Gejala-gejala Sindrom Pramenstruasi Hubungan Sindrom Pramenstruasi dengan Regularitas Siklus Menstruasi

menyatakan bahwa siklus menetap dan teratur pada usia 18-40 tahun. Hal ini disebabkan minimnya faktor-faktor yang mempengaruhi regulasi produksi hormon terkait pertumbuhan dan pematangan organ reproduksi. Sehingga mahasiswi yang mengalami yang mengalami siklus irregular terjadi pada sebagian kecil responden. Berdasarkan tabel 5.3 diperoleh jumlah mahasiswi dengan siklus irregular adalah sebanyak 16 orang saja 20. Menurut Wolfenden 2010, faktor yang paling berpengaruh dalam regularitas adalah ketidakseimbangan hormon. Dan terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan pengaturan hormon terganggu, beberapa diantaranya stress, penyakit, perubahan rutinitas, gaya hidup dan berat badan. Selain itu juga terdapat faktor lainnya yang berpengaruh menurut Norwitz 2001, yaitu: cahaya, bau-bauan dan hal-hal psikologik. Faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi termasuk ras, usia menarche ibu, status nutrisi, lemak tubuh, teman dekat dan iklim. Dari 80 orang mahasiswi dalam penelitian ini, diperoleh mahasiswi yang mengalami sindrom pramenstruasi lebih dominan yaitu sebanyak 48 orang 60, sedangkan mahasiswi yang tidak mengalami sindrom sebanyak 32 orang 40. Hasil penelitian ini sejalan dengan Zaafrane 2007, bahwa sindrom ini terjadi pada 75-80 wanita di dunia pada usia reproduksi. Begitu juga berdasarkan hasil penelitian Dean 2006 prevalensi PMS pada orang barat, yaitu sebesar 85. Asumsi peneliti sendiri sulit mendiagnosis PMS dari alat ukur yang objektif karena diagnosis PMS hanya berdasarkan gejala- gejala yang dialami wanita selama waktu tertentu. Tetapi jika membandingkan dengan hasil penelitian lainnya didapatkan angka kejadian yang tidak jauh beda.

5.2.2. Gejala-gejala Sindrom Pramenstruasi

Hasil penelitian ini menunjukkan, dari 80 responden ditemukan gejala yang paling dominan adalah perubahan mood yaitu sebanyak 73,8 59 orang, kelainan perut yaitu sebanyak 71,3 57 orang, dan perubahan selera makan atau keinginan makan tinggi yaitu sebanyak 46 orang 57,5. Universitas Sumatera Utara Tingkat gejala paling banyak yang ditemui peneliti terhadap responden sesuai dengan teori. Hal ini diperkuat oleh dr. Guy E. Abraham 2010, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, yang menyatakan bahwa gejala gangguan PMS tipe A yaitu dialami oleh 80 wanita dengan sindrom pramenstruasi, tipe H sekitar 60, dan PMS C 40. Dimana perasaan labil termasuk ke dalam tipe A, kelainan perut termasuk tipe H, dan keinginan makan termasuk tipe C.

5.2.3. Hubungan Sindrom Pramenstruasi dengan Regularitas Siklus Menstruasi

Analisis statistik hubungan variabel sindrom pramenstruasi dengan regularitas siklus dilakukan melalui uji chi square. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara kejadian sindrom pramenstruasi dengan regularitas siklus menstruasi pada mahasiswi p=0,001 p=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik diantara kedua variabel tersebut. Menurut Department of Health and Human Services 2007, penyebab munculnya sindrom pramenstruasi memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain mengatakan penyebab sindrom ini adalah hormon estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Etiologinya sendiri belum jelas, akan tetapi kemungkinan besar etiologi sindrom pramenstruasi berhubungan dengan ketidakseimbangan hormon yaitu estrogen dan progesteron selama siklus menstruasi. Penelitian ini memperkuat penelitian Franco 1999 bahwa dari hasil studi, didapatkan Universitas Sumatera Utara sindrom pramenstruasi berhubungan ataupun dapat berpengaruh terhadap siklus menstruasi dan gaya hidup. Dalam penelitian ini didapati data bahwa ada hubungan sindrom pramenstruasi dengan regularitas siklus menstruasi. Namun demikian, perlu dipahami bahwa banyak faktor-faktor yang mempengaruhi regularitas siklus dan terdapat berbagai faktor risiko seorang wanita mengalami sindrom pramenstruasi. Perlu dipertimbangkan oleh praktisi medis ataupun para mahasiswi dalam melakukan upaya-upaya preventif atau upaya meminimalisasi gejala-gejala yang dapat mengganggu aktivitas harian akibat sindrom pramenstruasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup wanita pada umumnya dan khususnya mahasiswi. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dari analisa data dengan uji Chi Square diperoleh bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara sindrom pramenstruasi dengan siklus menstruasi pada wanita usia reproduksi terutama mahasiswi p=0,001 p=0,05. 2.