Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga (Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian)

(1)

Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga

(Study Korelasional Mengenai Terpaan Acara Infotaiment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang

Fenomena Perceraian)

Diajukan Oleh: Heppy New Year Haloho

(070904061)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga tentang fenomena Perceraian (Studi Korelasional Terpaan Acara Infotainment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan) yang bertujuan untuk menganalisis sejauhmanakah terpaan acara infotainment di televisi membentuk persepsi ibu rumah tangga di lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analalisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap Y digunakan rumus ttest. Teknik penarikan sampel dalam

penelitian ini adalah Simple random sampling., dimana sampel dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada.

Hasil uji hipotesa yang telah diperoleh dengan menggunakan SPSS 15.0 menunjukkan besar koefisien korelasi Rank Spearman yaitu nilai Rho lebih besar dari nol. Berdasarkan pernyataan tersebut maka hipotesa Ho diterima dan hipotesis

alternatif (Ha) ditolak dan ini berarti terpaan acara infotainment di televisi tidak berpengaruh terhadap persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan. Korelasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Artinya terpaan acara infotainment tidak dapat mempengaruhi persepsi. Tingkat signifikan suatu penelitian tergantung dari adanya pengaruh kuat dari variabel X ke variabel Y.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dan berkat semangat dan bimbingan dari Tuhan Yesus yang telah memampukan saya menjadi mahasiswa yang lebih baik lagi dalam iman dan pendidikan saya.

Penulisan skripsi berjudul “Terpaan acara Infotainment di Televisi dan Persepsi Ibu Rumah Tangga Tentang di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak mengerjakannya dengan begitu saja, melainkan merupakan hasil pembelajaran yang penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis sejak awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Secara khusus, terimakasih kepada orangtua dan keluarga penulis, Ayahanda H. Haloho dan Ibunda R Saragih yang telah memberikan dukungan kepada penulis, baik moril maupun materil yang tak terhingga nilainya, sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri dengan hasil yang baik dan memuaskan. Terimakasih juga buat abang tercinta (Jaya Sandy Haloho) dan


(4)

adikku terkasih (Hotni Sari Haloho) yang selalu memberiku semangat untuk memberikan yang terbaik.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Drs. Fatma Wardi Lubis, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Ibu Dayana, MSi selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi periode 2011-2016, atas segala bantuan yang berguna dan bermanfaat bagi penulis.

3. Ibu Jovita Sabarina Sitepu, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang

sangat baik dan telah banyak memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam pengerjaan skripsi ini serta selalu meluangkan waktu untuk membantu saya dalam pengerjaan skripsi ini.(May God Bless you) 4. Buat staf laboratorium dam Departem Ilmu komunikasi FISIP USU, kak

Hanim, Kak Puan, Kak Maya, Kak Icut, dan Kak Ros yang telah membantu segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya pendidikan penulis.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan FISIP USU pada umumnya, yang telah mendidik, membimbing, dan membantu penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Lurah Kelurahan Sunggal Medan yang telah membantu saya dalam penelitian di lapangan.


(5)

7. Kepada semua sahabat-sahabat penulis, Astri Christina S (yang selalu

memberikan semangat dan membantuku), Indah S, Natasia Simangunsong (yang telah membantu saya di lokasi penelitian) dan semua teman-teman Ilmu Komunikasi stambuk 2007, teman-teman kos terompet 52 (Cinderella’s Boarding House) terkhusus Nofrita dan Helida adikku terkasih yang telah membantu dan mendukung dengan kasih sayang kepada penulis.

8. Kepada Kelompok Kecilku “Serafim” (B’Maradona M, Novita P,

Ramando, Hotrin, Jupriadi, Heppy) yang terus menjadi tiang doa dan sandaran buatku

9. Terimakasih buat teman-teman mantan koordinasi PD Maranatha periode

2010/2011 yang selalu membawaku dalam doa-doanya.

10. Dan kepada semuanya yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendidikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan disini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai titik kesempurnaannya karena danya kekurangan atau apapun. Penulis mengharapkan kepda para pembaca untuk dapat memberikan saran dan kritik yang dapat mendukung kesempurnaan skripsi ini sehingga penulis dan para pembaca dapat menjadikan skripsi ini sebuah pengetahuan yan dapat dipahami oleh banyak pihak.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Abstraksi……… i

Kata Pengantar………. ii

Daftar isi……….……... vi

Daftar Gambar……….. x

Daftar Tabel……….………….. xii

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah……….. 1

I.2. Perumusan Masalah………. 7

I.3. Pembatasan Masalah……….………...8

I.4. Tujuan Penelitian………. 8

I.5. Manfaat Penelitian………... 9

I.6. Kerangka Teori……… 10

I.7. Kerangka Konsep……… 20

I.8. Model Teoritis……….……… 22

I.9. Operasional Variabel………..………. 23

I.10. Defenisi Variabel Operasional………….………. 24

I.11. Hipotesis………..……….. 25

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Teori Kultivasi………..……… 27

II.1.1. Konsep Kultivasi……….………... 27

II.1.2. Metode Penelitian Kultivasi………….……… 30

II.2. Terpaan Media ………….………... 37

II.3. Persepsi ... ...………... 47

II.4. Infotainment…...………... 49


(7)

III.1. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN………. 61

III.1.1. Kecamatan Medan Sunggal………..……… 61

III.1.1 Kelurahan Medan Sunggal…………...………. 61

III.1.1.2. Kependudukan……….………. 62

III.1.1.3. Wilayah…………...…….………… 65

III.1.1.4. Pekerjaan ………...………. 65

III.2. Metodologi Penelitian……….…………. 77

III.2.1. Metode Peneliti.……… 77

III.2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…...………. 78

III.3. Populasi dan Sampel………. 79

III.3.1. Populasi………..…………....… 79

III.3.2. Sampel……… 81

III.4. Teknik Penarikan Sampel……….. 82

III.5. Teknik Pengumpulan Data……… 82

III.6. Teknik Analisis Data………. 83

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Pelaksanaan Pengumpulan Data……… 85

IV.2. Proses Pengolahan Data………..…… 87

IV.3. Analisi Deskrptif………... 88

IV.3.1. Karakteristik Responden………. 88

IV.3.2 Tabel Tunggal...89

IV.3.2 Analisis Tabel Silang………... 123

IV.5. Uji Hipotesis……….. 131


(8)

V.1. Kesimpulan……….. 134

V.2. Saran………..………... 137

DAFTAR PUSTAKA………... LAMPIRAN……….…… 1. Lembar Catatan Bimbingan Skripsi 2. Lembar Nilai Seminar 3. Lembar Absensi Seminar 4. Kuesioner Penelitian 5. Tabel Front Cobol 6. Surat Izin Peneltian 7. Surat Balasan Peneltian BIODATA PENULIS Daftar Gambar Gambar 1 Model Teoritis………. 22

Gambar 2 Proses Psikologis ………...……….. 46

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian... ..……… 60 Daftar Tabel Tabel I Program acara infotainment di televisi………5

Tabel 2 Operasional Variabel……… 10

Tabel 3 Usia...……… 88

Tabel 4 Pendidikan...…………89

Tabel 5 Pekerjaan...…...……… 89

Tabel 6 Penghasilan...………. Tabel 7 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 76


(9)

Tabel 9 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...77

Tabel 10 Tabel Tunggal Pertayaan 4...77

Tabel 11 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 78

Tabel 12 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...79

Tabel 13 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...79

Tabel 14 Tabel Tunggal Pertayaan 4...80

Tabel 15 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 80

Tabel 16 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...81

Tabel 17 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...82

Tabel 18 Tabel Tunggal Pertayaan 4...83

Tabel 19 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 83

Tabel 20 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...84

Tabel 21 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...84

Tabel 22 Tabel Tunggal Pertayaan 4...84

Tabel 23 Tabel Tunggal Pertayaan 4...85

Tabel 24 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… 86

Tabel 25 Tabel Tunggal Pertanyaan 2...87

Tabel 26 Tabel Tunggal Pertanyaan 3...88

Tabel 27 Tabel Tunggal Pertayaan 4...89

Tabel 28 Tabel Tunggal pertanyaan 1………...……… ...90


(10)

Tabel 29 Tabel Uji


(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Terpaan Acara Infotainment di Televisi Dan Persepsi Ibu Rumah Tangga tentang fenomena Perceraian (Studi Korelasional Terpaan Acara Infotainment di Televisi terhadap Persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan) yang bertujuan untuk menganalisis sejauhmanakah terpaan acara infotainment di televisi membentuk persepsi ibu rumah tangga di lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang Fenomena Perceraian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011.

Penelitian ini menggunakan metode korelasional yang mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analalisis tabel tunggal, analisis tabel silang, dan uji hipotesis dengan menggunakan rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang (Rank Order) oleh Spearman. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi (hubungan) kedua variabel digunakan skala Guilford. Untuk menguji tingkat signifikasi pengaruh variabel X terhadap Y digunakan rumus ttest. Teknik penarikan sampel dalam

penelitian ini adalah Simple random sampling., dimana sampel dipilih secara acak sederhana dari populasi yang ada.

Hasil uji hipotesa yang telah diperoleh dengan menggunakan SPSS 15.0 menunjukkan besar koefisien korelasi Rank Spearman yaitu nilai Rho lebih besar dari nol. Berdasarkan pernyataan tersebut maka hipotesa Ho diterima dan hipotesis

alternatif (Ha) ditolak dan ini berarti terpaan acara infotainment di televisi tidak berpengaruh terhadap persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan. Korelasi tersebut menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Artinya terpaan acara infotainment tidak dapat mempengaruhi persepsi. Tingkat signifikan suatu penelitian tergantung dari adanya pengaruh kuat dari variabel X ke variabel Y.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Paul Virilio dalam buku infotainment mengatakan bahwa televisi diibaratkan seperti sebuah bola raksasa yang melaluinya kita dapat melihat sudut-sudut terpencil, ruang –ruang terjauh serta rahasia-rahasia terdalam dari setiap manusia yang masuk ke dalam jaringannya. Hanya dengan melihat televisi maka kita dapat menyaksikan keseluruhan dunia (Nugroho, 2005: 21).

Televisi adalah salah satu media komunikasi massa elektronik yang dominan pada saat ini. Hadirnya media televisi, mau tidak mau harus diterima karena sudah merupakan satu kebutuhan informasi bagi masyarkat agar kita tidak tertinggal oleh kemajuan peradaban teknologi sekaligus mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi di belahan dunia lain. Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia.

Stasiun televisi masing-masing bertahan dengan menghadirkan berbagai program acara. Salah satu di antaranya adalah program acara infotainment.

Infotainment termasuk dalam salah satu program acara hiburan televisi.

Infotainment berasal dari kata “Informasi” dan “entertainment”. Infotainment sebenarnya adalah tayangan program televisi yang menyampaikan sebuah informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan. Namun di Indonesia

infotainment berubah dari tayangan informasi tentang dunia hiburan menjadi tayangan informasi mengenai kehidupan para artis di dunia hiburan.


(13)

Saat ini, stasiun televisi di tanah air banyak menyuguhi para pemirsa dengan tayangan berupa infotainment yang mengupas kehidupan para selebriti, mulai dari kehidupan karir sampai kepada kehidupan pribadi artis itu. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh satu stasiun televisi saja tetapi oleh beberapa stasiun televisi. Acara-acara infotainment ini juga di tayangankan setiap hari dengan jam tayang yang berbeda mulai dari pagi sampai sore hari. Tayangan infotainment pun bertebaran hampir diseluruh stasiun televisi di tanah air.

Data AGB Nielsen menunjukkan bahwa infotainment mempunyai porsi jam tayang yang paling besar di antara program informasi lainnya, yaitu 41% dari total jam tayang program informasi di 10 stasiun televisi. Hal ini setara dengan 13 jam sehari.

Masduki (2008) mengatakan bahwa liputan infotainment pada umumnya hanya mengedepankan unsur gosip, sensasionalisme dan tidak berorientasi pada kepentingan publik yang lebih luas. Dalam kasus program tayangan infotainment, kepentingan ekonomi rumah produksi (laba) dan televisi (rating) lebih dominan sehingga aktifitas teknik jurnalistik yang dilakukan pekerja kreatifnya mengalami degradasi kualitas dan menempatkan mereka tidak lebih sebagai “kuli gosip” saja.

Program infotainment merupakan pilihan masyarakat ketimbang berita atau News. Rata-rata penonton infotainment dari bulan Januari-Maret 2008 mencapai 533 ribu tiap harinya sedangkan berita hanya 285 ribu. Dan menurut Andini, Communication Executive AGB Nielsen Media Research, dominasi tayangan infotainment lebih banyak jika dibandingkan dengan berita yang bisa mencapai 29 jam per hari (Tempo 27 Mei 2008).


(14)

Program infotainment semakin berkembang dan juga semakin marak memberitakan perceraian di kalangan selebritis. Tiap-tiap infotainment

menghasilkan kisah yang hampir sama. Tayangan yang menggambarkan kehidupan dunia selebriti ini sering kali diwarnai dengan banyak kasus perceraian dan perselingkuhan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan para selebritis. Kasus-kasus seperti ini banyak di bahas dalam tayangan infotainment bahkan tidak jarang bila ada satu kasus yang sedang hangat akan dibicarakan dalam beberapa kali tayangan.

Kehidupan memang manusia tidak luput dari berbagai persoalan. Mulai dari persoalan-persoalan kecil sampai pesoalan-persoalan yang mungkin begitu rumit untuk diselesaikan. Salah satu persoalan yang tengah marak terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini adalah semakin meningkatnya kasus perceraian.

Sekretaris Badan Pengadilan Agama (Badilag), Farid Ismail mengatakan bahwa tahun 2009 lalu, perkara perceraian yang diputuskan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah mencapai 223.371 perkara. Namun demikian, selama Sembilan tahun terakhir, tiap tahun rata-rata terdapat 161.656 kasus perceraian di Indonesia. ”Artinya jika diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan, maka 8% di antaranya berakhir dengan perceraian.” Dengan demikian, meningkatnya angka perceraian di Indonesia beberapa tahun terakhir merupakan fakta yang tidak dapat dibantah lagi.

(detikokezone.wordpress.com/2009/12/26/).

Soyo Mukti (2008) berpendapat bahwa dalam tayangan infotainment, kawin cerai kalangan artis selebriti atau Public Figure menjadi menu utama yang


(15)

disajikan yang memiliki rating tinggi. Jurnalis acara infotainment berlomba-lomba mengejar informasi ekslusif mengenai kisah kawin cerai tersebut.

Tayangan infotainment biasanya membahas dari penyebab perceraian hingga terkadang konflik rumah tangga artis tersebut. Mereka ingin meliput mulai dari penyebab perceraian, menyelidiki siapakah pihak ketiga, pengajuan gugatan di pengadilan, proses persidangan hingga keputusan majelis hakim. Hal ini menjadikan televisi seolah-olah hanya sebuah ruang yang di dalamnya apa-apa yang dirahasiakan secara sosial di dunia nyata, di dalamnya ditelanjangi untuk massa. Ia adalah sebuah tempat yang di dalamnya rahasia pribadi seseorang dapat dibongkar, dan dipertontonkan di dalam ruang publik.

Berita-berita semacam itulah yang menjejali kita setiap harinya, tiap jam dan bisa saja tiap menit sampai-sampai seorang wartawan Jawa Pos pernah menyebut infotainment sebagai “Ceritatainment” karena dominannya berita perceraian di dalam tayangan kaca yang nyaris mengisi ruang kaca 24 jam sehari.

Pemberitaan ini tidak hanya disiarkan sekali dalam seminggu tetapi bisa lebih dari lima kali dalam sehari melalui media televisi. Hal ini disebabkan banyaknya program infotainment yang hadir sebut saja dalam sehari mulai pagi terdapat Insert Pagi, Espresso, KISS, I-Gossip Pagi, Halo Selebriti dilanjutkan dengan Insert Siang, Silet, Hot Spot, Kasak-kusuk, Selebriti Update, I-Gosip Siang. Kemudian Sore hari ada Kros Cek, Cek&Ricek, Insert Investigasi, status selebriti. Dari beberapa infotainment yang disebut di atas sudah jelas kebanyakan isi berita yang disampaikan setiap harinya hampir sama.


(16)

Tabel I.1: Jadwal Tayang Beberapa Acara Infotainment di Televisi

Nama Stasiun televise Nama Tayangan Hari penayangan Jam Tayang

SCTV Was-was Senin-Minggu 06.30-07.30

Halo Selebriti Senin-Minggu 09.30-10.00

Status Selebriti Senin-Minggu 11.30-12.30

Ada Gosip Senin-Kamis 13.30-14.00

Kasak-kusuk Senin-Kamis 14.30-15.00

Trans TV Insert Pagi Senin-Minggu 06.30-07.30

Insert Siang Senin-Minggu 11.00-12.00

Insert Investigasi Senin-Jumat 12.30-13.00

RCTI Go Spot Senin-Minggu 06.00

Intens Senin-Minggu 11.00-12.00

Kabar-kabari Senin/Kamis/Minggu 15.00

Cek&ricek Selasa/Rabu/Jumat/Sabtu 15.30-16.00

Indosiar Kiss Senin-Jumat 15.00

Trans 7 Selebriti Pagi Senin-Jumat 07.30-08.30

Selebriti Siang Senin-Jumat 12.00-12.30

Selebriti On the weekend

Sabtu&Minggu 12.00


(17)

Sumber: Harian Kompas, Internet(Google)&Televisi

Melalui tabel jam tayang acara infotainment di atas dapat kita lihat bahwa fakta tentang banyaknya tayangan infotainment yang setiap hari disajikan kepada pemirsa mulai dari pagi hari sampai sore hari oleh beberapa stasiun televisi dan hal ini adalah merupakan satu fakta yang tak bisa dibantah lagi. Bahkan ada beberapa stasiun televisi yang pada waktu bersamaan juga menayangkan

infotainment dengan nama acara yang berbeda. Jadi setiap hari selalu ada tayangan infotainment yang mengisi ruang kaca pemirsa dengan durasi tayang 30-60 menit setiap harinya.

Berita perceraian selebritis yang selalu heboh ditayangkan di infotainment

salah satunya dapat kita lihat saat berita perceraian Pasha “Ungu”. Hampir setiap hari, setiap jam, tiap infotainment menghadirkan berita yang sama bahkan berulang-ulang.

Gambar yang dapat dilihat adalah “Pasha dikerubuti banyak wartawan untuk dimintai konfirmasi. Begitu pula dengan istrinya Okie. Dalam pemberitaan juga disebutkan bahwa ada pihak ketiga yakni Acha Septriasa dan Aura Kasih. Selain isu orang ketiga juga terdapat isu lain yakni kekerasan dalam rumah tangga. Semua orang yang bersangkutan dimintai keterangannya akan masalah tersebut. Belum lagi, isu yang dihadirkan dalam infotainment tersebut mempertajam konflik yang ada antara pihak yang terlibat.

Kehidupan privasi antara Pasha, Okie, dan Acha pun diumbar di dalam televisi dan itu menjadi tontonan banyak orang. Bukan hanya Pasha tapi masih


(18)

banyak lagi artis lainnya seperti Dewi Persik/Aldi Taher, Kridayanti/Anang dan banyak lagi.

Di samping fakta marak dan tingginya rating tayangan infotainment, terdapat juga pihak-pihak yang tidak setuju dengan adanya berita-berita perceraian dalam infotainment tersebut. Hal ini wajar saja mengingat sebagian masyarakat kita masih menganut pemahaman bahwa perceraian itu adalah hal yang privasi dan dianggap tabu/ tidak baik dibukakan kepada public.

Protes-protes tersebut banyak yang ditunjukkan oleh berbagai kalangan mulai dari kalangan selebriti hingga MUI dan NU. Bahkan PBNU pernah mengeluarkan Fatwa Infotainment karena infotainment dianggap tergolong Qhibah yang artinya “bergunjing”.

Informasi yang menghibur memang sangat baik, tetapi yang menjadi pertanyaan sejak kapan informasi harus menghibur sampai-sampai mengobok-obok kehidupan pribadi seseorang yang sebenarnya memiliki wilayah privasinya sendiri? Apakah mengolok-olok kehidupan pribadi dapat dikatakan menghibur? Bukankah seharusnya kita malah prihatin dengan apa yang mereka alami? Mungkin kita tidak menyadari dampak infotainment yang bisa saja memunculkan perpecahan, saling curiga, saling menjatukan dan fitnah.

Namun demikian dari beberapa kontra yang mencuat ke permukaan, terdapat pula beberapa pihak yang pro pada infotainment. Merdy R, Secretary Director Perempuan Indonesia mengatakan bahwa infotainment dapat berfungsi sebagai saluran aspirasi selebritis dan aktivitas perempuan dalam mempertemukan


(19)

ide-ide mereka dengan masyarakat dalam kemasan santai dan mudah dipahami (Kompas, 2008).

Butet Kertadjasa mengatakan bahwa tayangan infotainment di televisi lambat laun akan kehilangan “Pasar”. Apabila tidak lagi diminati oleh masyarakat itu dikarenakan masyarakat merasa hal itu tidak pantas lagi untuk dinikmati. Biarlah masyarakat sendiri yang memilih yang mana yang pantas dan jika masyarakat tidak lagi menyukai tentu akan ditinggalkan.

Berangkat dari persoalan pro/kontra tentang infotainment khususnya yang membahas tentang masalah perceraian tersebut membuat peneliti merasa tertarik untuk melihat bagaimana mayarakat memberi pandangan/persepsi tentang perceraian itu tersendiri setelah dijejali dengan berbagai tayangan-tayangan

infotainment yang banyak kali berbicara tentang perceraian di kalangan selebritis. Walaupun sangat disadari bahwa persepsi seseorang tidak hanya ditentukan oleh informasi yang ia terima tetapi juga tergantung kepada banyak faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal maupun eksternal individu itu sendiri.

Berdasarkan latarbelakang di atas peneliti merasa tertarik untuk melihat hubungan antara terpaan acara infotainment di televisi dengan persepsi ibu rumah tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal, Medan tentang fenomena perceraian.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan perumusan masalah yakni: “Sejauh manakah Terpaan Acara

Infotainment membentuk Persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III, Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.”


(20)

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas dan terlalu mengambang, peneliti merasa penting untuk melakukan pembatasan masalah yang lebih spesifik agar dapat menjadi lebih jelas. Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini hanya terbatas pada Terpaan Acara infotainment di kalangan Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian. Acara infotainment yang dipilih adalah semua

infotainment di stasiun televisi swasta.

2. Yang dimaksud dengan persepsi adalah terbatas pada atensi, sensasi dan intepretasi Ibu Rumah tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

3. Responden adalah berjenis kelamin perempuan, karena menurut data AGB

Nielsen tahun 2009 penonton infotainment terbanyak itu adalah perempuan. Rentang usia yang dipilih adalah mulai dari 20-50 tahun dan sudah menikah.

4. Penelitian ini akan dilaksanakan di Lingkungan III Keluarahan Sunggal Medan dan penelitian akan dilaksanakan pada awal bulan Maret sampai selesai.


(21)

I.4 Tujuan Penelitian

1) Untuk menganalisis terpaan Acara infotainment di kalangan Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan

2) Untuk menganalisis persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan mengenai fenomena perceraian.

3) Untuk melihat hubungan terpaan acara infotainment dengan persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi yang positif kepada kalangan akademisi lain khususnya mahasiswa FISIP Universitas Sumatera Utara Departemen Ilmu Komunikasi dalam penelitian mengenai terpaan Media dan Persepsi.

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna untuk menunjukkan penggunaan teori kultivasi dalam menganalisis terpaan acara infotainment

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca khususnya ibu rumah tangga dan mahasiswa perempuan agar lebih cerdas dalam menonton tayangan infotainment.

I.6 Kerangka Teori

Kerangka teori adalah merupakan kemampuan peneliti menggunakan pola pikirnya di dalam menyusun teori secara sistematis (Nawawi, 1991: 41). Teori mengandung tiga hal: pertama, teori adalah serangkaian proposisi antarkonsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu


(22)

fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antarkonsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Singarimbun 1995: 7). Dengan demikian teori diperlukan sebagai acuan, pedoman dan kerangka berpikir untuk mendukung pemecahan suatu masalah secara jelas dan sistematis.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah:

I.6.1 Teori Kultivasi

Teori kultivasi (cultivation theory) pertama kali dikenalkan oleh Professor George Gerbner, Dekan emiritus dari Annenberg School for Communication di Universitas Pensylvania. Riset pertamanya pada awal tahun 1960‐an tentang Proyek Indikator Budaya (Cultural Indicators Project) untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Di mana Gerbner dan koleganya di Annenberg School for Communication ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan dan dipersepsikan penonton televisi.

Tradisi pengaruh media dalam jangka waktu panjang dan efek yang tidak langsung menjadi kajiannya. Argumentasi awalnya adalah, “televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang bercerita paling banyak dan paling sering” (dalam Severin dan Tankard, 2001:268).

Dalam riset proyek indikator budaya terdapat lima asumsi yang dikaji

Gerbner dan koleganya (Baran, 2003:324‐325). Pertama, televisi secara esensial dan fundamental berbeda dari bentuk media massa lainnya. Televisi terdapat di lebih daripada 98 persen rumah tangga Amerika. Televisi tidak menuntut melek


(23)

huruf seperti pada media suratkabar, majalah dan buku. Televisi bebas biaya, sekaligus menarik karena kombinasi gambar dan suara. Kedua, medium televisi menjadi the central cultural arm masyarakat Amerika, karena menjadi sumber sajian hiburan dan informasi. Ketiga, persepsi seseorang akibat televisi memunculkan sikap dan opini yang spesifik tentang fakta kehidupan. Karena kebanyakan stasiun televisi mempunyai target khalayak sama, dan bergantung pada bentuk pengulangan program acara dan cerita (drama). Keempat, fungsi utama televisi adalah untuk medium sosialisasi dan enkulturasi melalui isi tayangannya (berita, drama, iklan) sehingga pemahaman akan televisi bisa menjadi sebuah pandangan ritual (ritual view/ berbagi pengalaman) daripada hanya sebagai medium transmisi (transmissional view). Kelima, observasi, pengukuran, dan kontribusi televisi kepada budaya relatif kecil, namun demikian dampaknya signifikan.

Menurut teori kultivasi ini, televisi menjadi media atau alat utama dimana para pemirsa televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Dengan kata lain untuk mengetahui dunia nyata macam apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh pemirsa televisi. Atau bagaimana media televisi mempengaruhi persepsi pemirsa atas dunia nyata.

Asumsi mendasar dalam teori ini adalah “terpaan media yang terus menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya.” Artinya, selama pemirsa kontak dengan televisi, mereka akan belajar tentang

dunia (dampak pada persepsi), belajar bersikap dan nilai‐nilai orang. Fokus utama riset kultivasi pada tayangan kriminal dan kekerasan dengan membandingkan


(24)

kepada prevalensi (frekuensi) kriminal dalam masyarakat. Salah satu apsek yang menarik dari Kultivasi adalah “mean world syndrome”.

Nancy Signorielli (dalam Littlejohn, 2005:289) melaporkan kajian sindrom dunia makna dimana tayangan kekerasan dalam program televisi untuk

anak‐anak dianalisis. Lebih dari 2000 program acara dalam tayangan prime time

dan week ends dari tahun 1967 sampai 1985 dianalisis dengan hasil yang menarik. Kurang lebih 71 persen program prime time dan 94 persen program week ends

terdapat aksi kekerasan.

Bagi pemirsa pecandu berat televisi (heavy viewers) dalam jangka waktu lama ternyata hal ini memberi keyakinan bahwa tak seorang pun bisa dipercaya atas apa yang muncul dalam dunia kekerasan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pecandu berat televisi cenderung melihat dunia ini sebagai kegelapan/ mengerikan serta tidak mempercayai orang. Apa yang terjadi di televisi itulah dunia nyata. Televisi menjadi potret sesungguhnya dunia nyata.

Gerbner dan koleganya berpendapat bahwa televisi menanamkan sikap dan nila tertentu. Media pun kemudian memelihara dan menyebarkan sikap dan

nilai itu antar anggota masyarakat yang kemudian mengikatnya bersama‐sama pula.

Media mempengaruhi penonton dan masing‐masing penonton itu

meyakininya, sehingga para pecandu berat televisi itu akan mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu sama lain (Nurudin, 2003 :159). Sementara McQuail (2001:465) mengutip pandangan Gerbner bahwa televisi tidak hanya


(25)

disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari‐hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri.

Gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan. Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi ini merupakan yang sebenarnya. Kekerasan yang ditayangkan televisi dianggap sebagai kekerasan yang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang ditayangkan televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.

Inilah yang kemudian dalam analisis kultivasi televisi memberikan homogenisasi budaya atau kultivasi terjadi dalam dua hal mainstreaming

(pelaziman) dan resonance (resonansi).

Garbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan metode survey analisis, dimana populasi dan sample adalah penonton pria dan wanita yang dibedakan berdasar usia yaitu; dewasa, remaja, dan anak-anak. Juga diperoleh data bahwa rata-rata orang menonton TV di Amerika Serikat adalah 7 jam sehari.

Maka muncul istilah heavy viewers (pecandu berat televisi), Medium Viewer(penonton dalam intensitas yang sedang), light viewers atau

viewers(penonton biasa). Para pecandu berat televisi akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia senyatanya. Misalnya, menanggapi perilaku kekerasan yang terjadi di masyarakat. Para pecandu berat televisi akan


(26)

mengatakan bahwa sebab utama munculnya kekerasan karena masalah sosial (karena televisi yang sering ia tonton sering menyuguhkan berita dan kejadian dengan motif kekerasan).

Padahal bisa jadi sebab utama itu lebih karena faktor cultural shock dari tradisional ke modern. Contoh lainnya yaitu pecandu berat televisi mengatakan bahwa 20% penduduk dunia berdiam di Amerika, padahal kenyataannya cuma 6%. Dengan kata lain, penilaian, persepsi, opini penonton televisi digiring sedemikian rupa agar sesuai dengan apa yang mereka lihat di televisi. Bagi pecandu berat televisi, apa yang terjadi pada televisi itulah yang terjadi pada dunia sesungguhnya.

Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya. Dengan kata lain pecandu berat televisi mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu dengan lainnya. Televisi, sebagaimana diteliti oleh Garbner dianggap sebagai pendominasi “lingkungan simbolik” seseorang. Ia juga berpendapat bahwa gambaran adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan.

Dengan kata lain perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian disekitar kita. Jika adegan kekerasan itu merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi , bisa jadi yang terjadi sebenarnya juga begitu. Jika kita menonton acara seperti Buser, Patroli Sidik, dll. Di sana terlihat beberapa perilaku kejahatan yang dilakukan masyarakat.


(27)

Dalam prespektif kultivasi adegan yang terjadi dalam acara-acara itu menggambarkan dunia kita yang sebenarnya. Bahwa di Indonesia kejahatan itu sudah demikian luas dan mewabah. Acara itu menggambarkan dunia kejahatan yang sebenarnya yang ada di Indonesia (Nurudin, Komunikasi Massa:2003). Tuduhan munculnya kejahatan di dalam masyarakat disebut dengan “sindrom dunia makna”.

Pecandu berat televisi memandang dunia sebagai tempat yang buruk, tidak demikian dengan pandangan pecandu ringan. Efek kultivasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Mereka beranggapan bahwa lingkungan sekitarnya sama seperti yang tergambar di televisi.

I.6.2 Terpaan Media ( Media Exposure )

Rosengren mengemukakan bahwa terpaan tayangan diartikan sebagai penggunaan media oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara khalayak dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004:66).

Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau

longevity. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali seminggu seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta berapa kali sebulan seseorang


(28)

menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian ini program yang diteliti merupakan program harian.

Untuk pengukuran variabel durasi penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program. Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. (2005) Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah.

Penelitian dari Sulistyadewi (1995:23) menyatakan bahwa intensitas menonton dapat dihitung memakai parameter- parameter baku seperti frekuensi, durasi, dan atensi pemirsa. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat diukur melalui frekuensi, durasi, dan atensi. Berdasarkan pengertian terpaan media yang telah dijelaskan oleh Rosengren dalam Rakhmat (2001:66), maka cara mengukur terpaan media (acara infotainment) diukur dari durasi dan intensitas menonton.

I.6.3 Persepsi

Persepsi pada dasarnya merupakan suatu proses yang terdiri dari pengamatan seseorang terhadap sesuatu informasi yang disampaikan oleh orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan, atau bekerjasama, jadi setiap orang tidak terlepas dari proses persepsi. Persepsi dianggap lebih mendalam jika dibandingkan dengan opini. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Le Boueuf yang mengatakan bahwa, “Persepsi adalah pemahaman kita


(29)

terhadap apa yang kita alami. Penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat dan apa yang kita dengar yang dipengaruhi oleh kombinasi pengalaman masa lalu, keadaan, serta psikologi yang benar-benar sama. Bagi setiap orang apa yang dipersepsikannya itulah kenyataan.”

Menurut Mc Mahon (Adi, 1994:55), Persepsi diartikan sebagai proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (Sensory Information). Sedangkan Mergen, King, dan Robinson (Adi, 1994:55), berpendapat bahwa persepsi menunjuk pada bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap, dan mencium dunia sekitar kita. Dengan kata lain persepsi dapat pula didefenisikan sebagai sesuatu yang dialami oleh manusia.

William James (Adi, 1994: 55) menambahkan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh atau pengolahan ingatan (memory) kita diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Menurut Hindley dan Thomas (Adi, 1994:58), memberikan defenisi bahwa persepsi diartikan sebagai suatu proses dimana seseorang menerima, memilih atau menafsirkan informasi.

Kimbal Young mengatakan,”persepsi adalah sesuatu yang menunjukkan aktivitas merasakan, menginterpretasikan dan memahami objek baik fisik maupun sosial” (Walgito, 1986:89). Defenisi ini menekankan bahwa persepsi akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan setelah dirasakan akan menginterpretasikan objek yang dirasakan tersebut. Pendapat Young ini sejalan dengan William James (Adi 1994:55) yang mengatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita proses dari


(30)

lingkungan yang diserap oleh indera kita serta sebagian lainnya diperoleh kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal yang penting yyang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala rangsangan yang dating dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya. Segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah dan selanjutnya di proses.

Persepsi seseorang tidaklah timbul begitu saja. Tentu ada faktor-faktor yyang mempengaruhi. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang apa yang dilihatnya itu.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang:

1. Diri orang yang bersangkutan sendiri. Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut mempengaruhi seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapannya.

2. Sasaran Persepsi tersebut. Sasaran tersebut mungkin berupa orang, benda

atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran tersebut biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran, tindak tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan cara pandang orang melihatnya.


(31)

3. Faktor situasi. Persepsi harus dapat dilihat secara kontekstual yang berarti

dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang (Siagian,1989:101).

Sejalan dengan ini (Kasali, 1994:23) mengemukakan faktor-faktor yang menentukan persepsi yaitu:

a) Latar Belakang Budaya b) Pengalaman Masa Lalu c) Nilai-nilai yang dianut

d) Berita-berita yang berkembang

Jalalluddin Rahmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi (2005) mengungkapkan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor struktural yang berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu dan factor fungsional yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal.

Dalam Sobur (2003:446) dijelaskan bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen utama yaitu:

1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Sejalan dengan pendapat Rehan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang


(32)

untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Reaksi, yaitu persepsi yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk

tingkah laku sebagai reaksi.

I.7 Kerangka Konsep

Kerangka Konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2001: 73). Sedangkan Kerangka Konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai (Nawawi,1991:40). Kerangka konsep memuat komponen-komponen yang akan diteliti beserta indikatornya untuk memperjelas penelitian yang akan dicapai.

Berdasarkan kerangka teori yang telah ada dapat ditentukan pernyataan-pernyataan yang bersifat konseptual. Kerangka konsep merupakan defenisi yang dipakai untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena ataupun fenomena alam. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas atau Independent variabel (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan dan mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi,1995:57).

Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah Pola Konsumsi Acara


(33)

2. Variabel Terikat atau Dependent Variabel (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Persepsi tentang Perceraian.

I.8 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut:

Gambar I.1. Model teoritis I.9 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teoori dan kerangka konsep di atas, maka dapat dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian sebagai berikut:

Variabel Terikat(Y) Persepsi Tentang Fenomena Perceraian Variabel Bebas(X)

Terpaan Acara


(34)

Table I.2. Operasional Variabel

Variabel Teoritis Variabel Operasional

Variabel Bebas(X)

Terpaan Acara Infotainment di televise

a. Durasi:

• Heavy Viewer • Medium Viewer • Light Viewer b. Intensitas Menonton

Variabel Terikat(Y)

Persepsi Tentang Perceraian

• Sensasi • Atensi • Interpretasi

I.10 Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabel-variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46). Defenisi operasional variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel Bebas (Terpaan Acara Infotainment) terdiri dari:

1) Durasi: Waktu yang dihabiskan dalam menonton.


(35)

b) Medium Viewer: Pemirsa yang menonton tidak lebih dari 2-3 jam

sehari

c) Light Viewer: penonton biasa yang menonton tidak lebih dari 1-2 jam.

2) Intensitas menonton: frekuensi dalam menonton

2. Variabel Terikat (Persepsi Tentang Perceraian) terdiri dari:

a) Sensasi: melalui alat – alat indra kita ( indra perasa, indra peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indera itu mempunyai andil bagi berlangsungnya komunikasi manusia. Penglihatan menyampaikan pesan nonverbal ke otak untuk diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan pesan verbal ke otak untuk ditafsirkan. Penciuman, sentuhan dan pengecapan, terkadang memainkan peranan penting dalam komunikasi, seperti bau parfum yang menyengat, jabatan tangan yang kuat, dan rasa air garam dipantai.

b) Atensi : proses secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan, proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumber daya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak sadar.

c) Interpretasi: proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Sejalan dengan pendapat Rehan Khasali, menurut Sobur interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi kepribadian dan kecerdasan. Tingakat pemahaman akan apa yang di sajikan dalam infotainment.


(36)

I.11 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan penghubung antara teori dan dunia empiris (Kriyantono,2004:43). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidak terdapat hubungan antara terpaan acara tayangan infotaiment

dengan persepsi Ibu Rumah Tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

Ha: Terdapat hubungan antara terpaan acara tayangan infotainment dengan persepsi tentang perceraian di kalangan Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal, Medan.

I.12 Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode ini bertujuan untuk meneliti sejauhmana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variabel lainnya (Kriyanto, 2004:27). Metode Korelasional digunakan untuk meneliti hubungan diantara variabel-variabel. Dalam penelitian ini, metode korelasional digunakan untuk mencari hubungan antara Terpaan Acara Infotainment dengan Persepsi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tentang fenomena Perceraian.

I.12.1 Lokasi Penelitian


(37)

I.12.2 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan dan tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian (Nawawi, 1997:141).

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan.

I.12.3 Sampel

Sampel harus memenuhi unsur representative dari seluruh sifat-sifat populasi. Sampel yang representative dapat diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur semua unsur dalam populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat mewakili keadaan yang sebenarnya dalam populasi (Kriyantono, 2006:115).

Mengenai ukuran sampel, tidak ada ukuran pasti bagi periset (Kriyantono, 2009:161). Para ahli berpendapat jika jumlah populasi berkisar 100 ke atas maka ukuran sampel dapat diambil 10% atau 15% atau sampai 20% sampai 25% (Arikunto, 2006:134). Karena keterbatasan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga, dan dana, sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, besar kecilnya risiko yang ditanggung peneliti dalam penelitian, untuk menentukan besarnya sample dalam penelitian ini, maka digunakan rumusan dari Arikunto yakni ukuran sampel sebanyak 15% dari populasi.


(38)

Teknik Penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Simple Random Sampling

Teknik ini digunakan dalam penelitian yang anggota populasinya dianggap homogen. Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acaktanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi tersebut.

I.12.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penelitian Lapangan

Pengumpulan data yang meliputi kegiatan survei di lokasi penelitian pengumpulan data dari responden melalui:

1. Kuesioner yaitu alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan

tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula oleh responden (Nawawi, 1995:117). Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuesioner kepada Ibu Rumah Tangga di Lingkungan III Kelurahan Sungga, Medan.

2. Wawancara yaitu alat pengumpul data yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan pula oleh responden (Nawawi, 1995:111). Dalam hal ini peneliti akan berdialog atau mewawancarai pihak-pihak terkait dengan permasalahan yang hendak diteliti.

b. Penelitian Kepustakaan

Dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian. Dalam hal ini, penelitian kepustakaan dilakukan melalui buku, majalah, internet dan sebagainya.


(39)

I.12.5 Teknik Analisis Data

Analisis data sebagai proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 2008:263). Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis dalam beberapa tahap analisis yaitu:

a. Analisis Tabel Tunggal

Suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri dari dua kolom sejumlah frekuensi dan kolom persentase untuk setiap kategori (Singaribmun, 2006: 266).

b. Analisis Tabel Silang

Teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel lainnya sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut bernilai positiif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273).

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk menguji tingkat hubungan antara kedua variabel yang dikorelasikan dalam penelitian digunakan Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Spearman’s Rho Rank-Order Correlation Coeficient). Spearman Rho Koefisien menunjukkan hubungan antara variabel X dan Y yang tidak diketahui sebaran datanya. Koefisien korelasi non


(40)

parametrik ini digunakan untuk menghitung data dua variabel yang ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai terbesar.

Rumus untuk koefisien korelasinya adalah :

Rs = 1) 2 N(N 2 d 6 1 − ∑

− (Kriyantono, 2006:176)

Keterangan :

Rs (rho) = koefisien korelasi rank-order

Angka 1 = angka satu, yaitu bilangan konstan

6 = angka enam, yaitu bilangan konstan

d = perbedaan antara pasangan jenjang

∑ = sigma atau jumlah

N = jumlah individu dalam sampel

Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisis data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.

Jika rs < 0,05 maka Ha ditolak

Jika rs > 0,05 maka Ha diterima

Untuk menguji tingkat signifikansi korelasi, jika N > 10, digunakan rumus ttest

pada tingkat signifikansi 0,05 sebagai berikut :

t = Rs 2

1 2 Rs N − − (Suparman, 1990:218) Keterangan :


(41)

t = nilai thitung

Rs/rho = nilai koefisien korelasi

N = jumlah sampel

Jika thitung > ttabel, maka hubungannya signifikan

Jika thitung < ttabel, maka hubungannya tidak signifikan

Selanjutnya untuk melihat derajat hubungan (Kriyantono, 2006:170) sebagai berikut:

Kurang dari 0,20 = hubungan rendah sekali; lemas sekali

0,20-0,39 = hubungan rendah tetapi pasti

0,40-0,70 = hubungan yang cukup berarti

0,71-0,90 = hubungan yang tinggi, kuat


(42)

BAB II URAIAN TEORITIS

II.1 Teori Kultivasi

Riset pertama yang dilakukan oleh Gerbner pada tahun 1960 bersama koleganya di Annenberg School for Communication bertujuan untuk mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan dan dipersepsikan oleh penonton televisi. Tradisi pengaruh media dalam jangka waktu panjang dan efek yang tidak langsung menjadi kajiannya dalam penelitian ini.

Argumentasi awalnya adalah, “televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, anggota yang bercerita paling banyak dan paling sering” (dalam Severin dan Tankard, 2001:268). Dalam riset Proyek Indikator Budaya terdapat lima asumsi yang dikaji Gerbner dan koleganya yakni:

1. Televisi secara esensial dan fundamental berbeda dari bentuk

media massa lainnya. Televisi terdapat hampir di setiap rumah tangga. Televisi tidak

menuntut melek huruf seperti pada media suratkabar, majalah dan buku. Televisi bebas

biaya, sekaligus menarik karena kombinasi gambar dan suara.

2. Medium televisi menjadi “the central cultural arm” masyarakat Amerika, karena menjadi sumber sajian hiburan dan informasi. Televisi telah menjadi anggota keluarga yang penting, yang paling sering dan paling banyak bercerita. 3. Persepsi seseorang akibat televisi memunculkan sikap dan opini yang spesifik tentang fakta kehidupan. Karena kebanyakan stasiun televisi mempunyai target


(43)

khalayak sama, dan bergantung pada bentuk pengulangan program acara dan cerita (drama).

4. Fungsi utama televisi adalah untuk medium sosialisasi dan enkulturasi melalui isi tayangannya (berita, drama, iklan) sehingga pemahaman akan televisi bisa menjadi sebuah pandangan ritual (ritual viewer/berbagi pengalaman) daripada hanya sebagai medium transmisi (transmissional view).

5. Observasi, pengukuran, dan kontribusi televisi kepada budaya relatif kecil, namun demikian dampaknya signifikan. Menurut teori ini televisi menjadi alat media utama dimana audience belajar tentang masyarakat dan kultur di lingkungannya, sehingga persepsi apa yang terbangun di

benak audience tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk hiburan) dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari lingkungan simbolis umum.

Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita, dengan cara menggantikan pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia lainnya (McQuail,1996:254).


(44)

Kultivasi secara makna kata berarti menanam, sehingga secara makna kata teori kultivasi dapat diartikan sebagai teori yang menfokuskan pada proses penanaman nilai.Teori Kultivasi (Cultivation Theory) merupakan salah satu teori yang dapat digunakanuntuk menjelaskan dampak media bagi khalayak.

Dengan demikian bisa dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukan oleh Gerbner lebih menekankan pada “dampak”. Asumsi mendasar dalam teori ini adalah terpaan media yang terus menerus akan memberikan gambaran dan pengaruh pada persepsi pemirsanya. Artinya, selama pemirsa melakukan kontak dengan televisi mereka akan belajar tentang dunia, mengubah persepsi mereka akan dunia, belajar bersikap dan nilai-nilai orang.

Penelitian kultivasi menekankan bahwa media massa sebagai agen sosalisasi dan menyelidiki apakah penonton televisi itu lebih mempercayai apa yang disajikan televisi daripada apa yang mereka lihat sesungguhnya. Gerbner dan kawan-kawannya melihat bahwa film drama yang disajikan di televisi mempunyai sedikit pengaruh tetapi sangat penting di dalam mengubah sikap, kepercayaan, pandangan penonton yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.

Gerbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan metode survey analisis, dimana populasi dan sampel adalah pria dan wanita yang dibedakan berdasarkan usia dewasa, anak-anak, dan remaja. Gerbner juga menggunakan data bahwa rata-rata orang menonton televisi di Amerika Serikat adalah 7 jam sehari.

Data ini digunakan untuk membagi kelompok responden menjadi dua berdasar lama mereka menonton televisi setiap harinya, yaitu kelompok heavy viewers atau pecandu berat televisi dan light viewers atau penonton biasa.Pada


(45)

awalnya teori ini lebih menfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience

pada tema-tema kekerasan, namun seiring dengan perkembangannya teori ini juga digunakan pada masalah-masalah sosial yang lain diluar tema kekerasan.

Teori Kultivasi pada dasarnya menyatakan bahwa para pecandu berat televisi (heavy viewers) membangun keyakinan yang berlebihan bahwa “dunia itu menakutkan.” Hal tersebut disebabkan keyakinan mereka bahwa apa yang mereka lihat di televisi, yang cenderung banyak menyajikan acara kekerasan, adalah apa yang mereka yakini terjadi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam hal ini, Gerbner menyatakan bahwa televisi merupakan suatu kekuatan yang secara dominan dapat mempengaruhi masyarakat modern. Kekuatan tersebut berasal dari kemampuan televisi melalui berbagai simbol untuk memberikan berbagai gambaran yang terlihat nyata dan penting seperti sebuah kehidupan sehari-hari. Televisi mampu mempengaruhi penontonnya, sehingga apa yang ditampilkan di layar kaca dipandang sebagai sebuah kehidupan yang nyata, kehidupan sehari-hari. Realitas yang tampil di media dipandang sebagai sebuah realitas objektif.

Menurut Wimmer dan Dominick terdapat dua cara dalam menganalisis kultivasi. Pertama, deskripsikan dunia media yang diperoleh dari analisis periodik atas isi media. Hasil dari analisis isi adalah mengidentifikasi pesan dari dunia televisi. Pesannya mewakili gambaran konsisten atas isu spesifik, kebijakan, dan topik yang sering terjadi dalam kehidupan nyata. Kedua, meneliti khalayak dengan menghubungkan pada terpaan televisi, membagi sampel ke dalam heavy viewers, moderate viewer dan light viewers serta membandingkan jawaban


(46)

mereka atas pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan realitas televisi dan realitas dunia nyata.

Sebagai tambahan data yang dikoleksi sebagai variabel kontrol mencakup gender, usia, dan status sosial ekonomi. Menurut Gerbner televisi tidak hanya disebut sebagai jendela atau refleksi kejadian sehari-hari di sekitar kita, tetapi dunia itu sendiri. Gambaran tentang adegan kekerasan di televisi lebih merupakan pesan simbolik tentang hukum dan aturan.

Dengan kata lain, perilaku kekerasan yang diperlihatkan di televisi merupakan refleksi kejadian di sekitar kita. Jika adegan kekerasan merefleksikan aturan hukum yang tidak bisa mengatasi situasi seperti yang digambarkan dalam adegan televisi, bisa jadi ini merupakan yang sebenarnya. Kekerasan yang ditayangkan televisi dianggap sebagai kekerasan yang terjadi di dunia ini. Aturan hukum yang bisa digunakan untuk mengatasi perilaku kejahatan yang ditayangkan televisi akan dikatakan bahwa seperti itulah hukum kita sekarang ini.

Inilah yang kemudian dalam analisis kultivasi televisi memberikan homogenisasi budaya atau kultivasi terjadi dalam dua hal mainstreaming

(pelaziman) dan resonance (resonansi). Mainstreaming atau pelaziman dalam analisis kultivasi terjadi pada pecandu berat televisi (menonton lebih dari 4 jam perhari) yang mana simbol-simbol televisi telah memonopoli dan mendominasi sumber informasi dan gagasan tentang dunia.

Orang menginternalisasi realitas sosial dominannya lebih kepada aspek kultural, karena ini lebih dekat dengan kesehariannya. Sementara, resonance

terjadi ketika pemirsa melihat sesuatu di televisi yang sama dengan realitas kehidupan mereka sendiri, realitas televisi tak berbeda dengan realitas di dunia


(47)

nyata. Artinya, mereka menganggap bahwa pemberitaan perang, kriminalitas, maupun konflik para pesohor di televisi adalah realitas dunia yang sesungguhnya.

Peneliti ini percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya, iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber primer lainnya.

Menurut Baron dan Byrne terdapat tiga fase riset mengenai kultivasi. 1). Fase Bobo Doll,

2). Fase penelitian laboratorium

3). Fase riset lapangan (Baron dan Byrne dalam Rakhmat, 1999:234).

Fase pertama dirintis oleh Bandura dan kawan-kawannya yang mencoba meneliti apakah anak-anak yang melihat orang dewas melakukan tindakan agresi juga akan melakukan agresi sebagaimana yang mereka lihat. Seratus anak-anak setingkat taman kanak-kanak dibagi ke dalam empat kelompok, dengan treatment

yang berbeda. Satu kelompok pertama melihat seorang dewasa menyerang boneka balon “Bobo Doll” sambil berteriak garang, “Hantam! Sikat hidungnya!”. Kelompok kedua dari anak-anak tersebut melihat tindakan yang sama dalam film berwarna pada pesawat televisi. Kelompok ketiga juga melihat adegan film televisi, namun yang tidak menampilkan adegan kekerasan. kelompok terakhir, sama sekali tidak diberi akses menonton adegan kekerasan sama sekali. Setelah


(48)

sembari diamati melalui kaca yang tembus pandang. Di ruangan bermain disediakan “Bobo Doll” dan alat-alat permainan lainnya, dan terbukti kelompok pertama dan kedua melakukan tindakan agresif, sebanyak 80 – 90 persen dari jumlah kelompok tersebut.

Fase kedua penelitian kultivasi yang mencoba mengganti obyek perilaku agresif secara lebih realitis, yaitu bukan lagi boneka plastik melainkan manusia. Adegan kekerasan diambilkan dari film-film yang dilihat para remaja yaitu film serial televisi The Untouchtables. Liebert dan Baron, yang melakukan penelitian generasi kedua ini di tahun 1972, membagi para remaja menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama melihat film The Untouchtables yang berisi beragam adegan kekerasan, dan yang kedua melihat adegan menarik dari televisi tapi tidak dibumbui adegan kekersan sama sekali. Kemudian mereka diberi kesempatan untuk menekan tombol merah yang dikatakan dapat menyakiti remaja yang berada di ruangan lain. ternyata kelompok pertama lebih banyak dan lebih lama menekan tombol merah daripada kelompok kedua.

Fase ketiga dilakukan Layens dan kawan-kawan di Belgia tahun 1975. Perilaku agresif diamati pada situasi ilmiah bukan di laboratorium dan dengan jangka waktu yang lama. kegiatan obyek yang diteliti juga tidak diganggu sama sekali. Mereka dibagi kedalam dua kelompok, di mana kelompok pertama menonton lima film berisi adegan kekerasan selama seminggu dan kelompok kedua menonton lima film tanpa adegan kekerasan. Selama seminggu itu pula perilaku mereka diamati secara intens, dan ternyata kelompok pertama lebih sering melakukan adegan kekerasan (Rakhmat, 1999:243 – 245).


(49)

II.1.1 KONSEP KULTIVASI

Kultivasi melihat kontribusi terhadap konsepsi realitas sosial bukan sebagai proses ’push’ monolitis satu arah, melainkan sebagai proses gravitasional dengan sudut pandang dan arah ’pull’ yang bergantung pada tempat kelompok pemirsa dan gaya hidup mereka sejajar dengan referensi garis gravitasi,

mainstream dunia televisi. Jadi, kultivasi adalah proses interaksi di antara pesan, audiens, dan konteks, yang terus berlangsung, kontiniu, dan dinamis.

II.1.2 METODE - METODE ANALISIS KULTIVASI

Analisis kultivasi dimulai dengan analisis sistem pesan untuk mengidentifikasi pola-pola permanen, kontiniu, dan overarching dari konten televisi. Klasifikasi light viewer, medium viewer, dan heavy viewer diukur dengan jumlah waktu responden menonton televisi rata-rata setiap hari. Yang penting adalah adanya perbedaan tingkatan menonton, bukan pada jumlah akurat menonton.

Bukti kultivasi yang bisa diobservasi tergolong sederhana karena light viewer sekalipun dapat menonton televisi beberapa jam sehari dan hidup dalam kultur umum yang sama dengan heavy viewer. Karena itu, penemuan pola konsisten berbeda yang kecil tapi pervasive di antara light dan heavy viewer

sangat mungkin. (Bryant, J & D Zillmann : 2002). Pergeseran kecil tapi pervasif dalam perspektif kultivasi dapat mengubah kondisi kultural dan membalik keseimbangan pembuatan keputusan politis dan sosial.

II.2 Terpaan Media Massa

Media massa diyakini memiliki kekuatan yang dahsyat untuk mempengaruhi sikap dan perilaku manusia. Bahkan media massa mampu untuk


(50)

mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang. Media mampu membimbing dan mempengaruhi kehidupan dimasa kini dan masa datang.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nikolaus Georg Edmund Jackob yang berjudul The Relationship between Perceived Media Dependency, Use of Alternative Information Sources, and General Trust in Mass Media dalam

International Journal of Communication menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara ketergantungan dengan media, penggunaan sumber informasi alternatif, dan kepercayaan terhadap media.

Dalam artikel tersebut tertulis:

“Respondents who actively search for non-media information feel less dependent on the media, as do respondents with low confidence in the media. Respondents feeling somewhat independent on the media express lower levels of trust, as do frequent users of non-media information sources. Media skeptics tend to search more actively for alternative sources, as do respondents feeling somewhat independent from the media.”

Responden yang secara aktif mencari informasi dari sumber selain media hanya sedikit bergantung pada media seperti halnya mereka yang dengan keyakinan rendah pada media. Responden yang merasa tidak bergantung pada media menunjukkan tingkatkepercayaan yang rendah, sepertihalnya mereka yang rutin menggunakan sumber informasi non media. Mereka yang skeptis terhadap media lebih aktif mencari sumberinformasi alternatif, sehingga responden merasa tidak bergantung pada media.

Hal yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana pengaruh penggunaan media berhubungan dengan tingkat kepercayaan terhadap media


(51)

tersebut. Bila dikaitkan denganpenelitian ini maka antara terpaan program reality

maka akan mempengaruhi tingkatkepercayaan terhadap program realitytersebut. Penelitian lain tentang peran media dilakukan oleh Michael Meadows, Susan Forde, Jacqui Ewart, dan Kerrie Foxwell berjudul The Power and The Passion: A Study of Australian Community Broadcasting Audiences 2004-2007. Penelitian ini adalah penelitian tentang siaran komunitas di Australia.

Dalam jurnal penelitian ini disebutkan bahwa:

“Community broadcasting’s very ability to create ‘communities of interest’ places it in an ideal position to transform “common sense” into “good sense” – an objectiveproclaimed, albeit in a different language, in virtually all community media sectors’mission statements.”

Siaran komunitas memiliki kemampuan untuk menciptakan komunitas ketertarikan dan menempatkannya pada posisi yang ideal untuk mengubah pandangan yang umum atau biasa menjadi pandangan yang lebih baik. Di sini, meskipun tidak secara jelas, disebutkan mengenai peranan media dalam mengubah dan membentuk pola pikir dan pandangan audiens-nya.

Artikel dari Ido Prijana Hadi yang berjudul “Cultivation Theory:

SebuahPerspektif Teoritik dalam Analisis Televisi” menyebutkan bahwa apa yang ditampilkan dalam tayangan televisi (realitas media) dipersepsi sebagai dunia nyata (realitas nyata). Sehingga pemirsa yang meluangkan waktu lebih banyak dalam menonton televisi lebih meyakini bahwa dunia nyata adalah seperti apa yang digambarkan televisi.

Nawiroh Vera dalam “Kekerasan Media Massa : Perspektif Kultivasi” menyebutkan bahwa penumpulan kepekaan terhadap kekerasan merupakan gejala yang umum terjadi ketika kekerasan tak lagi dianggap sebagai hal yang luar biasa. Maka, tatkala masyarakat diterpa oleh informasi kekerasan, dan menganggap


(52)

realitas media tak beda dengan realitas nyata (prespektif kultivasi), perilaku kekerasan pun disahkan dalam kehidupan sehari-hari. Kedua tulisan tersebut menyebutkan tentang efek kultivasi media televisi dimana semakin tinggi terpaan media yang diterima khalayak maka realitas media akan semakin dianggap sama dengan realitas nyata, sehingga khalayak tidak mampu membedakan antara realitas ciptaan media dengan realitas yang sebenarnya.

Media massa mempunyai kemampuan untuk mengkonstruksikan suatu peristiwa, bahkan mampu untuk membnetuk suatu realita sosial. Media massa dengan sendirinya akan mampu memberi pengaruh dan dampak pada khalayaknya. Dampak tersebut dapat terjadi dalam tiga aspek, yaitu :

a. Aspek Kognitif, yaitu berhubungan dengan gejala pikiran, berwujud pengetahuan dan keyakinan serta harapan-harapan tentang obyek atau kelompok obyek tertentu.

b. Aspek Afektif, berwujud proses berhubungan dengan perasaan tertentu seperti ketakutan, kebencian, simpati, antipati, dan sebagainya, yang ditunjukkan kepada obyek-obyek tertentu.

c. Aspek Konatif, berwujud proses tendensi atau kecendrungan, berhubungan dengan perilaku mendekati atau menjauhi suatu obyek tertentu.

Menurut Masri Singarimbun terpaan media diartikan sebagai peristiwa

sentuhan media kepada khalayak. Sedangkan Jalaluddin Rakhmat

mendefinisikannya sebagai pertemuan antara khalayak dengan media. Terpaan media adalah keadaan terkena pada khalayak akan pesan-pesan yang disebarluaskan oleh media massa (kondisi di mana khalayak/audiens terkena


(53)

‘sentuhan’ atau bertemu dengan isi-isi/pesan dari program acara dari media massa, dalam hal ini tayangan infotainment di televisi).

II.3 Persepsi

Manusia dalam berbagai gerak kehidupannya memerlukan interaksi dengan factor luar individu atau lingkungan eksternal. Faktor eksternal ini bisa muncul dari lingkungan fisik, maupun lingkungan sosialnya. Untuk berinteraksi dengan lingkungan tentunya setiap orang harus dapat menyerap unsure dari luar. Unsur atau gejala dari luar dapat ditangkap melalui lima alat indera yang dimiliki oleh manusia. Proses penerimaan rangsangan ini disebut dengan penginderaan (sensation).

Persepsi menurut defenisi Desirato yang dikutif dari Rakhmat mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 200:55). Sensasi adalah bagian dari persepsi, namun walaupun begitu menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, interpretasi, ekspektasi, motivasi dan memori.

Menurut Kenneth E. Anderson, atensi atau perhatian adalah proses mental ketika stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Rakhmat, 2005: 52).

Terdapat 2 faktor eksternal daninternal dalam menarik perhatian;

1. Faktor internal penarik perhatian yaitu: • Gerakan


(54)

• Intensitas stimuli • Kebaruan (Novelty)

• Perulangan

2. Faktor eksternal penarik perhatian, yaitu: • Faktor biologis

• Faktor sosiopsikologis

Menurut Mc Mahon yang dikutif dalam buku Psikologi Pekerja Sosial dan Ilmu Sosial mengatakan apabila orang berbicara tentang persepsi, yang dimaksud adalah apa yang ingin dilihat seseorang belum tentu sama dengan fakta sebenarnya. Keinginan seseorang itulah yang menyebabkan mengapa dua orang melihat atau mengalami hal yang sama memberikan interpretasi yang berbeda tentang apa yangdilihat atau dialaminya itu. Persepsi adalah proses menginterpretasi rangsang (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensory information) (Adi, 1994: 105).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah merupakan proses menginterpretasi rangsangan berupa pengalaman, objek, peristiwa yang dilakukan setipa orang secara berbeda

II.5 Ciri-ciri Persepsi

Penginderaan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut sebagai dunia persepsi (Adi, 1994; 107). Agar dihasilkan suatu penginderaan yang bermakna, di bawah ini ciri-ciri umum tentang persepsi, sebagai berikut:


(55)

1) Rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas

tiap-tiap indera, yaitu sifat sensoris dasar dari masing-masing indera (cahaya untuk penglihatan, bau untuk penciuman, suhu sebagai perasa, bunyi bagi pendengaran, sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya).

2) Dunia persepsi mempunyai sifat ruang (dimensi ruang), kita dapat

mengatakan atas bawah, tinggi rendah , luas-sempit dan lain-lain. 3) Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat- lambat,

tua- muda, dan lain sebagainya.

4) Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan

mempunyai struktur yang menyatu dengan konteksnya. Struktur atau konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu. Kita melihat meja tidak berdiri sendiri dalam ruang tertentu dan lain-lain.

5) Dunia persepsi adalah duni penuh arti. Kita cenderung melakukan pengamatan pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan dalam diri kita.

II.6 Proses Persepsi

Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa psikologi sebagai telaah ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang merupakan perantara rangsangan di luar organism dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap rangsangan. Menurut rumusan ini, yang dikenal dengan toeri rangsangan-tanggapan (stimulus-response/SR), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah


(56)

rangsangan diterapkan kepada manusia. Subproses psikologi lainnya adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran (Sobur, 2003: 446).

Seperti dinyatakan pada bagan berikut, persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Bahkan diperlukan bagi orang yang paling sedikit terpengaruh atau sadar akan adanya rangsangan menerima dan dengan cara menahan dampak dari rangsangan.

Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan tanggapan

Perasaan

Gambar II.1: Variabel psikologis Antara Rangsangan dan Tanggapan (Sobur,2003:446)

Persepsi, pengenalan, penalaran dan perasaan disebut sebagai variabel psikologis yang muncul diantara rangsangan dan tanggapan. Sudah tentu ada pula cara lain untuk mengonsepsikan lapangan psikologis, namun rumus S-R dikemukakan disini karena unsur dasarnya telah diterima secara luas oleh para psikolog dan telah dipahami dan digunakan oleh ilmu sosial lainnya.

Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama;

1. Seleksi, yakni proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas, dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasi informasi sehingga mempunyai

arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan


(57)

kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3. Interpretasi dan persepsi kemuudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku asebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.

II.6 Sifat-sifat Persepsi

Persepsi terjadi dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang dampak. Maka apa yang mudah bagi kita boleh jadi tidak mudah bagi orang lain, atau apa yang jelas bagi orang lain terasa membingungkan bagi kita. Dalam konteks inilah kita perlu memahami persepsi dengan melihat jauh sifat-sifat persepsi (Sendjaja, 1994: 54-55).

Pertama, persepsi adalah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek atau peristiwa, kita harus memiliki dasar/basis untuk melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya kita temukan pada masa lalu kita dengan orang lain, objek atau peristiwa tersebut dengan hal-hal yang menyerupai. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembanding, tidak mungkin untuk mempersepsi auatu makna, sebab ini akan membawa kepada kita suatu kebingungan.

Kedua, persepsi adalah selektif . Ketika mempersepsi sesuatu, kita cenderung hanya memperhatikan bagian-bagian tertentu dari suatu objek atau orang. Dengan kata lain, kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu dari objek persepsi kita dan mengabaikan yang lain. Dalam hal ini biasanya kita


(58)

mempersepsikan apa yang kita inginkan atas dasar sikap, nilai, dan keyakinan yang ada dalam diri kita, yaitu mengabaikan karakteristik yang tidak relevan atau berlawanan dengan nilai dan keyakinan tersebut.

Ketiga, persepsi adalah penyimpulan. Proses psikologi dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui proses induksi secara logis. Interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi pada dasarnya adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Dengan kata lain, mempersepsi makna adalah melompat pada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data yang dapat ditangkap oleh indera kita. Sifat ini saling mengisi dengan sifat kedua. Pada sifat kedua persepsi adalah selektif, karena keterbatasan kapasitas otak, maka kita hanya dapat mempersepsi sebagian karakteristik dari objek. Melalui penyimpulan ini kita berusaha untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai objek yang kita persepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek tersebut.

Keempat, persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan objektif, karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk member makna. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologi yang ada dalam diri kita, maka bersifat subjektif.

Suatu hal yang tidak terpisahkan dari interpretasi subjektif adalah proses evaluasi. Rasanya hampir tidak mungkin kita mempersepsi suatu objek tanpa mempersepsi pula baik atau buruk objek tersebut. Adalah sangat langka kita dapat mempersepsi suatu acara sepenuhnya netral. Hal ini dapat kita telusuri dari


(1)

viewer menurut teori kultivasi dapat disimpulkan bahwa dari total responden 2 orang tergolong heavy viewer, 30 orang moderate viewer dan 20 orang light viewer. Meskipun teori kultivasi berpendapat bahwa semakin sering frekuensi menonton seseorang dan dan semakin lama durasi ia menonton maka akan semakin besar kemungkinan ia terterpa oleh media tersebut yang mengakibatkan pandangan/persepsinya berubah akan suatu hal, namun pada penelitian ini peneliti menjumpai bahwa durasi dan frekuensi menonton tidak mempengaruhi persepsi ibu rumah tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan mengenai fenomena perceraian. Media tidak dapat mempengaruhi persepsi masyarakat secara keseluruhan. Dari Penelitian ini peneliti menemukan bahwa media hanya akan memperkuat asumsi/ fakta yang sudah ada yang dialami/dilihat oleh masyarakat tetapi tidak mengubah pandangan masyarakat tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ibu Rumah Tangga di lingkungan III Kelurahan Sunggal Sudah tergolong penonton yang bijak.

3. Kebanyakan ibu rumah tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal berpendapat bahwa perceraian bukanlah suatu hal yang baik dan wajar untuk dilakukan tidak hanya pada masa sekarang ini tetapi juga dari semula. Meskipun mereka menyadari bahwa jumlah perceraian di masyarakat dari waktu ke waktu semakin meningkat. Mereka juga tidak setuju dengan Infotainment yang seringkali menayangkan tentang kawin cerai para artis. Bahkan sebagian besar dari mereka berpendapat sebaiknya berita-berita tersebut tidak perlu dipublikasikan ke masyarkat karena bisa saja bagi yang tidak memahami akan terpengaruh. Meskipun di dalam infotainment terlihat


(2)

bahwa kawin cerai sudah seperti tren di kalangan para artis namun Ibu rumah tangga di Lingkungan III Sunggal kebanyakan berpendapat tidak setuju untuk menjadikan kawin cerai cebagai tren. Mereka berpendapat meskipun perceraian itu sudah biasa terjadi tetapi tetap saja perceraian itu adalah suatu hal yang memalukan. Dari penelitian ini, peneliti juga menemukan bahwa tingkat perceraian di lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan tergolong rendah. Meskipun peneliti melihat adanya kekurang terbukaan responden dalam menjawab setiap pertanyaan. Hal ini terlihat dari adanya beberapa jawaban yang tidak mendukung.

4. Dari hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu rumah tangga di Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan berpendapat bahwa berita perceraian yang sering ditayangkan di acara Infotainment tidak mempengaruhi pandangan orang yang menonton terhadap fenomena perceraian. Menurut mereka hal tersebut tergantung kepada masing-masing pribadi. Setipa orang punya pendapat masing-masing. Karena ada banyak hal yang mempengaruhi pendapat orang lain.


(3)

SARAN

Berdasarkan saran dan kritik yang diberikan masyarakat di setiap kuesioner maka dapat disimpulkan beberapa saran sebagai berikut:

1. Ibu Rumah tangga Lingkungan III Kelurahan Sunggal Medan harus tetap bijak dalam menonton dan memilih tayangan yang akan ditonton. Diharapkan juga agar lebih terbuka terhadap penelitian-penelitian yang ada karena akan berguna bagi kebaikan bersama Selain itu, diharapkan agar tetap mempertahankan pandangan bahwa perceraian itu tidak baik sehingga jumlah perceraian di masyarakat kita tidak bisa di kendalikan. Sehingga pandangan ini akan menjadi teladan bagi yang lainnya.

2. Kepada Pembuat tayangan Infotainment sebaiknya memperhatikan kembali isi acara yang ditayangkan apakah layak atau tidak untuk ditampilkan di layar kaca. Meskipun mungkin tidak berpengaruh secara langsung terhadap orang yang menonton tetapi tetap saja hal tersebut perlu di pertimbangkan baik atau tidak terhadap masyarakat. Karena media tercipta untuk membawa kebaikan bagi masyarkat bukan sebaliknya. Jika memang harus di tampilkan sebaiknya jangan sampai membahas terlalu jauh dan menayangkan sampai berulangkali. Dan harapannya media menampilkan apa adanya saja. Tayangan yang baik adalah tayangan yang bermanfaat bagi masyarakat.

3. Tayangan infotainment sebaiknya lebih di perbaiki lagi baik dari segi isi dan jadwal penyangan. Jikalau bisa jumlah program sejenis dikurangi. Infotainment harusnya berisi informasi yang disajikan dalam bentuk hiburan. Jadi isi infotainment itu adalah informasi ringan yang menghibur dan


(4)

bermanfaat bagi masyarakat yang menonton. Bukan gossip-gosip keidupan pribadi artis yang secara logika tidak bermanfaat bagi yang menonton.

4. Bagi pembaca maupun peneliti lebih lanjut sebaiknya dalam melakukan penelitian sejenis hendaknya memilih lokasi yang tepat. Selain itu diharapkan juga untuk lebih memperhatikan variabel control seperti usia, pendidikan, status ekonomi dan sebagainya karena dari hasil analisis peneliti kemungkinan besar variabel ini mempengaruhi pendapat atau pandangan seseorang. Penelitian ini juga bisa saja diamati denggan metode kualitatif tetapi teori yang digunakan bukanlah teori kultivasi melainkan teori resepsi atau pemaknaan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi R. 1994. Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Arikunto,Suharsimi.2006.Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: Rineka Cipta

Baran, Stanley J, dan Denis K. Davis, Mass communication Theory, Foundation, Ferment and Future, Wadsworth, Californis, 2003.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Jakarta: Kencana Bhuono, Agung Nugroho.2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian

Dengan SPSS.Yogyakarta: Andi

Effendy, Onong Uchjana. 1992. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.PT.Remaja Rosdakarya: Bandung

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Kasali Rhenald. 1994. Manajeman Public Relation.Putaka Utama Grafity: Jakarta

McQuail, Dennis, Mass Communication Theory, An Introduction, fourth Edition, Sage Publication, London-Thousand Oak-New Delhi, 2000.

Nawawi,Hadari. 1991. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press: Jogjakarta

Nawawi, Hadari.1995. Instrument Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Nugroho, Garin.2005. Kekuasaan dan Hiburan. Yayasan Bentang Budaya: Yogyakarta

Nurudin, Komunikasi Massa, Cespur, Malang, 2003.

Rachmat, Jalaluddin. 2000. Komunikasi Massa. Remaja Rosdakarya: Bandung _________________2004. Metode Penelitian komunikasi. Remaja Rosdakarya:

Bandung

Rachmat,Jallaludin. 2005. Psikologi komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Siagian, Sondang P. 1989. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Bina Aksara: Jakarta Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV Alfabeta. Bandung


(6)

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta: PT.Pustaka LP3S Indonesia.

Suparman.1990. Statistik Sosial. Jakarta: Rajawali Pers

Stephen W. Littlejohn, Theories of HumanCommunication, Seventh Edition, Wadsworth, 2002.

S.Sendjaja, Djuasa. 1994. Teori Komunikasi. Jakartaa; universitas terbuka KM Uchjana Effendy, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung.

Cipta Aditya Bakti.

Walgito, Bimo. 1989. Psikologi Kerja. Gramedia Jakarta

West, Richard & Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi(Analisis dan Aplikasi). Jakarta: Salemba Humanitas

Sumber Online

Google/ Sejarah Perkembangan Televisi Indonesia Bataviase.co.id Sumber Lain:

Jurnal Ilmiah SCRIPTURA ISSN 1978-385X Vol. 1 No.1 Januari 2007 Harian Tempo 27 Mei 2008

Ido Prijana Hadi, Cultivation Theory : Sebuah Perspektif Teoritik dalam Analisis Televisi, Jurnal Ilmiah


Dokumen yang terkait

Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga(StudiKorelasional Tentang Terpaan “Reportase Investigasi” Trans Tv Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga Di Lingkungan Iv Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan)

0 63 106

Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunan Air Sungai Siak Sebagai Sumber Air Bersih Di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Tahun 2004

0 44 79

PENGARUH TERPAAN IKLAN BUMBU RACIK INDOFOOD DI TELEVISI TERHADAP PILIHAN BUMBU RACIK BAGI IBU RUMAH TANGGA Studi pada Ibu Rumah Tangga RW. 009 di Kelurahan Kartoharjo Kota Madiun

4 77 49

PENGARUH TERPAAN TAYANGAN REPORTASE INVESTIGASI TERHADAP PERSEPSI IBU RUMAH TANGGA PENGARUH TERPAAN TAYANGAN REPORTASE INVESTIGASI TERHADAP PERSEPSI IBU RUMAH TANGGA TENTANG MAKANAN DAN JAJANAN YANG TIDAK SEHAT (Studi Kuantitatif pada Ibu Rumah Tangga

0 6 19

HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DENGAN KECEMASAN IBU RUMAH TANGGA (Studi Korelasional Pemberitaan Kekerasan Seksual Pada Anak di Televisi Dengan Kecemasan Ibu Rumah Tangga di Surabaya).

0 0 133

HUBUNGAN TERPAAN BERITA PENCULIKAN ANAK DI TELEVISI DENGAN KEWASPADAAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA (Studi Korelasional Kuantatif Tentang Hubungan Terpaan Berita Penculikan Anak di Televisi Dengan Kewaspadaan Ibu Rumah Tangga di Surabaya).

0 2 114

Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga(StudiKorelasional Tentang Terpaan “Reportase Investigasi” Trans Tv Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga Di Lingkungan Iv Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan)

0 0 25

Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga(StudiKorelasional Tentang Terpaan “Reportase Investigasi” Trans Tv Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga Di Lingkungan Iv Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan)

0 0 9

Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga(StudiKorelasional Tentang Terpaan “Reportase Investigasi” Trans Tv Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga Di Lingkungan Iv Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan)

0 0 14

HUBUNGAN TERPAAN BERITA PENCULIKAN ANAK DI TELEVISI DENGAN KEWASPADAAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA (Studi Korelasional Kuantatif Tentang Hubungan Terpaan Berita Penculikan Anak di Televisi Dengan Kewaspadaan Ibu Rumah Tangga di Surabaya).

0 0 31