Diagnosis Diabetes Melitus Diabetes Melitus

18 diklasifiksikan memiliki diabetes tipe 2. GDM adalah diabetes yang didiagnosa pada trimester kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas-jelas diabetes. ADA, 2015. Sekitar 7 dari seluruh wanita hamil menderita GDM. Deteksi klinis penting sebagai terapi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal Triplitt, et al., 2008 d. Diabetes tipe spesifik Tipe spesifik diabetes dikarenakan oleh penyebab lain seperti sindrom monogenik diabetes seperti neonatal diabetes dan maturity-onset diabetes of the young {MODY}, penyakit eksokrin pankreas seperti fibrosis sistik, dan obat atau bahan kimia yang menginduksi diabetes seperti pada pengobatan HIVAIDS atau setelah transplantasi organ ADA, 2015.

2.2.2 Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis Diabetes melitus DM harus didasarkan atas pemeriksaan konsentrasi glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis dapat digunakan darah utuh whole blood, vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejalatanda DM. Purnamasari, 2009. PERKENI 2011 menjelaskan diagnosis DM dilakukan jika terdapat gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dapat ditegakkan melalui beberapa cara: 19 a. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126mgdL c. Tes toleransi glukosa oral TTGO. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200mgdL 11,1 mmolL TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan gukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakuakan karena membutuhkan persiapan khusus. d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5 oleh ADA 2015 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik. Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Menurut PERKENI 2011 komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Komplikasi akut i. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal 50 mgdl. Gejala umum hipoglikemia adalah pusing, lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam pandangan menjadi gelap, keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah 20 yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan Depkes RI, 2005. ii. Ketoasidosis Diabetik Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik Depkes RI, 2005. Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi- kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif Soewondo, 2009. Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam urin dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan diri dan mengalami koma Utami dan Tim Lentera, 2003. iii. Koma Hiperosmoler Non Ketotik KHNK Hiperglikemia yang berlangsung lama juga dapat berkembang menjadi Koma Hiperosmoler Non Ketotik KHNK Depkes RI, 2005. Sindrom KHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa adanya ketosis. Gejala klinis utamanya adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis KHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu beberapa hari sampai beberapa minggu, dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10 kasus Seowondo, 2009. 21 iv. Kemolakto AsidosisAsidosis Laktat Kemolakto asidosisasidosis laktat terjadi akibat peningkatan konsentrasi asam laktat darah, yang disebabkan gangguan perfusi dan hipoksemia. Tingginya konsentrasi asam laktat dapat dipakai sebagai prediktor kegagalan metabolise karbohidrat dan berat penyakikitkematian Seowondo dan Hendarto, 2009. Gejala yang muncul biasanya berupa stupor hingga koma. Pemeriksaan gula darah biasanya hanya menunjukkan hiperglikemia ringan glukosa darah dapat normal atau sedikit turun Utami dan Tim Lentera, 2003. b. Komplikasi kronis i. Komplikasi makrovaskuler Tiga jenis komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah dan otak, dan penyakit pembuluh darah perifer. Walaupun komplikasi makrovaskuler dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskuler ini adalah penderita DM tipe 2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia danatau kegemukan. Kombinasi dari penyakit-penyakit makrovaskuler dikenal dengan berbagai nama antara lain Insulin Resistance Syndrome, Hyperinsulinemic Syndrome, Syndrome X Depkes RI, 2005. ii. Komplikasi mikrovaskuler Komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi termasuk HbA1c menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya 22 komplikasi-komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati, dan neuropati Depkes RI, 2005.

2.2.3 Penatalaksanaan Diabetes Melitus