1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Perdagangan manusia human trafficking dewasa ini merupakan bentuk perbudakan modern yang memprihatinkan. Kejahatan ini termasuk ke dalam isu
keamanan yang serius karena mengancam kehidupan manusia, dimana manusia di jadikan sebagai komoditi perdagangan, khususnya perempuan dan anak women and
children trafficking. Persoalan ini merupakan isu global yang serius dan kompleks, karena banyaknya aktor serta negara yang terkait, baik sebagai negara asal, tujun
maupun transit
1
. Oleh sebab itu, upaya memerangi perdagangan manusia ini harus melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, buruh migran itu sendiri, para
penegak hukum, masyarakat sipil, media, serta negara transit dan negara tujuan migran.
2
Pihak yang memberi perhatian kepada fenomena perdagangan manusia semakin berkembang saat ini, karena seyogyanya perdagangan manusia tidak hanya
menjadi bahasan dan tanggung jawab negara sebagai aktor tunggal. Hal ini akan
1
Sukawarsini Djelantik, 2010, Globalisasi, migrasi tenaga kerja, kejahatan lintas negara dan perdagangan perempuan dan anak-anak, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Volume 6 No.2. Di
Akses dalam
http:isjd.pdii.lipi.go.idadminjurnal621098116_1693-556X.pdf
diakses 5 mei 2012
2
Upaya Memerangi Perdagangan Manusia Harus Libatkan Banyak Pihak. Di
akses dalam
http:www.unpad.ac.idprof-denny-indrayana-upaya-memerangi-perdagangan- manusia-harus-libatkan-banyak-pihak
Diakses tanggal 5 oktober 2012
2
memperkuat kebutuhan untuk memperhatikan aktor-aktor non negara
3
. Urgensi peran non state actor, terutama yang bersifat transnasional perlu diperhatikan karena
permasalahan ini terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Salah satu organisasi besar yang juga turut memberi perhatian pada masalah ini adalah ICMC
International Catholic Migration Commission yang berdiri pada tahun 1951. ICMC
4
merupakan salah satu badan donor Internasional yang membantu Indonesia dalam upaya penanggulangan Trafficking. ICMC bermarkas besar di
Jenewa, Swiss. ICMC mempunyai kantor perwakilan di lebih dari 100 negara seperti di Kawasan Asia dan Timur Tengah, Indonesia, Timor Timur, Thailand, India,
Pakistan dan Libanon
5
. ICMC bersama arganisasi lainnya
6
yang bergerak di bidang perdagangan perempuan dan anak lainnya, memulai proyek penanggulangan
trafficking yang berjangka waktu dua tahun. Proyek ini di namai Creating an Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia
Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Mengatasi Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. ICMC mengembangkan pendekatan multiaspek dalam
memberikan bantuan teknis keahlian, pelatihan dan bantuan finansial kepada lembaga
3
Yulius P Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional; Aktor Isu dan Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, Hal 14.
4
ICMC didirikan pada tahun 1951 untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada pengungsi eksternal, pengungsi internal IDP, korban perdagangan, dan buruh migran dengan mencari solusi
yang adil, bermartabat, dan berkelanjutan. Dari antara kelompok-kelompok penduduk ini, ICMC memprioritaskan terutama mereka yang paling rentan dan marginal, tanpa memandang kepercayaan,
etnik, ras atau keyakinan politik. Dapat di akses di ICMC;who we are, dalam
http:icmc.netwho-we-are diakses pada tanggal 3 mei
2012
5
Ibid
6
Organisasi yang yang turut mendukung proyek ini adalah ACILS, USAID, dll.
3
pemerintah, LSM dan serikat buruh serikat pekerja untuk program-program dan kebijakan-kebijakan penanggulangan perdagangan.
7
Dalam skala domestik, ICMC membantu pemerintah Indonesia dalam usaha
untuk membangun jaringan dan koordinasi dengan sejumlah provinsi di Indonesia, khusunya provinsi-provinsi di perbatasan yang dianggap lebih rentan dengan kegiatan
trafficking, terutama perdagangan perempuan dan anak. Sedangkan dalam kasus perdagangan perempuan dan anak berskala internasional, ICMC mengupayakan
jaringan dan koordinasi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, salah satunya adalah membangun jarigan dengan Malaysia melalui Archdiocesan Human
Development Committee AHDC, mengingat Malaysia merupakan tujuan utama perdagangan perempuan dan anak dari Indonesia. ICMC juga melibatkan civil society
di negara tersebut dalam upaya ini. Indonesia disorot oleh dunia Internasional akibat keberadaannya sebagai salah
satu negara sumber terjadinya aktivitas perdagangan manusia. Berdasarkan Annual Trafficking in Person Report dari US Departement of State kepada Kongress
sebagaimana diamanatkan dalam The Trafficking Victims Protection Act of 2000, untuk periode April 2001-maret 2002, Indonesia masuk dalam kelompok negara
7
Ruth Rosenberg ed, 2003, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. Jakarta: ICMC dan ACILS hal.307
http:www.google.co.idurl?sa=trct=jq=esrc=ssource=webcd=1cad=rjasqi=2ved=0CB wQFjAAurl=http3A2F2Fpdf.usaid.gov2Fpdf_docs2FPNACU645.pdfei=29iAUKTQJY
vMrQeSp4HoCAusg=AFQjCNGxesacfSHESCQZSR6gFwx2Ai63kA diakses tanggal 4 mei 2012
4
dengan kategori Tier-3
8
, Klasifikasi Tier yang ditentukan dalam Annual Report ini adalah sebagai berikut :
TIER 1 merupakan negara yang pemerintahannya sepenuhnya mematuhi Standart Minimum Perlindungan Korban Trafficking .
TIER 2 merupakan negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum TVPA, tetapi membuat upaya yang signifikan
untuk menjadi sesuai dengan standar tersebut. TIER 2 Watch List merupakan negara yang pemerintahannya tidak
sepenuhnya memenuhi standar minimum TVPA, tetapi membuat upaya yang signifikan untuk sesuai dengan standar-standar, serta:
a Jumlah absolut dari korban perdagangan sangat signifikan atau secara signifikan meningkat;
b Ada kegagalan untuk memberikan bukti meningkatkan upaya untuk memerangi perdagangan orang dari tahun sebelumnya, atau
c Penentuan bahwa suatu negara membuat upaya yang signifikan untuk membawa dirinya menjadi sesuai dengan standar minimum didasarkan pada
komitmen oleh negara untuk mengambil langkah-langkah tambahan di masa depan
.
8
Tier adalah ukuran standard untuk menilai tingkat keberhasilan upaya yang dilakukan oleh suatu negara dalam memerangi perdagangan manusia.
5
TIER 3 merupakan negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum dan tidak melakukan upaya signifikan untuk
melakukannya.
9
Indonesia maerupakan negara yang sama sekali tidak memenuhi standar minimum dalam memerangi perdagangan manusia trafficking in person, oleh
karena itu, Indonesia masih masuk kedalam katagori negara Tier-3
10
. Disamping itu, Indonesia diindikasikan sebagai negara asal perdagangan perempuan dan anak, selain
negara transit dan negara tujuan
11
. UNICEF memperkirakan bahwa sebanyak 100ribu perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahun untuk dipekerjakan sebagai Pekerja
Seks Komersil di Indonesia maupun diluar negeri. Dari angka itu, 30 diantaranya berusia 18tahun, dan sebanyak 40-70 ribu anak Indonesia merupakan korban
eksploitasi seksual.
9
Tier Placement , dapat diakses dalam
http:www.state.govjtiprlstiprpt2013210548.htm
diakses tanggal 11 juli 2013
10
Hal yang menyebabkan Indonesia masuk kedalam katagori Tier-3 adalah :Indonesia merupakan sumber trafficking, tidak memenuhi standar minimum dalam penghapusan trafficking, belum ada usaha
yang signifikan untuk memberantasnya, belum ada hukum yang mengatur mengenai trafficking, belum adanya usaha membantu para korban, lemahnya pengawasan perbatasan Indonesia, belum adanya
proteksiperlindungan terhadap para korban, perlindungan minimal kepada korban dari negara asing dalam arti mereka tidak dipenjara atau langsung dideportasi, belum adanya usaha pencegahan,
misalnya pendidikan mengenai trafficking, masih kurangnya investigasi dan penuntutan terhadap pelaku trafficking yang hukumannya masih kurang di bandingkan pelaku pemerkosaan. Dapat dilihat
dalam : Zaky Alkazar Nasution, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Korban
Perdagangan Manusia. Thesis. UNDIP, Semarang. Hal.14 Dapat diakses di
http:eprints.undip.ac.id179041Zaky_Alkazar_Nasution.pdf diakses tanggal 5 mei
2012
11
Pada tahun 2004 terjadi 76 kasus, tahun 2005 terjadi 71 kasus, tahun 2006 tercatat 84 kasus, tahun 2007 terdapat 177 kasus, dan tahun 2008 tercatat 199 kasus
Ibid. hal 14
6
Para korban sering dijadikan buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja seks komersial, perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan, dan bentuk-
bentuk eksploitasi lainnya. Para korban ini sering dikirim ke negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, Jepang, Australia, dan Amerika Utara
12
. Isu trafficking perempuan dan anak ini kemudian berkembang menjadi ancaman keamanan non-
tradisional bagi Indonesia. Hal inilah yang mendasari munculnya kepedulian pemerintah Indonesia yang ditandai oleh lahirnya Keputusan Presiden No.88 Tahun
2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak RAN P3A. RAN P3A merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan
masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak. RAN P3A tersebut dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam program lima
tahunan yang akan ditinjau dan disempurnakan kembali setiap lima tahun. Pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR tahun 2001, para wakil
rakyat menugaskan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyusun kebijakan dan program untuk memerangi perdagangan perempuan dan anak Indonesia. Program ini
ditindak lanjuti oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan KPP sebagai lembaga pemerintah yang akan memimpin penyusunan kebijakan dan implementasi program
penanggulangan trafficking. KPP membentuk suatu gugus tugas yang kemudian disebut sebagai “Tim Kecil” untuk membantu membuat dan mengumpulkan
masukan bagi draf RAN. Tim Kecil terdiri dari berbagai elemen msyarakat,
12
Widayatun, 2008, Trafficking di Perbatasan, Jurnal Masyarakat dan Budaya Volume 10. Hal 4 Dapat di akses dalam
http:jurnal.pdii.lipi.go.idadminjurnal1010881102.pdf
diakses 3 mei 2012
7
diantaranya perwakilan berbagai departemen dan masyarakat sipil
13
. KPP juga mengumpulkan komentar dari para ahli internasional mengenai kesesuaian RAN
dengan standar internasional penanggulangan perdagangan. Salah satu badan Internasional yang terlibat didalamnya adalah ICMC. Sejak saat itulah ICMC mulai
berkoordinasi dengan pemerintah, sekaligus mampu menjadi penyeimbang kebijakan penanganan kasus perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.
Peningkatan perhatian pemerintah Indonesia atas kasus-kasus perdagangan manusia dari tahun ke tahun bersama dengan ICMC dan pihak-pihak yang terkait,
mendapatkan hasil dengan dikelompokkannya negara Indonesia dalam Tier-2 berdasarkan Annual Trafficking in Person Report dari US Departement of State pada
periode juni 2007
14
. Momen ini merupakan peningkatan hasil upaya mereka dalam memerangi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia. Hal inilah yang menjadi
ketertarikan penulis untuk meneliti strategi dan peran ICMC dalam proyek penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, terutama yang
bersifat transnasional.
1.2 RUMUSAN MASALAH