

dan Pemprograman Anggaran Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

10. Mayor Ckm Drs. T.P.H. Simorangkir, Apt., M.Si., selaku Koordinator Praktek Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

11. Mayor Ckm Gogok Hariyanto, S.Si., M.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Sediaan Sepalosporin Instalasi Produksi dan sebagai pembimbing PKPA. 12. Kapten Ckm Subur, SH ,pelaksana harian Instalasi Pemeliharaan dan Sistem

Penunjang Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

13. Lettu Ckm (K) Nefi Rahmawati, S.Si., Apt., selaku Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi dan sebagai pembimbing PKPA.


(5)

14. Dra. Lisa Olii, Apt., M.Si., selaku Kepala Seksi Uji dan Mutu Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.

15. Bapak/Ibu serta seluruh staf Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan, dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan.

Bandung, Mei 2011


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Definisi ... 3

2.2 Manfaat Pergudangan ... 3

2.3 Syarat-syarat Gudang ... 4

2.4 Bangunan ... 4

2.4.1 Denah Bangunan ... 5

2.4.2 Pembagian Area Gudang ... 6

2.4.3 Spesifikasi Gudang ... 9

2.4.4 Pembagian Gudang ... 9

2.4.5 Kapasitas Gudang ... 10

2.5 Peralatan ... 10

2.6 Personil ... 11


(7)

2.8 Manajemen Pergudangan ... 14

2.8.1 Manajemen Inventaris ... 15

2.8.2 Manajemen Bahan Pengemas ... 17

2.9 Administrasi Gudang ... 18

2.10 Mekanisme Pergudangan ... 18

2.11 Pengelolaan Stok ... 21

BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT ... 23

3.1 Sejarah Lembaga Farmasi Ditkesad... 23

3.2 Visi dan Misi Lafi Ditkesad ... 25

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi Lafi Ditkesad... 25

3.4 Stuktur Organisasi Lafi Ditkesad ... 27

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad ... 31

3.6 Sertifikasi CPOB di Lafi Ditkesad ... 32

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad ... 35

3.7.1 Kegiatan Bagian Administrasi Logistik (Bagminlog) ... 35

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu) ... ... 37

3.7.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang) ... 40

3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod) ... 41

3.7.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan).... 53

3.7.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan Sisjang) ... 55

3.8 Tinjauan Khusus tentang Instalasi Penyimpanan Lafi Ditkesad ... 67


(8)

3.8.1 Bangunan dan Fasilitas ... 67

3.8.2 Peralatan... 68

3.8.3 Personil... 68

3.8.4 Administrasi Gudang ... 68

3.9 Pengolahan Dokumen ... 69

BAB IV PEMBAHASAN ... 71

4.1 Bangunan dan Fasilitas ... 71

4.1.1 Konstruksi Gudang ... 71

4.1.2 Area Gudang ... 71

4.1.3 Pembagian Gudang ... 72

4.2 Peralatan ... 73

4.3 Personil ... 73

4.4 Administrasi Gudang ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad per Bulan Mei 2011 ... 32


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan Angkatan

Darat ... 78

Lampiran 2. Struktur Organisasi Lembaga Farmasi Ditkesad... 79

Lampiran 3. Struktur Organisasi Instalasi Penyimpanan ... 80

Lampiran 4. Denah Bangunan ... 81

Lampiran 5. Sistem Pengawasan Mutu Lafi Ditkesad ... 82

Lampiran 6. Blanko Laporan Hasil Pengujian Laboratorium ... 83

Lampiran 7. Blanko Catatan Pengujian Tablet dan Kapsul ... 84

Lampiran 8. Blanko Laporan Hasil Pengujian Larutan/Sirup/Injeksi ... 85

Lampiran 9. Alur Produksi Tablet Biasa/Salut secara Granulasi Basah 86

Lampiran 10. Alur Produksi Tablet Biasa/Salut dengan Metode Cetak Langsung ... 87

Lampiran 11. Alur Produksi Kapsul ... 88

Lampiran 12. Alur Produksi Sirup ... 89

Lampiran 13. Alur Penerimaan Materiil Produksi dari Gupus II Ditkesad ke Instalsimpan Lafi Ditkesad ... 90

Lampiran 14. Alur Materiil Produksi dari Instalsimpan Lafi Ditkesad sampai Produk Jadi ... 91

Lampiran 15. Alur Pengiriman Produk Jadi dari Instalsimpan Lafi Ditkesad ke Gupus II Ditkesad dan Distribusi ke Daerah 92

Lampiran 16. Blanko Bukti Penyerahan Bahan ... 93

Lampiran 17. Blanko Kartu Gudang ... 94


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah tersedianya obat-obatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat memiliki peran strategis dalam usaha pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan tingkat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan, maka industri farmasi dituntut untuk menyediakan obat dalam jenis dan jumlah yang memadai serta kualitas yang baik (Priyambodo, 2007).

Obat harus dibuat dengan cara yang baik agar dihasilkan produk yang bermutu tinggi. Industri farmasi dituntut untuk menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Karena menyangkut nyawa manusia, maka industri farmasi dan produk industri farmasi diatur secara ketat, dengan diberlakukan persyaratan yang diatur dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), salah satunya mengenai penyimpanan (Priyambodo, 2007). Penyimpanan yang baik merupakan bagian dari sistem manajemen mutu yang menjamin kualitas produk farmasi yang berkaitan dengan prosedur penyimpanan, operasi dan distribusi (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).


(12)

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan suatu industri farmasi milik TNI AD yang memproduksi obat-obatan yang diperuntukkan bagi seluruh prajurit dan PNS TNI AD beserta keluarganya di seluruh Indonesia. Langkah utama dalam menjamin agar obat yang dihasilkan aman, bermutu, dan bermanfaat sesuai dengan tujuan penggunaannya, Lafi Ditkesad berupaya untuk menerapkan prinsip CPOB dalam seluruh aspeknya.

Berkaitan dengan pelaksanaan CPOB, sumber daya manusia (personalia) merupakan bagian penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu dan pembuatan obat yang baik, oleh sebab itu perlu mempersiapkan dan membekali personil agar mempunyai keterampilan serta wawasan yang luas mengenai industri farmasi dan penerapannya dalam segala aspek CPOB. Berdasarkan hal tersebut, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara bekerja sama dengan Lafi Ditkesad menyelenggarakan program PKPA yang dilaksanakan pada tanggal 2- 31 Mei 2011.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Untuk mengetahui penerapan CPOB pada industri farmasi, terutama Instalasi Penyimpanan di Lafi Ditkesad.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007).

Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian dan pemusnahan, serta pelaporan material dan peralatan agar kualitas dan kuantitas terjamin (Undang-Undang No.6, 2009).

2.2 Manfaat Pergudangan

Manfaat pergudangan adalah untuk:

1. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan. 2. Tertatanya perbekalan kesehatan.

3. Peningkatan pelayanan pendistribusian.

4. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual, dan dapat dipertanggungjawabkan.


(14)

6. Tertib administrasi (Undang-Undang No.6, 2009). 2.3 Syarat-syarat Gudang

Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya:

2.3.1 Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk.

2.3.2 Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur. 2.3.3 Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah

terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut organik).

2.3.4 Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status ‘karantina’ dan ‘ditolak’.

2.3.5 Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area).

2.3.6 Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

2.4 Bangunan

Area penyimpanan harus dirancang untuk memastikan kondisi penyimpanan yang baik sebagai berikut:

a. Kebersihan dan hygiene.


(15)

c. Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-250C).

d. Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai.

e. Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi.

f. Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

2.4.1 Denah Bangunan

Gudang harus mempunyai tata letak ruang yang baik untuk

memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian dan pengawasan material dan peralatan (Undang-Undang No.6, 2009).


(16)

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang tata letak gudang adalah sebagai berikut:

1. Untuk kemudahan bergerak, gudang jangan disekat-sekat, kecuali jika diperlukan. Perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan.

2. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan, tata letak ruang gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan sistem:

a. Arah garis lurus. b. Arah huruf U. c. Arus huruf L.

3. Pengaturan sirkulasi udara.

Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan, termasuk pengaturan kelembaban udara dan pengaturan pencahayaan.

4. Penggunaan rak dan pallet yang tepat dapat meningkatkan sirkulasi udara, perlindungan terhadap banjir, serangan hama, kelembaban dan efisiensi penanganan (Undang-Undang No.6, 2009).

2.4.2 Pembagian Area Gudang

Gudang di industri farmasi terbagi dalam beberapa area antara lain:

1. Area penyimpanan

Area penyimpanan harus memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur. Bahan-bahan yang disimpan dalam


(17)

gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.

Produk ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah pencemaran, campur baur dan pencemaran silang. Area penyimpanan diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Bahan atau produk yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus (seperti suhu dan kelembaban) harus dikendalikan, dipantau dan dicatat, seperti:

a.Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari pendingin khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik.

b.Bahan kimia harus disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk.

c.Peralatan besar/alat berat memerlukan tempat khusus yang cukup untuk penyimpanan dan pemeliharaannya.

2. Area penerimaan dan pengiriman

Area penerimaan dan pengiriman barang harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahan dan produk terhadap cuaca. Area penerimaan harus didesain dan dilengkapi dengan peralatan untuk pembersihan wadah barang. Suhu penyimpanan pada area ini sesuai dengan suhu kamar (≤30oC).


(18)

3. Area karantina

Area karantina harus dibuat terpisah dengan penandaan yang jelas berupa label kuning untuk produk karantina dan label hijau untuk produk yang diluluskan dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 4. Area pengambilan sampel

Area pengambilan sampel dibuat terpisah dengan lingkungan yang dikendalikan dan dipantau untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang dan tersedia prosedur pembersihan yang memadai untuk ruang pengambilan sampel.

5. Area bahan dan produk yang ditolak

Bahan dan produk yang ditolak disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas berupa label merah dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang.

6. Area bahan dan produk yang ditarik

Produk yang ditarik kembali dari peredaran karena rusak atau kadaluwarsa harus disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang.

7. Area penyimpanan produk psikotropik

Bahan yang berpotensi tinggi dan bahan radioaktif, narkotika, obat berbahaya lain dan zat atau bahan yang berisiko tinggi terhadap penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan disimpan di daerah yang terjamin


(19)

keamanannya. Obat narkotika dan obat berbahaya disimpan di tempat terkunci.

8. Area bahan pengemas

Bahan pengemas cetakan merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk. Bahan label disimpan di tempat terkunci (BPOM, 2006).

2.4.3 Spesifikasi Gudang

Gudang di industri farmasi mempunyai spesifikasi antara lain: 1. Lantai :

a. Terbuat dari beton padat dengan hardener, bersifat menahan debu dan tidak tahan terhadap tumpahan larutan bahan kimia.

b. Terbuat dari beton dilapisi ubin keramik berwarna putih dengan kriteria harus tahan terhadap bahan kimia dan goresan, mudah diperbaiki, memerlukan penutupan celah, keras dan tangguh, licin bila basah. Pencahayaan : 200 Lux (satuan kekuatan cahaya) (BPOM, 2009).

2.4.4 Pembagian Gudang

Gudang di industri farmasi diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan Suhu Penyimpanan, yaitu:

a. Gudang suhu kamar (≤30oC). b. Gudang ber-AC (≤25oC). c. Gudang dingin (2-8oC). d. Gudang beku (<0oC). 2. Berdasarkan Jenis, yaitu:


(20)

a. Gudang bahan baku : gudang bahan padat dan bahan cair. b. Gudang bahan pengemas.

c. Gudang bahan beracun.

d. Gudang bahan mudah meledak/mudah terbakar (Gudang api). e. Gudang bahan yang ditolak.

f. Gudang karantina obat jadi.

g. Gudang obat jadi (BPOM, 2009). 2.4.5 Kapasitas Gudang

Salah satu yang sangat mempengaruhi berfungsi atau tidaknya suatu gudang adalah kapasitas gudang itu sendiri. Dalam menentukan kapasitas gudang, maka keadaan yang harus dipertimbangkan adalah keadaan maksimum. Gudang mencapai keadaan maksimum pada saat sediaan pengemas belum dipakai, terjadi keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan datang lebih cepat (Lachman, dkk, 2008).

Untuk menghitung besarnya kapasitas gudang yang harus dipenuhi, maka diperlukan data tentang:

1. Jumlah pesanan (order quantity) dalam suatu periode tertentu yang dilakukan.

2. Besarnya sediaan pengemas yang ditentukan. 3. Variasi lead time.

4. Fluktuasi pemakaian (Lachman, dkk, 2008). 2.5 Peralatan

Peralatan yang terdapat di area penyimpanan hanya boleh digunakan untuk tujuan tertentu dan untuk kegiatan yang diperbolehkan dengan izin yang


(21)

dikeluarkan oleh Departemen Pengawasan Obat (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

Semua peralatan harus dikalibrasi dan divalidasi secara berkala termasuk alat pengatur suhu, kelembaban dan timbangan (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

Sarana penunjang yang harus ada di gudang, antara lain: a. Pallet.

b. Forklift. c. Rak.

d. Pengatur udara (AC, ventilator, kipas angin). e. Timbangan.

f. Kulkas/lemari pendingin. g. Troli.

h. Pest control.

i. Pengatur kelembaban. j. Termometer.

k. Komputer. l. Generator. m. Lemari.

n. Fire extinguisher (tabung pemadam kebakaran). o. Alarm kebakaran (Anonim, 2010 dan BPOM, 2006). 2.6 Personil

Semua personil di area penyimpanan harus diberikan pelatihan awal dan berkesinambungan yang berkaitan dengan cara distribusi dan penyimpanan yang


(22)

baik, peraturan yang berkaitan, dan peraturan keselamatan, di samping memenuhi persyaratan. Catatan pelatihan harus disimpan untuk diperiksa bila diperlukan (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

Semua anggota staf harus dilatih dan mempunyai tingkat kebersihan dan sanitasi yang tinggi. Petunjuk yang jelas tentang kebersihan pribadi harus didistribusikan dan diamati. Personil yang bekerja di area penyimpanan harus mengenakan pakaian pelindung atau pakaian kerja sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

Manajemen gudang dilakukan oleh pengelola gudang yang ditunjuk berdasarkan peraturan yang berlaku dan sekurang-kurangnya terdiri dari:

1. Kepala gudang, mempunyai tugas pokok antara lain:

a. Mengelola penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian material dan peralatan.

b. Melakukan perencanaan, pengendalian dan pelaporan pergudangan.

c. Mengamankan pergudangan beserta isi dan lingkungannya dari segala sesuatu yang mengancam keberadaan gudang beserta isinya.

d. Mendukung percepatan pendistribusian material.

2. Petugas perencanaan, pengendalian dan pelaporan, mempunyai tugas pokok antara lain:

a. Merencanakan, mengendalikan dan melaporkan setiap material dan peralatan yang masuk, disimpan dan didistribusikan setiap periode tertentu atau secara berkala.


(23)

b. Merencanakan, mengendalikan dan melaporkan setiap material dan peralatan.

3. Petugas penerimaan, mempunyai tugas pokok antara lain:

a. Mengelola penerimaan, material dan peralatan di gudang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Melakukan penerimaan dan pengecekan kondisi material dan peralatan pada saat penerimaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c. Mengkoordinasikan proses penerimaan material dan peralatan.

d. Mendukung percepatan dan akurasi penerimaan material dan peralatan. 4. Petugas penyimpanan dan pemeliharaan, mempunyai tugas pokok antara lain:

a. Mengelola penyimpanan dan pemeliharaan material dan peralatan.

b. Melakukan penyimpanan dan pemeliharaan material dan peralatan di gudang sesuai dengan karakteristik material dan peralatan pada tempat yang sesuai. c. Mengamankan material dan peralatan dari ancaman kerusakan dengan cara

menyimpan sesuai dengan ketentuan dan tempat yang disediakan.

d. Mendukung percepatan penyimpanan dan pemeliharaan material dan peralatan agar tetap terjaga kualitas dan kuantitasnya.

5. Petugas pendistribusian, mempunyai tugas pokok antara lain: a. Mengelola pendistribusian material dan peralatan.

b. Melakukan pendistribusian material dan peralatan sesuai dengan permintaan dan peraturan yang berlaku.

c. Mengkoordinasikan proses pendistribusian material dan peralatan dari gudang ke penanggung jawab sesuai dengan peraturan yang berlaku.


(24)

6. Petugas keamanan, mempunyai tugas pokok antara lain:

a. Mengelola keamanan dan pengamanan gudang beserta isi dan petugas pengelola gudang.

b. Melakukan pencegahan dan penanganan keamanan gudang beserta isi dan petugas pengelola gudang dan pelaporan kondisi keamanan gudang setiap saat atau setiap periode tertentu.

c. Mengamankan seluruh isi, sistem, dan petugas pengelola pergudangan. d. Mendukung pengamanan semua proses aktivitas pergudangan mulai dari

penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan sampai dengan pendistribusian material dan peralatan (Undang-Undang No.6, 2009).

2.7 Alur Penerimaan Barang di Gudang

Supplier GUDANG PRODUKSI Surat Jalan P.O./P.R CoA OK? Bukti Penerimaan Barang Gudang Penyimpanan REKANAN Karantina Ya Dikembalikan ke Rekanan Tidak/Ditolak Finance

PPIC QC

(Priyambodo, 2007) 2.8 Manajemen Pergudangan

Manajemen Pergudangan memiliki cakupan antara lain: 1. Mengatur orang atau petugas (SDM).


(25)

2. Mengatur penerimaan barang.

3. Mengatur penataan atau penyimpanan barang.

4. Mengatur pelayanan akan permintaan barang (Priyambodo, 2007). Adapun sasaran pengelolaan gudang (manajemen pergudangan) adalah: 1. Fasilitas

a. Penyediaan serta pengaturan yang baik terhadap fasilitas /perlengkapan/peralatan yang dibutuhkan dalam gudang.

b. Pemakaian ruang seefektif mungkin.

c. Memungkinkan pemeliharaan yang baik dan mudah untuk semua fasilitas gudang.

d. Fleksibilitas terhadap perubahan. 2. Tenaga Kerja

a. Penggunaan tenaga kerja seefektif mungkin. b. Mengurangi risiko kecelakaan.

c. Memungkinkan pengawasan yang baik. 3. Barang

a. Menghindari kerusakan barang ataupun yang mempengaruhi kualitasnya.

b. Menghindari terjadinya kehilangan barang. c. Mengatur letak agar hemat tempat atau ruang.

d. Pengaturan aliran keluar-masuknya barang (Priyambodo, 2007). 2.8.1 Manajemen Inventaris

Inventaris merupakan bagian penting dari modal kerja suatu perusahaan, dan dilaporkan kepada petugas pencatat persediaan barang dalam


(26)

laporan tahunan. Kegiatan yang paling banyak berhubungan dengan manajemen bahan ialah rencana produksi dan pengawasan inventaris (Lachman, dkk, 2008).

Pada dasarnya, inventaris diperlukan untuk mencukupi tuntutan masa yang akan datang. Inventaris dapat digambarkan sebagai kombinasi dari fluktuasi-fluktuasi dalam pengharapan, ukuran inventaris, dan inventaris untuk melindungi pengangkutan bahan-bahan dari lokasi yang satu ke lokasi yang lainnya (Lachman, dkk, 2008).

Inventaris diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Bahan-bahan. Merupakan bahan kimia seperti bahan berkhasiat, bahan pengencer, dan bahan tambahan yang diperlukan untuk pengolahan bahan setengah jadi atau komponen-komponen dari produk jadi. Termasuk dalam kategori ini dan paling baik bila diperlihatkan secara terpisah ialah perlengkapan akhir seperti wadah-wadah, etiket, alat penutup, dan alat-alat untuk pengiriman yang diperlukan dalam pekerjaan pengemasan.

2. Komponen-komponen. Merupakan bagian-bagian atau sub bagian yang diperlukan untuk pembuatan terakhir dari produk jadi (tablet-tablet yang sudah jadi dan menunggu untuk dikemas).

3. Pekerjaan dalam proses. Meliputi bahan-bahan dan komponen-komponen pada waktu sedang dalam proses pembuatan.

4. Barang-barang jadi. Adalah barang-barang yang dapat dijual, sampel, atau barang-barang promosi lain yang diinventarisasikan sambil menunggu pesanan langganan atau dibuat untuk langganan-langganan khusus (Lachman, dkk, 2008).


(27)

2.8.2 Manajemen Bahan Pengemas

Pengadaan, penanganan dan pengawasan bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak, serta bahan cetak lain hendaklah diberi perhatian yang sama seperti terhadap bahan awal (BPOM, 2006).

Perhatian khusus hendaklah diberikan kepada bahan cetak. Bahan cetak tersebut hendaklah disimpan dengan kondisi keamanan yang memadai dan orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Label lepas dan bahan cetak lepas lain hendaklah disimpan dan diangkut dalam wadah tertutup untuk menghindarkan campur baur. Bahan pengemas hendaklah diserahkan kepada orang yang berhak sesuai prosedur tertulis yang disetujui (BPOM, 2006).

Tiap penerimaan atau tiap bets bahan pengemas primer hendaklah diberi nomor yang spesifik atau penandaan yang menunjukkan identitasnya (BPOM, 2006).

Bahan pengemas primer, bahan pengemas cetak atau bahan cetak lain yang tidak berlaku lagi hendaklah dimusnahkan dan pemusnahannya dicatat (BPOM, 2006).

Untuk menghindari campur baur, hanya satu jenis bahan pengemas cetak atau bahan cetak tertentu saja yang diperbolehkan diletakkan di tempat kodifikasi pada saat yang sama. Hendaklah ada sekat pemisah yang memadai antar tempat kodifikasi tersebut (BPOM, 2006).

Bahan yang akan dimusnahkan hendaklah ditempatkan di area terpisah, diberi label ‘ditolak’ dan dikeluarkan dari sistem persediaan. Tindakan ini untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan pengemas. Sistem


(28)

persediaan dapat dibuat secara manual atau elektronik yang mencakup antara lain:

1. Nomor kode dan nama bahan atau produk.

2. Tanggal penerimaan dan pengeluaran atau penyerahan. 3. Jumlah penerimaan atau penyerahan dan sisa persediaan. 4. Nomor bets/lot.

5. Nama pemasok.

6. Tanggal kadaluwarsa atau uji ulang.

7. Status bahan (karantina, diluluskan atau ditolak) (BPOM, 2009). 2.9 Administrasi Gudang

Administrasi gudang diperlukan untuk mempermudah pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi yang meliputi:

1. Buku Induk. 2. Kartu Stok.

3. Buku Harian Penerimaan Barang. 4. Buku Harian Pengeluaran Barang. 5. Surat Bukti Barang Masuk (SBBM).

6. Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) (Undang-Undang No.6, 2009). 2.10 Mekanisme Pergudangan

Mekanisme pergudangan meliputi proses sebagai berikut: 1. Penerimaan

Penerimaan merupakan proses penyerahan dan penerimaan material dan peralatan di gudang. Dalam proses penyerahan dan penerimaan ini dilakukan:


(29)

a. Pendataan jumlah dan mutu material dan peralatan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Pencatatan administratif sebagai dokumen yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh petugas yang bersangkutan. 2. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan proses kegiatan penyimpanan material dan peralatan di gudang dengan cara menempatkan material dan peralatan yang diterima:

a. Penempatan sesuai dengan denah. b. Aman dari pencurian.

c. Aman dari gangguan fisik.

d. Aman dari pencemaran secara kimia dan biologi yang dapat merusak kualitas dan kuantitas.

e. Aman dari kebakaran.

f. Penataan sesuai dengan standar pergudangan 3. Pemeliharaan

Pemeliharaan merupakan kegiatan perawatan material dan peralatan agar kondisi tetap terjamin dan siap pakai untuk digunakan secara efektif, efisien dan dapat diterapkan, melalui prinsip material dan peralatan disusun di atas pallet secara rapi dan teratur, sesuai dengan ketentuan.

4. Pendistribusian

Pendistribusian merupakan proses kegiatan pengeluaran dan penyaluran material dan peralatan dari gudang untuk diserahkan kepada yang berhak, melalui suatu proses serah terima yang dapat


(30)

dipertanggungjawabkan, disertai dengan bukti serah terima. Hal ini dilakukan berdasarkan permintaan sesuai kebutuhan.

5. Pengendalian

Pengendalian merupakan proses kegiatan pengawasan atas pergerakan masuk keluarnya material dan peralatan dari dan ke gudang agar persediaan dan penempatan dapat diketahui secara cepat, tepat, dan akurat serta dapat diterapkan.

6. Penghapusan

a. Penghapusan merupakan rangkaian kegiatan pemusnahan material dan peralatan dalam rangka pembebasan milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Tujuan penghapusan adalah sebagai berikut:

1) Penghapusan merupakan bentuk pertanggungjawaban administrasi petugas terhadap material dan peralatan yang dikelola, yang sudah ditetapkan untuk dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Menghindari pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan, dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara.

3) Menjaga keselamatan agar terhindar dari pencemaran lingkungan. c. Kegiatan penghapusan adalah sebagai berikut:

1) Membuat daftar material dan peralatan yang akan dihapuskan beserta alasan-alasannya.


(31)

2) Pisahkan material dan peralatan yang kadaluwarsa/rusak pada tempat tertentu sampai pelaksanaan pemusnahan.

3) Melaporkan kepada atasan mengenai material dan peralatan yang akan dihapuskan.

4) Membentuk panitia pencelaan dan penghapusan material dan peralatan melalui Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang. 5) Membuat berita acara hasil pencelaan dan penghapusan material

dan peralatan yang akan dihapuskan.

6) Melaporkan hasil pencelaan dan penghapusan kepada pejabat yang berwenang.

7) Melaksanakan penghapusan dan pemusnahan setelah ada keputusan dari pejabat yang berwenang (Undang-Undang No.6, 2009).

2.11 Pengelolaan Stok

Aktivitas pengelolaan stok meliputi:

1. Pengecekan pada saat penerimaan produk

Saat penerimaan barang dilakukan pengecekan antara lain kemasannya tidak rusak, jumlah yang diantar, label produk, nama dan alamat pemasok, nomer batch dan tanggal kadaluarsa.

2. Pengawasan stok

Sistem pergudangan harus dibuat sistematis misalnya ruang untuk pergerakan barang atau petugas gudang agar mudah bergerak, kemudian proses pengecekan barang, dan juga penggunaan kartu stok untuk mengawasi pergerakan barang. Penggunaan label diperlukan


(32)

untuk mengetahui kondisi produk baik, rusak, atau masih dalam pengecekan dan secara rutin dilakukan perhitungan stok.

3. Pengeluaran produk

Pengeluaran produk mengikuti mekanisme FEFO (First Expired First Out) artinya produk yang memiliki masa kadaluarsa yang lebih dekat harus diprioritaskan untuk dikeluarkan terlebih dahulu.

4. Pemusnahan produk

Pemusnahan produk diatur dalam prosedur tertulis. Setiap pabrikan produk dan dari pemerintah mengeluarkan aturan mengenai tata cara pemusnahan untuk menghindari penyalahgunaan ataupun dampak yang diakibatkan dari pemusnahan produk.


(33)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Sejarah Lembaga Farmasi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950, dibentuk panitia pengalihan dan selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD. Tanggal 1 Juni 1950 ini kemudian menjadi dasar dalam menetapkan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. SKEP/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah proses serah terima tersebut, MSL dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD).

Berdasarkan SK Dirkesad No. KPTS/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Kemudian pada tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi:

1. LAFIAD yang pada akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (LAFI JANKESAD).


(34)

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (DOPALKES) dan kemudian menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (DOPUSBEKKES) Jankesad.

Pada tahun 1986 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad. Terhitung mulai tanggal 30 Januari 2004 Lafi Ditkesad dipisah kembali menjadi Lembaga Farmasi Ditkesad (Lafi Ditkesad) dan Gudang Pusat II Ditkesad (Gupus II Ditkesad).

Tahun 1988 TNI-AD telah merenovasi sarana Lafi Ditkesad tetapi belum menyentuh seluruh dimensi CPOB. Berdasarkan hasil evaluasi Dirjen POM Depkes RI, sarana fasilitas Lafi Ditkesad belum sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang pedoman CPOB dan Surat Keputusan Dirjen POM No. 544/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB, sehingga tidak memenuhi syarat untuk memperoleh sertifikat CPOB.

Tahun 1993 diajukan Rencana Induk Perbaikan (RIP) Lafi Ditkesad di lokasi Gudang Utara No.26 dengan rancang bangun sesuai CPOB, dan mendapat persetujuan Dirjen POM Depkes RI dengan surat No 02.01.2.4.96.665 tanggal 28 Februari 1996.

Tahun 1997 dimulai pembangunan sarana fasilitas Lafi Ditkesad sesuai dengan RIP yang sudah disetujui Dirjen POM Depkes untuk 21 sertifikat CPOB dengan cara bertahap. Departemen Pertahanan memberikan bantuan dana untuk mendirikan bangunan atau pabrik baru yang dilaksanakan dalam tiga tahap pembangunan yaitu tahap I Pembangunan Betalaktam, Pengawasan Mutu dan Utility, Gedung Pengelola, tahap II Pembangunan Non-Betalaktam, tahap III pembangunan Sefalosforin. Pada tahun 2000 Lafi Ditkesad memperoleh 4


(35)

sertifikat CPOB Betalaktam (tablet penisilin dan turunannya, tablet salut antibiotika penisilin dan turunannya, kapsul keras antibiotika penisilin dan turunannya, suspensi kering antibiotika penisilin dan turunanya), tanggal 18 Juni 2001 diberikan sertifikat CPOB Betalaktam (serbuk steril injeksi antibiotika penisilin dan turunannya), tanggal 20 Mei 2006 dikeluarkan 5 sertifikat CPOB Non Betalaktam (tablet biasa non antibiotika, tablet salut non antibiotika, kapsul keras non antibiotika, serbuk oral non antibiotika, cairan obat luar non antibiotika).

3.2 Visi Dan Misi Lafi Ditkesad 1. Visi

Menjadi satu-satunya lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat bermutu bagi TNI.

2. Misi

1. Mampu memenuhi kebutuhan obat Dukkes dan Yankes TNI AD. 2. Pusat Litbang dan Informasi obat TNI AD.

3. Mampu menjadi mitra Industri Farmasi lain dalam memenuhi kebutuhan obat Nasional.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok, Dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad) (Lampiran1, halaman 78), yang mempunyai tugas pokok membantu Direktur dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan fungsi produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas Ditkesad.


(36)

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Lafi Ditkesad menyelenggarakan tugas-tugas sebagai berikut:

1. Tugas dalam Melaksanakan Fungsi Utama

a. Penelitian dan Pengembangan, meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan produk, sistem metode dan personel dalam rangka penyelenggaraan produksi obat. b. Produksi, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang

produksi obat.

c. Pengawasan Mutu, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan pemeriksaan fisika, kimia, mikrobiologi, terhadap bahan baku, bahan pendukung produksi, pengawasan selama proses produk antara, produk ruahan dan produk jadi.

d. Pemeliharaan, meliputi segala usaha, pekerjaan, kegiatan di bidang pemeliharaan dan perbaikan peralatan produksi, pengawasan mutu dan sistem penunjang.

e. Penyimpanan, meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran bahan baku, bahan pendukung produksi, peralatan dan obat jadi.

2. Tugas Melaksanakan Fungsi Organik Militer

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang intelijen, operasi, personil, logistik, teritorial, perencanaan dan pengawasan serta pemeriksaan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.


(37)

3. Tugas Melaksanakan Fungsi Organik Pembinaan

Meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan di bidang latihan kesatuan dalam rangka mendukung tugas pokok Lafi Ditkesad.

3.4 Struktur Organisasi Lafi Ditkesad

Susunan organisasi Lafi Ditkesad berdasarkan Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007, tanggal 10 Desember 2007 adalah sebagai berikut (dapat dilihat pada lampiran 2, halaman 79) :

1. Eselon Pimpinan

a. Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Kalafi. Kalafi dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Direktur Kesehatan Angkatan Darat.

b. Wakil Kepala Lembaga Farmasi, disingkat Wakalafi. Wakalafi dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat, berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Kalafi.

2. Eselon Pembantu Pimpinan

a. Perwira Ahli Lembaga Farmasi, disingkat Paahli Lafi.

Paahli Lafi dijabat oleh 3 orang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab langsung kepada Kalafi, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi.


(38)

1) Perwira Ahli Madya Manajemen Mutu, disingkat Paahli Madya Jemen Mutu

2) Perwira Ahli Madya Teknologi Farmasi, disingkat Paahli Madya Tekfi

3) Perwira Ahli Madya Analisa Mengenai Dampak Lingkungan, disingkat Paahli Madya Amdal.

b. Bagian Administrasi Logistik, disingkat Kabagminlog.

Kabagminlog dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm, dalam pelaksanaaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Dalam melaksanakan tugasnya Kabagminlog dibantu 2 kepala seksi dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:

1) Kepala Seksi Perencanaan Program dan Anggaran, disingkat Kasirenprogar

2) Kepala Seksi Pengendalian Materil, disingkat Kasidalmat. 3. Eselon Pelayanan yakni Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam

Kepala Seksi Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kasituud) dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kasituud merupakan unsur pelayanan Lafi Ditkesad yang bertanggung jawab menyelenggaraan kegiatan di bidang pengamanan, administrasi personil, logistik, tata usaha dan urusan dalam. Kasituud dibantu oleh tiga kepala urusan (terdiri dari Kaurminperslog, Kaurtu, Kaurdal) dan Paurpam yang


(39)

masing-masing dijabat oleh dua orang Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm, satu orang PNS golongan III dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan Ckm.

4. Eselon Pelaksana

Eselon pelaksana dijabat oleh lima Kepala Instalasi (Kainstal), yaitu:

a. Kepala Instalasi Penelitian dan Pengembangan disingkat Kainstallitbang, dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi (Kasi) yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:

1) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Produksi, disingkat Kasilitbangprod.

2) Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan Sistem Metoda dan Personel, disingkat Kainstallitbangsistodapers. Kainstallitbang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

b. Kepala Instalasi Produksi, disingkat Kainstalprod dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm berkualifikasi apoteker. Dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi. Kainstalprod dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh empat Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:


(40)

1) Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam, disingkat Kasidia Non Betalaktam

2) Kepala Seksi Sediaan Betalaktam, disingkat Kasidia Betalaktam

3) Kepala Seksi Sediaan Sefalosporin, disingkat Kasidia Sefalosporin

4) Kepala Seksi Kemas, disingkat Kasikemas

c. Kepala Instalasi Pengawasan Mutu, disingkat Kainstalwastu dijabat oleh seorang Pamen Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel Ckm berkualifikasi apoteker. Kainstalwastu dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Seksi yang masing-masing dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm, terdiri dari:

1) Kepala Seksi Pengujian Kimia, Fisika, dan Mikrobiologi disingkat Kasiuji Kifis dan Mikro.

2) Kepala Seksi inspeksi, disingkat Kasiinspek.

Kainstalwastu dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi.

d. Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang, disingkat Kainstalhar dan Sisjang dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm. Kainstalhar & Sisjang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua Kepala Urusan yang masing-masing dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm, terdiri dari:


(41)

1) Kepala Urusan Pemeliharaan, disingkat Kaurhar

2) Kepala Urusan Sistem penunjang, disingkat Kaursisjang.

Kainstalhar & Sisjang dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada Kalafi.

e. Kepala Instalasi Penyimpanan, disingkat Kainstalsimpan dijabat oleh Pamen Angkatan Darat berpangkat Mayor Ckm. Kainstalsimpan dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh satu Kepala Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Kapten Ckm dan satu Perwira Urusan yang dijabat oleh Pama Angkatan Darat berpangkat Letnan Ckm, terdiri dari:

1) Kepala Urusan Penyimpanan Material Produksi, disingkat Kaursimpanmatprod.

2) Perwira Urusan Penyimpanan Obat Jadi, disingkat Paursimpan Obat Jadi.

Kainstalsimpan dalam pelaksanaan tugas kewajibannya bertanggungjawab kepada Kalafi, dalam melaksanakan tugas sehari-hari dikoordinasikan oleh Wakalafi. Struktur organisasi Instalasi penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 3, halaman 80.

3.5 Kualifikasi Tenaga Kerja Lafi Ditkesad

Berdasarkan statusnya, personil Lafi Ditkesad terdiri dari militer dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Personil Lafi Ditkesad berdasarkan keahliannya terdiri dari Spesialis Farmasi Rumah Sakit, Magister Farmasi, Magister


(42)

Manajemen, Apoteker, Sarjana Kimia, Asisten Apoteker, Analis, Perawat Umum, SMU dan tenaga lainnya dengan jumlah sebagai berikut :

Tabel 1. Data Personil Lafi Ditkesad per bulan Mei 2010

No. Kualifikasi pendidikan Militer PNS Jumlah

1. S.2 Sp. FRS 1 0 1

2. S.2 Farmasi 4 1 5

3. S.2 Manajemen 1 0 1

4. Apoteker 7 2 9

5. S.1 Kimia 1 0 1

6. S.1 Farmasi 1 0 1

7. Sarjana Lain-lain 2 2 4

8. SM Kimia 1 0 1

9. D3 Analis Medis/Kesehatan/Komp 1 2 3

10. Asisten Apoteker 3 5 8

11. Analis 1 2 3

12. Perawat Umum/Bidan 2 0 2

13. STM Alkes 0 1 1

14. SLTA (SMA, SMEA, STM, MAN) 29 69 99

15. SLTP (SMP, ST, SMEP) 1 18 19

16. SD 0 3 3

Jumlah 55 110 165

3.6 Sertifikasi CPOB di Lafi Ditkesad

Lafi Ditkesad dalam proses produksinya selalu mengacu pada pedoman CPOB. Peraturan Pemerintah mengharuskan lembaga ini mengikuti Keputusan Menkes RI Nomor 43/Menkes/SK/II/1998 yakni tentang CPOB dimana peraturan ini mengharuskan seluruh industri farmasi untuk melaksanakan seluruh kegiatan produksinya sesuai dengan tuntunan CPOB. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya sepuluh sertifikat CPOB yaitu lima sertifikat untuk golongan Betalaktam dan lima sertifikat untuk golongan Non Betalaktam.

Sertifikat CPOB untuk sediaan Betalaktam yang diperoleh pada tahun 2000 dan 2001 adalah:


(43)

2. Tablet salut Antibiotika Penisilin dan turunannya, 3. Kapsul keras Antibiotika Penisilin dan turunannya,

4. Suspensi kering oral Antibiotika Penisilin dan turunannya, 5. Serbuk steril injeksi Antibiotika Penisilin dan turunannya.

Sertifikat CPOB untuk sediaan Non Betalaktam yang diperoleh pada bulan Juni 2006 adalah:

1. Tablet biasa non Antibiotika, 2. Tablet salut non Antibiotika, 3. Kapsul keras non Antibiotika, 4. Serbuk oral non Antibiotika, 5. Cairan obat luar non Antibiotika.

Sertifikasi ini merupakan pengakuan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang berlaku selama industri menjalankan prinsip CPOB yang telah ditetapkan. Lembaga Farmasi Angkatan Darat merupakan salah satu Badan Pelaksana Ditkesad yang bertugas melaksanakan fungsi penelitian, pengembangan dan produksi obat-obatan yang mengharuskan lembaga ini mengikuti peraturan pemerintah melalui keputusan Menkes RI No. 43/Menkes/SK/II/1998 tentang CPOB.

Dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas maka telah dilaksanakan pembangunan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26 Bandung dengan rancang bangun sesuai CPOB dan perkembangan teknologi di bidang industri farmasi. Pembangunan gedung baru ini dilaksanakan setelah Rencana Induk Pembangunan (RIP) dalam rangka sertifikasi CPOB Lafi Ditkesad mendapatkan persetujuan dari Dirjen POM Depkes RI dengan surat keputusan No. 02.01.2.4.96.665 tanggal 28


(44)

Februari 1996. Bangunan gedung ini terdiri dari ruang produksi Non Betalaktam, Betalaktam, Sefalosporin, kantin/ mushola/ poliklinik, Instalasi Pengawasan Mutu, kantor dan lobi. Hingga saat ini yang telah dibangun adalah ruang produksi Non Betalaktam dan Betalaktam. Denah bangunan dapat dilihat pada lampiran 4, halaman 81 .

Pembangunan dan pekerjaan yang sudah dilaksanakan Lafi Ditkesad pada saat ini adalah:

1. Bangunan

a. Bangunan instalasi produksi Betalaktam, sebagian bangunan produksi Non Betalaktam dan bangunan sediaan steril sefalosporin.

b. Bangunan Instalasi Pengawasan Mutu.

c. Fasilitas sumber air PDAM dan air baku farmasi untuk seluruh kebutuhan instalasi produksi (Betalaktam dan Non Betalaktam) dan Instalasi Pengawasan Mutu.

d. Fasilitas gardu listrik mencakup seluruh kebutuhan instalasi, produksi, Instalasi Pengawasan Mutu dan perkantoran.

e. Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu mengolah seluruh limbah pabrik

f. Unit ketel uap yang mencakup kebutuhan seluruh pabrik

g. Kompresor udara bertekanan yang mampu mendukung seluruh kebutuhan produk

h. Air Handling System (AHS) untuk unit produksi Betalaktam, ruang laboratorium mikrobiologi dan unit produksi Non Betalaktam.


(45)

2. Peralatan

Peralatan untuk Betalaktam, Non Betalaktam, sediaan steril sefalosporin dan Instalasi Pengawasan Mutu sudah terpasang dan masih terus merencanakan pembelian alat baru guna penyempurnaan proses produksi.

3. Prosedur Tetap (Protap)

Dokumen prosedur tetap (Protap) untuk Betalaktam dan Non Betalaktam sebagian besar sudah dibuat dan dilaksanakan.

4. Pelatihan CPOB

Pelatihan CPOB umum dan khusus baik untuk Betalaktam dan Non Betalaktam telah dilaksanakan secara berkala.

5. Sertifikat CPOB

Sertifikat CPOB yang sudah dimiliki sampai dengan saat ini adalah 5 sertifikat untuk produk Betalaktam dan 5 sertifikat untuk produk Non Betalaktam.

3.7 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi.

3.7.1 Kegiatan Bagian Administrasi Logistik (Bagminlog)

Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit


(46)

dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia, selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinmatkes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

Pengadaan barang atau material di lingkungan Angkatan Darat dilaksanakan berdasarkan SKEP KASAD No: 336/X/2005 tanggal 17 Oktober 2005 yang isinya mengatur pengadaan barang/ material dan jasa di lingkungan Angkatan Darat.

Bagminlog bekerja sama dengan Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu membuat rencana produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu, bahan pengemas, dan reagensia. Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan pada setiap bagian Lafi Ditkesad.

Pengadaan barang dilakukan oleh Ditkesad melalui pembentukan Panitia Pengadaan atau Lelang, dalam hal ini Dirkesad membentuk tim komisi penerimaan barang yang bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik sedangkan uji kimia dan uji mutu dilakukan oleh Instalwastu. Setelah barang lulus uji mutu maka dibuat Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) penerimaan. Bila barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta atau tidak memenuhi syarat, maka


(47)

barang akan dikembalikan untuk diganti, kemudian barang yang lulus administrasi dan uji mutu dikirim ke Gudang Pusat II yang disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM).

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat. Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan dengan standar waktu kadaluarsa. Selain itu, Instalwastu juga bertanggungjawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang meliputi pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan kebersihan udara, pemeriksaan mutu air dan pemeriksaan limbah. Tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam suatu sistem pengawasan mutu (dapat dilihat pada lampiran 5, halaman 82) . Pelaksanaan kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow (LAF), Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Dalam menjalankan tugasnya, Instalwastu didukung oleh personil yang terdiri dari apoteker, asisten apoteker, dan analis yang sudah terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya.

Kegiatan Instalwastu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi. Beberapa kegiatan Instalwastu diantaranya:


(48)

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metode analisa yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia.

2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan didokumentasikan.

3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian. 4. Menyimpan contoh pertinggal setiap bets produk jadi dan bahan baku

obat serta Catatan Pengujian atau pemeriksaan.

5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan pengemas. Hasilnya dicatat pada laporan hasil pengujian (dapat dilihat pada lampiran 6, halaman 83).

6. Melaksanakan in process control (IPC) selama proses produksi dan memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhir.

7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. Dicatat pada catatan pengujian sediaan jadi (dapat dilihat pada lampiran 7,8; halaman 84,85 ).

8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.

9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi penyimpanan dan masa edar suatu produk.


(49)

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas daluarsa terutama untuk sediaan antibiotika.

Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian (LHP).

Bangunan Instalwastu terdiri dari: 1. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan dan fasilitas yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, seperti lemari asam dan climatic chamber.

2. Laboratorium mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan

Laminar Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri (Read

Biotic). 3. Ruang fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet, alat uji kebocoran strip dan waktu hancur tablet.

4. Ruang instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang instrumen adalah Spektrofotometer UV-Vis dan alat uji disolusi.

5. Ruang timbang


(50)

Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh pertinggal obat jadi yang diambil dari tiap order produksi dengan kemasan terkecil dan disimpan sampai dengan satu tahun setelah masa kadaluarsa.

7. Gudang reagen 8. Perpustakaan 9. Ruang staf

3.7.3 Kegiatan Instalasi Penelitian dan Pengembangan (Installitbang)

Dalam menjalankan perannya Installitbang melakukan penelitian terhadap produk baru dan pengembangan produk lama untuk memperoleh kualitas yang lebih baik. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan pengajuan rencana penelitian dan pengembangan produk Lafi Ditkesad yang meliputi:

1. Membuat spesifikasi bahan baku obat, bahan pembantu dan bahan pengemas.

2. Mencari dan meneliti formula yang dapat dikembangkan sebagai produk Lafi Ditkesad.

3. Merevisi ulang suatu formula yang sudah ditetapkan bila suatu saat terjadi perubahan alat, bahan baku dan komponen produksi lainnya. 4. Mengadakan evaluasi terhadap keluhan yang terjadi dan obat

kembalian.

Penelitian dan pengembangan dimulai dari penelusuran pustaka, pengadaan bahan, penelitian skala laboratorium dan skala produksi. Terakhir dilakukan validasi proses produksi dan pengawasan mutu dengan kerjasama antara Instalprod dan Instalwastu.


(51)

3.7.4 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)

Produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalasi Produksi yang kegiatannya meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk Betalaktam dan produk Non betalaktam. Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM. Rencana produksi obat dibuat berdasarkan pada banyaknya jenis obat yang diminta, jenis peralatan yang dimiliki (kapasitas dan spesifikasi mesin), jumlah sumber daya manusia dan jam kerja serta waktu produksi yang tersedia.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan dan Pengemasan Bets (merupakan bagian dari Batch Record) yang disusun oleh Kasi-Kasi Produksi, dikeluarkan oleh Kainstalprod, diperiksa oleh Kainstalwastu, diketahui oleh Kainstallitbang, diterima oleh Kainstalsimpan dan sebagai dokumen. Hal yang diuraikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan, tanggal pengolahan/tanggal pengemasan.

Dalam catatan pengolahan bets diuraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan, prosedur pengolahan, dan rekonsiliasi. Pada catatan pengemasan bets diuraikan tentang pengemasan meliputi penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, kesiapan jalur pengemasan sekunder, kesiapan jalur pelekatan brosur, prosedur pengemasan sekunder, pelulusan oleh


(52)

Pengawasan Mutu, rekonsiliasi proses pengemasan, penyimpanan obat jadi ke Instalasi Penyimpanan.

Proses produksi dimulai dari penimbangan bahan baku yang akan digunakan dan dikeluarkan dari Instalsimpan berdasarkan catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets untuk setiap produk. Barang yang telah dikeluarkan dari Instalsimpan selanjutnya memasuki tahap pengolahan pada masing-masing seksi produksi, yaitu seksi sediaan Non Betalaktam, seksi sediaan Betalaktam, seksi sediaan Sefalosporin dan seksi kemas.

1. Seksi Sediaan Non Betalaktam

Seksi sediaan Non Betalaktam dikepalai oleh seorang kepala seksi yang bertanggung jawab kepada Kainstalprod. Pada seksi ini dilakukan kegiatan produksi sediaan tablet biasa, tablet salut, kapsul keras, sirup, semi solid, cairan obat luar. Kegiatan di seksi ini meliputi penimbangan, pencampuran, pengeringan, granulasi, pencetakan, penyalutan dan stripping. Hasil dari seksi ini kemudian dikirim ke seksi kemas untuk dikemas.

a. Sediaan Tablet

Ruang produksi tablet sesuai dengan yang disyaratkan oleh CPOB yaitu berada di ruangan dengan tingkat kebersihan (ruang Kelas E atau kelas 100.000) dilengkapi dengan listrik, lampu penerangan yang memadai, sistem tata udara dan lapisan epoksi pada dinding dan lantai. Ruang produksi tablet ini terdiri dari ruang timbang, ruang staging, ruang mucilago, ruang campur, ruang granulator, ruang FBD (Fluid Bed Dryer), ruang oven,


(53)

ruang pengayakan, ruang cetak, ruang IPC, ruang penyalutan, ruang stripping, ruang produk antara, ruang produk ruah, ruang cuci alat, dan ruang simpan alat.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan sediaan tablet diantaranya adalah mesin pembuat mucilago dengan energi panas dari uap, mesin pencampur basah sekaligus campur kering, oven pengering, granulator, mesin cetak tablet, mesin salut film serta mesin strip tablet.

Metode pembuatan tablet yang umum digunakan adalah metode granulasi basah. Tablet yang diproduksi adalah tablet biasa, tablet kunyah, dan tablet salut film. Ukuran tablet berdiameter 6,5; 7,5; 10; 12; 13; 15 mm.

Proses pembuatan tablet di Lafi Ditkesad sebagian besar menggunakan metode granulasi basah (dapat dilihat pada lampiran 9, halaman 86) dan metode cetak langsung (dapat dilihat pada lampiran 10, halaman 87). Proses produksi tablet dengan metode granulasi basah terdiri dari tahapan sebagai berikut :

1) Penimbangan Bahan Baku

Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir, dilakukan di ruang Kelas E dan dilaksanakan oleh personil dari Instalsimpan.


(54)

2) Pencampuran

Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga homogen.

3) Granulasi

Setelah pencampuran dilakukan proses granulasi, dimana bahan adonan dicampur dengan bahan pengikat. Adonan basah kemudian dapat dilewatkan pada mesh dengan ukuran tertentu sesuai ukuran tablet yang akan dibuat sehingga menghasilkan granul basah.

4) Pengeringan

Granul basah kemudian dikeringkan dengan Fluid Bed Dryer atau oven sehingga akan menghasilkan granul kering. 5) Pengayakan

Granul kering dilewatkan pada mesh sesuai ukuran tablet yang akan dibuat.

6) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum proses pencampuran masa cetak, pada granul dilakukan pemeriksaan kadar air.

7) Pencampuran/Massa Cetak

Granul kering kemudian dicampur dengan fase luar, yakni bahan pelincir dan bahan penghancur luar.

8) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum proses pencetakan, pada masa cetak dilakukan pemeriksaan homogenitas kadar zat aktif dan kadar air.


(55)

9) Pencetakan

Campuran ini kemudian dicetak menjadi tablet. 10) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Pada hasil pencetakan tablet, dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, diameter, tebal, waktu hancur, pengujian kadar zat aktif dan uji disolusi untuk tablet tertentu.

11) Penyalutan

Jika tablet memerlukan penyalutan maka dapat dilakukan penyalutan dengan menyemprotkan larutan penyalut dengan menggunakan mesin penyalut ke tablet inti.

12) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Pada hasil penyalutan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi keseragaman bobot tablet, waktu hancur, tebal dan ukuran tablet.

13) Penyetripan

Setelah tablet selesai dicetak atau disalut (untuk tablet salut) maka dilakukan proses pengemasan primer yakni penyetripan (stripping).

14) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Pada hasil penyetripan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi tes kebocoran strip. Tablet yang telah lulus uji mutu siap dikemas dan dikirim ke Instalsimpan.


(56)

Produksi tablet dengan metode cetak langsung adalah sebagai berikut:

1) Penimbangan Bahan Baku

Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir, dilakukan di ruang Kelas E dan dilaksanakan oleh personil dari Instalsimpan. 2) Pengayakan

Bahan baku dan bahan aktif dilewatkan pada ayakan dengan ukuran mesh tertentu. Dalam proses pencetakan langsung sifat alir dan kompresibilitas bahan awal sangat menentukan tablet yang dihasilkan.

3) Pencampuran

Bahan baku pembantu dan bahan aktif dicampur homogen menggunakan mixer.

4) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum proses pencetakan, dilakukan pemeriksaan homogenitas kadar zat aktif.

5) Pencetakan

Bahan campuran kemudian dicetak menjadi tablet. 6) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum dikemas, dilakukan pemeriksaan keragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, tebal, diameter, waktu hancur, kadar zat aktif dan uji disolusi untuk tablet tertentu.


(57)

7) Penyetripan

Setelah tablet selesai dicetak atau disalut (untuk tablet salut) maka dilakukan proses pengemasan primer yakni penyetripan (stripping).

8) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Pada hasil penyetripan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi tes kebocoran strip. Tablet yang telah lulus uji mutu siap dikemas dan dikirim ke Instalsimpan.

b. Sediaan Kapsul

Ruang produksi kapsul terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian dan polishing, serta ruang stripping. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan kapsul diantaranya adalah mesin pencampur, mesin pengisi kapsul, mesin polishing dan mesin strip.

Proses produksi kapsul terdiri dari tahapan sebagai berikut (dapat dilihat pada lampiran 11,halaman 88) :

1) Penimbangan bahan baku

Penimbangan bahan baku antara lain penimbangan bahan aktif, bahan pengisi, bahan pelincir, dilakukan di ruang Kelas E dan dilaksanakan oleh personil dari Instalsimpan. Setelah semua bahan ditimbang, dilakukan proses pencampuran hingga homogen.


(58)

2) Pencampuran

Bahan yang diisikan ke dalam kapsul ada yang harus digranulasi terlebih dahulu untuk memperbaiki sifat alirnya, dan ada yang tidak.

3) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum diisikan ke dalam cangkang kapsul, dilakukan pemeriksaan homogenitas, kadar zat aktif terhadap massa isi kapsul.

4) Pengisian Kapsul

Setelah massa kapsul diluluskan oleh Instalwastu maka massa kapsul diisikan ke dalam cangkang kapsul. Selama pengisian, dilakukan uji mutu (IPC) terhadap keragaman bobot.

5) Polishing

Sebelum kapsul distrip, kapsul dipolishing terlebih dahulu untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada bagian luar cangkang kapsul.

6) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Sebelum kapsul distrip dilakukan uji mutu (QC) yang meliputi kadar zat aktif, keseragaman bobot dan waktu hancur.

7) Penyetripan

Setelah dipolishing maka kapsul siap distrip dengan cara yang sama seperti pada proses stripping tablet.


(59)

8) Pengawasan Mutu (In Process Control)

Pada hasil penyetripan dilakukan uji mutu (IPC) meliputi tes kebocoran strip. Kapsul yang telah lulus uji mutu siap dikemas dan dikirim ke Instalsimpan.

c. Sediaan Sirup

Ruang produksi sirup terdiri dari ruang pencampuran, ruang pengisian, ruang pencucian alat. Peralatan yang digunakan antara lain mixer, colloid mill, tangki pemanas (double jacket), filter, drum stainless, mesin pengisi sirup, penutup botol dan pemasangan etiket yang merupakan satu rangkaian (in line process).

Proses pembuatan sirup diawali dengan (dapat dilihat pada lampiran 12, halaman 89):

1) Penimbangan bahan baku dilakukan di ruang Kelas E dan yang melaksanakannya adalah personil dari Instalsimpan. 2) Pembuatan larutan gula pekat (Syrupus Simplex).

Pembuatan larutan gula pekat dilakukan pada tangki pemanas (double jacket). Pemanasan menggunakan uap air yang dihasilkan oleh ketel uap (Steam Boiller).

3) Pencampuran

Zat aktif dan zat tambahan lain (zat pewarna dan pengawet) masing-masing dilarutkan dalam pelarut yang sesuai sampai larut sempurna, kemudian dicampur dengan larutan gula


(60)

pekat. Essence dapat ditambahkan jika diperlukan dan volume ditambahkan sampai tanda batas yang telah ditentukan.

4) Pengawasan mutu (In Process Control)

Pada saat pencampuran dilakukan uji mutu (IPC) terhadap homogenitas, kadar zat aktif, pH larutan dan bobot jenis. 5) Pengisian, penutupan dan labelling

Setelah lulus uji mutu dilakukan pengisian, penutupan dan pemberian etiket atau label dilakukan dengan mesin ban berjalan yang bekerja secara semi otomatis. Pada proses ini dilakukan kontrol setiap 15 menit terhadap keseragaman volume, hasil penutupan dan pemasangan label.

6) Pengawasan mutu (QC)

Pada produk yang telah dikemas dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan pemeriksaan mutu meliputi keseragaman isi/volume, kadar zat aktif, pH larutan dan bobot jenis. Setelah lulus uji mutu dilakukan pengemasan dan kemudian diserahkan ke Instalsimpan.

2. Seksi Sediaan Betalaktam

Seksi sediaan Betalaktam dikepalai oleh seorang Apoteker. Produksi Betalaktam di Lafi Ditkesad telah mendapatkan sertifikat CPOB untuk lima bentuk sediaan.

Proses produksi Betalaktam dilakukan di gedung yang terpisah dengan produksi Non Betalaktam untuk menghindari terjadinya


(61)

kontaminasi silang. Gedung produksi Betalaktam telah dilengkapi dengan sistem pengaturan udara (Air Handling System), air washer, air shower, dan ruang penyangga. Lantai, dinding dan langit-langit dilapisi oleh bahan epoksi untuk memudahkan pembersihan.

Pembagian ruangan berdasarkan tingkat kebersihan juga telah dilakukan, yaitu untuk sediaan oral terdiri dari ruang kelas E (ruang timbang, ruang staging, ruang campur, ruang cetak, ruang isi sirup kering), ruang kelas F (ruang pengemasan sekunder) dan ruang kelas G (gudang bahan awal, gudang karantina, gudang bahan kemas).

Sistem pengaturan udara (AHS atau AHU) di ruang produksi untuk sediaan oral, tekanan udara di ruangan dengan tingkat kebersihan yang lebih tinggi lebih positif dari ruang dengan tingkat kebersihan yang lebih rendah.

Produk yang dihasilkan saat ini oleh Seksi sediaan Betalaktam Lafi Ditkesad yaitu:

a. Kapsul Ampisillin 250 mg, b. Kapsul Amoksisillin 250 mg, c. Sirup kering Ampisillin 60 ml, d. Sirup kering Amoksisillin 60 ml, e. Kaplet Amoksisillin 500 mg, f. Kaplet Ampisillin 500 mg.


(62)

3. Seksi Sefalosporin

Produksi Sefalosporin sekarang ini baru dibuat untuk sediaan steril. Bangunan dan peralatan sudah siap, dan sekarang sedang menyiapkan untuk Media Fill Test.

4. Seksi Kemas

Kepala Seksi kemas adalah seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Produksi. Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kapsul, sirup dan salep. Pengemasan tablet dan kapsul dilakukan setelah proses stripping, menggunakan bahan pengemasan polycellonium. Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal, setiap sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus yang dilengkapi dengan slip pak dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet. Untuk tablet dengan diameter 6,5 dan 7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak plastik. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak plastik. Untuk tablet diameter 15 mm dan kaplet setiap dus berisi 20 sak plastik.

Untuk sediaan kapsul, setelah kapsul distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus yang dilengkapi dengan slip pak dimana tiap dus berisi 20 sak plastik, setiap sak plastik berisi 25 strip dan setiap strip berisi 10


(63)

kapsul. Untuk sirup dipak ke dalam dus. Tiap dus berisi 25 botol untuk volume 100 ml dan 36 botol untuk volume 60 ml, dilengkapi dengan sendok takar, brosur dan slip pak.

Bila pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan QC oleh Instalwastu. Setelah diperiksa oleh Instalwastu, hasil pengemasan diberi label “Diluluskan” kemudian seksi kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan untuk dilaporkan ke Kalafi dan bukti penyerahan obat ke Instalsimpan, selanjutnya obat jadi dikirim ke Instalsimpan.

3.7.5 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)

Kegiatan Instalasi Penyimpanan meliputi penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran atas perintah Kalafi serta menyelenggarakan dan melaksanakan kegiatan pengamanan dan pemeliharaan material yang berupa : bahan baku, bahan pendukung, peralatan untuk proses produksi dan obat jadi.

Barang dari rekanan tidak langsung diterima oleh Instalsimpan Lafi, tetapi diterima oleh Gudang Pusat II sesuai aturan penerimaan barang, kemudian diperiksa secara administrasi, fisika, dan kimia oleh tim komisi. Barang tersebut dapat dikeluarkan ke Lafi yaitu ke Instalsimpan setelah adanya Perintah Pengeluaran Material (PPM). Bila barang-barang tersebut telah memenuhi syarat maka tim komisi akan mengeluarkan Berita Acara. Setelah Berita Acara keluar maka secara resmi pertanggungjawaban barang telah beralih ke Instalsimpan yang kemudian akan melakukan pencatatan di kardek sesuai jumlah barang yang masuk (dapat dilihat pada lampiran 13, halaman 90). Barang-barang yang tersimpan di gudang Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang,


(64)

barang yang kecil disimpan di atas rak sedangkan barang dengan ukuran besar disimpan di atas pallet, barang yang higroskopis dan termolabil disimpan di gudang sejuk. Untuk pengeluaran barang disesuaikan dengan jadwal produksi dan jumlahnya disesuaikan dengan catatan pengolahan bets, sedangkan Sistem First In First Out (FIFO), First Expired First Out (FEFO), First Unstable First Out (FUFO) tidak menjadi prioritas karena barang yang diterima oleh Instalsimpan adalah barang yang langsung di pakai oleh Instalasi Produksi. Material produksi tersebut oleh Instalasi Produksi diolah dan dikemas menjadi produk jadi, kemudian seksi kemas menyerahkan produk jadi tersebut kepada Instalsimpan, yang selanjutnya diserahkan ke Gudang Pusat II (dapat dilihat pada lampiran 14, 15 halaman 91,92).

Penyelenggaraan administrasi yang menyertai penerimaan dan pengeluaran barang dari dan ke Instalsimpan Lafi terdiri dari:

1. Perintah Penerimaan Material (PPnM), 2. Perintah Pengeluaran Material (PPM), 3. Berita Acara Penyerahan Barang (BAPB)

4. Bukti Penyerahan (BP) (lampiran 16,halaman 93), 5. Surat Keluar Barang (SKB),

6. Kartu Gantung/Kartu Gudang (lampiran 17, halaman 94) 7. Kartu Kendali

8. Buku Harian Penerimaan dan Pengeluaran Barang, 9. Buku Besar Penerimaan dan Pengeluaran Barang.

Instalsimpan mempunyai 3 gudang yang terpisah untuk material Non Betalaktam, Sefalosporin dan Betalaktam. Material Non Betalaktam disimpan di


(65)

Instalsimpan yang memiliki ruang-ruang dengan 2 kelas yang berbeda tingkat kebersihannya yaitu kelas E dan G. Kelas E terdiri dari ruang timbang, ruang staging yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku obat yang sudah ditimbang, dan ruang sampling. Kelas G terdiri dari ruang administrasi, gudang bahan baku, gudang bahan pendukung, gudang bahan kemas, gudang cairan, gudang sejuk untuk menyimpan bahan baku obat dan bahan pendukung yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus, gudang obat jadi, dan gudang karantina.

Material untuk produksi Betalaktam disimpan tersendiri di gedung produksi Betalaktam. Penyimpanannya juga dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas E (ruang timbang dan ruang staging) dan kelas G (ruang sejuk, ruang bahan baku zat aktif, ruang bahan pendukung produksi, dan ruang obat jadi).

Peralatan yang digunakan di Instalsimpan, yaitu:

1. Timbangan dengan kapasitas 1 kg, 10 kg, dan 30 kg

2. Timbangan digital berprinter dengan kapasitas maksimal 60 kg 3. Alat pengusir serangga

4. Alat pengusir tikus 5. Alat pemadam kebakaran 6. Alat pengambilan sampling

3.7.6 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Instalhar dan Sisjang)

Instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi dan alat laboratorium sehingga siap digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang


(66)

untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada Kalafi.

Fasilitas pendukung (utility) yang ada di Lafi Ditkesad adalah: pengolahan air baku farmasi, instalasi listrik, instalasi boiler (steam), instalasi udara bertekanan, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan sistem pengaturan udara (AHS).

Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar dan Sisjang). Fasilitas utility terdiri dari:

1. Listrik

Sumber listrik Lafi Ditkesad berasal dari PLN dengan daya sebesar 1000 kVa. Pada saat ini belum digunakan generator karena beberapa pertimbangan antara lain karena jarang terjadi pemadaman listrik dari PLN dan penggunaan generator terdapat delayed bila listrik dari PLN padam.

2. Pengolahan Air

Sumber air bersih didapat dari suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang kemudian diolah menjadi air baku farmasi melalui instalasi pengolahan air. Air baku farmasi adalah air yang telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku air untuk produksi steril maupun nonsteril. Pemilihan PDAM sebagai sumber air oleh Lafi Ditkesad adalah karena banyaknya kandungan logam pada air tanah.


(67)

a. Pengolahan Air Demineralisata

Air yang berasal dari PDAM terlebih dahulu ditampung pada tangki yang tertanam di dalam tanah (ground tank) kemudian dialirkan melalui pipa ke dalam suatu alat filtrasi. Air yang diolah menjadi air demineralisata mengalami beberapa tahap:

1. Saringan Pasir (sand filter)

Menyaring secara fisik menggunakan pasir silika dan berfungsi untuk mengikat partikel-partikel yang terbawa oleh air selama pengolahan air di PDAM.

2. Saringan Karbon (carbon filter)

Saringan karbon berfungsi untuk menyerap bau, rasa, warna, kontaminan organik dan unsur klor yang ditambahkan pada pengolahan air di PDAM.

3. Resin Kation

Resin kation berfungsi untuk menghilangkan ion-ion positif pada air dan kemudian akan digantikan dengan ion hidrogen.

4. Resin Anion

Resin anion berfungsi untuk menghilangkan ion-ion negatif dan ditukar dengan ion hidroksida, sehingga menghasilkan air dengan kandungan Total Dissolved Solid (TDS) kurang dari 8 ppm dan silika kurang dari 0,1 ppm. Setelah mengalami beberapa tahap pemurnian, air demineralisata


(68)

dialirkan ke ruangan-ruangan produksi dan laboratorium untuk digunakan.

b. Air Suling

Instalasi air suling merupakan kelanjutan dari instalasi air demineralisata yang dihubungkan dengan alat pemproses aquadest, dengan alat ini dihasilkan air suling.

3. Boiler (Steam)

Air baku untuk menghasilkan uap panas adalah aqua demineralisata yang diberi tekanan melalui pompa air masuk ke filter kemudian ditampung di dalam tangki stainless steel untuk mensuplai steam. Air dipanaskan melalui boiler hingga menjadi uap. Alat ini bekerja secara semi otomatik dengan alat-alat pengaman yang lengkap. Udara panas yang dihasilkan dialirkan melalui pipa ke ruang-ruang produksi yang membutuhkannya.

4. Udara Bertekanan

Udara bertekanan diperoleh dengan menggunakan alat kompresor yang bekerja secara otomatis dengan alat pressure switch. Kompresor juga dilengkapi dengan air dryer, main line filter, mist

separator dan micro mist separator. Instalasi kompresor ini

digunakan hanya pada peralatan yang memerlukan udara bertekanan. 5. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan di sekitar industri tersebut. Limbah Lafi Ditkesad berasal


(69)

dari proses produksi dan proses pengujian yang terbagi atas limbah padat dan limbah cair.

Pada produksi obat non betalaktam, pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector dimana limbah berupa debu disedot dari ruang produksi dengan blower kemudian dikumpulkan dalam kantong penampung dan dibakar. Khusus untuk limbah dari proses penyalutan tablet, terlebih dahulu diolah dengan air washer. Sedangkan limbah cair produksi non betalaktam langsung dialirkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Pada produksi betalaktam, pengolahan limbah terlebih dahulu diolah melalui air washer, dimana limbah padat (debu-debu) disedot oleh blower dari ruangan yang berdebu seperti ruangan strip, isi kapsul, cetak, coating, campur dan ruang isi sirup kering, kemudian disemprot dengan air bertekanan 4 bar sehingga debu akan jatuh di bak penampungan. Air dialirkan ke bak destruksi yang dilengkapi dengan dozing pump dan pH meter. Cairan ini didestruksi untuk memecah cincin betalaktam dengan menggunakan larutan NaOH 0,1N yang diteteskan secara otomatis sampai diperoleh pH 9, lalu kembali dinetralkan dengan pemberian HCl. Sedangkan limbah cair produksi obat Non Betalaktam tidak mengalami proses destruksi. Selanjutnya, limbah hasil produksi Betalaktam dialirkan ke IPAL untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

Pengolahan limbah menggunakan cara fisika, kimia dan mikrobiologi. Cara fisika dilakukan dengan cara mengendapkan


(70)

kotoran pada bak sedimentasi. Cara kimia dilakukan dengan menambahkan koagulan PAC (Poly Alumunium Chloride) pada bak koagulan dan flokulan polimer anionik pada bak flokulasi. Cara mikrobiologi dilakukan pada bak aerasi dengan cara mengembangbiakkan bakteri aerob di dalamnya agar dapat menghancurkan zat-zat organik. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea atau NPK sebagai nutrisi untuk bakteri. Tahapan pengolahan air limbah di IPAL meliputi beberapa tahap sebagai berikut (dapat dilihat pada lampiran 18, halaman 95): a. Bak Sedimentasi Awal

Air limbah yang masuk dari produksi Betalaktam (dari bak destruksi) maupun Non Betalaktam, laboratorium akan ditampung dan pengotornya diendapkan dalam bak ini. Dari bak ini air mengalir ke bak pengendapan (Sedimentasi pertama). b. Bak Sedimentasi Pertama

Pada tahap ini terjadi pengendapan kembali, didalam bak ini terdapat sekat-sekat yang menghambat laju aliran air sehingga reaksi pengendapan berlangsung lama. Air limbah dari bak ini mengalir ke bak ekualisasi.

c. Bak Ekualisasi

Bak ini dilengkapi dengan pompa untuk mengendalikan fluktuasi jumlah air kotor yang tidak merata, yaitu pada jam kerja dan di luar jam kerja. Bak ini juga disertai dengan


(71)

pengaduk untuk mengaduk bahan-bahan organik agar tidak mengendap.

d. Bak Aerasi (Aeration Tank)

Air limbah masuk ke dalam bak ini dengan menggunakan pompa secara kontinyu. Di dalam bak ini terdapat bakteri aerob yang berguna untuk menghancurkan zat-zat organik. Bak ini dilengkapi dengan aerator untuk memasukkan oksigen ke dalam air limbah. Selain itu di dalam bak ini terdapat pengaduk yang berfungsi untuk mengaduk air limbah sehingga bakteri menyebar merata dan menjaga agar keseluruhan air limbah mengalami kontak langsung dengan bakteri. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri ditambahkan pupuk urea/NPK sebagai nutrisi untuk bakteri.

e. Bak Sedimentasi Kedua/Bak Clarifier

Air limbah dari bak aerasi mengalir ke dalam bak clarifier. Dalam bak ini hanya terjadi proses pengendapan. Bak berbentuk kerucut di bagian bawah untuk menampung endapan.

f. Bak Koagulasi

Air dari bak clarifier masuk ke dalam bak koagulasi. Di dalam bak ini ditambahkan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dengan menggunakan dozing pump yang disertai dengan pengaduk. Konsentrasi PAC yang diteteskan dalam larutan yaitu 50 kg PAC dalam 1000 L air. Bak koagulasi berfungsi sebagai bak penampung koagulasi.


(1)

Lampiran 13. Alur Penerimaan Materiil Produksi dari Gupus II Ditkesad ke Instalsimpan Lafi Ditkesad 


(2)

Lampiran 14. Alur Materiil Produksi Dari Instalsimpan Lafi Ditkesad sampai Produk Jadi

INSTAL SIMPAN

β-LAKTAM (BAHAN BAKU)

NON β-LAKTAM LANGSUNG KE GU. BHN BAKU

β – LAKTAM

RUANG TIMBANG

RUANG STAGGING -TERIMA BP

PRODUKSI

INSTALPROD

(PENGOLAHAN) PENGEMASAN

OBAT JADI -TERIMA BP

PRODUKSI

-BP INS -BA INTERN

BAHAN PENDUKUNG

β-LAKTAM dan NON β -LAKTAM


(3)

 

Lampiran 15. Alur Pengiriman Produk Jadi dari Instalsimpan Lafi Ditkesad ke Gupus II Ditkesad dan Distribusi ke Daerah


(4)

Lampiran 16. Blanko Bukti Penyerahan Bahan

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT Bentuk 02

LEMBAGA FARMASI Lembar ke

BUKTI PENYERAHAN

No : BP/INT- / / INS SIMPAN

Dari : Kepada :

Surat perintah DIRKESAD

No Nama Barang

(menurut nama benda

resmi Nomor Tanggal

Banyaknya Keterangan

Yang menerima Yang menyerahkan

KA INSTALASI PRODUKSI KA INS SIMPAN

MENGETAHUI

AN KEPALA LEMBAGA FARMASI WAKIL KEPALA

( ) ( ) ( )


(5)

Lampiran 17. Blanko Kartu Gudang

KARTU GUDANG

GOLONGAN BEK KES ………..

Nama barang: ……… Satuan Barang: ………...

PERUBAHAN

No.  Tanggal 

Dari/kepada Terima keluar

Sisa

1  2  3 4 5 6

   

   

   

   

   

   

   

   

       

       


(6)

Lampiran 18. Skema IPAL          

               Pump 

   

Dozing Pump      Pengaduk          Karung         Penyaring  Dozing Pump      Pengaduk      Endapan       

10  8b  8a  LIMBAH AMAN AIR LIMBAH BETALAKTAM

8b. Bak Penampungan Cairan

1. Bak Penampung Awal

2. Bak Sedimentasi Satu

3. Bak Equalisasi

4. Bak Aerasi (Aeration Tank)

5. Bak Sedimentasi Dua (Clarifier)

6. Bak Koagulasi

7. Bak Flokulasi

8. Bak Sedimentasi Ketiga

8a. Bak Sedimentasi Ketiga KETERANGAN GAMBAR:


Dokumen yang terkait

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)Bandung 3 – 28 Oktober 2011

17 118 99

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Periode 03 – 28 Oktober 2011 Bandung

4 48 99

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung 03 – 28 Oktober 2011

7 70 101

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung

2 45 105

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 3 Mei 2010 – 31 Mei 2010

0 58 119

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Bandung Periode 03 Mei – 31 Mei 2010

0 28 96

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Bandung Tanggal 03 Mei – 31 Mei 2010

0 34 102

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Bandung Tanggal 03 Mei – 31 Mei 2010

2 36 108

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 01-30 November 2010

0 47 100

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Periode 01 – 30 November 2010

1 34 100