Timbal Pb Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) Dan Timbal (Pb) Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove

rasa terbakar di daerah eksofagus dan lambung, kolik, diare, yang kemudian disusul dengan hipotensi, nekrosi hati dan koma Supriharyono, 2000.

2. Timbal Pb

Timbal Pb adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain, terutama seng dan tembaga. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam industri baterai kendaraan bermotor seperti timbal metalik dan komponen-komponennya. Timbal digunakan pada bensin untuk kendaraan, cat dan pestisida. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah. Pencemaran Pb merupakan masalah utama, tanah dan debu sekitar jalan raya pada umumnya telah tercemar bensin bertimbal selama bertahun-tahun Sunu, 2001. Emisi Pb masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi berbentuk gas dan partikel. Emisi tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan. Senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian terhirup pada saat bernapas dan sebagian akan menumpuk dikulit dan atau terserap oleh daun tumbuhan. Pb dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb akan menyebabkan jumlah Pb yang ada melebihi konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut Suharto, 2005. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 Menurut Saeni 1997, logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, maka tubuh akan mengeluarkan sebagian dan sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Accidental poisoning seperti termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan timbal seperti iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit perut dan diare Darmono, 1995. Mekanisme Penyerapan Logam Berat dan Pengaruhnya Pada Tumbuhan Proses absorpsi racun, termasuk unsur logam berat menurut Soemirat 2003 dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : 1 akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik; 2 daun bagi zat yang lipofilik; dan 3 stomata untuk memasukkan gas. Adapun proses absorpsinya sendiri terjadi seperti pada hewan dengan berbagai mekanisme difusi, hanya istilah yang digunakan berbeda, yakni translokasi. Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tumbuhan. Difusi katalitis terjadi dengan ikatan benang sitoplasma yang disebut plasmadesmata. Misalnya transpor zat hara dari akar ke daun dan sebaliknya transpor makanan atau hidrat karbon dari daun ke akar. Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah 1 faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya; dan Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 2 perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan Fitter dan Hay, 1991. Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada medium di sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukkan adanya hubungan antara laju pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang menyerupai hubungan laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi substratnya. Analogi ini menunjukkan adanya mekanisme khusus dalam membran sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut, sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi berperan pada laju maksimum hingga mencapai laju pengambilan jenuh Fitter dan Hay, 1991. Beraneka ragam unsur dapat ditemukan di dalam tubuh tumbuhan, tetapi tidak berarti bahwa seluruh unsur-unsur tersebut dibutuhkan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya. Beberapa unsur yang ditemukan di dalam tubuh tumbuhan ternyata dapat menganggu metabolisme atau meracuni tumbuhan, sebagai contoh adalah beberapa jenis logam berat seperti Al, Cd, Ag dan Pb. Unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui 3 cara, yakni : 1 secara difusi dalam larutan tanah; 2 secara pasif oleh aliran air tanah, dan 3 akar tumbuh ke arah posisi hara dalam matrik tanah. Serapan hara oleh akar dapat bersifat akumulatif, selektif, satu arah unit directional, dan tidak dapat jenuh. Penyerapan hara pada waktu yang lama menyebabkan konsentrasi hara dalam sel jauh lebih tinggi ini disebut sebagai akumulasi hara. Pengukuran konsentrasi unsur hara dalam jaringan tumbuhan, tanah, atau larutan hara dapat dilakukan dengan alat spektometer serapan atomik atomic absorption spectrometer atau spektometer emisi optikal optical emission spectrometer Lakitan, 2001. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 Menurut Fitter dan Hay 1991 mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah : a Penanggulangan ameliorasi, jika konsentrasi internal harus dihadapi maka ion-ion akan dipindahkan dari tempat sirkulasi dengan beberapa jalan atau menjadi toleran di dalam sitoplasma. Terdapat empat pendekatan dalam ameliorasi, yaitu : 1 lokalisasi intraseluler atau ekstraseluler; biasanya di dalam akar; 2 ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun; 3 dilusi melemahkan, yaitu melalui pengenceran; dan 4 inaktivasi secara kimia. Mekanisme pembentukan komplek logam sering dijumpai pada tumbuhan, seperti pada tembaga Cu yang biasanya mengalami translokasi pembentukan khelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik; b Toleransi, yaitu tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik Pada beberapa kasus, enzim dinding sel, terutama fosfatase asam, telah diperlihatkan toleran terhadap tingkat toksin ion-ion yang jauh lebih tinggi Cu 2+ , Zn 2+ dalam ketahanannya dibandingkan pada tanaman normal. Ada tiga jalan yang dapat ditempuh oleh air dan ion-ion yang terlarut bergerak menuju sel-sel xylem dalam akar, yaitu 1 melalui dinding sel apoplas epidermis dan sel-sel korteks; 2 melalui sistem sitoplasma simplas yang bergerak dari sel ke sel; dan 3 melalui sel hidup pada akar, dimana sitosol dari setiap sel membentuk suatu jalur Rosmarkam dan Nasih 2002. Absorpsi unsur hara pada tumbuhan ditentukan oleh berbagai faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik antara lain status hormonal, fase pertumbuhan, Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 metabolisme, morfologi tumbuhan, densitas daun, bentuk daun sempit atau lebar, berbulu atau berlapis, mudah tidaknya menjadi basah, umumnya daun yang muda lebih sulit mengabsorpsi daripada yang sudah tua. Sedangkan faktor abiotik antara lain suhu, sinarradiasi, kelembapan, dan kualitas tanah Soemirat, 2003. Tumbuhan yang tumbuh di air akan terganggu oleh bahan kimia toksik dalam limbah sianida, khlorine, hipoklorat, fenol, derivat bensol dan campuran logam berat. Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda tergantung pada macam polutan, konsentrasinya dan lamanya polutan itu berada. Gejala adanya pencemaran pada tumbuhan sangat bervariasi dan tidak spesifik. Pada konsentrasi tinggi tumbuhan akan menderita kerusakan akut dengan menampakkan gejala seperti klorosis, perubahan warna, nekrosis dan kematian seluruh bagian tumbuhan. Di samping perubahan morfologi juga akan terjadi perubahan kimia, biokimia, fisiologi dan struktur tumbuhan Luncang, 2005. Hasil-hasil penelitian pada vegetasi mangrove dikatakan bahwa mangrove cenderung mengakumulasi logam-logam berat yang terdapat pada ekosistem yang bersangkutan. Hal ini tidak lepas dari peranan mikrob-mikrob tanah yang membantu tumbuhan untuk mengakumulasi logam berat tersebut, baik mikrob yang mengkonsumsi logam berat itu sendiri ataupun mikrob yang bersatu dengan jenis tanaman tertentu untuk mengakumulasi logam berat. Sebagian besar logam berat ini merupakan deposit di dinding sel-sel perakaran dan daun Merian, 1994 Defenisi Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan muara sungai yang dicirikan oleh 1 tidak Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 terpengaruh iklim; 2 dipengaruhi pasang surut; 3 tanah tergenang air laut; 4 tanah rendah pantai; 5 hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6 jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api Avicennia sp, pedada Sonneratia sp, bakau Rhizophora sp, lacang Bruguiera sp, nyirih Xylocarpus sp, nipah Nypa sp, dan lain-lain Soerianegara Indrawan, 1982. Davis 1940 dalam Walsh 1974 mendefenisikan mangrove sebagai komunitas yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi pasang dan surut air laut. Ekosistem mangrove merupakan gabungan komponen daratan dan akuatik, termasuk tumbuh-tumbuhan yang terdapat di lumpur atau pasir yang berair; komponen hewan terdapat pada akar, batang- batang mangrove, lumpur dan pada perairan yang melewati kawasan dan bagian daratannya. Sedangkan menurut Moore 1977, hutan mangrove merupakan masyarakat hutan halofita yang menempati bagian zona intertidal tropis dan subtropis, berupa rawa atau hamparan lumpur yang dibasahi oleh pasang surut. Halofita merupakan kelompok tumbuhan yang terkhususkan tumbuh hidup pada lingkungan berkadar garam tinggi. Struktur dan Zonasi Hutan Mangrove Unsur dominan dalam hutan mangrove adalah pohon-pohon yang tumbuh dan tingginya mencapai lebih dari 30 meter, tajuk yang lebar, rapat dan tertutup. Thomlinson 1986 membagi flora mangrove menjadi tiga struktur, yaitu: 1. Flora mangrove mayor flora mangrove sebenarnya, yakni flora mangrove yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus bentuk akar dan viviparitas terhadap lingkungan mangrove dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia, Lumnitzera, Laguncularia, dan Nypa. 2. Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas. Contohnya adalah Exoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Camtostemon, Scyphyphora, Pemphis, Osbornia, dan Pelliciera. 3. Asosiasi mangrove, tanaman kelompok ini tidak pernah tumbuh di habitat mangrove sebenarnya, biasanya terdapat pada zona perbatasan. Contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain. Arief 2003 mengatakan bahwa hutan mangrove yang masih alami pada umumnya membentuk zonasi yaitu mulai dari arah laut ke daratan berturut-turut sebagai berikut : 1. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan Sonneratia spp. Karena tumbuh di bibir laut, jenis-jenis ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari hempasan ombak laut. Zona ini juga merupakan zona perintis atau pioner, karena terjadinya penimbunan sedimen tanah akibat cengkeraman perakaran tumbuhan jenis ini. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia dan Sonneratia. Pada zona ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah. Perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang. 3. Zona Bruguiera, terletak di belakang Zona Rhizophora. Pada zona ini, tanah berlumpur agak keras. Perakaran tanaman lebih peka serta hanya terendam pasang naik dua kali sebulan. 4. Zona Nypa, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan, namun zona ini sebenarnya tidak harus ada, kecuali jika terdapat air tawar yang mengalir sungai ke laut. Ciri-ciri Umum Avicennia api-api Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari genus Avicennia, suku Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia. Nama lain api-api di berbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah mangi-mangi, sia-sia, boak, koak, marahu, pejapi, papi, nyapi dan lain-lain. Menurut Wikipedia 2008 sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram, di antaranya: a. Akar nafas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 b. Daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya. Daun api-api berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut. c. Biji api-api berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh setelah terjatuh atau tersangkut di lumpur. Avicennia merupakan pohon dengan tinggi hingga 30 m dan tajuk yang agak renggang. Dengan akar nafas pneumatophora yang muncul 10-30 cm dari substrat, serupa paku serupa jari rapat-rapat, diameter 0,5-1 cm dekat ujungnya. Pepagan kulit batang halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi- sendi tulang. Daun-daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin; pertulangan daun umumnya tak begitu jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada lekuk pasangan tangkai daun teratas Wikipedia, 2008. Salah satu spesies Avicennia tersebut adalah A. marina api-api putih. Spesies ini memiliki anak jenis atau subspesies paling banyak dengan sebaran paling luas mulai dari pantai timur Afrika, Teluk Persia, India, Asia Tenggara, ke timur hingga Tiongkok dan Jepang, serta ke selatan menyebar di seluruh kawasan Indomalaya hingga ke Australasia dan kepulauan di Pasifik Selatan Wikipedia, 2008. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 Avicennia marina Sebagai Indikator Biologis dan Penyerap Logam Berat Dalam rangka analisis keadaan lingkungan, masalah indikator biologis perlu diketahui dan ditentukan. Indikator biologis dalam hal ini merupakan petunjuk ada-tidaknya kenaikan keadaan lingkungan dari keadaan garis dasar, melalui analisis kandungan logam atau kandungan senyawa kimia tertentu yang terdapat di dalam hewan maupun tanaman, atau suatu hasil dari hewan susu, keju atau tanaman buah, umbi. Indikator biologis dapat ditentukan dari hewan atau tanaman yang terletak pada daur pencemaran lingkungan sebelum sampai kepada manusia Wardhana, 2001. Unsur kimia atau jenis logam yang terkandung di dalam indikator biologis dapat berupa unsur kimia biasa maupun dalam bentuk unsur radioaktif. Pada indikator biologis ada suatu pengertian yang disebut dengan Biological Magnification, yaitu pelipatan kandungan bahan pencemar oleh organisme yang tingkatannya lebih tinggi. Pelipatan bahan pencemar di dalam organisme dapat terjadi karena organisme secara tetap mengkonsumsi bahan buangan bahan pencemar, kemudian diakumulasi di dalam tubuhnya sehingga makin lama konsentrasi bahan pencemar di dalam tubuhnya semakin besar. Jadi, walaupun konsentrasi bahan buangan bahan pencemar yang ada di lingkungan misalnya di dalam air kecil namun dapat menjadi besar konsentrasinya setelah dikonsumsi oleh organisme dan melalui proses akumulasi Wardhana, 2001. Apabila ada suatu bahan buangan yang tidak dapat di degradasi oleh mikroorganisme bersifat nonbiodegradable, maka bahan buangan tersebut akan dapat mengalami biological magnification melalui organisme yang ada di alam ini. A. marina dapat dijadikan indikator biologis karena merupakan salah satu Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 komponen dalam daur pencemaran lingkungan di wilayah perairan laut. Pertumbuhan A. marina itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan berupa faktor biotik dan abiotik, baik menguntungkan maupun merugikan melalui proses metabolismenya. Pohon ini merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang memiliki proses metabolisme kompleks, antara lain serapan dan pengangkutan air, transpirasi, penyerapan unsur hara, fotosintesis, reaksi enzim dan lain-lain. Salah satu proses metabolisme yang sangat menentukan pertumbuhannya adalah proses penyerapan hara Lakitan, 2001. Berbagai penelitian, baik di dalam maupun di luar negeri mengatakan bahwa A. marina mampu menyerap dan mengakumulasi logam-logam berat, seperti timbal, tembaga, besi, cadmium, nikel, aluminium, seng, mangan, merkuri dan kromium dari lingkungannya. Hasil penelitian tim ECOTON pada tahun 2002 terhadap salah satu spesies mangrove A. marina diasumsikan bahwa tumbuhan ini dapat mengakumulasi logam berat pada akar, batang dan daun karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang mendukung kadar logam tinggi. Kandungan logam berat tertinggi adalah logam Cu yang terdapat pada bagian akar sebesar 24, 60 ppm Arisandi, 2002. Sementara itu, hasil penelitian Amin 1999 tentang akumulasi logam berat pada akar dan daun A. marina di perairan Dumai diperoleh gambaran bahwa rata-rata kandungan logam berat tertinggi adalah logam Pb yaitu pada daun tua sebesar 9, 25 ppm. Selain memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat di lingkungan pada bagian-bagian tubuhnya, A. marina juga dapat melakukan alokasi dan menurunkan kadar toksisitas logam berat. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas daerah 420 ha. Batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut : a. Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari b. Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati c. Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan d. Sebelah timur berbatasan dengan P. L Tiram Sei Pegatalan Secara topografi, Kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran rendahrawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22 mmthn dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah di kecamatan ini umumnya adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, bangunan usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa menurut kewarganegaraannya. Kawasan Hutan Mangrove Desa Jaring Halus Desa Jaring Halus berada di Kabupaten Langkat, dengan luas daerah 141 ha. Batas-batas wilayah kabupaten ini adalah : a. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka b. Sebelah selatan berbatasan dengan Dati II Karo c. Sebelah barat berbatasan dengan Dati D.I Aceh Aceh Tengah d. Sebelah timur berbatasan dengan Dati II Deli Serdang Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 Secara topografi, Kabupaten Langkat berada pada dataran rendahrawa, bukit-bukit bergelombang dan dataran tinggi pada sisi barat Bukit Barisan dengan ketinggian 0 – 1200 meter di atas permukaan laut. Keadaan kelerengan di daerah ini didominasi kelerengan 0 – 2 sebesar 59,40 dari luas Kabupaten Langkat. Kelerengan terkecil adalah kelerengan 15 – 40 sebesar 6,8 dari luas lahan Keadaan iklim di Kabupaten Langkat ditandai dengan curah hujan yang bervariasi antara, 2000-3500 mmtahun. Rata-rata curah hujan per bulan adalah 142,59 mmbulan dengan rata-rata hari hujan 10 hari per bulan. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan dengan rincian untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, perluasan daerah 85 ha, dan pemukiman 25 ha. Jumlah penduduk di desa ini 3.051 jiwa yang terdiri dari 5 dusun. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara representif di dua stasiun. Stasiun pertama berada di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa Kampung Nelayan sebagai daerah yang diduga tercemar logam berat karena dekat dengan industri dan stasiun kedua di Hutan Mangrove Desa Jaring Halus yang diduga sebagai daerah tidak tercemar kontrol karena jauh dari industri. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium UPT Bapedal Provinsi Sumatera Utara dari bulan September – November 2008. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : botol aquadest, Erlenmeyer, pipet tetes, furnace tanur, corong dan kertas saring, pH universal, cawan porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar, thermometer, hand refractometer, hot plate pemanas, wadah sampel, timbangan analitik, dan spektrofotometer serapan atom. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : larutan HNO 3 pekat, aquadest, larutan HClO 4 , larutan standar Cu dan Pb, sampel akar A. marina yang terdiri atas akar nafas dan akar kawat, sampel daun A. marina yang terdiri dari daun muda dan daun tua, sampel sedimen, dan sampel air laut. Grace Yanti Panjaitan : Akumulasi Logam Berat Tembaga Cu Dan Timbal Pb Pada Pohon Avicennia marina Di Hutan Mangrove, 2009. USU Repository © 2009 Prosedur Penelitian 1. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pada kedua lokasi dilakukan dengan mengikuti jalur transek sejajar garis pantai secara proporsif. Sampel akar dan daun diambil dari pohon A. marina dengan ukuran batang berkisar 28-35 cm dan tinggi berkisar 4-6 m. Akar yang diambil adalah akar nafas pneumatophora dan akar kawat yang berada di dalam sedimen, sedangkan untuk daun yang diambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting. Dari jalur transek tersebut diambil 6 titik pengambilan sampel, dimana sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen kedalaman ± 30 cm serta pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas insitu pada keenam titik tersebut.

2. Preparasi Sampel Akar, Daun dan Sedimen