Pembagian Kromatografi Migrasi dan Retensi Solut Pemisahan pada kolom

tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat CaCO 3

2.3.1 Pembagian Kromatografi

. Johnson dan Stevenson, 1991. Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : a kromatografi adsorbsi; b kromatografi partisi; c kromatografi pasangan ion; d kromatografi penukar ion e kromatografi eksklusi ukuran dan f kromatografi afinitas Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: a kromatografi kertas; b kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; c kromatografi cair kinerja tinggi KCKT dan d kromatografi gas KG Johnson dan Stevenson, 1991 dan Rohman, 2007.

2.3.2 Migrasi dan Retensi Solut

Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya D dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua fase fase diam dan fase bergerak. Dalam konteks kromatorgafi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam Cs dan dalam fase gerak Cm. D = Cm Cs Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat; dan semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan Rohman, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Pemisahan pada kolom

Kolom merupakan bagian terpenting dari keseluruhan peralatan kromatografi karena proses pemisahan campuran komponen terjadi di dalamnya. Kemampuan kolom untuk memisahkan suatu campuran komponen disebabkan karena fase diam yang terdapat di dalamnya dapat mengadakan interaksi dengan berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda satu sama lain sehingga masing-masing komponen akan keluar dari kolom dengan waktu retensi yang berbeda juga. Ukuran interaksi suatu senyawa dengan fase diam dinyatakan sebagai faktor kapasitas k ’ k yang dinyatakan dengan persamaan : ’ o o r t t t − = dimana t r adalah waktu retensi komponen yang ditahan oleh kolom dan t o Faktor kapasitas yang relatif besar menunjukkan adanya interaksi yang relatif kuat antara komponen dengan fase diam sehingga komponen tertahan kuat di dalam kolom dan sebaliknya faktor kapasitas yang relatif kecil menunjukkan interaksi yang relatif lemah atau komponen hanya sedikit tertahan di dalam kolom. adalah waktu retensi komponen yang tidak ditahan oleh kolom Lily Wati, 1997. Suatu kolom dikatakan selektif apabila kolom tersebut mempunyai kemampuan menahan berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda sehingga faktor kapasitas dari masing-masing komponen juga berbeda. Suatu campuran komponen dapat dipisahkan dengan sempurna di dalam kolom yang mempunyai selektivitas yang cukup tinggi. Universitas Sumatera Utara Faktor selektivitas α didefinisikan sebagai ukuran pemisahan dua komponen yang dapat dinyatakan dengan persamaan : α = m m t t t t t t k k − − = = 1 2 1 2 1 2 dimana k ’ 1 = faktor kapasitas komponen 1; k ’ 2 = faktor kapasitas komponen 2; t ’ 1 = waktu retensi yang disesuaikan untuk komponen 1; t ’ 2 = waktu retensi yang disesuaikan untuk komponen 2; t 1 = waktu retensi komponen 1; t 2 = waktu retensi komponen 2 dan t m Faktor selektivitas α sebaiknya mempunyai harga lebih dari satu karena pada harga α = 1 berarti k = waktu retensi komponen yang tidak ditahan garis depan pelarut. ’ 1 = k ’ 2 Lebar atau sempitnya puncak suatu komponen ditentukan oleh efisiensi kolom yang digunakan yang merupakan ukuran kemampuan kolom untuk mencegah atau mengurangi terjadinya pergantian puncak. Suatu kolom yang efisien akan dapat menghasilkan puncak-puncak komponen yang relatif sempit sehingga jumlah komponen yang dapat dipisahkan relatif banyak. Efesiensi suatu kolom akan semakin tinggi jika jumlah pelat teori N yang dikandung semakin banyak. sehingga komponen 1 dan komponen 2 tidak terpisahkan. Harga α hanya menunjukkan adanya pemisahan pada bagian atas puncak kromatogram tanpa memperhitungkan kemungkinan terjadinya tumpang tindi h pada bagian bawah puncak. Untuk suatu harga α yang sama terdapat dua kemungkinan yang berbeda jika dilihat dari puncak dimana pemisahan sempurna jika dihasilkan puncak-puncak komponen yang relatif sempit dan sebaliknya jika puncak-puncak komponen yang dihasilkan lebar maka kemungkinan akan terjadi tumpang tindih sehingga pemisahan tidak sempurna Lily Wati, 1997. Universitas Sumatera Utara Efisiensi dinyatakan secara kuantitatif sebagai jumlah pelat teori N yang dinyatakan dengan persamaan : N = 2 2 1 2 2 5 , 5 16         =       =       W t W t t r r r σ Dimana σ = simpangan baku puncak, t r = jarak antara titik nol dengan titik potong kedua garis singgung pada kedua sisi puncak komponen waktu retensi, W = lebar puncak pada alasnya yang ditentukan dengan memperpanjang garis singgung puncak sampai memotong garis alas dan W 12 Jumlah pelat teori berbanding lurus dengan panjang kolom, di mana umumnya kolom yang lebih panjang mempunyai jumlah pelat yang lebih banyak, tetapi penurunan tekanannya juga lebih besar. Karena panjang kolom bermacam- macam, maka diperlukan ukuran keefisienan kolom yang tidak tergantung pada panjang kolom. Tinggi atau jarak yang setara dengan dengan pelat teori, H atau HETP Height Equivalent to a Theoritical Plate, merupakan ukuran keefisienan kolom yang lebih disukai karena memungkinkan perbandingan antara kolom yang panjangnya berlainan dimana kolom yang mempunyai H yang kecil lebih baik. H berkaitan dengan jumlah pelat teori dengan persamaan berikut : = lebar puncak pada setengah tinggi. H = HETP = N L dimana L adalah panjang kolom mm dan N adalah jumlah pelat teori . Ketiga parameter di atas mempunyai keterkaitan yang dapat menggambarkan keberhasilan suatu pemisahan berupa ketergantungan resolusi R s yang dinyatakan dengan persamaan : Universitas Sumatera Utara R s Ν       −       + α α 1 1 4 1 k k = a b c dimana a = faktor kapasitas, b = faktor selektivitas, c = faktor efisiensi Lily Wati, 1997. Jika resolusi atau daya pisah 0,4 atau lebih kecil maka puncak tidak menunjukkan secara jelas adanya 2 komponen atau lebih dan sebaliknya jika daya pisah 0,5 atau lebih maka jumlah komponen yang ada dapat diidentifikasikan dengan jelas. Tetapi umumnya untuk pekerjaan kualitatif atau kuantitatif yang baik diperlukan daya pisah 1,5 atau lebih besar Johnson dan Stevenson, 1991. Dari persamaan di atas nampak jelas bahwa faktor-faktor yang menentukan resolusi yaitu : selektivitas α, jumlah lempeng N, dan faktor kapasitas k ’ . Selektivitas dapat diubah dengan mengubah susunan fase diam dan fase gerak. Menaikkan selektivitas akan menghasilkan salah satu puncak relatif terhadap lainnya. Efisiensi suatu pemisahan ditunjukkan dengan faktor N yang akan berubah dengan mengubah panjang kolom L atau kecepatan alir fase gerak. Menaikkan faktor N suatu kolom akan menyebabkan penyempitan dua puncak sehingga W menjadi kecil dan resolusinya menjadi lebih besar. Faktor k ’ berubah dengan mengubah kekuatan fase gerak. Misalkan, suatu pemisahan awal memberikan harga k ’ pada daerah 0,5-2. Penurunan nilai k ’ akan menghasilkan pemisahan yang jelas dan waktu retensi yang pendek, sementara itu kenaikan k ’ akan memberikan resolusi yang lebih baik. Meskipun demikian, jika nilai k ’ ini dinaikkan maka akan menyebabkan tinggi puncak kromatogram akan turun dan waktu pemisahan menjadi naik Rohman, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.4 Profil Puncak dan Pelebaran Puncak