Pengaruh kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja

(1)

i

PENGARUH KEMATANGAN EMOSI TERHADAP

KECENDERUNGAN PERILAKU SELF INJURY PADA REMAJA

Laporan Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi

OLEH:

M. ILMI RIZQI T.

NIM: 206070004181

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii


(3)

(4)

iv

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : M. Ilmi Rizqi T. NIM : 206070004181

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Kematangan Emosi terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury Pada Remaja” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 5 Desember 2011

M. Ilmi Rizqi T NIM : 206070004181


(5)

v

ABSTRAK

(A) Fakultas Psikologi (B) 05 Desember 2011 (C) M. Ilmi Rizqi T.

(D) 116 halaman + lampiran

(E) Pengaruh Kematangan Emosi terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury pada Remaja

(F) Masa remaja adalah suatu masa yang sangat penting. Suatu masa di saat seseorang harus banyak belajar mengenai berbagai segi kehidupan. Pengalaman dan penghayatan seseorang mengenai dirinya sendiri, lingkungan fisik, sosial, budaya di sekitarnya. Masa remaja ternyata merupakan elemen kepribadian yang cukup mendasar dan sangat menentukan perilakunya kelak bila ia telah dewasa (Achir, dalam Soekanto 1993). Oleh karena itu disatu sisi pada masa ini, remaja (adolescence) merupakan suatu tahapan dalam perkembangan jiwa manusia yang merupakan masa transisi dari tahap anak-anak ke tahap dewasa.

Remaja yang sengaja merugikan diri, sebagian, menjadi fokus penelitian karena resiko bunuh diri sangat meningkat (misalnya Hawton Zahl, & Weatherall, 2003; Owens, Horrocks, & House, 2002), dan juga karena hubungan antara membahayakan diri dan berbagai gangguan psikologis.

Salah satu gangguan yang terjadi apabila remaja tidak dapat memenuhi tugas perkembangannya adalah melukai diri atau Self injury. Self injury bukanlah suatu fenomena baru, karena sesungguhnya banyak upacara ritual di dunia yang melibatkan praktik ini selama bertahun-tahun. Akan tetapi, saat ini hal tersebut bagi sebagian orang merupakan cara untuk mengatasi masalah mereka (Levenkron, 1998; Ng, dalam Fiona 1998). Alderman (dalam Fiona 1997) dan Connors (dalam Fiona 2000) mengatakan bahwa sesungguhnya self

injury merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempertahankan hidup dan

merupakan suatu coping terhadap keadaan emosional yang sulit, seperti kecemasan, stres, dan perasaan negatif lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury di SMA Negeri 11 Bekasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dengan menggunakan jenis penelitian metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini menurut Travers (dalam Sevilla, 1993) adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

Analisis data yang digunakan menggunakan uji regresi. Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di SMA Negeri 11 Bekasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah kuesioner. Instrumen yang digunakan adalah berdasarkan indikator kematangan emosi Katkovsky dan Gorlow


(6)

vi

(1976) yang berjumlah 47 item dan skala kecenderungan perilaku self injury yang berjumlah 43 item..

Hasil penelitian secara umum menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja yang bersekolah di SMA Negeri 11 Bekasi. Berdasarkan data analisis regresi diperoleh R Square sebesar 0.323, yang berarti bahwa seluruh variabel independent yang diteliti memberikan sumbangsih sebesar 32.3% terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja yang bersekolah di SMA Negeri 11 Bekasi, sedangkan 67.7 % sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya menambahkan atau menggunakan variabel lain selain kematangan emosi. Keyword : Remaja, Self injury, kematangan emosi


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury pada Remaja”. Shalawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Bapak Jahja Umar, Ph.D, seluruh dosen dan seluruh staf karyawan fakultas yang telah banyak membantu dalam menuntut ilmu di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

2. Bapak Ikhwan Lutfi M.Psi sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berarti dengan segenap kesabarannya, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan maksimal.

3. Ibu S.Evangeline I. Suaidy M.Si, Psi sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Untuk kedua orang tuaku A. Malik MTT dan Yunia Elvira, serta kakak dan adik-adikku Destaria Himmawati, Safira Ainun Zahra dan M. Zufar Ramadhani T., terimakasih atas semua dukungan, sumber inspirasi, semangat, kasih sayang serta doa yang telah kalian berikan kepada peneliti.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan banyak pengetahuan dan pelajaran selama penulis mengikuti kuliah, staff akademik, dan petugas perpustakaan yang dengan ikhlas selalu membantu dan melayani penulis.

6. Seluruh sahabat-sahabat terbaikku, khususnya para anggota “MABES”. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis Anwar, Vera, Sukma, Bintang,


(8)

viii

Rendi, Reza, Fajri, Fahri, Dara, Neta dan lainnya terima kasih atas segala dukungan dan doa yang kalian berikan.

7. Kepada SMA Negeri 11 yang memperbolehkan saya melakukan penelitian, khususnya para guru-guru, siswa/i dan staff yang banyak membantu, terima kasih atas waktunya dan kesediaannya untuk menjadi responden.

8. Teman-teman Fakultas Psikologi Non-Reguler Angkatan 2006, terima kasih atas dukungan dan semangat yang kalian berikan kepada peneliti.

9. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, karena dukungan dan pengertian mereka sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada semua pihak yang telah membantu penulis semoga mendapatkan balasan pahala berlipat ganda dari Allah SWT.

Peneliti menyadari dengan segala semua kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya. Mudah-mudahan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai mana mestinya, terutama untuk peneliti sendiri.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih sekali lagi untuk semua pihak yang sudah membantu penyelesaian laporan penelitian ini. Wassalam.

Jakarta, 5 Desember 2011


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……….. iii

ABSTRAKSI ………. iv

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ………. viii

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR GAMBAR ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 9

1.3 Perumusan Masalah ... 9

1.4 Tujuan Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 12

2.1 Self Injury ... 12

2.1.1 Definisi Self Injury ... 12

2.1.2 Tipe-tipe Self Injury ... 16

2.1.3 Karakteristik Pelaku Self-Injury ... 17

2.1.4 Bentuk Perilaku Self Injury... 18

2.1.5 Faktor-faktor perilaku self injury……… 19

2.2 Kematangan Emosi ... 21

2.2.1 Pengertian Kematangan Emosi ... 21

2.2.2 Aspek-aspek Kematangan Emosi ... 23

2.3 Remaja ... 23

2.4 Kerangka Berpikir ...25

2.5 Hipotesis ... 29

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis Penelitian ... 30

3.1.1 Pendekatan ……….. .30

3.1.2 Metode Penelitian ……… 30

3.2 Variabel Penelitian ... 31


(10)

x

3.2.2 Definisi Konseptual Variabel ... 31

3.2.3 Definisi Operasional Variabel ... 31

3.3 Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.3.2 Sampel ... 34

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Penelitian ... 36

3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data ... 36

3.4.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian ... 41

3.4.2.1 Uji Validitas ... 41

3.4.2.2 Uji Reliabilitas ... 41

3.5 Prosedur Penelitian ... 43

3.5.1 Persiapan Penelitian ... 43

3.5.2 Pengujian Alat Ukur ... 43

3.5.3 Pelaksanaan Penelitian ... 48

3.5.4 Pengolahan Data ...48

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA ... 49

4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ... 49

4.1.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………. 49

4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 50

4.2.1.1 Data Skor Skala Kematangan Emosi ... 50

4.2.1.2 Data Skor Skala Kecenderungan Perilaku Self Injury ... 52

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 54

4.3.1 Hasil Uji Regresi Aspek Kematangan Emosi ... 54

4.3.2 Hasil Uji Regresi Dummy Coding Berdasarkan Jenis Kelamin ……… 62

BAB 5 KESIMPULAN DISKUSI & SARAN ………..…..63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Diskusi ... 64

5.3 Saran ... 66

5.3.1 Saran Teoritis ... 66

5.3.2 Saran Praktis ... 67


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor pernyataan... 37

Tabel 3.2 Blue Print Skala Kematangan Emosi ... 37

Tabel 3.3 Blue Print Skala Kecenderungan Perilaku Self Injury ... 39

Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 42

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Skala Kematangan Emosi ... 44

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Skala Kecenderungan Perilaku Self Injury .... 46

Tabel 4.1 Latar Belakang Responden Berdasarkan Jenis kelamin ... 49

Tabel 4.2 Skor Perolehan Skala Kematangan Emosi... 50

Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Kematangan Emosi………….……… 51

Tabel 4.4 Skor Perolehan Skala Kecenderungan Perilaku Self Injury... ………52

Tabel 4.5 Kategorisasi Skor Kecenderungan Perilaku Self Injury ………53

Tabel 4.6 Model Summary Aspek Kematangan Emosi ... ….54

Tabel 4.7 Anova Aspek Kematangan Emosi………..55

Tabel 4.8 Coefficients Aspek Kematangan Emosi ... ….56

Tabel 4.9 Tabel interpretasi Skor Aspek Mandiri ... ….58

Tabel 4.10 Tabel interpretasi Skor Aspek Mampu Menerima Kenyataan ... ….58

Tabel 4.11 Tabel interpretasi Skor Aspek Mampu Beradaptasi ... ….59

Tabel 4.12 Tabel interpretasi Skor Aspek Merespon dengan Tepat ... ….59

Tabel 4.13 Tabel interpretasi Skor Aspek Merasa Aman ... ….60

Tabel 4.14 Tabel interpretasi Skor Aspek Mampu Berempati ... ….60

Tabel 4.15 Tabel interpretasi Skor Aspek Mampu Menguasai Amarah ... ….61


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

2.1 Gambar Kerangka Berpikir Penelitian Pengaruh Kematangan Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury Pada Remaja di SMA Negeri 11 Bekasi ….. ... ………28


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket Try Out

Lampiran 2 Skoring Kematangan Emosi Try Out

Lampiran 3 Skoring Kecenderungan Perilaku Self Injury Try Out Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5 Angket Field Test

Lampiran 6 Skoring Aspek Kematangan Emosi

Lampiran 7 Skoring Aspek Kecenderungan Perilaku Self Injury Lampiran 8 Hasil Uji Regresi variabel Kematangan Emosi

Lampiran 9 Hasil Uji Regresi Aspek Mandiri dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 10 Hasil Uji Regresi Aspek Mampu Menerima Kenyataan dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 11 Hasil Uji Regresi Aspek Mampu Beradaptasi dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 12 Hasil Uji Regresi Aspek Mampu Merespon Dengan Tepat dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 13 Hasil Uji Regresi Aspek Merasa Aman dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 14 Hasil Uji Regresi Aspek Mampu Berempati dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury

Lampiran 15 Hasil Uji Regresi Aspek Mampu Menguasai Amarah dari Variabel Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Perilaku Self Injury


(14)

xiv

M OT T O

“ K ebesaran seseorang tidak terlihat ketika ia berdiri sendiri dan memberi

perintah, tetapi ketika ia berdiri sama tinggi dengan orang lain dan membantu

orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari diri mereka guna mencapai

sukses” .


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dipaparkan latar belakang, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah suatu masa yang sangat penting. Suatu masa di saat seseorang harus banyak belajar mengenai berbagai segi kehidupan. Pengalaman dan penghayatan seseorang mengenai dirinya sendiri, lingkungan fisik, sosial, budaya di sekitarnya. Masa remaja ternyata merupakan elemen kepribadian yang cukup mendasar dan sangat menentukan perilakunya kelak bila ia telah dewasa (Achir, dalam Soekanto 1993).

”Adolescents who deliberately self harm, in part, become the focus of research because of their greatly increased risk of suicide (e.g Hawton Zahl, & Weatherall, 2003; Owens, Horrocks, & House, 2002), and also because of the association between self harm and a range of psychological disorder”.

Remaja yang sengaja merugikan diri, sebagian, menjadi fokus penelitian karena resiko bunuh diri sangat meningkat (misalnya Hawton Zahl, & Weatherall, 2003; Owens, Horrocks, & House, 2002), dan juga karena hubungan antara membahayakan diri dan berbagai gangguan psikologis.

Salah satu gangguan yang terjadi apabila remaja tidak dapat memenuhi tugas perkembangannya adalah melukai diri atau Self injury. Self injury bukanlah suatu fenomena baru, karena sesungguhnya banyak upacara ritual di dunia yang melibatkan praktik ini selama bertahun-tahun. Akan tetapi, saat ini hal tersebut bagi sebagian orang


(16)

2

merupakan cara untuk mengatasi masalah mereka (Levenkron, 1998; Ng, dalam Fiona 1998). Alderman (dalam Fiona 1997) dan Connors (dalam Fiona 2000) mengatakan bahwa sesungguhnya self injury merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempertahankan hidup dan merupakan suatu coping terhadap keadaan emosional yang sulit, seperti kecemasan, stres, dan perasaan negatif lainnya.

DSM IV dan PPDGJ III menyebutkan bahwa self injury merupakan salah satu gejala yang dapat ditemui pada gangguan kepribadian tipe ambang dan kadang-kadang juga dikaitkan dengan beberapa gangguan jiwa lainnya (misalnya : gangguan depresi, manik, bipolar, dan cemas). Self injury berkaitan dengan riwayat trauma dan kekerasan di masa lalu, gangguan makan, atau biasanya dapat ditemui pada seseorang dengan ciri kepribadian tertentu seperti memiliki kepercayaan diri yang rendah atau memiliki perfeksionisme yang tinggi. Terdapat korelasi statistik yang positif antara self injury dan riwayat kekerasan emosional.

Mengiris/menggores dan membakar kulit adalah bentuk-bentuk self injury yang paling umum (Walsh, 2006). Biasanya mereka menggunakan silet, pisau, pecahan kaca, atau alat-alat tajam lainnya-bahkan tutup botol atau kartu kredit. Keluarga pelaku atau orang-orang di sekitar mereka yang mencoba menghalangi dengan menyingkirkan benda-benda tajam sering kali terkejut karena mereka sangat kreatif dan dapat mengubah benda-benda apapun menjadi senjata dalam sekejap.Tangan dan kaki adalah sasaran utama, begitu juga dada, perut, paha dan alat kelamin. Kadang-kadang mereka menorehkan kata-kata di kulit mereka-misalnya gendut dan jelek-untuk memproyeksikan perasaan mereka akan diri mereka sendiri.


(17)

3

Banyak dari pelaku self injury memiliki pola rutin yang mereka rencanakan dan lakukan secara teratur. Banyak juga yang melakukan tindakan-tindakan ini secara acak, saat mereka memiliki perasaan-perasaan sulit. Mereka menyembunyikan silet di laci, tas, lemari mereka agar selalu tersedia bila dorongan untuk menyakiti dirinya timbul, jika mereka tidak memiliki barang-barang yang dapat dijadikan senjata mereka biasanya kemudian memukul tembok atau membenturkan kepala ke lantai (Fiona, 2005).

Para pelaku self injury memiliki berbagai pandangan tentang perilaku mereka. Kebanyakan setuju bahwa perilaku itu merusak, tetapi mereka merasa tidak bisa berhenti karena rasa nyaman yang diperolehnya. Beberapa dari mereka merasa bangga akan "prestasi" dan nilai seni yang mereka yakini terpancar dari luka-luka mereka. Sedangkan di lain pihak beberapa dari mereka merasa sangat malu akan bekas-bekas luka mereka dan berharap mereka dapat menghilangkan bekas-bekas yang ada pada tubuh mereka(Centerio, 1998).

Hal yang harus dikhawatirkan adalah bahwa banyak remaja yang saat ini melakukan self injury akibat menganggapnya sebagai suatu perilaku yang luar biasa dan unik, dan perilaku ini menyebar di kalangan remaja seperti gangguan pola makan. Penelitian saat ini belum bisa menunjukan bahwa efek penyebaran secara sosial ini benar adanya namun Yates (dalam Fiona, 1997) menyatakan bahwa terdapat bukti-bukti yang menunjukan bahwa seseorang melakukan self injury karena mempelajarinya dari orang lain. Meskipun bukti-bukti yang pasti saat ini menunjukan bahwa kebanyakan pelaku menemukan pola perilaku ini secara tidak sengaja. Sebagai contoh, Conterio dan Favazza (1989) menemukan bahwa 91% pelaku melakukannya setelah mengetahuinya dari orang


(18)

4

lain atau membacanya di salah satu media sebelum memutuskan untuk terlibat dalam perilaku ini.

Hyman (dalam Luke 1999) percaya bahwa penyebab dari perilaku self injury sebagian besar berasal dari trauma pada masa kecilnya. Bayi yang telah didekap dan individu yang memiliki dukungan dari orang dewasa yang konsisten di tahun-tahun awal kehidupan tampak lebih kompeten dalam mengatur emosi mereka dan memberikan respon terhadap tekanan. McAndrew an Warne (dalam Luke 2005) menemukan bahwa menyalahkan diri merupakan faktor umum di antara orang-orang yang melakukan self injure ketika orang yang mereka cintai gagal memenuhi harapan. Gratz, Conrad, Roemer (dalam Fiona 2002) menemukan bahwa wanita dengan riwayat perilaku self injure cenderung untuk mengingat kesusahan masa lalu mereka dengan cara negarif lebih ”bias retrospektif”, ini berbeda dengan mereka yang tidak memiliki riwayat self injure dan yang lebih mungkin untuk meminimalkan, bahkan melupakan pengalaman negatif masa kecilnya.

Proses dan bagian penting dari rangkaian self injury terdiri atas emosi-emosi negatif, tekanan, disosiasi, tindakan self injury, pengaruh positif, dan pengaruh negatif. Dalam teorinya, Alderman (dalam Fiona 1997) menjelaskan rangkaian proses self injury, serupa dengan yang digunakan untuk menjelaskan hal-hal seperti penggunaan obat-obat terlarang, gangguan makan, atau berjudi. Kebanyakan individu mengalami emosi negatif yang begitu kuat sebelum proses self injury. Alderman (dalam Fiona 1997) membagi emosi negatif tersebut kedalam tiga kelompok utama, yaitu 1) kemarahan, permusuhan, dan frustasi. 2) rasa terasing, terkucil, terpisah, penolakan, dan kesepian serta 3) kesedihan dan depresi. Selain itu, Ng (dalam Fiona 1998) dan Turner (dalam Fiona 2002)


(19)

5

menambahkan beberapa emosi negatif yang juga mungkin dialami, yaitu kegagalan, kehilangan atau ditinggal, tak berdaya dan kecemasan. Menurut Alderman (dalam Fiona 1997) dan Turner (dalam Fiona 2002), emosi-emosi tersebut dirasakan begitu meluap dan sangat sulit diatasi, serta bersumber dari berbagai macam hal. Kondisi selanjutnya menurut Alderman (dalam Fiona 1997) adalah terjadinya tekanan. Begitu self injury disadari sebagai suatu pilihan untuk meredakan perasaan-perasaan negatif, emosi-emosi yang dialami berubah keadaannya menjadi suatu kecemasan atau ketegangan. Ketegangan ini merupakan sebagian hasil usahanya mencegah terjadinya self injury.

Sebagian besar pelaku self injury mengatakan bahwa self injury terjadi begitu saja, namun hal tersebut juga dapat berkembang melalui proses observasi dengan memperhatikan dan mencontoh apa yang dilakukan orang lain (Alderman,1997). Mereka yang terlibat self injury memiliki alasan yang kompleks dan kadangkala sulit dimengerti sebagian orang, sehingga para pelaku self injury dapat terlihat sebagai seorang yang aneh atau gila (dalam Luke Ng,1998). Meskipun tidak seluruhnya, kebanyakan pelaku self injury mengalami penyiksaan di masa lalunya, baik secara fisik, emosional, maupun seksual, sehingga mereka pada umumnya kurang mampu mengendalikan emosi dan cenderung menghadapi banyak masalah di kemudian hari (Centerio, 1998).

Pada umumnya perilaku self injury dilakukan pada masa remaja yang penuh dengan masalah dan perubahan besar, sehingga pelaku self injury pada masa tersebut memerlukan metode coping yang baru dan lebih berhasil. Perilaku ini menjadi lebih sering dilakukan di awal usia 20 tahunan, karena terdapat banyak konflik kehidupan dan perubahan tanggung jawab (Fiona, 2005). Self injury dipengaruhi beberapa faktor


(20)

6

penyebab, dan sebagian besar pelakunya kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan perasaan atau emosi yang membebaninya (Fiona, 2005).

Seorang pelaku self injury cenderung tidak dapat mengatur emosinya secara baik dan memiliki dorongan impulsif yang tinggi secara biologis. Menurut Herpetz (1995), mereka cenderung agak agresif dan moodnya saat menyakiti dirinya sendiri nampaknya merupakan pemuncakan dari mood yang mendasarinya dalam jangka waktu yang panjang. Pernyataan yang sama dinyatakan oleh Simeon dkk (1992), mereka menemukan dua buah keadaan emosional yang sering terdapat pada pelaku saat melakukannya yaitu berupa kemarahan dan kecemasan yang juga merupakan ciri kepribadian menetap dari pelaku dan telah berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Linehan pada tahun 1993 menyatakan bahwa kebanyakan pelaku self injury menunjukan pola perilaku yang bergantung mood. Tingkah laku mereka tergantung dari kebutuhan perasaan mereka pada saat itu dibandingkan mempertimbangkan tujuan dari tindakannya dan kebutuhan jangka panjang.

Menurut Dirgagunarsa (dalam Fiona, 2005), seseorang lebih baik mengekspresikan emosi dengan cara menyalurkannya daripada memendamnya, untuk menghindari akibat negatif. Akan tetapi, mereka yang terlibat self injury cenderung mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosi mereka pada orang lain. Pengalaman menyakitkan dan emosi negatif di masa lalu yang berkaitan dengan masalah keluarga, turut mempengaruhi dilakukannya self injury. Selain itu, sumber masalah lainnya adalah pertengkaran dengan sahabat dan kekasih. Berbagai sumber masalah tersebut menimbulkan luapan emosi negatif sehingga mereka yang mengalami hal diatas lebih memilih untuk melukai dirinya sendiri.


(21)

7

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), definisi emosi sebagai berikut, 1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis.

Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:

1. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial

2. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat 3. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi

secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

Selain pendapat Hurlock diatas, Katkovsky dan Gorlow (1976) menambahkan, kematangan emosi merupakan suatu proses dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun interpersonal. Walaupun demikian, proses kematangan emosi tersebut dihadapkan pada kenyataan pada akhir abad keduapuluh yang semakin kompleks. Sebagaimana dikatakan Santrock (2007) bahwa remaja pada akhir abad keduapuluh mengalami perkembangan, yaitu kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran


(22)

8

dewasa sebelum mereka matang secara psikologis untung menghadapinya. Tekanan - tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik, dan kesedihan yang kronis.

Penelitian sebelumnya sudah banyak membahas tentang kematangan emosi, salah satunya adalah hubungan antara kesabaran dengan kematangan emosi mahasiswa fakultas psikologi UIN yang dilakukan oleh Ahmad Muzaeni. Hasil dari penelitiannya mengatakan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kesabaran dengan kematangan emosi pada mahasiswa psikologi UIN Syarif Hidayatullah, hal ini dapat menjadi bahan acuan yang dapat peneliti gunakan dalam penelitian sehingga dapat mempermudah proses penelitian. Sedangkan pada penelitian yang berjudul hubungan antara loneliness dengan kecenderungan perilaku self injury warga binaan di lapas wanita kelas II-A Tangerang (dikutip dalam skripsi Rosa Novelia, Jakarta 2009) yang menyatakan bahwa antara loneliness dengan kecenderungan perilaku self injury tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Sedangkan penelitian tentang self injury pada remaja di Indonesia menurut sepengetahuan saya masih sangat sedikit dilakukan sehingga saya tertarik untuk melihat dan mengetahui lebih dalam mengenai kecenderungan perilaku self injury pada remaja (dalam Fiona, 2005) perilaku self injury ini didasari oleh alasan emosional, dan berfungsi sebagai suatu cara untuk mengatasi penderitaan seseorang. Oleh karena itu , penelitian ini ingin menggali lebih dalam permasalahan self injury, emosi-emosi yang terlibat pada proses dan diri individu yang melakukan perilaku self injury, saya tertarik melakukan penelitian ini di SMA Negeri 11 Bekasi. Adapun judul skripsi yang ingin saya angkat


(23)

9

dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Kematangan Emosi terhadap Kecenderungan Perilaku Self Injury pada Remaja”.

1.2 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah

Dalam melakukan penelitian, Batasan masalah yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kematangan Emosi ialah suatu keadaan dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun interpersonal

2. Self Injury ialah perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna mengurangi penderitaan psikologis.

3. Remaja yang dimaksud ialah remaja yang bersekolah di SMA Negeri 11 Bekasi.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat ditarik sebuah rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kematangan emosi dan aspek-aspeknya yaitu mandiri, mampu menerima kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat, merasa aman, mampu berempati, mampu menguasai amarah serta demografinya yaitu jenis kelamin terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.


(24)

10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pengaruh kematangan emosi dan aspek-aspeknya yaitu mandiri, mampu menerima kenyataan, mampu beradaptasi, mampu merespon dengan tepat, merasa aman, mampu berempati, mampu menguasai amarah serta demografinya yaitu jenis kelamin terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis peneliti diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka menambah hazah ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan dan terutama dalam bidang psikologi terapan. Disamping itu sebagai langkah awal bagi peneliti dalam melakukan penelitian-penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan penelitian psikologi.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat (khususnya Orang Tua) agar memperhatikan perilaku anaknya serta lingkungan sekitar agar anak-anak tidak terjerumus dalam tindakan self injury tersebut. Dan diharapkan mampu menguasai diri sendiri, berfikir positif, optimisme, memiliki rasa empati, dan memiliki kesadaran diri dalam kehidupan sehari-harinya dan mampu mengontrol emosinya.


(25)

11 1.4Sistematika Penulisan

Adapun penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: BAB 1 : Pendahuluan

Berisi uraian mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2 : Kajian Teori

Berisi uraian mengenai teori-teori kematangan emosi , teori-teori self injury, dan pengertian tentang remaja awal, kerangka berfikir dan hipotesa penelitian.

BAB 3 : Metode Penelitian

Berisi uraian mengenai pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan sample, pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.

BAB 4 : Hasil Penelitian

Berisi uraian mengenai gambaran umum responden penelitian, deskripsi data, uji persyaratan, kategorisasi, serta pengujian hipotesis, dan hasil uji regresi.

BAB 5 : Penutup


(26)

12

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku self injury dan kematangan emosi. Bab ini terdiri dari 5 subbab. Subbab pertama adalah membahas tentang self injury, subbab kedua membahas tentang kematangan emosi, subbab ketiga membahas tentang remaja awal, subbab keempat membahas tentang kerangka berpikir dan subbab kelima mengenai hipotesis penelitian.

2.1 Self Injury

2.1.1 Pengertian Self Injury

Pernyataan yang paling penting adalah self injury terpisah dan berbeda dari bunuh diri. Alderman dan Connors (dalam Fiona, 2005) mengatakan bahwa sesungguhnya self injury merupakan suatu metode yang digunakan untuk mempertahankan hidup dan merupakan suatu metode coping terhadap keadaan emosional yang sulit seperti kecemasan, stress, dan perasaan negatif lainnya. Self injury sering dipilih sebagai cara yang efektif untuk menanggulangi masalah yang sedang dihadapi, meskipun harus dengan menyakiti diri sendiri (Walsh, 2008).

Self injury dalam istilah lain dikenal sebagai self harm (SH), self-inflicted violence

(SIV), dan self-mutilation walaupun oleh sebagian besar orang definisi yang terakhir dianggap kurang tepat terutama di kalangan pelakunya. Dalam arti yang lebih luas, self injury meliputi juga fenomena lainnya yang berkaitan dengan pengrusakan tubuh sendiri namun pelakunya melakukan tindakan ini dengan harapan dapat mengatasi atau


(27)

13

membebaskan diri dari emosi yang tidak tertahankan atau rasa tak nyaman (Walsh, 2008).

Self injury merupakan salah satu gejala dari gangguan kepribadian tipe ambang dan beberapa gangguan jiwa lainnya (misalnya : gangguan depresi, manik, bipolar, dan cemas). Self injury berkaitan dengan riwayat trauma dan kekerasan di masa lalu. Para pelaku self injury tidak bisa berhenti umumnya karena rasa nyaman yang diperolehnya kemungkinan akibat pengeluaran endorfin di otak saat perilaku ini berlangsung dan menyebabkan tendensi untuk melakukannya secara berulang. Terdapat kesalahan konsepsi di mana masyarakat umum sering menganggap bahwa tindakan ini dilakukan untuk mencari perhatian semata. Kita tetap dapat melihat perilaku self injury dalam kelompok masyarakat yang 'sehat' namun dalam bentuk yang jauh lebih ringan.

Self injury terdaftar Diagnostic dan Statistik Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) sebagai gejala dari borderline personality disorder, dan gangguan depresif. Hal ini kadang dikaitkan dengan penyakit mental, sejarah trauma dan pelecehan termasuk pelecehan emosional, seksual, gangguan makan, atau cirri-ciri mental sepertirendah diri atau perfeksionisme, tetapi analisis statistiknya sangat sulit karena banyak pelaku self injury menyembunyikan luka mereka (Cutter, 2008).

Sejak pertengahan tahun 1980, bahasa yang digunakan untuk menyebut perilaku tersebut adalah self inflicted, cutting, scratching, burning, hitting, and excortion of wounds has changed. Sebelumnya disebut sebagai “self mutilation”, namun istilah yang lebih umumdan popular adalah “self injury” (Hyman, Connors, Simeon, & Favazza dalam Walsh 2006).


(28)

14

Walsh (2006) menyatakan bahwa self injury adalah perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna mengurangi penderitaan psikologis.

Those who self injured often rationalized their actions as necessary, even normal, ways for expressing their emotion. Indeed, Gratz (Walsh, 2006) hypothesized that those who have engaged in self harm acts might be incapable of or disallowed to verbalize their own emotion. Hyman (Walsh, 1999) observed that the rituals involved in, for example, cutting, seeing blood issuing out of the flesh and even in the cleaning of the instruments used have provided certain emotional and psychological release, and momentary gratification.

Mereka yang terluka sendiri sering merasionalisasi tindakan mereka sebagai perlu, bahkan normal, cara untuk mengekspresikan emosi mereka. Memang, Gratz (dalam Walsh, 2006) hipotesis bahwa mereka yang telah terlibat dalam tindakan merugikan diri mungkin tidak mampu atau dilarang untuk verbalisasi emosi mereka sendiri. Hyman (dalam Fiona, 2005) mengamati bahwa ritual terlibat dalam, misalnya memotong, melihat darah yang keluar dari daging dan bahkan dalam pembersihan instrumen yang digunakan telah memberikan pelepasan emosional dan psikologis tertentu, dan kepuasan sesaat.

Secara khusus, definisi self injury ialah perilaku yang disengaja yang mengakibatkan kerusakan dan perubahan pada jaringan kulit, bukan dengan tujuan bunuh diri tetapi mengakibatkan kerusakan atau perubahan yang cukup parah pada jaringan kulit (Gratz dalam Fiona, 2008). Karena itu, self injury hanya sebagai tindakan yang kemudian mengarah pada beberapa bentuk kerusakan jaringan dimana individu yang bersangkutan


(29)

15

tidak ingin bunuh diri. Hal ini dilakukan untuk mengatasi emosi yang berlebihan atau situasi yang sulit (Cutter, 2008).

Rasa sakit secara fisik lebih mudah dihadapi ketimbang sakit secara psikis sebab sakit secara fisik nampaknya lebih nyata. Nyeri fisik dapat membuktikan pada seseorang bahwa rasa sakit yang dirasakan secara emosional memang benar dan nyata. Perilaku ini dapat membawa ketenangan dan membangunkan seseorang. Namun demikian self injury hanya menyebabkan pembebasan yang bersifat sementara dan tidak mengatasi akar permasalahannya. Hingga akhirnya seseorang yang pernah melakukannya akan memiliki kecenderungan untuk mengulanginya dengan peningkatan pada frekuensi dan derajat kerusakan secara fisik yang ditimbulkannya (Walsh, 2008).

Menurut Dirgagunarsa (dalam Fiona, 2005), seseorang lebih baik mengekspresikan emosi dengan cara menyalurkannya daripada memendamnya, untuk menghindari akibat negatif. Akan tetapi, mereka yang terlibat self injury cenderung mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosi mereka pada orang lain. Pengalaman menyakitkan dan emosi negatif di masa lalu yang berkaitan dengan masalah keluarga, turut mempengaruhi dilakukannya self injury. Selain itu, sumber masalah lainnya adalah pertengkaran dengan sahabat dan kekasih. Berbagai sumber masalah tersebut menimbulkan luapan emosi negatif sehingga mereka yang mengalami hal diatas lebih memilih untuk melukai dirinya sendiri.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut maka disimpulkan bahwa definisi self injury (melukai diri) merupakan tindakan melukai tubuh atau bagian tubuh sendiri dengan sengaja, tidak dengan tujuan bunuh diritetapi sebagai suatu cara untuk


(30)

16

melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata.

2.1.2 Tipe-tipe Self Injury

Favazza (dalam Fiona,2008) membedakan perilaku self injury menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Major self-mutilation didefinisikan sebagai melakukan tindakan yang secara signifikan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki seperti semula pada organ-organ besar tubuh misalnya saja memotong tungkai atau mencungkil mata (Strong, 1998). Jenis self injury ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang menderita psikosis.

2. Streotypic self injury merupakan bentuk self injury yang lebih ringan namun sifatnya lebih berulang (Strong, 1998). Self injury tipe ini biasanya meliputi perilaku berulang seperti membenturkan kepala pada lantai. Individu yang melakukannya biasanya memiliki kelainan saraf seperti autisme atau sindroma Tourette.

3. Tipe self injury ketiga dikenal sebagai moderate/superficial self-mutilation yang dikatakan oleh Strong (1998) merupakan tipe self injury yang paling banyak dilakukan. Moderate/superficial self mutilation sendiri masih memiliki tiga buah subtipe yaitu episodik, repetitif, dan kompulsif. Tipe kompulsif secara mendasar memiliki kesamaan dengan gangguan psikologis seperti gangguan obsesif-kompulsif. Tipe ini biasanya lebih kurang disadari oleh pelakunya dan biasanya bukan dilakukan untuk mencapai pelepasan namun lebih sebagai kompulsi. Sedangkan self injury yang bersifat repetitif dan episodik bervariasi pada banyak


(31)

17

cara. Keduanya terjadi pada episode di mana self injury bermanifestasi pada waktu-waktu yang spesifik. Sedangkan pada pelaku self injury tipe moderate/superficial self mutilation yang bersifat repetitif, self injury sudah dianggap sebagai bagian yang krusial dari kepribadian mereka dan mereka menunjukan dirinya dengan melakukan self injury.

2.1.3 Karakteristik Pelaku Self-Injury

Menurut Eliana (dalam Walsh, 2008) para pelaku self injury memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

 Para pelaku self injury cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali.

2. Berdasarkan lingkungan keluarga pelaku :

 Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan menginternalisasikan perhatian positif.


(32)

18 3. Berdasarkan lingkungan sosial pelaku :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.

Situasi – situasi umum yang ditemui dalam keluarga para pelaku self injury (Eliana, dalam Walsh, 2008).

 Adanya kehilangan yang traumatis, sakit keras, atau ketidakstabilan dalam kehidupan keluarga.

 Adanya pengabaian dan penganiayaan, baik secara fisik, seksual, maupun emosi.

 Kehidupan keluarga dipenuhi keyakinan agama yang kaku, nilai-nilai yang dogmatis, yang diterapkan dalam cara munafik dan tidak konsisten.

 Peran yang terbalik dalam keluarga.

2.1.4 Bentuk Perilaku Self Injury

Self injury dapat berupa mengiris, menggores kulit atau membakarnya, atau mememarkan tubuh lewat kecelakaan yang sudah direncanakan sebelumnya. Dapat juga berupa menggaruk-garuk kulit sampai berdarah, atau mengutak-atik luka yang sedang sembuh. Dalam kasus-kasus yang lebih ekstrim mereka bahkan mematahkan tulang-tulang mereka sendiri, memakan barang-barang berbahaya, mengamputasi tubuh mereka sendiri, atau menyuntikan racun ke dalam tubuh (Eliana, 2008).


(33)

19

Cara yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut (Walsh, 2006) : 1. Mengiris atau menggores kulit.

2. Mengutak-atik luka yang sudah sembuh. 3. Memukul diri sendiri.

4. Membakar atau menyundut diri sendiri dengan benda yang panas. 5. Membenturkan kepala.

6. Lain-lain (misalnya, makan benda tajam atau beracun,menguliti wajah, memasukan benda, piercing & menjambak rambut).

2.1.5 Faktor-faktor yang menyebabkan Perilaku Self Injury

Menurut Smith (dalam Eliana, 1999) tidak ada satu “jenis” khusus wanita yang melakukan self injury., juga tidak membatasi perilaku self injury pada ras tertentu. Wanita yang melakukan self injury mulai dari yang muda sampai tua, kaya, miskin, gemuk, kurus berpendidikan dan tidak berpendidikan, sukses atau pengangguran. Tetapi kecenderungan karena faktor-faktor yang lebih pada keinginan untuk self injury dalam suatu keadaan tertentu. Selain itu jenis kelamin dan usia juga sangat mempengaruhi seseorang melakukan self injury.

1. Jenis kelamin

Seperti yang kita lihat, sosialisasi mengarah ke berbagai harapan laki-laki dan perempuan. Mengingat ini perbedaan harapan masyarakat, membantu kita memahami mengapa wanita lebih mungkin daripada laki-laki dengan sengaja melakukan self injury. Perempuan pada umunya diharapkan untuk menahan sedikit kekuasaan dari pada laki-laki. Perempuan cenderung kurang ditawarkan kesempatan dalam hidup dan biasanya


(34)

20

diperlakukan kurang hormat daripada laki-laki. Kita cenderung kurang menerima hadiah, nyata dan tak berwujud, untuk pekerjaan yang kita lakukan dan peran yang kita mainkan, kita sering dibuat merasa kurang penting dan pendapat kita kurang benar. Konsekuensinya adalah yang diramalkan peraaan tidak berharga, kemarahan dan frustasi, namun kita sangat jarang didorong untuk menyuarakan emosi ini (Smith dalam Eliana, 1999).

2. Usia

Dari semua yang tertulis tentang wanita yang melakukan self injury, terlihat bahwa usia yang paling khas adalah pada usia remaja sampai dewasa akhir. Rentang antara 16 sampai 25 tahun (60%). Hal ini merupakan bahwa dengan masa pubertas, banyak diantara kita menjadi lebih sadar akan tekanan, pembatasan dan tuntutan diri kita sebagai perempuan. Namun, tidak ada kemutlakan aturan, wanita dilaporkan mulai melakukan self injury disegala usia, usia termuda adalah 6 tahun dan yang tertua 75 tahun. Statistik akan menunjukan bahwa wanita yang lebih tua lebih kecil kemungkinannya merugikan diri daripada wanita muda. Ini mungkin karena wanita semakin tua mereka cenderung memiliki sedikit tuntutan dan tekanan pada sosial mereka, pribadi dan seksual, mungkin mereka telah belajar strategi untuk mengatasinya (Smith dalam Eliana, 1999).


(35)

21

2.2 Kematangan Emosi

2.2.1 Pengertian Kematangan Emosi

Chaplin (1989) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan perkembangan emosional. Ditambahkan Chaplin, kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti anak-anak, kematangan emosi seringkali berhubungan dengan control emosi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), definisi emosi sebagai berikut, 1) luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat; 2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis.

Menurut Katkovsky dan Gorlow (1976), kematangan emosi adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal.

Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam berhubungan dengan orang lain.


(36)

22

Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:

1. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial

2. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat 3. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi

secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka disimpulkan bahwa definisi kematangan emosi adalah kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa daripada bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta daripada perasaan.


(37)

23 2.2.2 Aspek-aspek Kematangan Emosi

Katkovsky dan Gorlow (1976), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan emosi, yaitu :

1. Kemandirian

Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.

2. Kemampuan menerima kenyataan

Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang berbeda dengan orang lain.

3. Kemampuan beradaptasi

Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.

4. Kemampuan merespon dengan tepat

Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak diekspresikan.

5. Merasa aman

Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa sebagai mahluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.

6. Kemampuan berempati

Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.


(38)

24 7. Kemampuan menguasai amarah

Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membuatnya marah, maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.

2.3 Remaja

Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas dan terjadi perubahan¬-perubahan psikologik serta kognitif. Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dan lingkungan Biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda. Selama perkembangan menuju dewasa, tubuh berkembang secara terus menerus. Keseluruhan frekuensi perubahan terjadi dengan cepat sebelum lahir, selama masa bayi, dan saat pubertas (Santrock, 2007).

Masa pubertas adalah terjadinya perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak kemasa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa ( Sarwono dalam Soekanto 1993).

Perubahan fisik pubertas dimulai sekitar usia 10 atau 11 tahun pada remaja putri, kira-kira 2 tahun sebelum perubahan pubertas pada remaja laki-laki. Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja, sementara itu perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya


(39)

25

sehingga mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut. Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapatkan informasi tentang perubahan tersebut maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya, tetapi bila mereka kurang memperoleh informasi, maka akan merasakan pengalaman yang negatif ( Santrock, 2007).

Menurut WHO sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 15 % populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60 % dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10 – 19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik kelompok umur 10 – 19 tahun adalah sekitar 22 % yang terdiri dari 50,9 % remaja laki-laki dan 49,1 % remaja perempuan (Santrock, 2007).

2.4 Kerangka Berpikir

Pada fase remaja ini merupakan fase dimana mereka mulai mencari identitas diri. Dimana pada fase perkembangan ini mereka memiliki emosi yang sangat labil. Kemasakan emosi seseorang, perkembangannya seiring dengan pertambahan usia. Hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kemasakan fisik-fisiologis daripada seseorang. Sedangkan aspek fisik- fisiologis sudah dengan sendirinya ditentukan oleh faktor usia. Akan tetapi, tiap-tiap individu adalah berbeda.

Self injury merupakan segala tindakan melukai diri sendiri yang dilakukan secara sengaja tanpa adanya maksud membunuh dirinya ataupun tidak berhubungan dengan


(40)

26

kepentingan estetika dan sanksi sosial dengan tujuan membebaskan diri dari distres emosional. Menurut Eliana (dalam Walsh, 2008) para pelaku self injury memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

 Para pelaku self injury cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali.

2. Berdasarkan lingkungan keluarga :

 Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan menginternalisasikan perhatian positif.

 Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik. 3. Berdasarkan lingkungan sosial :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.


(41)

27

Kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya, dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang lebih baik secara intrafisik maupun interpersonal. Orang yang matang emosinya mampu mengendalikan amarahnya dan mampu berpikir rasional terhadap hal-hal yang dilakukannya.

Seseorang dikatakan matang emosinya, apabila orang tersebut memiliki sifat mandiri yaitu dia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang dikehendaki serta bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Mereka yang matang emosinya adalah individu yang memiliki kemampuan untuk menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain, setiap individu memiliki kekurangan dan kelebihan dalam hidupnya sehingga individu tersebut tidak merasa rendah dan tidak berguna.

Selain itu orang yang matang emosinya juga harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan tidak takut akan perubahan serta mampu menghadapi situasi apapun. Hal ini dikarena setiap kita pasti selalu dihadapkan oleh sesuatu yang baru. Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan terhadap kebutuhan emosi orang laindan merasa aman bila berhubungan dengan satu sama lainnya, karena setiap individu memiliki rasa ketergantungan dengan sesamanya. Sehingga setiap orang yang matang emosinya mampu menempatkan diri pada posisi orang laindan memahami apa yang mereka rasakan.


(42)

28

Self injury dipengaruhi beberapa faktor penyebab, dan sebagian besar pelakunya kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan perasaan atau emosi yang membebaninya. Keadaan demikian membuat remaja tidak dapat mengontrol emosinya sehingga saat mereka merasa tertekan perasaan tersebut dapat menimbulkanberbagai keadaan seperti tidak bahagia, merasa dirinya tidak berarti dan lainnya.

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Aspek kemandirian

Aspek kemampuan menerima kenyataan

Aspek kemampuan beradaptasi

Aspek kemampuan merespon dengan

tepat

Aspek merasa aman

Aspek kemampuan berempati Aspek kemampuan

menguasai amarah

Kecenderungan perilaku self


(43)

29 2.6 Hipotesis

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H. mayor : Ada pengaruh yang signifikan antara kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.

H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mandiri dari variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.

H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mampu menerima kenyataan dari variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.

H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mampu beradaptasi dari variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja. H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mampu merespon dengan tepat dari

variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.

H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek merasa aman dari variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja. H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mampu berempati dari variabel

kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja. H. minor : Ada pengaruh yang signifikan antara aspek mampu menguasai amarah dari

variabel kematangan emosi terhadap kecenderungan perilaku self injury pada remaja.


(44)

30

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode dan pendekatan penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel, sampel dan teknik pengambilan sampel, instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, prosedur penelitian.

3.1 Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pada umumnya penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran data serta penampilan dari hasil penelitiannya (Arikunto, 2006).

3.1.2 Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini menurut Travers (dalam Sevilla, 1993) adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian regresi. Penelitian regresi bertujuan untuk mencari tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya dapat teratasi (Husaini, 2002).


(45)

31 3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi Variabel

Menurut Nazir (1988), variabel adalah simbol atau lambang yang padanya kita melakukan bilangan atau nilai yaitu variabel bebeas (independent variabel) dan terikat (dependent variabel), dalam penelitian ini variabel-variabelnya adalah :

Variabel Independent (X) : Kematangan Emosi

Variabel Dependent (Y) : Kecendrungan Perilaku Self Injury

3.2.2 Definisi Konseptual

Kematangan Emosi adalah suatu proses dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang sehat baik secara intrafisik maupun interpersonal.

Kecenderungan Perilaku Self Injury adalah perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna mengurangi penderitaan psikologis.

3.2.3 Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini dapat ditentukan variabel-variabelnya adalah Kematangan emosi dan Kecenderungan perilaku self injury. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kematangan Emosi adalah skor yang diperoleh dari skala kematangan emosi, Indikator yang dipakai pada skala ini berdasarkan tujuh aspek kematangan emosi sebagai berikut kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, merasa aman, kemampuan berempati, kemampuan menguasai amarah.


(46)

32

Kecenderungan perilaku self injury yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang didapat dari pengukuran kecenderungan perilaku self injury. Indikator yang dipakai pada skala ini berdasarkan karakteristik para pelaku self injury menurut Eliana (2008), peranan keluarga, lingkungan sosial, dan kecemasan. Menurut Eliana (dalam Walsh, 2008) para pelaku self injury memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

 Para pelaku self injury cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali.

2. Berdasarkan lingkungan keluarga :

 Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan menginternalisasikan perhatian positif.

 Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik. 3. Berdasarkan lingkungan sosial :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.


(47)

33

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat

Kartono (1981:113) juga mengungkapkan bahwa kecemasan ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan kecemasan yang kronis, sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik. Menurutnya, kecemasan ditandai dengan emosi yang tidak stabil, mudah tersinggung dan marah, sering dalam keadaan gelisah.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan populasi sebagai “keseluruhan anggota, kejadian atau objek-objek yang telah ditetapkan dengan baik”. Sedangkan Gay (dalam Sevilla dkk, 1993) mendefinisikan populasi sebagai kelompok di mana peneliti akan menggeneralisasikan hasil penelitiannya

Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa/i SMA Negeri 11 Bekasi yang berjumlah 530 siswa-siswi.

3.3.2 Sampel

Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay, bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih (Sevilla, 1993). Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) ukuran sampel dalam penelitian deskriptif korelasional adalah 30 subjek. Peneliti mengambil sampel sebanyak 60 subjek karena adanya keterbatasan responden dalam


(48)

34

penelitian sehingga subyek penelitian yang diambil hanya 60 subyek. Hal ini dikarenakan berkurangnya jumlah responden yang sesuai dengan karakteristik serta faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku self injury.

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian sampel adalah Nonprobabillity sampling. Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2009).

Menurut Sugiyono (2009), purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Pengambilan sampel purposive digunakan karena peneliti lebih memilih sampel berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan. Menurut Eliana (dalam Walsh, 2008) para pelaku self injury memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

 Para pelaku self injury cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.


(49)

35

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali.

2. Berdasarkan lingkungan keluarga pelaku :

 Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan menginternalisasikan perhatian positif.

 Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik. 3. Berdasarkan interaksi sosial pelaku :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.

3.4 Teknik pengumpulan data dan Penelitian 3.4.1 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dalam bentuk skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1. Bagian pertama berisi skala Kematangan emosi yang diambil berdasarkan aspek-aspek kematangan emosi Katkovsky dan Gorlow yaitu kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi, kemampuan merespon dengan tepat, merasa aman, kemampuan berempati, dan kemampuan menguasai amarah.


(50)

36

Dalam skala ini, pernyataan-pernyataan yang ada didalamnya terdiri dari 2 jenis pernyataan yaitu: pernyataan favorable dan unfavoreble dan jumlah item yang digunakan yaitu sebanyak 47 item.

2. Bagian kedua berisi skala Kecenderungan Perilaku Self Injury yang diambil berdasarkan dari karakteristik perilaku self injury menurut Eliana (2008).

Dalam skala ini, pernyataan-pernyataan yang ada didalamnya terdii dari 2 jenis pernyataan yaitu : pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah item yang digunakan yaitu sebanyak 45 item.

Dalam penelitian ini, alat pengumpul data yang digunakan peneliti adalah skala likert. Peneliti menggunakan skala likert yang berupa pernyataan pendapat disajikan kepada responden yang memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Biasanya responden memberi tanda pada skala 1 sampai 4 sebagai alternatif jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk alternatif jawaban ragu-ragu atau netral (R) tidak digunakan agar mengurangi pengaruh “kecenderungan sentral” dan mendorong responden untuk memutuskan sendiri apakah positif atau negatif (dalam Sevilla, 1993).


(51)

37 Tabel 3.1 Skor Pernyataan Pernyataan Sangat Sesuai

(SS) Sesuai (S) Tidak Sesuai (TS) Sangat Tidak Sesuai (STS)

FAVOREBEL 4 3 2 1

UNFAVOREBEL 1 2 3 4

Tabel 3.2

Blue Print Skala Kematangan Emosi

NO Aspek Indikator Item Jumlah

Fav Unfav 1. Kemandirian - Mampu memutuskan sesuatu

yang di kehendaki

- Betanggung jawab terhadap keputusan yang diambil

1,9,37 36,38,47 8,39,46 22 6 4

2. Kemampuan menerima kenyataan

- Memiliki kesempatan yang berbeda

- Memiliki kemampuan yang berbeda

- Memiliki tingkat intelegensi berbeda 2, 23 10, 35 - 40 11 - 3 3 0


(52)

38 beradaptasi beragam orang

- Mampu menghadapi situasi 3 12, 24 3

4. Kemampuan merespon dengan tepat

- Peka terhadap perasaan orang 4, 25 14, 15 4

5. Merasa aman - Tergantung pada orang lain 16, 33, 41 5, 17, 26 6 6. Kemampuan

berempati

- Mampu menempatkan diri pada posisi orang lain

- Mampu memahami apa yang dirasakan orang lain

6

18, 20

27

30

2

3

7. Kemampuan menguasai amarah

- Mengetahui hal-hal yang membuat marah

- Mampu mengendalikan amarahnya

7

28, 45

32

19, 21, 29, 31, 42, 43,

44

2

9


(53)

39 Tabel 3.3

Blue Print Kecenderungan Perilaku Self Injury

No Aspek Indikator Item Jumlah

Fav Unfav 1. Karakteristik

pelaku Self Injury

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

self esteem yang rendah, dan

kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali

1, 24,29

19, 37

2, 3, 4, 5, 12, 20, 22, 28,30, 31, 35, 40, 41, 42, 43 13 - 14, 25, 27, 33 4 2 19

2. Berdasarkan lingkungan keluarga pelaku :


(54)

40

kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan

menginternalisasikan perhatian positif.

 Ketidakmampuan atau

ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik.

15, 36

18, 26, 38, 39

11, 34, 45

7

3. Berdasarkan interaksi sosial pelaku :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.

6

9, 32

16, 23

7, 17

3

4


(55)

41 3.4.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah korelasional yang melihat pangaruh antara dua variabel, yaitu kematangan emosi dengan kecenderungan perilaku self injury. Pengaruh antar variabel dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi. Perhitungan statistik yang digunakan untuk melihat validitas dan realibilitas skala adalah sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Validitas sebuah test menyangkut apa yang diukur test dan seberapa baik test itu dapat mengukur (Anastasi dan Urbina, 2003). Untuk menguji validitas dari skala yang dibuat, digunakan teknik korelasi product moment dari pearson dan dalam perhitungannya dilakukan dengan analisa statistik melalui perhitungan SPSS versi 17 yang diinterpresentasikan dengan mengacu pada tabel koefisien Product Moment dari Pearson.

2. Uji Reliabilitas

Perhitungan realibilitas adalah ketepatan atau tingkat presisi suatu ukuran atau alat pengukur (Nazir, 1988). Untuk mencari nilai realibilitas dari instrumen yang digunakan, peneliti menggunakan teknik Alpha Cronbach, yang dilakukan dengan membelah-membelah item menjadi dua belahan yang jumlahnya sama.


(56)

42 Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Kriteria Koefisien Reliabilitas

Sangat Reliabel > 0,9

Reliabel 0,7 – 0,9

Cukup Reliabel 0,4 – 0,7

Kurang Reliabel 0,2 – 0,4

Tidak Reliabel < 0,2

3. Bahan Uji Instrumen

Regresi merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya korelasi antar variabel. Analisis regresi ini, lebih akurat dengan analisis lainnya. Pada analisis regresi, memprediksikan seberapa jauh perubahan nilai variabel dependent, bila nilai variabel independent dirubah-ubah (Sugiyono, 2009).

Hasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi dengan program SPSS versi 17 yang akan diinterpresentasikan apabila F hitung < F tabel, maka tidak terdapat korelasi antar kedua variabel. Maka H,mayor diterima H.minor ditolak.


(57)

43 3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Persiapan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan empat tahapan yang digunakan dalam prosedur penelitian, yakni sebagai berikut :

1. Perumusan Masalah

2. Menentukan Variabel yang akan diteliti

3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian

4. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang digunakan dalam penelitian yaitu skala kematangan emosi dan skala kecenderungan perilaku self injury..

3.5.2 Pengujian Alat Ukur

Setelah alat ukur kematangan emosi dan kecenderungan perilaku self injury dibuat, peneliti melakukan uji coba skala. Uji coba skala dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba dilakukan pada tanggal 04 Mei 2011 pada siswa-i SMA Negeri 11 Bekasi, yang memiliki karakteristik dengan responden penelitian.

Uji coba dilakukan dengan menyebarkan angket skala kematangan emosi dan kecenderungan prilaku self injury pada 30 orang responden. Setelah uji coba dilakukan, peneliti melakukan iji validitas dan reliabilitas. Uji validitas skala dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap item, dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson dan perhitungannya menggunakan program SPSS versi 17. Maka diperoleh reliabilitas dari skala kematangan emosi sebesar 0,893 dan skala kevenderungan perilaku self injury 0.893. Kedua alat ukur ini menurut kaidah Guilford dapat disimpulkan memiliki reliabilitas yang baik


(58)

44

karena suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel, jika memberikan nilai Cronbach alpha > 0,60 (Kuncono, 2004).

Adapun distribusi sistem setelah dilakukan uji validitas pada skala kematangan emosi dan skala kecenderungan perilaku self injury adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Skala Kematangan Emosi

NO Aspek Indikator Item

Fav Unfav Jumlah 1. Kemandirian - Mampu memutuskan

sesuatu yang di kehendaki - Betanggung jawab

terhadap keputusan yang diambil 1*,9*,37 36,38,47 8*,39,46 22 3 4

2. Kemampuan

menerima kenyataan

- Memiliki kesempatan yang berbeda

- Memiliki kemampuan yang berbeda

- Memiliki tingkat intelegensi berbeda 2, 23 10*, 35 - 40* 11* - 2 1 0

3. Kemampuan beradaptasi

- Menerima karakteristik beragam orang

- Mampu menghadapi situasi

34 3* 13 12*, 24 2 1


(59)

45 4. Kemampuan

merespon dengan tepat

- Peka terhadap perasaan orang

4*, 25* 14, 15 2

5. Merasa aman - Tergantung pada orang lain 16, 33, 41

5, 17, 26 6

6. Kemampuan berempati

- Mampu menempatkan diri pada posisi orang lain - Mampu memahami apa

yang dirasakan orang lain

6* 18, 20* 27 30 1 2

7. Kemampuan menguasai amarah

- Mengetahui hal-hal yang membuat marah

- Mampu mengendalikan amarahnya

7

28, 45

32

19, 21, 29, 31, 42*, 43, 44

2

8

Jumlah 15 19 34

Keterangan : tanda (*) untuk item yang tidak valid

Hasil uji validitas dengan perhitungan korelasi Product Moment Pearson pada skala kematangan emosi didapat 34 item yang valid. Item-item yang valid tersebut adalah item nomor 2, 5, 7, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 43, 44, 45, 46, 47. Dan adapun nilai reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0.923. Artinya nilai skala ini reliabel untuk digunakan dalam penelitian.


(60)

46 Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Kecenderungan Perilaku Self Injury

No Aspek Indikator Item Jumlah

Fav Unfav 1. Karakteristik

pelaku Self Injury

1. Berdasarkan kepribadian pelaku :

 Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif.

self esteem yang rendah, dan

kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.

 Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali

1*, 24, 29 19, 37* 2*, 3, 4*, 5, 12, 20*, 22, 28,30, 31, 35, 40*, 41, 42, 43 13* - 14*, 25, 27, 33 2 1 14


(61)

47

2. Berdasarkan lingkungan keluarga pelaku.

 Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua, menimbulkan kesulitan-kesulitan

menginternalisasikan perhatian positif.

 Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik. 8, 10*, 15*, 36 18, 26, 38, 39 21, 44 11*, 34*, 45 4 5

3. Berdasarkan interaksi sosial pelaku :

 Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.

 Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun (orang-orang, tempat peristiwa), dapat juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih. 6* 9, 32 16, 23 7, 17 2 4


(62)

48

Jumlah 22 10 32

Keterangan : tanda (*) untuk item yang tidak valid

Hasil uji validitas dengan perhitungan korelasi Product Moment Pearson pada skala kecenderungan perilaku self injury didapat 32 item yang valid. Item-item yang valid tersebut adalah item nomor 3, 5, 7, 8, 9, 12, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45. Adapun nilai reliabilitas yang dihasilkan sebesar 0.893. Artinya nilai ini reliabel untuk digunakan dalam penelitian.

3.5.3 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian sesungguhnya dilakukan pada tanggal 09 Mei 2011. Peneliti menyebarkan 60 angket pada siswa-i SMA Negeri 11 Bekasi.

3.5.4 Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden

2. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data 3. Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis

penelitian


(1)

92

Model Summary Aspek Mampu Berempati

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 .514a .264 .180 8.39464 .264 3.164 6 53 .010

a. Predictors: (Constant), Empati, Respon, Aman, Adaptasi, Kenyataan, Mandiri ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 1337.695 6 222.949 3.164 .010a

Residual 3734.905 53 70.470

Total 5072.600 59

a. Predictors: (Constant), Empati, Respon, Aman, Adaptasi, Kenyataan, Mandiri b. Dependent Variable: S.injury

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 35.641 10.229 3.484 .001

Mandiri .936 .700 .222 1.338 .187

Kenyataan .217 1.091 .032 .199 .843

Adaptasi 1.981 1.118 .255 1.772 .082

Respon .992 1.398 .092 .709 .481

Aman .546 .543 .136 1.007 .319

Empati -.077 .959 -.012 -.081 .936


(2)

93 Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 Amarah,

Respon, Adaptasi, Aman, Kenyataan, Empati, Mandiria

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summary Aspek Mampu Menguasai Amarah

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F Change

1 .568a .323 .232 8.12667 .323 3.544 7 52 .003

a. Predictors: (Constant), Amarah, Respon, Adaptasi, Aman, Kenyataan, Empati, Mandiri

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 1638.373 7 234.053 3.544 .003a

Residual 3434.227 52 66.043

Total 5072.600 59

a. Predictors: (Constant), Amarah, Respon, Adaptasi, Aman, Kenyataan, Empati, Mandiri


(3)

94 Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 28.941 10.388 2.786 .007

Mandiri .398 .723 .094 .550 .585

Kenyataan -.070 1.065 -.010 -.066 .948

Adaptasi 2.295 1.092 .296 2.100 .041

Respon 1.769 1.402 .165 1.262 .213

Aman .139 .559 .035 .248 .805

Empati -.879 1.002 -.140 -.878 .384

Amarah .986 .462 .376 2.134 .038

a. Dependent Variable: S.injury

Rentangan Kematangan Emosi Statistics

K.E

N Valid 60

Missing 0

Mean 80.6667 Median 82.0000 Minimum 55.00 Maximum 104.00

K.E

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 55.00 1 1.7 1.7 1.7

62.00 1 1.7 1.7 3.3

64.00 1 1.7 1.7 5.0

65.00 1 1.7 1.7 6.7


(4)

95

67.00 1 1.7 1.7 10.0

70.00 1 1.7 1.7 11.7

72.00 5 8.3 8.3 20.0

73.00 3 5.0 5.0 25.0

75.00 2 3.3 3.3 28.3

76.00 2 3.3 3.3 31.7

77.00 2 3.3 3.3 35.0

78.00 2 3.3 3.3 38.3

79.00 1 1.7 1.7 40.0

80.00 1 1.7 1.7 41.7

81.00 1 1.7 1.7 43.3

82.00 5 8.3 8.3 51.7

83.00 2 3.3 3.3 55.0

84.00 8 13.3 13.3 68.3

85.00 3 5.0 5.0 73.3

86.00 1 1.7 1.7 75.0

87.00 4 6.7 6.7 81.7

88.00 3 5.0 5.0 86.7

89.00 2 3.3 3.3 90.0

91.00 1 1.7 1.7 91.7

94.00 2 3.3 3.3 95.0

98.00 1 1.7 1.7 96.7

100.00 1 1.7 1.7 98.3

104.00 1 1.7 1.7 100.0


(5)

96

Rentangan Variabel Self Injury Statistics

S.I

N Valid 60

Missing 0

Mean 77.7000

Median 78.5000

Minimum 56.00

Maximum 97.00

S.I

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 56.00 1 1.7 1.7 1.7

57.00 1 1.7 1.7 3.3

63.00 1 1.7 1.7 5.0

64.00 1 1.7 1.7 6.7

65.00 1 1.7 1.7 8.3

66.00 1 1.7 1.7 10.0

67.00 2 3.3 3.3 13.3

68.00 4 6.7 6.7 20.0

69.00 3 5.0 5.0 25.0

70.00 3 5.0 5.0 30.0

74.00 2 3.3 3.3 33.3

75.00 3 5.0 5.0 38.3

76.00 2 3.3 3.3 41.7

77.00 4 6.7 6.7 48.3

78.00 1 1.7 1.7 50.0

79.00 3 5.0 5.0 55.0

80.00 3 5.0 5.0 60.0


(6)

97

83.00 5 8.3 8.3 75.0

84.00 1 1.7 1.7 76.7

85.00 1 1.7 1.7 78.3

86.00 3 5.0 5.0 83.3

87.00 1 1.7 1.7 85.0

88.00 2 3.3 3.3 88.3

89.00 2 3.3 3.3 91.7

91.00 1 1.7 1.7 93.3

93.00 1 1.7 1.7 95.0

94.00 2 3.3 3.3 98.3

97.00 1 1.7 1.7 100.0