Tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kacamatan Kepulauan Seribu selatan Kabupaten ADM.Kapulauan Seribu

(1)

TATA CARA PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU TIDUNG

KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

KABUPATEN ADM. KEPULAUAN SERIBU

CHUMAIDI

101044122091

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA

PRODI AHWAL AL - SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M


(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul TATA CARA PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU

TIDUNG KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Maret 2008, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam pada Konsentrasi Peradilan Agama.

Jakarta, 11 Maret 2008 Mengesahkan

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 150 210 422

Panitia Ujian

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( )

NIP: 150 169 102

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH ( )

NIP: 150 285 972

3. Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi, MA ( )

NIP : 150 228 413

4. Penguji I : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM ( )


(3)

5. Penguji II : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA ( )


(4)

ﺮ ا

ﺮ ا

ﷲا

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Tuhan Semesta Alam, Yang Maha Esa, Maha Kaya, Maha Pencipta, dan Maha Mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi, yang nyata maupun yang tersembunyi baik dalam keadaan terang benderang maupun dalam gelap gulita, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya dalam penyelesaian skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan-Nya kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga serta para sahabat dan pengikut-pengikutnya yang menyeru dengan seruannya, berpedoman dengan petunjuk-petunjuk Allah SWT serta berpegang teguh di jalan-Nya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah berkat rahmat-Nya, penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tak luput dari dorongan dan bantuan semua pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1 Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas Syari'ah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

2 Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA dan Kamarusdiana, S. Ag, MH. Ketua dan

Sekretaris Jurusan Ahwal Syakhsiyyah, yang telah memberikan kemudahan administratif dan bimbingan akademik sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini;


(5)

3 Bapak Drs. H. Hamid Farihi, MA dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas banyak memberikan petunjuk dan pengarahan bagi penyelesaian skripsi ini;

4 Kepada segenap dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama

menjalani perkulihan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5 Kepada para pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas

Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas berupa kemudahan bagi penulis dalam memanfaatkan buku-buku referensi;

6 Ayahanda Ammari dan Ibunda tercinta Rohyani. Rd yang senantiasa merawat,

mengasuh, membesarkan, mendidik dan memberikan motivasi di setiap langkah penulis;

7 Kakanda; Afiyati, Agus Hanafi, Chairunnisa, Asdar ; Juga untuk Adinda; Desy

Rastiani, Mujahidin, Dhea Rizkia, Zidni Fahman dan Bisri Mustofa, dan juga untuk Keponakan Laya dan Hafiz yang selalu menghibur, menciptakan keriangan serta doa kepada penulis;

8 Keluarga Besar Alm. Bapak H. Rasyidi dan Keluarga Alm. Drs. H. Muhaimin RD yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis;

9 Kanda Sugandhi Bakrie, Teman-teman tercinta; Ahmad Gojali, Roi, Ulil, Hery, Fadil,

Mukti Ali, A-Honk, Cholid, dan Warga Boencit City yang selalu membagi ceria, tawa dan bahagia di setiap suasana;

10 Teman-teman SAS “2001 UIN Jakarta, dan FMKS, yang telah memberikan

pengalaman, kenangan dan kebersamaan yang semoga semua akan tetap ada;

11 Kepada Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak


(6)

Penulis mengucapkan banyak terima kasih semoga segala bantuan tersebut diterima

sebagai amal shaleh di sisi Allah SWT dan memperoleh balasan pahala yang ganda.

Amin.

Akhirnya kepada Allah SWT, jualah semua ini penulis serahkan. Semoga pula apa yang penulis usahakan ini kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amien.

Jakarta, 16 Jumadilula 1428 H 04 Mei 2007 M


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metode Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II PERCERAIAN DAN TATA CARANYA A. Pengertian Perceraian... 12

B. Hukum Perceraian ... 23

C. Macam-macam Perceraian dan Tata Caranya ... 25

D. Akibat Perceraian... 34

BAB III GAMBARAN UMUM PERCERAIN DI KEL. PULAU TIDUNG KEC. KEP. SERIBU SELATAN KAB. ADM. KEPULAUAN SERIBU A. Kondisi Obyektif Masyarakat Kel. Pulau Tidung ... 38

B. Pasangan Suami Istri yang Melakukan Percerain... 43


(8)

BAB IV PROSEDUR PERCERAIAN DI KEL. PULAU TIDUNG KEC. KEP. SERIBU SELATAN KAB. ADM. KEPULAUN SERIBU

A. Pelaksanaan Perceraian di Kel. Pulau Tidung ... 51 B. Dasar Hukum Percerain dan Faktor Penyebabnya... 53 C. Akibat Hukum dari Pelaksanaan Perceraian di Luar

Pengadilan Agama yang Dilakukan pada Pasangan

Suami Istri di Kel. Pualu Tidung ... 56

BAB V PENUTUP

B. Kesimpulan ... 59 C. Saran-saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT telah menciptakan lelaki dan perempuan sehingga mereka dapat berpasang-pasangan dan saling mencintai dalam ikatan perkawinan dan memperoleh keturunan serta hidup dalam kedamaian sesuai dengan perintah Allah SWT dan petunjuk Rasul-Nya

Umat Islam Indonesia diharapkankan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya pembangunan nasional terutama sejak masa orde baru yang mengutamaka stabilitas nasional sebagai dasar tumbuh dan berkembangnya pembangunan di segala bidang. Oleh karena itu pembinaan kehidupan beragama perlu semakin ditingkatkan seiring dengan semakin meningkatnya perkembangan sains dan teknologi yang begitu cepat.

Untuk mendukung pelaksanaan pembinaan kehidupan beragama khususnya bagi umat Islam telah dibuat Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang di undangkan pada tanggal 29 Desember 1989 dengan lembaran negara Republik Indonesia tahun 1989 nomor 49. Salah satu substansinya adalah bertujuan mempertegas kekuasaaan Pengadilan Agama sebagai salah satu pengadilan pelaksana kekuasaan kehakiman. Kekuasaan absolut dipertegas dengan mendefinisikan bidang-bidang hukum perdata yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, sehingga jelaslah yurisdiksi kewenangan absolut bidang-bidang hukum perdata antara pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama dengan lingkungan Pengadilan Umum.


(10)

Substansi tersebut telah diformulasikan pada pasal 49 yang secara tegas menggariskan bahwa garis batas wilayah hukum bidang-bidang perdata yang menjadi wewenangan Pengadilan Agama adalah bidang-bidang hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqoh bagi golongan rakyat beragama Islam.

Salah satu yang menjadi wewenang Pengadilan Agama adalah tentang perceraian. Secara tertulis masalah perceraian diatur dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam (KHI) jo pasal 39 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tetang salah satu persyaratan untuk melakukan perceraian, yaitu harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama atau dengan kata lain perceraian tidaklah sah secara hukum yang berlaku di Indonesia, apabila dilakukan di luar sidang Pengadilan Agama (cerai di bawah tangan). Sesuai dengan Undang-undang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka sejak berlakunya Undang-undang Perkawinan secara efektif yaitu sejak tanggal 1 Oktober 1975 tidak dimungkinkan terjadinya perceraian di luar pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami dan istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.

Dalam tatanan konstitusional perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah perkawinan termasuk di dalamnya tentang perceraian tidak hanya sebatas hubungan antara suami istri, namun lebih jauh akan bersinggungan dengan masalah-masalah keperdataan. Oleh karena itu, dalam tata hukum Indonesia, perkawinan menempati posisi formal begitu juga dengan masalah perceraian. Menurut Undang-undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 39 ayat 1 dan Undang-Undang-undang nomor 22


(11)

tahun 1946 tentang pecatatan nikah, talak dan rujuk, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.1 Walaupun ketentuan tersebut tidak terdapat dalam fiqh. Menurut fiqh perceraian dianggap sah apabila suami memenuhi persyaratan, yaitu baligh, berakal dan bebas memilih.2

Agama Islam sendiri telah mengatur tentang masalah perceraian bagi umat Islam, apabila pergaulan antara suami istri setelah diusahakan sedemikian rupa ternyata tidak dapat mencapai tujuan berumah tangga atau bahkan menimbulkan kebencian, percekcokan, permusuhan dan bahkan sampai membahayakan keselamatan jiwa salah satu pihak, maka dengan keadilan Allah dibuka suatu jalan keluar untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, guna memberikan kebebasan kepada masing-masing pihak untuk menentukan nasibnya sendiri-sendiri yakni dengan cara perceraian. Tentu saja perceraian ini merupakan suatu upaya terakhir, bila upaya yang lain tidak dapat berhasil mendamaikan.

Berdasarkan penjelasan di atas, salah satu prinsip dalam perkawinan ialah mempersulitnya perceraian (cerai hidup), karena perceraian berarti gagalnya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera akibat perbuatan manusia.3

Di sinilah nampak ada suatu ketimpangan antara hukum formal dengan hukum fiqih. Disatu pihak menghendaki adanya suatu bentuk tertib Administrasi dalam

1

Abdurrahman, Humpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan, (Jakarta : Akademika Presindo, 1986), cet. Ke-1, h.114

2

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 8 Terjemah (Bandung : PT. Al Ma’rif, 1976), cet. Ke-1, h. 16

3

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum dan Agama (Bandung : Mandar Maju, 1990), Cet. Ke-1, h. 60


(12)

pencatatan perceraian, di sisi lain perceraian pada masyarakat awam dapat terjadi tanpa putusan dari hakim, padahal sudah jelas masalah perceraian sudah diatur dalam undang-undang. Perbedaan diantara keduanya itu memunculkan istilah perceraian di bawah tangan yang belakangan ini muncul dalam masyarakat setelah berlakunya Undang-undang No. 1 tahun 19974 tentang Perkawinan. Tetapi sekarang nampaknya perceraian itu sudah jarang sekali terjadi dibanding keadaan terdahulu, dikarenakan Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, mempersulit terjadinya perceraian.4

Akan tetapi masih banyak fenomena yang terjadi di masyarakat, khususnya masyarakat Kelurahan Pulau Tidung Kec.Kepulauan Seribu Selatan Kab. Adm. Kepulauan Seribu, dimana pasangan suami istri sering melakukan perceraian tanpa melalui Pengadilan Agama, sehingga hak-hak istri dan anak setelah perceraian nyaris diabaikan, seolah-olah setelah perceraian itu tidak ada lagi beban yang harus ditanggung oleh suami. Hal tersebut terjadi karena tidak ada pengawasan dari aparat pemerintah dan sanksi hukum yang diberlakukan.

Semua ini terjadi mungkin karena tidak paham akan hukum, atau mungkin menganggap sepele terhadap akibat perkawinan sehingga begitu mudah melakukan perceraian. Dengan munculnya fenomena perceraian di bawah tangan, atau perceraian yang tidak diajukan ke Pengadilan Agama, penulis sangat tertarik untuk melakukan kajian atau penelitian dalam rangka penulisan skripsi.

Menurut Hilman Hadikusuma, terjadinya perceraian itu bukan saja dikarenakan hukum agama dan perundangan tetapi juga akibat sejauh mana pengaruh budaya malu dan kontol dari masyarakat. Pada masyarakat yang ikatan kekerabatannya kuat

4


(13)

perceraian lebih sulit terjadi dari pada masyarakat yang ikatan kekerabatanya lemah, perceraian lebih mudah terjadi.5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak meluas dan menimbulkan interprestasi

yang berbeda dari tujuan penulisan skripsi, maka penulis membatasi masalah dalam skripsi ini pada tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumusan masalah sebagai berikut :

1. Menurut pasal 115 KHI dan pasal 39 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan bahwa salah satu persyaratan untuk melakukan perceraian yaitu harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, tetapi pada kenyataannya yang terjadi pada masyarakat Kel. Pulau Tidung pasangan suami istri yang bercerai tidak di depan sidang Pengadilan Agama.

2. Bagaimana proses perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan

Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu ?

3. Apa yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di Kelurahan tersebut ?

4. Bagaimana akibat hukum terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama yang

dilakukan pasangan kawin masyarakat di Kelurahan tersebut ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap gerak dan langkah dalam suatu karya, tentu masing-masing mempunyai tujuan tersendiri, demikian pula dengan penelitian tentang penerapan PP Nomor 9

5


(14)

Tahun 1975 BAB V Tentang Tata Cara Perceraian, yang dilakukan di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perceraian pada masyarakat di

Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

2. Untuk mengetahui dasar hukum dan faktor penyebab terjadinya perceraian di

Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

3. Untuk mengetahui akibat hukum terjadinya perceraian di luar Pengadilan Agama

yang dilakukan pasangan suami istri di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menabah wawasan tentang tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Kepulauan Seribu. Selain itu

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan

kepustakaan bagi Fakultas Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga dapat menjadi referensi tata cara perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

3. Selain itu penelitian ini sebagai persyaratan dalam menyelesaikan proses


(15)

D. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Tetapi dalam pengertian metode penelitian yang lebih luas, penelitian deskriptif mencakup metode penelitian yang lebih luas di luar metode sejarah dan eksperimental, dan secara umum lebih sering diberi nama metode survai. Bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan dalam pengumpulan data digunakan teknik wawancara, dengan menggunakan Schedule quesionair ataupun interview gulde.6

2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantitatif (pengukuran).7

3. Penentuan Objek Penelitian

a. Lokasi Penelitian

6

Muhamad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), Cet. Ke-4, h. 64

7

Anselm Staus dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Prosedur, Teknik, dan Teori, Penyadur, H.M. Djunaidi Ghonji, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet. Ke-1, h. 11.


(16)

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pemilihan tempat ini dengan pertimbangan permasalahan yang penulis teliti ada pada tempat tersebut dan peneliti berdomisili di Kelurahan tersebut.

b. Objek Penelitian

Objek ini adalah Pengadilan Agama Jakarta Utara, Lurah, Kepala KUA (Kantor Urusan Agama), dan pasangan suami istri yang bercerai.

c. Waktu Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan Juli-Agustus 2006

4. Alat dan Teknik Pengumpulan Data

a. Alat Bantu Pengumpulan Data

1) Alat perekam (tape recorder) dan kaset perekam, yang digunakan untuk

memudahkan peneliti dalam menganalisa hasil wawancara agar mendapatkan data yang utuh sesuai dengan yang disampaikan subjek.

2) Lembar observasi dan catatan subjek, yang digunakan untuk mencatat

hal-hal yang dianggap penting dalam jalannya wawancara.

b. Teknik Pengumpulan Data

1) Wawancara, adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara (interviewee)8

2) Observasi, yaitu sebuah metode ilmiah berupa pengamatan dan pencatatan

dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.9

8

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), h. 144.


(17)

3) Teknik dan studi dokumentasi, yaitu cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.10

5. Teknik Analisa Data

Yang dimaksud dengan teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.11Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisa non-statistik, yaitu mengambil keputusan atau kesimpulan-kesimpulan yang benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan penganalisaan data hasil penelitian dengan berwujud kata-kata. Data dikumpulkan dengan cara observasi, wawancara dan pengumpulan-pengumpulan dokumen-dokumen yang mendukung penelitian. Penulis menganalisa data dengan menggunakan kata-kata ke dalam tulisan yang lebih luas.12

D. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan, penulis membagi dan mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab, dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan mencakup : Latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

9

Jalaludin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), Cet. Ke-7, h. 83.

10

Op. cit, h. 236.

11

Masri Singarumbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Suvai, (Jakarta: LP3ES,1995), Cet. Ke-1, h. 263.

12


(18)

BAB II Perceraian dan tata caranya : Pengertian perceraian, macam-macam perceraian dan tatacaranya.

BAB III Gambaran umum perceraian di Kel. Pulau Tidung Kab. Adm. Kepulauan

Seribu meliputi : Kondisi obyektif masyarakat Pulau Tidung Kab. Adm. Kepulauan Seribu, pasangan suami isteri yang melakukan perceraian, faktor penyebab terjadinya perceraian di Kel. Pulau Tidung Kab. Adm. Kepulauan Seribu.

BAB IV Prosedur perceraian di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan

Kab. Adm. Kepulauan Seribu meliputi : Pelaksanaan perceraian di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kab. Adm. Kepulauan Seribu, dasar hukum perceraian dan faktor penyebabnya, akibat hukum dari pelaksanaan perceraian di luar Pengadilan Agama yang dilakukan pada pasangan suami isteri masyarakat Pulau Tidung.


(19)

BAB II

PERCERAIAN DAN TATA CARANYA

B. Pengertian Perceraian

Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya atau karena perceraian yang terjadi antara keduanya. Hal-hal yang menyebabkan putusnya perkawinan tersebut akan dibahas menurut hukum Islam dan hukum positif serta tata caranya pada bab ini.

Dalam Islam perceraian biasa disebut dengan talak. Dan dalam bab ini penulis akan memaparkan beberapa pengertian dari talak. Kata talak berasal dari bahasa arab “ Ithlaq” yang berarti “ melepaskan “ atau meninggalkan. Dalam istilah fiqih berarti melepaskan ikatan perkawinan, yakni perceraian antara suami istri13, talak merupakan peceraian yang timbul karena sebab-sebab dari pihak suami.14

Sedangkan talak menurut istilah syara’ yaitu:

ر

ﺰ ا

و

ج

و

إ

ءﺎ

ا

ﺰ ا

و

Artinya : “Melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri “.15 Talak menurut beberapa ahli fiqih:

1. Al-Jaziry mendefinisikan talak sebagai berikut :

ا

ق

إ

ز

ا

ا

ﺎﻜ

ح

أ

و

نﺎ

ص

13

Muhammad Baghir Al Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al Qur’an, As Sunnah da Pendapat para Ulama, (Bandung; Mizan, 2002), Cet. 2, h. 81

14

Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indah, 1985), Cet. 2, h. 35

15


(20)

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata-kata tertentu”.

2. Menurut Abu Zakaria Al- Anshori talak ialah :

ا

حﺎ

ا

ق

و

Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya “16

3. Menurut Mazhab Hanafi dan Hambali yaitu sebagai pelepasan ikatan

perkawinan secara langsung atau pelepasan ikatan perkawinan dimasa yang akan datang.

4. Menurut Mazhab Syafi’I talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak

atau yang semakna dengan lapal itu.

5. Menurut Mazhab Maliki talak adalah sebagai suatu sifat hukum yang

menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.17

Setelah dipaparkan beberapa talak diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjadi dalam talak Bai’in, sedangkan arti mengurangi pelepasasn perkawinan adalah berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak itu, yaitu terjadi pada talak Raj’i.

Dalam Islam suatu perceraian atau talak adalah perbuatan yang halal tetapi sesungguhnya perbuatan itu dibenci oleh Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda:

16

Ibid, h. 192

17

Dewan Redaksi Ensklopedi Islam, “Nikah”, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoenev, 1994), Cet. 2, Jilid 4, h. 3


(21)

لﺎ

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

ا

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

و

:

ﻐ أ

ا

ا

ﷲا

إ

ل

ق

)

ﺟﺎ

ا

و

دواد

ﻮ أ

اور

,

آﺎ ا

و

,

ﻮ أ

ﺟرو

ﺔ رإ

(

18

Artinya: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak

Seperti diketahui bahwa ikatan pernikahan merupakan ikatan yang suci dan kuat, serta mempunyai tujuan antara lain persatuan bukan perpisahan. Diperbolehkanya talak hanyalah dalam keadaan tertentu saja apabila tidak ada jalan lain yang lebih baik selain talak, namun akan berbahaya bila talak dibebaskan begitu saja, oleh karena itu Islam mengatur masalah talak, seseuai denga konsep pokok sebagai berikut :

1. Talak tetap ada di tangan suami sebab suami mempunyai sikap rasional sedangkan istri bersikap emosional.

2. Talak dijatuhkan oleh suami atau pihak lain atas nama suami, seperti Pengadilan Agama.

3. Istri berhak mengajukan talak kepada suami dengan alasan tertentu lewat Qadi. 4. Talak bisa kembali lagi antara suami istri sesuai dengan ketentuan agama.

5. Bagi mantan istri ada masa iddah dan memiliki hak menerima mut’ah dan nafkah

dari mantan suami.19

Sebagaimana pernikahan yang mempunyai syarat dan rukun nikah, maka talak pun memiliki syarat dan rukun talak.

Rukun talak ada tiga yaitu:

18

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qhudzaini, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut, Dar al-Fikr, tth), Juz I, h. 650

19


(22)

1. Suami yang mentalak 2. Istri yang ditalak

3. Ucapan yang digunakan untuk mentalak, adapun ucapan talak itu ada dua

macam:

a. Ucapan sharih yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk mentalak. Talak itu

jatuh jika seseorang telah mengucapkan dengan sengja walaupun hatinya tidak berniat mentalak istrinya.

b. Ucapan kinayah, yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya, mungkin ucapan itu

maksudnya talak lain. Ucapan talak kinayah memerlukan adanya niat, artinya jika ucapan talak itu dengan niat syah talaknya dan jika tidak disertai dengan niat maka talaknyabelum jatuh. Ucapan kinayah antara lain misalnya :

1) Pulanglah engkau kepada Ibu Bapakmu

2) Kawinlah engkau dengan orang lain

3) Saya sudah tidak hajat lagi denganmu. Sabda Rasulullah SAW:

لﺎ

ﷲا

ر

ةﺮ ﺮه

ﻰ أ

:

ر

لﺎ

ﷲا

لﻮ

و

ﷲا

:

ث

ﱞﺪﺟ

ﻬ ﺰه

و

ﱞﺪﺟ

ه

ﱞﺪﺟ

:

ا

ﺔ ﺟﺮ او

ق

ا

و

حﺎﻜ

)

ﻰﺋﺎ ا

إ

ﺔ رﻷا

اور

آﺎ ا

و

(

20

Sedangkan syarat-syarat talak yaitu:

20

Muhammad Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Kuala Lumpur: Pusaka Jiwa SDN. BHD., 1996), Cet. 1, h. 484


(23)

1. Untuk sahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan:

a. Berakal; suami yang gila dalam arti hilang akal atau rusak akal karena sakit tidak jatuh talak.

b. Baligh; tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum

dewasa.

c. Atas kemauan sendiri; yang dimakud atas kemauan sendiri disini adalah

adanya kehendak pada diri sendiri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.

2. Untuk sahnya talak bagi istri yang ditalak disyaratkan sebagai berikut: a. Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.

b. Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.

3. Untuk sahnya sighat talak harus berdasarkan dengan apa yang telah dijelaskan di atas, yakni kinayah dan sharih.

Qashdu (sengaja), artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan

oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.21 Setidaknya ada

empat kemungkinan yang terjadi dalam keluarga yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk memutus atau terputusnya perkawinan,

a. Terjadi Nusyuz dari pihak suami b. Terjadi Nusyuz dari pihak istri

c. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami istri

21


(24)

d. Terjadinya salah satu pihak melakukan zina, yang menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduanya.

Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbooek) putusnya perkawinan dipakai istilah “pembubaran perkawinan” (ont binding des huweliks).22yang diatur dalam bab X dengan tiga bagian, yaitu tentang pembubaran perkawinan pada umumnya (pasal 199), tentang pembubaran perkawianan setelah pisah meja dan ranjang (pasal 200-2006 b), tentang perceraian perkawinan (pasal 207-232 a), dan yang tidak dikenal dalam hukum adat atau hukum agama (Islam) walaupun kenyataannya juga terjadi, ialah bab XI tetang pisah meja dan ranjang (pasal 233-249).

Disini penulis hanya akan menjelaskan tentang perceraian perkawinan. Perceraian menurut Subekti, Perceraia adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.23 Menurut ketentuan pasal 39

ditegaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Selain dalam hukum perdata (BW) masalah perceraian juga diatur dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Di bidang perkawinan (buku 1), Kompilasi Hukum Islam dalam berbagai hal rujuk kepada pendapat fuqaha yang sangat dikenal dikalangan ulama dan masyarakat Islam Indonesia. Hal itu menunjukan bahwa Kompilasi Hukum Islam menjadi pelaksana bagi

22

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia; menurut Perundangan, Hukum Adat dan Hukum Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), Cet. 1, h. 160

23


(25)

peraturan perundang-undangan, terutama yang berkenaan dengan keberlakuan hukum Islam (bagi orang Islam) di bidang perkawinan sebagaimana di atur dalam ketentuan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.24

Menurut Kompilasi Hukum Islam, cerai (talak) adalah ikrar suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, 131 (11) sesuai dengan pasal 117 KHI.25

Kompilasi Hukum Islam pasal 116 merumuskan alasan-alasan perceraian menjadi beberapa bagian, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

Secara umum zina bagi orang yang terikat perkawinan ialah hubungan kelamin yang dilakukan oleh suami atau istri dengan seseorang yang berlainan sex. Hal lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk, pemadat, penjudi atau kebiasaan lainnya yang tidak bisa disembuhkan. Sebab, semua kebiasaan itu selain melanggar larangan agama juga merugikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Hingga bila suami atau istri ada yang memiliki kebiasaan tersebut, kemudian salah satu pihak menggugat maka pengadilan dapat mengabulkannya.

24

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Pengadilan Agama dalam Sistem Hukum Nasional,

(Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu 1999), Cet. 2, h. 12

25

Abdul Manan, M. Fauzan, Pokok-pokok Hukum Perdata Wewenang Pengadilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. 5, h. 28


(26)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya

Jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan suami selama dua tahun tanpa izin dan alasan yang sah maka bisa dijadikan alasan perceraian. Meninggalkan pihak lain, setidaknya harus memenuhi kriteria berikut ini :

1. Tindakan Meningggalkan pihak lain sebagai kesadaran kehendak bebas

(Willfully deseri and absens)

2. Bukan karena ada suatu sebab memaksa yang tak dapat dielakkan, seperti

suami atas peritah jabatan dipindahkan ketempat lain.

3. Tindakan disersi tersebut tanpa ada izin dan persetujuan pihak lain. 4. Perbuatan tersebut harus berturut-turut untuk waktu minimal dua tahun.26

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang

lebih beratsetelah perkawinan berlangsug.

Dari rumusan tersebut dipahami baik suami maupun istri dapat menuntut perceraian jika salah satu pihak mendapat hukuman badan (life imprisontment), namun hal itu baru merupakan alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan setelah terjadi perkawinan.

Permasalahan alasan ini sangat sederhana, dan penerapannya tidak memerlukan penafsiran. Artinya, dalam pasal 23 Peraturan Pemerintah No 9/1975 tentang Pencatatan Perkawinan jo. Pasal 74 Undang-undang No 7 Tahun

26


(27)

1989 tentang Pengadilan Agama yang diamandemen Undang-undang No 3 Tahun 2003 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa “salinan” putusan pidana yang bersangkutan (suami istri) Langsung dianggap mempunyai

kekuatan pembuktian “yang menentukan” (beslisende bewijskracht) atau

mempunyai kekuatan pembuktian yang “memaksa” (dwirgend bewijskracht).27 d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan pihak lain.

Dalam hal ini M. Yahya Harahap memberikan penafsiran bahwa kekejaman tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap mental, seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat cemburu yang berlebihan atau suami berlaku diktator, sering berkata kasar atau berkata kotor. Sebab kekejaman itu pada dasarnya sama dengan penderitaan batin yang dapat menghancurkan ketenangan jiwa pikiran yang berdampak membahayakan jasmani maupun rohani.28

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri.

Maksud “cacat badan” atau “penyakit” disini ialah cacat jasmani atau rohani yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh atau hilang

tapi dalam waktu cukup lama,29 sehingga dengan kondisi tersebut, dapat

27

M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Pustaka kartini, 1997), Cet. 3, h. 259

28

Ibid, h. 144

29

Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), Cet 1, h. 195


(28)

menghalangi salah satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri.

Selanjutnya dalam memeriksa perkara permohonan perceraian dan alasan cacat badan atau penyakit, apakah benar salah satu pihak suami atau istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban masing-masing, bisa dibuktikan lewat pemeriksaan diri ke dokter, yang akan dijadikan alat bukti di pengadilan.30

Sesungguhnya, bukan fakta-fakta cacat atau penyakit yang harus dibuktikan. Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengabulkan perceraian atas alasan cacat atau sakit, akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap kaku. Barangkali secara kasuistik dapat dipegang pendapat yang dikemukakan Dr. Musythafa Sibay yang dirangkumnya dari pendapat Ibnu Syikah Al-Zuhri, Syuraih dan Abu Tsaur yang antara lain dapat disadur, kalau penyakit itu sudah parah sehingga telah menghancurkan sendi-sendi kesejahteraan dan kehidupan rumah tangga dapat dibenarkan terjadinya perceraian.31

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaan dan tidak ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan ini menurut bahasa al qur’an disebut syiqoq. “syiqoqa” perceraian yang terjadi karena percekcokan terjadi terus menerus atara suami dengan istri sehingga

30

Undang-Undang Peradilan Agama, (UU No. 7 Tahun 1989), (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), Cet. 1, h. 31

31

Musythafa As-Sibay, Wanita diantara Hukum dan Undang-undang, (Jakarta: Bulan Bintang), Cet. 1, h. 204


(29)

memerlukan campur tangan dua orang hakim (juru damai) dari pihak suami atau istri.32 Dalam penjelasan pasal 76 ayat 1 Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dikatakan syiqoq adalah perselisihan yang tajam dan terus menerus antara suami istri.33

Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, cerai talak adalah seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidnag guna penyaksian ikrar talak. Menurut hukum positif ; bahwa dalam setiap percerain yang terjadi harus mengajukan gugatan perceraiannnya ke Pengadilan Agama bagi warga negara yang beragama Islam dan ke Pengadilan Negeri bagi warga negara yang beragama non Muslim, sesuai dengan KUHPerdata pasal 207, “Tuntutan untuk perceraian perkawinan, harus diajukan kepada Pengadilan Negeri.

C. Hukum Perceraian

Dengan mengingat segi-segi positif dan negatifnya atau manfaat dan madharatnya, maka hukum perceraian dalam hukum Islam ada empat macam.

1. Makruh, yaitu hukum asal dari pada talak atau cerai sebagaimana sabda Rasuullah SAWyang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Ibnu Umar ra.:

لﺎ

ﺎ ﻬ

ﷲا

ر

ا

:

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

لﺎ

و

:

ﻐ أ

ل

ا

ﷲا

إ

ا

ق

)

ﺟﺎ

ا

و

دواد

ﻮ أ

اور

,

آﺎ ا

و

,

ﺔ رإ

ﻮ أ

ﺟرو

(

32

A. Zuhdi Muhdor, Memahami Hukum Perkawinan, (Nikah, Talak, Cerai Dan Rujuk),

(Bangdung: Al-Bayan, 1995), Cet. 2, h. 97

33


(30)

Artinya: “Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah adalah talak”.34

2. Haram (bid’ah) yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haidh

(bulanan), atau dalam keadaan suci tetapi telah dikumpuli. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh jamaahahli hadits selain Iman Tirmizi:

ا

ﺪﻬ

ﺋﺎ

ه

و

أﺮ ا

أ

ﷲا

لﻮ ر

ﷲا

و

,

لﺄ

ﷲا

لﻮ ر

ﷲا

و

ﻚ اذ

,

لﺎ

:

ﺮﻬ

ﺎﻬﻜ

ﺎﻬ ﺟاﺮ

ذ

ءﺎ

نأ

ﺮﻬ

ءﺎ ا

ﺎﻬ

نأ

ﷲا

ﺮ أ

ا

ةﺪ ا

نأ

ءﺎ

نأ

و

ﻚ ا

)

(

Artinya : “ Suruhlah anakmu (Ibnu Umar) supaya dia rujuk kembali kepada istrinya, kemudian hendakalah ia teruskan perkawianan itu sehingga ia suci d ari haidhnya, kemudian ia haidh kembali, kemudian suci yang kedua. Bila ia menghendaki boleh ia teruskan perkawianan sebagaimana sebelumnya atau diceraikan sebelum dicampuri. Demikianlah iddah yang disuruh Allah supaya perempuan di thalak pada waktu itu”.35

3. Sunnat, bila suami tidak sanggup memberikan nafkah yang cukup sedangkan isri

tidak rela, atau istri tidak dapat menjaga kehomatannya.

34

Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Qhudzaini, Sunan Ibnu Majah, ( Beirut, Dar al-Fikr, tth), Juz I, h. 650

35 ibid


(31)

4. Wajib, bila terjadi percecokan yang membahayakan antara suami istri, sedangkan

dua hakim yang mengurusnya memadang perlu agar keduanya cerai.36

D. Macam-macam Perceraian dan Tata Caranya

1. Macam-macam Perceraian

Secara garis besar ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi dua macam, yaitu:

a. Talak Raj'i, yaitu perempuan yang di talak dengan sekali talak dan kemudian boleh rujuk kembali oleh bekas suaminya selama iddah, kalau sudah habis iddahnya ingin kembali harus dengan akad nikah biasa.37

Firman Allah SWT, Q.S. At Talaq ayat 1

أ

ا

إ

اذ

ا

ءﺎ

ه

و

أ

ا

ا

ﺪة

و

ا

ﷲا

ا

ر

ه

و

إ

أ

ن

و

و

د

ﷲا

و

و

د

ﷲا

ر

ى

ﷲا

ث

ذ

أ

ا

.

Artinya;: "Hai nabi apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu dan bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu. Dan janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahmereka dan janganlah mereka (di izinkan) keluar kecuali kalau mengerjakan perbuatan keji yang terang itulah hokum-hukum Allah dan barang siapa yang melanggar hokum-hukum Allah, maka sesungguhnya

36

Syadzali Mustafa, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam, (Jakarta: CV. Ramdhani, 1990), Cet. Ke-1, h. 80

37


(32)

ia telah berbuat dzalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui baarang kali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.

Yang termasuk ke dalam kategori talak Raj'I adalah sebagai berikut: 1. Talak satu atau talak dua tanpa iwadh dan telah kumpul

a. Talak mati, tidak hamil b. Talak hidup dan hamil

c. Talak mati dan hamil

d. Talak hidup dan tidak hamil

e. Talak hidup dan belum haid ataupun hamil.38 2. Talak karena Ila' yang dilakukan hakim.

Ila' adalah bersumpahnya suami untuk tidak mengumpuli istrinya baik dengan menggunakan nama Allah maupun sifatnyaa, baik secara mutlak tanpa batasan waktu ataupun dengan batasan waktu empat bulaan atau lebih.39

Jika seorang suami mengila' istrinya berarti ia mengharamkan dirinya untuk menggauli istrinya itu, kalau ia ternyata menghalalkan atau menggaulinya juga istrinya yang telah di ila' itu, maka ia wajib membayar denda dan bukan termasuk talak. Adapun denda yang harus dapat dipenuhi karena sumpah ila' adalah sebagai berikut:

a. Memerdekakan seorang budak

38

Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. 1, h. 22

39

Syajali Mustafa, Pengantar dan azas-azas Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Ramdani, 1990), h. 83


(33)

b. Memberi makan sepuluh orang miskin, masing-masing satu cupak makanan yang menyenangkan, atau memberi mereka pakaian

c. Puasa tiga hari berturut-turut

3. Talak Hakamain

Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai (hakam) dari pihak suami atau istri.40 Hakam ini bias diangkat dan dilakukan sendiri ataupun dari hakim Pengadilan Agama. Hal initerjadi karena syiqoq, baik dengan iwad dari pihak istri yang berarti khulu' maupun talak biasa, Cuma jaatuhnya talak dari hakamain atas nama suami.41

b. Talak Ba'in

Seorang pria dilarang menikah kembali atau merujuk istrinya yang telah ditalak dengan talak ba'in kubra, yaitu talak tiga, baik sekaligus maupun berturut-turut. Larangan ini tidaka berlaku lagi apabila istri tersebut sudah dinikahi dengansah dengan pria lain, dan telah mangadakan hubungan kelamin kemudian diceraikan dan telah habis masa iddahnya.

Yang dimaksud talak tiga sekaligus ialah menjatuhkan talak tiga dengan satu kali ucapan. Umpamanya seorang suami berkata kepada istrinya "saya talak kamu dengan talak tiga".42

Adapun talak tiga secara berturut-turut ialah:

40

Slamet Abidin, Aminuddin, Op. Cit, h. 24

41

Ibid, h. 33

42


(34)

1) Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi, kemudian ditalak yang kedua kalinya dengan talak satu, selanjutnya dinikahi atau dirujuk lagi dan kemudian ditalak lagi dengan talak satu.

2) Mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dirujuk atau dinikahi lagi, kemudian ditalak untuk yang kedua kalinya dengan talak dua

3) Seperti angka dua di atas, hanya pertama-tama dijatuhkan talak dua

kemudian yang untuk yang kedua kalinya dijatuhkannya talak satu

4) Mula-mula ditalak dengan talak satu. Selama dalam masa iddah ditalak lagi dengan satu talak, dan selama masa iddah belum habis ditalak dengan talak satu, atau mula-mula ditalak dengan talak satu, kemudian dalam masa iddah ditalak lagi dengan talak dua, atau sebaliknya.43

Menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, macam-macam perceraian terbagi menjadi dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Dari ketentuan-ketentuan tentang perceraian dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 39-41 dan tata cara perceraian dalam peraturan pelaksanaan yaitu PP No 9 Tahun1975 pasal 14-36 jo. Kompilasi Hukum Islam pasal 114 jo. Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dapat ditarik kesimpulan bahwa perceraian terbagi menjadi dua macam, yaitu cerai talak dan cerai gugat.44

Menurut pasaal 114 Kompilasi Hukum Islam, menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Undang-undang membedakan antara perceraian atas

43

Ibid, h. 25

44


(35)

kehendak suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena karakteristik hokum Islam dalam perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses perceraian atas kehendak suami berbeda dengan perceraian atas kehendak istri.45

1. Cerai Talak

Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya, sehingga perkawinan menjadi putus, dalah bahasa fiqih, cerai seperti ini disebut "talak".46 Istilah cerai talak terdapat pula dalam PP No 9 Tahun 1975 pasal 14 yang merupakan penegasan dari pasal 39 UU Perkawinan No 1 Tahun 1974. cerai talak ini hanya khusus untuk yang beragama Islam seperti dirumuskan dalam 14 PP No 9 Tahunn 1975 sebagai berikut: " Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam yang akan menceraikan istrinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya yang berisi pemberitahuan kepada Pengadilan diadakan siding untuk keperluan itu "47

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 117 disebutkan bahwa: " talak " adalah ikrar suami dihadapan siding Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaiman dimaksud dalam pasal 129, 130, 131.48

Dari ketentuan di atas dalam hubungan dan pelaksanaannya, jelas bahwa pengajuan pemberitahuan keinginan cerai itu harus dilakukan dengan cara tertulis (surat) ke

45

A. Muktiarto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. 3, h. 206

46

Departemen Agama RI, Yanya Jawab Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Rienaka Cipta, 1992), Cet. 1, h. 274

47

A Mukhtiato, Op.Cit, h. 206

48


(36)

Pengadilan Agama dengan maksud agar persoalan yang diadukan lebih jelas. Perlu juga ditegaskan disini, bahwa keinginan tersebut berasal dari pihak suami, dan yang diajukan itu bukanlah suatu "surat permohonan" tapi surat pemberitahuan" yang memberitahukan bahwa ia akan menceraikan istrinya dan untuk itu ia meminta kepada Pengadilan agar mengadakan siding untuk menyaksikan perceraian itu, agar perceraiannya itu

mempunyai kekuatan hokum.49

Permohonan cerai talak meskipun berbentuk permohonan tetapi pada hakikatnya adalah kontesius, karena di dalamnya mengandung unsur sengketa, oleh sebab itu, harus diproses sebagai perkara kontesiusuntuk melindungi hak-hak istri dalam mencari upaya hukum dan keadilan.50

2. Cerai Gugat

Cerai gugat adalah cerai yang didasarkan atas adanya gugatan yang diajukan oleh istri, agar perkawinan dengan suaminya menjadi putus.51Definisi lainya disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan cerai gugat ini adalah perceraiana yang disebabkan oleh adanya suatu gugatan lebih dahulu oleh pihak istri kepada pihak suami melalui Pengadilan dan dengan suatu putusan Pengadilan.52

49

Ibid, h. 38

50

A. Muktiarto, Op. Cit, h. 207

51

Departemen Agama, Op. Cit, h. 63

52


(37)

Dalam Kompilasi Hukum Islam, istilah cerai gugat dikenal denga nama "khulu", dinyatakan dalam pasal 1 bahwa, khulu' adalah perceraian ynag terjadi atas permintaan istri dengan memberikan tebusan atau iwad kepada dan atas persetujuan suaminya.

Gugatan cerai (cerai gugat) diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 40, jo. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Catatan Perkawinan pasal 20-36, jo. Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 73-88, yang sudah diamandemen Undang-undang No 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama jo. KHI pasal 113-148.

2. Tata Cara Perceraian.

Sebagaimana halnya dengan akad nikah, maka talak pun adalah semacam akad pula. Hanya saja bedanya ialah, akad nikah semacam perjanjian untuk menjadi suami istri, sedangkan talak ialah perjanjian melepas buhul akad nikah yang telah disepakati sebelumnya.

Untuk mentalak istri atau melepas kepemilikan terhadap istrinya, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Suami langsung menjatuhkan talak kepada istrinya, dihadapan dua orang saksi

laki-laki dan denga syarat-syarat dan proses tertentu yang ditentukan syara'.

b. Dengan mewakilkan kepada orang lain, tentu saja dengan surat kuasa yang

dapat dijadikan sebagai alat bukti jika terjadi peselisihan atau persoalan dikemudian hari.


(38)

c. Dengan surat suami yang diantar seorang yang diberi kuasa oleh pihak suami, tentu saja surat itu adalah surat yang dapat dijadikan alat bukti prosedurnya seprti nomor satu di atas.53

Dalam Peraturan Pemerintah tata cara perceraian yang dikategorikan sebagai cerai talak diatur dalam pasal 14, yaitu sebagai berikut:

a. Seorang suami yang perkawinanya dilakukan menurut agama Islam, yang

akan menceraiakan istrinya, mengajukan surat ke Pengadilan Agamadi tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya isertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan siding untuk keperluan itu.

b. Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat itu dalam waktu

selambat-lambatnya 30 hari memanggil suami istri tersebut untuk diadakan pemeriksaan seperlunya.

c. Dalam setiap kesempatan sebelum terjadi talak, pengadilan harus selalu

berusaha mendamaikan suami istri dan berusaha agar bermaksud untuk mengadakan perceraian tersebut tidak jadi dilaksanakan. Dalam usaha mendamaikan tersebut Pengadilan dapat meminta bantuan kepada orang yang dipandang perlu atau suatu badan penasehat, seperti BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Peceraian), atau badan lain untuk memberi nasehat kepada suami istri tersebut.

d. Bila pengadilan berpendaapat bahwa cukup alasan sebagai dimaksud dala

undang-undang (lihat penjelasan pasal 39 UU) dan bahwa antara suami istri

53


(39)

tersebut tidak mungkin lagi dapat didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga, maka pengadilan mengadakan sidnag untuk menyaksikan suami tersebut mengikrarkan talak kepada istrinya. Jadi ikrar tersebut diucapkan disidang pengadilan dihadapan istri atau wakilnya.

e. Apabila hal ini telah dilaksanakan maka pengadilan mebuat surat keterngan

tentang adanya talak tersebut. Surat keterangan itu dibuat rangkap 5 (lima). Helai pertama disimpan di pengadilan, helai kedua dan ketiga dikirim masing-masing kepada PPN setempat dan PPN tempat penikahan dahulu untuk diadakan pencatatan perceraian, sedangkan helai keempat dan kelima diberikan kepada suami istri.

D. Akibat Perceraian

Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa suatu perkawinan bisa putus karena kematian salah satu pihak dari suami istri, atau karena perceraian suami istri54.

Adapun akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah sebagai berikut:

1. Mengenai Hubungan Bekas Suami dan Bekas Isteri.

a. Pada perceraian yang memasuki tingkat tidak mungkin dicabut kembali (talak bain), persetubuhan tidak boleh lagi, tetapi mereka boleh kawin kembali asal saja belum melebihi dua pernyataan talak.

b. Dalam hal talak tiga dijatuhkan, perkawinan kembali hanya dapat setelah

memenuhi syarat-syarat yang berat, sedang perceraian karena Li’an, perkawinan kembali tidak mungkin lagi untuk dilakukan selamanya.

54


(40)

c. Suami atau isteri yang meninggal dalam waktu iddah-talak yang dapat dicabut kembali (talak raj’i), berhak berhak mendapat warisan dari harta peninggalan yang meninggal.

d. Pada perceraian yang tidak dapat dicabut kembali (talak bain) tidak

seorangpun dari suami atau isteri berhak mendapat warisan dari harta peninggalan yang meninggal dunia dalam masa iddah tersebut.55

2. Mengenai anak

Kalau perceraian suami atau isteri telah memasuki tingkat yang tidak mungkin dicabut kembali, maka yang menjadi persoalan adalah anak-anak di bawah umur, yakni anak yang belum berakal. Sekarang timbul pertanyaan siapakah diantara suami atau istri yang berhak memelihara dan mengasuh anak tersebut, yang dalam istilah hukum Islam disebut hak Hadhanah.56

3. Mengenai Harta Benda

Tentang harta benda di dalam Islam tidak dikenal percampuran harta kekayaan antara suami atau istri karena pernikahan harta kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai penuh olehnya. Demikian pula harta kekayaan suami tetap milik suami dan dikuasai penuh olehnya.

Karena itu pula menurut hukum Islam perempuan yang sudah bersuami tetap dianggap cakap bertindak dalam hukum, sehingga ia dapat melakukan segala pebuatan hukum dalam masyarakat. Hal ini berbeda dengan hukum barat perempuan yang

55

Ibid, hal. 81

56


(41)

bersuami tidak cakap bertindak hukum dan hanya dapat ddilakukan perbuatan hukum secara sah, jika dibantu atau dikuasakan secara tertulis oleh suanminya.

Akan tetapi karena menurut Islam, dengan perkawinan sang istri menjadi sang istri

(kongsi) sekutu dengan seorang suami dalam melayani bahtera hidup.57 Maka antara

suami istri terjadilah syarikah abdan (perkongsian tenaga) dan syarikah mufawwadah (perkongsian tidak terbatas).58

Jika selama perkawinan diperoleh harta, maka harta ini adalah harta syirkah, yaitu harta bersama yang menjadi milik bersama sari suami isteri. Karena itu dalam Islam ada harta suami isteri yang terpisah (tidak bercampur) dan harta kekayaan tidak terpisah (yang bercampur).

Dalam hal harta kekayaan yang bercampur yang merupakan harta kekayaan tambahan karena usaha bersama suami istri selama perkawinan, menjadi milik bersama dari suami istri untuk kepentingan bersama. Karena itu apabila ikatan perkawinan putus baik disebabkan meninggal atau perceraian, maka harta ini dibagi antara suami istri.

Pada pasal 149 Kompilasi Hukum Islam tentang akibat-akibat perceraian (talak) yaitu:

a. Memberikan mut'ah yang layak kepada bekas istri, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla dukhul.

57

Hasby Ash Shiddiqy, Pedoman Rumah Tangga, (Medan: Pustaka Maju), h. 9

58


(42)

b. Memberikan nafkah, makan dan kiswah kepada istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil

c. Melunasimahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila qobla

dukhul

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang bbelum mencapai umur

21 tahun.59

59

Departemen Agama RI, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, KHI di Indonesia, ( Bandung: Humaniora Utama Press, 1991/1992)


(43)

BAB III

GAMBARAN UMUM PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU TIDUNG KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

KAB. ADM. KEPULAUAN SERIBU

A. Kondisi Objektif Masyarakat Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kab.Adm. Kepulauan Seribu

1. Letak Geografis dan Batas Wilayah

Pulau Tidung adalah salahsatu pulau yang ada di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan dan mejadi pusat kecamatan yang meliputi lima pulau. Adapun luas dan batas wilayahnya yaitu berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1227 Tahun 1989 luas daratan kelurahan pulau tidung adalah 175,00 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah utara berbatasan dengan Pulau Karang Beras berada pada posisi 106 0 - 36 0 - 00 0 BT s/d 106 0 - 36 0 - 00 0 BT

05 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 05 0 - 47 0 - 00 0 LS

Sebelah timur berbatasan dengan Pulau Tidung Kecil berada pada posisi 03 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 06 0 - 0 0 - 20 0 LS

Sebelah barat berbatasan dengan Pulau Tunda berada pada posisi 05 0 - 47 0 - 00 0 LS s/d 00 0 - 0 0 LS

Sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Laki dan Pulau Lancang serta sepanjang Pulau Jawa tepatnya pada posisi

106 0 - 20 0 - 0 0 - 20 0 BT s/d 00 0 - 40 0 - 00 0 BT (Sumber Laporan Tahunan Kel. Pulau Tidung 2006)60

60


(44)

Adapun jumlah dan luas wilayah Kelurahan Pulau Tidung dan pulau yang termasuk ke dalam Kelurahan Pulau Tidung berdasarkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 1986 dengan luas 106, 90 Ha terdiri dari pulau-pulau sebagai berikut:

TABEL I

Pulau-pulau yang termasuk Wilayah Kelurahan Pulau Tidung

No Nama Pulau Luas Pulau Keterangan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Pulau Tidung Besar Pulau Tidung Kecil Pulau Payung Besar Pulau Payung Kecil

Pulau Laki Pulau Karang Beras

50. 130 Ha 17. 400 Ha 20. 860 Ha

10. 460 Ha 14. 450 Ha 3. 600 Ha

Penduduk Pariwisata Penduduk Pariwisata Pariwisata Pariwisata

Jumlah 106.90 Ha

(Sumber Laporan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)61

61 Ibid


(45)

TABEL II

Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Tidung Menurut Tingkat Usia

(Sumber Laporan Tahunan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)62

a Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah usia yang produktif lebih kecil

dibandingkan jumlah usia yang tidak produktif, yaitu terdiri dari: usia anak-anak dan remaja serta usia lanjut, hal ini berdampak pada kesejahteraan keluarga dimana 1 (satu) orang usia produktif berbanding 3 (tiga) orang usia tidak produktif, usia tidak produktif

62 Ibid

No Usia Jumlah

1. 0 – 5 761

2. 6 – 10 616

3. 11 – 17 583

4. 18 – 24 485

5. 25 – 30 308

6. 31 – 40 505

7. 41 – 50 406

8. 51 – 60 249

9. 61 – 70 167

10. 70 Keatas 66


(46)

ini dapat dilihat sebanyak 2.442 jiwa, sedangkan usia produktif hanya berjumlah 1.704 jiwa, di samping itu penghasilan yang didapat dari usia produktif hanya di bawah standar kesejahteraan karena pada umumnya penduduk Pulau Tidung berprofesi sebagai nelayan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TABEL III

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Nelayan 706

2. Buruh 50

3. Pedagang 66

4. Karyawan Swasta 20

5. PNS 127

6. Pensiunan 8

7. Pegawai Tidak Tetap(PTT) 33

8. Honorer 78

TOTAL 1098

(Sumber Laporan Tahunan Kelurahan Pulau Tidung Tahun 2006)63

Maka dengan melihat data jumlah penduduk menurut mata pencahariannya dari tabel 3 di atas jelahlah bahwa masyarakat Pulau Tidung mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan Morami dan perlu diketahui para nelayan di Pulau Tidung biasanya

63 Ibid


(47)

kalau sedang melaut samnpai kewilayah Sumatera yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan lamanya, setelah sudah 3 bulan barulah mereka pulang itu menjadi salahsatu sebab dari pasangan yang melakukan perceraian di luar Pengadilan, dan kalau dilihat dari penghasilan yang didapat selama kurang lebih 3 bulan itu hanya Rp. 1000.000/orang dan ditambah beras 40 liter/orang oleh karena itu mereka melakukan perceraian di luar Pengadilan karena melakuakn perceraian di Penagdilan memerlukan biaya yang tidak sedikit dan pada masyarakat Pulau Tidung umumnya melakukan perceraian di luar Pengadilan dan memilih bercerai hanya di depan penghulu dan disaksikan oleh tokoh masyarakat saja.

2. Kondisi Obyektif Masyarakat Pulau Tidung dari Segi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pulau Tidung.

Masyarakat Pulau Tidung mayoritas beragama Islam mereka terdiri dari berbagai suku yang sudah menyatu, serta bahasa yang digunakan adalah bahasa betawi dengan ciri khas dialek pulau yang berintonasi keras dan terkadang penyederhanaan kata dengan pengurangan huruf terakhir.

Adapun segi positif dari prilaku sosial masayarakat Pulau Tidung adalah kerukunan dan asas kekeluargaan yang masih kuat melekat, ini terlihat adanya bentuk gotong-royong dan saling membatu antar sesama. Adapuncontoh kongkrit dari sikap positif tersebut adalah membatu membatu tarub pada saat kenduri (pernikahan), memberikan sedikit sumbangsi materi pada saat sebuah keluarga sedang mengalami musibah, serta

bekerja sama dalam membersihkan kampung halaman.64

64 Ibid


(48)

Apabila di masyarakat timbul sebuah permasalahan yang sebabkan oleh warga, seperti keributan antar warga, perceraian dalam keluarga atau perselisihan dalam keluarga, biasanya mereka mengadukan masalah tersebut kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat, untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Adapun kondisi ekonomi masyarakat Pulau Tidung sesuai dengan tabel 3 di atas, jelaslah perekonomian masyarakat Pulau Tidung bertumpuh pada usah nelayan terutama pada nelayan murami (usaha penangkapan ikan dengan jaring). Namun bukan hanya itu saja usaha atau perekonomian di Pulau Tidung, masih ada usaha yang diandalkan dari upaya masyarakat. Usaha mereka antara lain menanam rumput laut, memasang perangkap ikan dengan bubu (bahasa pulau), memancing ikan tongkol serta usaha perdagangan dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat.

B. Pasangan Suami Isteri Yang Melakukan Perceraian

Sebelum mengetahui bagaimana faktor penyebab terjadinya perceraian di Kelurahan Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu, maka untuk lebih jelasnya penulis akan mengemukakan keberadaan para pasangan suami isteri yang melakukan perceraian. Kondisi tersebut dapat dibuktikan dengan data yang bersumber di KUA Kepulauan Seribu sebagai berikut :

1. Jumlah pasangan kawin di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan

Kab. Adm. Kepulauan Seribu.

Jumlah pasangan kawin yang melakukan perkawinan pada tahun 1999 di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu, berjumlah 83 pasangan kawin, dan pada tahun yang sama juga terjadi perceraian sebanyak 14 pasangan.


(49)

Kemudian pada tahun 2000 jumlah pasangan kawin yang melakukan perkawinan berjumlah 71 pasangan kawin, juga pada tahun yang sama terjadi perceraian dari beberapa pasangan kawin yang berjumlah 12 pasangan dan perceraian yang dilakukan semuanya dilaksanakan di luar pengadilan, artinya perceraian itu cukup dilaksanakan di depan penghulu dimana mereka melakukan akad nikah waktu itu.65

2. Pasangan kawin yang melakukan perceraian di luar Pengadilan Agama.

Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, penulis mengambil populasi berjumlah sepuluh (10) pasangan kawin yang melakukan perceraian. Adapun pasangan kawin yang melakukan perceraian tersebut adalah NL dan LN yang berusia 28 dan 25 tahun dan melakukan perceraian pada tahun 2000 dan perceraiannya di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan HR dan SP yang berusia 27 dan 22 tahun, melakukan perceraian pada tahun 1999 dan dilakukan di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan HR dan RN yang berusia 32 dan 29 tahun melakukan perceraian diluar pengadilan pada tahun 2000 yang dilakukan penghulu atau lebe Pulau Tidung. Pasangan BD dan SR yang berusia 26 tahun dan 23 tahun melakukan perceraian pada tahun 2000 juga dilakukan di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan kawin TR dan JD yang berusia 32 dan 39 tahun, melakukan perceraian pada tahun 1999 juga dilakukan diluar pengadilan yakni di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan AW dan UU usia 42 dan 36 tahun bercerai tahun 2000 dilaksanakan di depan penghulu Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan, pasanga SP dan MJ yang berusia 35 dan 30 tahun

65


(50)

bercerai tahun 2000 dilaksanakan di depan penghulu Pulau Tidung. Pasangan WL dan SN berusia 28 dan 31 tahun, bercerai pada tahun 2000 dilaksanakan diluar pengadilan yakni di depan penghulu Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan, pasangan kawin SM dan AN yang berusia 45 dan 37 tahun, bercerai pada tahun 2000 juga dilaksanakan di depan penghulu Pualau Tidung. Pasangan SR dan NR yang berusia 27 dan 32 tahun, ynag bercerai pada tahun 1999 dan dilakukan diluar pengadilan Agama, yakni di depan penghulu Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa rata-rata mata pencaharian masyarakat Pulau Tidung adalah sebagai nelayan, begitu juga halnya dengan mereka pasangan suami isteri yang melakukan perceraian mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah.

TABEL IV

Distribusi Pasangan Kawin Yang Melakukan Peceraian

No Pria Pekerjaan Wanita Pekerjaan

1 NL Nelayan LN Ibu rumah tangga

2 HR Nelayan SP Ibu rumah tangga

3 HR Nelayan RN Ibu rumah tangga

4 BD Nelayan SR Ibu rumah tangga

5 TR Nelayan JD Ibu rumah tangga


(51)

7 SP Nelayan MJ Ibu rumah tangga

8 WL Nelayan SN Ibu rumah tangga

9 SM Nelayan AN Ibu rumah tangga

10 SR Nelayan NR Ibu rumah tangga

Hasil penelitian, 19-20 Agustus 200666

Dari tabel di atas menunjukan bahwa para pasangan suami isteri yang melakukan perceraian itu terutama pihak suami adalah bermata pencaharian sebagai nelayan. Perlu diketahui bahwa penduduk Pulau Tidung yang bermata pencaharian sebagai nelayan itu biasanya mencari ikan di laut lepas selama 3-4 bulan lamanya (nelayan murami), artinya mereka (para nelayan) mengarungi lautan Nusantara untuk mencari ikan selama 3-4 bulan dan setelah itu barulah mereka kembali ke Pulau Tidung. Sebagaimana telah diketahui bahwa penghasilan mereka sebagai nelayan itu sangat minim sekali sekitar satu juta rupiah per tiga bulan sekali, maka bisa jadi faktor ekonomi mejadi penyebab perceraian bagi mereka masyarakat Pulau Tidung yang becerai di luar Pengadilan Agama, perlu diketahui bahwa di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tidak ada Peradilan Agama, jadi bagi mereka pasangan suami isteri yang ingin melakukan perceraian di Pengadilan Agama tampaknya sangat sulit karena mereka harus menyeberangi lautan yang tidak sebentar sekitar 3 jam perjalanan dan belum lagi harus naik mobil menuju Pengadilan Agama yang terletak di Semper Jakarta Utara, dan tidak cukup hanya sampai disitu saja mereka harus mencari penginapan, dan itu semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang telah dijelaskan di atas bahwasanya

66 Ibid


(52)

penghasilan dari para nelayan sangat minim, jadi mereka lebih memilih bercerai di depan penghulu dan tokoh masyarakat setempat saja.67

TABEL V

Pasangan Suami Isteri Yang Melakukan Perceraian Berdasarkan Pendidikannya

67 Ibid

No Pria Pendidikan Wanita Pendidikan

1 NL SLTP LN SLTP

2 HR SD SP SLTP

3 HR SD RN SLTA

4 BD SLTA SR SLTA

5 TR SD JD SD

6 AW SD UU SD

7 SP SD MJ SD


(53)

Hasil penel itian, 19-20 Agustus 200668

Dari tabel di atas jelas bahwa para pasangan yang melakukan perceraian itu telah menamatkan pendidikannya yang berpariasi, walupun ada dari sebagian yang masih cuma lulus sampai tingkat SD saja, dari itu mereka yang melakukan perceraian di Pulau Tidung pada umumnya tidak mengetahui tata cata perceraian karena dilihat dari pendidikanya masih redah dan itu menjadi salah satu sebab mereka yang melakukan perceraia di luar Pengadila Agama.

C. Faktor Penyebab Terjadinya Perceraian di Kel. Pulau Tidung Kec. Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa dari segi usia setiap pasangan suami isteri yang melakukan perceraian adalah sudah dianggap pantas dan ideal untuk berumah tangga, akan tetapi dari segi pendidikan dan ekonomi serta pekerjaan yang

kurang mendukung kehidupan rumah tangga mereka.69

Maka dari itulah penulis akan menguraikan faktor yang menyebabakan terjadinya perceraian di Kelurahan Pulau Tidung sesuai dari penjelasan para responden sebagai berikut :

1. Faktor Ekonomi

68 Ibid 69

Ibid

9 SM SLTP AN SLTP


(54)

Faktor ekonomi merupakan salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian responden. Karena kita tahu faktor ekonomi merupakan faktor yang sangat vital bagi hidup dan kehidupan baik individu maupun golongan, karena setiap manusia membutuhkannya. Dari jumlah populasi yang penulis jadikan sampel dalam penelitian ini, bahwa dari setiap pasangan terutama pihak suami telah memiliki pekerjaan, baik tetap amupun tidak tetap, akan tetapi penghasilan yang didapat itu masih sangat minim sekali jika dibandingkan dengan kebutuhan rata-rata perbulan masyarakat Kelurahan Pulau Tidung. Jadi faktor ekonomi inilah yang paling mendasar dari rata-rata responden yang melakukan peceraian.

2. Faktor sering terjadi pertengkaran dalam rumah tangga

Diakibatkan kekurangan ekonomi yang begitu tinggi dalam rumah tangga dan pendidikan yang rendah, maka keributan dalam rumah tangga sering terjadi, berawal dari masalah yang kecil hingga akhirnya kepada masalah yang besar. Memang dari jumlah populasi yang penulis jadikan sampel tidak seluruhnya bercerai karena diakibatkan faktor ini.

3. Faktor perselingkuhan

Dari jumlah reponden yang penulis jadikan sampelda beberapa pasangan yang melakukan peceraian diakibatkan kerena perselingkuhan. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa para nelayan di Kelurahan Pulau Tidung bila mencari ikan di laut baru kembali pulang sekitar 3-4 bulan, maka dari itulah hal ini


(55)

sangat rawan sekali bagi mereka yang sudah mempunyai isteri untuk berselingkuh terutama bagi mereka yang tidak memiliki keimanan yang kuat.70

70 Ibid


(56)

BAB IV

PROSEDUR PERCERAIAN DI KELURAHAN PULAU TIDUNG

KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUN SERIBU

A. Pelaksanaan Peceraian di Kel. Pulau Tidung

Telah diuraikan sebelumnya bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Gugatan peceraian yang diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tegugat.

Adapun pelaksanaan perceraian yang dilakukan suami isteri di Kel. Pulau Tidung, itu sebagaimana hasil penelitian yang penulis lakukan di Kelurahan Pulau Tidung baik melalui aparat kelurahan, maupun para penghulu/lebe dan juga tokoh masyarakat setempat, secara singkat penulis uraikan pelaksanaan perceraian di luar Pengadilan Agama tersebut.71

Pada pasangan suami isteri yang melakukan peceraian itu biasanya yang pertama mereka datangi adalah Bapak RT setempat di sana mereka mengemukakan alasan-alasan kenapa mereka ingin bercerai, dalam hal ini RT mewakili tugas seorang hakim yakni berusah mendamaikan kedua belah pihak yang sedang besengketa dengan segala cara, akan tetapi bilaman RT setempat tidak mampu lagi untuk

71


(57)

membujuk/mendamaikan kembali kedua belah pihak untuk hidup rukun, maka biasanya bapak RT menghadirkan RW setempat.

Tugas RW dalam hal ini sama halnya seperti RT yaitu berembuk/bermusyawarah dengan RT untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang bersengketa, perlu diketahui pula bahwa selam proses ini, yakni menghadapi RT dan RW para pasangan kawin yang melakukan perceraian itu tidak didamingi oleh siapapun. Barulah setelah RT dan RW sudah tidak sanggup lagi mendamaikan kedua belah pihak maka dari pihak RT dan RW memanggil atau menghadirkan penghulu dan tokoh masyarakat juga para saksi dari pihak keluarga masing-masing atau orang yang mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Pada hal ini penghulu dan tokoh masyarakat berperan sama seperti RT dan RW tersebut yakni berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Apabila tidak ditemukan kesepakatan atara kedua belah pihak untuk mendamaikan, maka penghulu dan tokoh masyarakat meminta keterangan dahulu oleh para saksi, guna mengetahui kebenaran kebenaran para pihak yang bersangkutan.72

Apabila hal ini para sakasi memberikan keterangan yang sama seperti yang dijelaskan oleh para pihak yang bersengketa, maka penghulu dan tokoh masyarakat kembali mengkonfirmasikan hal ini kepada para pihak yang besengketa. Setelah hal ini dilakukan dan para pihak yang bersangkutan masih tetap pada pendiriannya (yakni ingin bercerai) maka punghulu dan tokoh masyarakat mengambil keputusan perceraian dengan lisan yang didengakan oleh para saksi dan pihak isteri yang bersengketa, dengan demikian kedua belah pihak telah bercerai dan berakhirlah hubungan perkawianan

72


(58)

mereka. Perlu diketahui perceraian mereka hanya dilakukan secara lisan tidak tertulis, tetapi apabila salahsatu pihak yang bersengketa tidak hadir pada putusan perceraian tersebut maka penghulu dan tokoh masyarakat membuat surat pernyataan cerai untuk disampaikan kepada pihak yang tidak hadir.

Perlu diketahui pula bahwa proses perceraian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa itu dilakukan dari pengaduan kedua belah pihak sampai diputusnya itu 10 hari dan tidak dipungut biaya. Adapun apabila para pihak yang bersengketa itu memiliki anak, maka apabila anak tersebut berusia di bawah 6 tahun itu biasanya diasuh oleh ibunya dan apabila di atas usia tesebut itu diserahkan sepenuhnya kepada anak untuk memilih kepada siapa dia akan tinggal atau dipelihara. Akan tetapi dari pihak suami tidak memberikan nafkah kepada anaknya.73

B. Dasar Hukum Peceraian dan Faktor Penyebabnya

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut ajaran Islam yang akan menceraikan isterinya mengajukan kepada pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai alasan-alasannya serta meminta kepada pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu74 (UU Perkawinan Pasal 14).

Dalam peraturan pemerintah juga menentukan bahwa pengadilan tersebut hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan, serta meneliti dan berpendapat adanya alasan-alasan untuk perceraian dan setelah berusaha untuk mendamaikan kedua

73

Sumber KUA Kep. Seribu 74


(59)

belah pihak dan tidak berhasil, kemudian menyaksikan perceraian yang dilakukan oleh suami isteri dalam sidang tersebut.

Jadi berdasarkan alasan-alasan tersebut, seorang suami dapat mengajukan surat kepada Pengadilan Agama yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud akan menceraikan isterinya, dan dia sendiri yang melakukan perceraian tersebut dengan menjatuhkan talak di depan sidang Pengadilan Agama.

Namun telah diketahui secara keseluruhan dari jumlah pasangan kawin ynag melakukan perceraian pada masyarakat Kelurahan Pulau Tidung itu telah melakukan peceraian di luar Pengadilan, hal ini biasa dilakukan dengan mengikuti ajaran agama Islamatau adat setempat, jadi mereka bila melakukan peceraian itu cukup di depan penghulu dan tokoh masyarakat setempat dan itu berlangsung sampai dengan sekarang.

Adapun faktor penyebab dilaksanakannya perceraian di luar Pengadilan oleh pasangan kawin masyarakat Kelurahan Pulau Tidung itu didasari oleh beberapa faktor, diantaranya berikut hasil kutipan wawancara langsung dari penulis dengan salah seorang penghulu setempat yang bernama bapak Drs. Sahabuddin. Beliau menyebutkan beberapa faktor penyebabnya yaitu:

1. Karena Kelurahan Pulau Tidung sebagai tempat tinggal responden itu sangat

jauh dari lokasi Pengadilan Agama, dimana para responden haru menyeberangi lautan yang jaraknya cukup jauh kira-kira biasa ditempuh oleh kendaraan laut selama 3 jam, ini baru perjalanan laut antara dermaga atau pelabuhan (Pulau Tidung dengan Muara Angke), dan juga ditambah dengan perjalanan darat yang dapat ditempuh 2 jam. Hal ini dibutuhkan kondisi fisik yang cukup kuat untuk menempuh perjalanan ini. Demikian waktu tempuh perjalanan laut dan darat,


(60)

perlu diketahui transportasi yang melalui pelabuhan Muara Angke ke-Pulau Tidung itu hanya ada satu kali setiap hari itu juga sudah ditentukan jam keberangkatnya sekitar jam 07.30 WIB, begitupun sebaliknya dari pelabuhan Pulau Tidung ke pelabuhan Muara Angke.

2. Karena faktor biaya, telah diketahui dibutuhkan biaya yang cukup banyak untuk mencapai lokasi Pengadilan Agama, karena Pengadilan Agama itu sediri di Semper Jakarta Utara, itu baru biaya laut dan darat, kalau lagi ditambah biaya makan dan penginepan, karena biasanya kasus peceraian itu tidak bisa diputus dalam satu kali persidangan, apalagi proses administrasi yang cukup lama. Jadi sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat Pulau Tidung yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan sehingga kurang memungkinkan untuk melakukan perceraian di Pengadilan Agama.75

3. Karena faktor kondisi cuaca, di Kelurahan Pulau Tidung kondisi cuacanya tidak selalu tenang, seperti kondisi air laut dimana air laut itu bergelombang dan anginya sangat kencang inilah yang oleh orang Pualu Tidung bilang musim anginbarat daya, dimana pada musim ini jangankan untuk berpergian, para nelayanpun tidak pergi melaut untuk mencari ikan, karena cuaca tidak memungkinkan dan hal itu cukup lama kurang lebih 2 bulan lamanya. Maka dari itu, bila musim seperti ini pasangan kawin yang ingin melakukan perceraian itu tidak bisa pergi keluar pulau untuk ke Pengadilan Agama untuk mengurus perceraiannya.

75


(1)

Jawab

: Tidak pemabagian harta

9.

Setelah Bapak/Ibu bercerai bagaimana mengenai pengasuhan anak ?

Jawab

: Saya yang mengasuh

10.

Siapakah yang membiayai anak setelah Bapak/Ibu bercerai ?

Jawab

: Saya yang membiayai

HASIL WAWANCARA 10

Nama

:

Nurhanifah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tempat Wawancara

: Rumah responden

1.

Pada tahun berapa Ibu/Bapak bercerai ?

Jawab

: Tahun 1995

2.

Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang tata cara perceraian ?

Jawab

: Tidak tau

3.

Dimana Ibu/Bapak bercerai, apakah di Pengadilan Agama atau hanya di depan

penghulu dan tokoh masyarakat saja ?

Jawab

: Di depan tokoh masyarakat dan penghulu

4.

Apa alasan Bapak/Ibu bercerai di luar Pengadilan Agama ?

Jawab

: Repot karena harus pergi kejakarta utara

5.

Bagaimana proses perceraian di Kelurahan Pulau Tidung ?

Jawab

: Lapor ke RT, lalu ke RW, lalu disaksikan penghulu

6. Apakah yang menjadi alasan Ibu/Bapak bercerai ?

Jawab

: Suami saya pergi begitu saja tanpa kabar

7.

Setelah diputuskan Bapak/Ibu bercerai apakan mendapatkan surat bukti cerai dari

KAU setempat ?


(2)

8.

Apakah ada pembagian harta gonogini setelah Bapak/Ibu bercerai ?

Jawab

: Tidak pemabagian harta

9.

Setelah Bapak/Ibu bercerai bagaimana mengenai pengasuhan anak ?

Jawab

: Orang tua saya yang mengasuh

10.

Siapakah yang membiayai anak setelah Bapak/Ibu bercerai ?


(3)

Lampiran 4

DATA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA UTARA

BULAN JANUARI 2006

No PASANGAN BERCERAI NOMOR


(4)

01 Siti rokaya VS Ruslan 01/pdtG/06 02-01-06

Pmh : 02-01-06 Dra. Hj. Aizainab Cerai Gugat

02 Fenny Adrian VS Dian Lestari 02/pdtG/06 02-01-06

Pmh : 02-01-06 Dra. Hj. Rosmida Cerai Talak

03 Mayang Sari VS Ramli 03/pdtG/05 02-01-06

Pmh : 02-01-06 Drs. Uwaisul Qurny Cerai Gugat

04 Arisma Ardiyanti VS Aswanto 04/pdtG/05 02-01-06

Pmh : 02-01-06 Drs. Noorudin Cerai Gugat

05 Rima Suharyati VS Endang Suhandar 05/PdtG/05 03-01-06

Pmh : 03-0106 Drs. Helmy Thohir Cerai Talak

06 Dede Farida VS Sumartono 06/PdtG/06 03-01-06

Pmh : 03-01-06 Drs. H. Damanhuri Cerai Gugat

07 Arlis Jalil VS Nurhasanah 07/PdtG 06 03-01-06

Pmh : 03-01-06 Drs. H. Kaharudin Cerai Talak

08 Susi Sugiarti VS Raharto 08/PdtG/06 03-01-06

Pmh : 03-01-06 Drs. H. M. Fadjri Rivai Cerai Gugat 09 Iis Sulastri VS Andika Wijaya 09/PdtG/06 03-01-06

Pmh : 03-01-06 Dra. Hj. Syamsidar Cerai Talak

10 Nur Hisam VS Puji Rahayu 10/PdtG/06 04-01-06

Pmh : 04-01-06 Drs. Abdul Manaf Cerai Talak

11 Siti Maesaroh VS Dede Datik 11/PdtG/06 04-01-06

Pmh : 04-01-06 Dra. Hj. Aizainab Cerai Gugat

12 H. Takrad VS Kanah 12/PdtG/06 04-01-06

Pmh : 04-01-06 Drs. Abdul Manaf

Izin Poligami

13 Dwi Haryadi VS Siti Darojah 13/PdtG/06 05-01-06

Pmh : 05-01-06 Drs. Damanhuri Cerai Talak

14 Indriyani VS A. Permadi 14/PdtG/06 06-01-06

Pmh : 06-0106 Drs. Abdul Manaf Cerai Gugat

15 Adi Cahyadi VS Nita Hirmayati 15/PdtG/06 06-01-06

Pmh: 06-01-06 Drs. H. Kaharudin Cerai Talak

16 Djuwita VS Aris Susanto 16/PdtG/06 09-01-06

Pmh : 09-01-06 Dra. Hj. Aizainab Cerai Gugat

17 Ratna Dewi Vs Rachnad Ridwan 17/PdtG/06 09-01-06

Pmh : 09-01-06 Drs. H. Helmy Thohir Cerai Gugat

18 Alexander VS Tuni Rachmawati 18/PdtG/06 11-01-06

Pmh : 11-01-06 Dra. Hj. Rosmida Cerai Talak

19 Ida Farida VS M. Agus Hilman 19/PdtG/06 11-01-06

Pmh : 11-01-06 Drs. H. Noorudi Cerai Gugat

20 Nursahara VS Petrianto 20/PdtG/06 11-01-06

Pmh : 11-01-06 Drs. Abdul Manaf Cerai Talak

21 M. Syarifudin VS Heny Irawan 21/PdtG/06 11-01-06

Pmh : 11-01-06 Drs. H. M. Fadjri Rivai Cerai Talak 22 Inra Mahesa VS Septi Pramita 22/PdtG/06 12-01-06

Pmh : 12-01-06 Drs. H. Noorudin Cerai Talak

23 Supriyati VS Komarudin 23/PdtG/06 12-01-06

Pmh : 12-01-06 Drs. H. Helmy Thohir Cerai Gugat

24 Patmi Indrayanti VS Miftahul Huda 24/PdtG/06 13-01-06

Pmh : 13-01-06 Dra. Hj. Syamsidar Cerai Gugat

25 Zainal Abidin VS Susanti 25/PdtG/06 13-01-06

Pmh : 13-01-06 Drs. H. Helmy Thohir Cerai Talak

26 Wiwik Untari VS Heri Prasetyo 26/PdtG/13-01-06


(5)

27

Mayasari VS Abdul Aziz 27/PdtG/06 13-01-06

Pmh : 13-01-06 Drs. H. Kaharudin Cerai Gugat

28 Iis Mulyani VS Sutendi 28/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Drs. H. Helmy Thohir Cerai Gugat

29 Gatot Sugiarto VS Rina 29/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Dra. Hj. Rosmida Cerai Talak

30 Suyitno VS Hj. Purwanti 30/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Dra. Hj. Aizainab Cerai Talak

31 Basuki VS Sri Handayani 31/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Drs. H. Noorudin Cerai Talak

32 Heni Nerawati VS Nurjen 32/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Drs. Damanhuri Cerai Gugat

33 Muji Artiyah VS Moh. Amir 33/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Drs. H. Kaharudin Cerai Gugat

34 Dewi Munawaraoh VS Syamsul K 34/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Dra. Hj. Rosmida Cerai Gugat

35 Ita VS Tambiyah 35/PdtG/06 16-01-06

Pmh : 16-01-06 Drs. Abdul Manaf Cerai Gugat

36 Mujiyat VS Sri Lestari 36/PdtG/06 17-01-06

Pmh : 17-01-06 Drs. H. M. Fadjri Rivai Cerai Talak

37 Heny VS Saip 37/PdtG/06 17-01-06

Pmh: 17-01-06 Dra. Hj. Syamsidar Cerai Gugat

38 Jon Harma VS Rifa Sri Handayani 38/PdtG/06 17-01-06

Pmh : 17-01-06 Drs. H. Noorudin Cerai Talak

39 Asiseh VS H. Slamet Maulana 39/PdtG/06 18-01-06

Pmh : 18-01-06 Drs. Uwaisul Qurny Cerai Gugat

40 Adi Purnama VS Acta Udanti 40/PdtG/06 18-01-06

Pmh : 18-01-06 Drs. H. M. Fadjri Rivai Cerai Talak

41 Agus Sobari VS Laila Rohma 41/PdtG/06 19-01-06

Pmh : 19-01-06 Dra. Hj. Syamsidar Cerai Talak

42 Siti Maimunah VS Rahman 42/PdtG/06 19-01-06

Pmh : 19-01-06 Drs. Damanhuri Cerai Gugat

43 Karsono VS Eneng Sumarni 43/PdtG/06 19-06-06

Pmh : 19-01-06 Drs. H. Noorudin Cerai Talak

44 Evi Lianty VS Moh. Lutfi 44/PdtG/06 20-01-06

Pmh : 20-01-06 Drs. Abdul Manaf Cerai Gugat

45 Maryam VS Hanafi 45/PdtG/06 20-01-06

Pmh : 20-01-06 Dra. Hj. Rosmida Cerai Gugat

46 Risma Harahap VS Achmad 46/PdtG/06 23-01-06

Pmh : 23-01-06 Drs. H. Helmy Thohir Cerai Gugat

47 Nia Marliyati VS Jakarna 47/PdtG/06 23-01-06

Pmh : 23-01-06 Drs. H. Kaharudin Cerai Gugat

48 Dewi Sri Rahayu VS Luly Ichsan 48/PdtG/06 24-01-06

Pmh : 24-01-06 Dra. Hj. Aizainab Cerai Gugat

49 Rohma Sanusi VS Sanusi 49/PdtG/06 24-01-06

Pmh : 24-01-06 Drs. Abdul Manaf Cerai Gugat

50 Suneri VS Muchtar 50/PdtG/06 24-01-06

Pmh : 24-01-06 Drs. Uwaisul Qurny Cerai Gugat

51 Nurlela VS Tabib 51/PdtG/06 25-01-06

Pmh : 25-01-06 Drs. H. M. Fadjri Rivai Cerai Gugat

52 Siti Hadijah VS Mathrash 52/PdtG/06 26-01-06


(6)

53 Dila Valeri VS Widijo Susanto 53/PdtG/06 30-01-06

Pmh : 30-01-06 Dra. Hj. Syamsidar Cerai Gugat

54 Siti Hajar VS Agus Nawan 54/PdtG/06 30-01-06