25 sehingga mereka sering merisaukan bentuk tubuhnya yang kurang proporsional tersebut.
Apabila mereka sudah dipersiapkan dan mendapatkan informasi tentang perubahan tersebut maka mereka tidak akan mengalami kecemasan dan reaksi negatif lainnya, tetapi
bila mereka kurang memperoleh informasi, maka akan merasakan pengalaman yang negatif Santrock, 2007.
Menurut WHO sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10- 19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di
Amerika Serikat menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 15 populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60 dari penduduk dunia,
seperlimanya adalah remaja umur 10 – 19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik kelompok umur 10 – 19 tahun adalah sekitar 22 yang terdiri dari 50,9
remaja laki-laki dan 49,1 remaja perempuan Santrock, 2007.
2.4 Kerangka Berpikir
Pada fase remaja ini merupakan fase dimana mereka mulai mencari identitas diri. Dimana pada fase perkembangan ini mereka memiliki emosi yang sangat labil.
Kemasakan emosi seseorang, perkembangannya seiring dengan pertambahan usia. Hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kemasakan
fisik-fisiologis daripada seseorang. Sedangkan aspek fisik- fisiologis sudah dengan sendirinya ditentukan oleh faktor usia. Akan tetapi, tiap-tiap individu adalah berbeda.
Self injury merupakan segala tindakan melukai diri sendiri yang dilakukan secara sengaja tanpa adanya maksud membunuh dirinya ataupun tidak berhubungan dengan
26 kepentingan estetika dan sanksi sosial dengan tujuan membebaskan diri dari distres
emosional. Menurut Eliana dalam Walsh, 2008 para pelaku self injury memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Berdasarkan kepribadian pelaku : Kesulitan mengendalikan impuls di berbagai area, yang terlihat dalam masalah
gangguan makan atau adiksi terhadap zat adiptif. Para pelaku self injury cenderung memiliki self esteem yang rendah, dan
kebutuhan atau dorongan yang kuat untuk mendapatkan cinta dan penerimaan orang lain.
Pola pemikiran yang kaku, cara berpikir yang harus mencapai suatu tujuan atau tidak sama sekali.
2. Berdasarkan lingkungan keluarga : Masa kecil penuh trauma atau kurangnya sosok salah satu atau kedua orang tua,
menimbulkan kesulitan-kesulitan menginternalisasikan perhatian positif. Ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk mengurus diri sendiri dengan baik.
3. Berdasarkan lingkungan sosial : Kurangnya kemampuan untuk membentuk dan menjaga hubungan yang stabil.
Takut akan perubahan, baik perubahan dalam kegiatan sehari-hari maupun pengalaman baru dalam bentuk apapun orang-orang, tempat peristiwa, dapat
juga berupa perubahan perilaku mereka, atau perubahan yang mungkin diperlukan untuk pulih.
27 Kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan
mengendalikan emosinya, dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai keadaan emosi yang lebih baik secara intrafisik maupun interpersonal. Orang yang
matang emosinya mampu mengendalikan amarahnya dan mampu berpikir rasional terhadap hal-hal yang dilakukannya.
Seseorang dikatakan matang emosinya, apabila orang tersebut memiliki sifat mandiri yaitu dia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang dikehendaki
serta bertanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan yang telah diambilnya. Mereka yang matang emosinya adalah individu yang memiliki kemampuan untuk
menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang lain, setiap individu memiliki kekurangan dan kelebihan dalam hidupnya sehingga individu tersebut tidak
merasa rendah dan tidak berguna.
Selain itu orang yang matang emosinya juga harus memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dan tidak takut akan perubahan serta mampu menghadapi
situasi apapun. Hal ini dikarena setiap kita pasti selalu dihadapkan oleh sesuatu yang baru. Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan terhadap kebutuhan emosi
orang laindan merasa aman bila berhubungan dengan satu sama lainnya, karena setiap individu memiliki rasa ketergantungan dengan sesamanya. Sehingga setiap orang yang
matang emosinya mampu menempatkan diri pada posisi orang laindan memahami apa yang mereka rasakan.
28 Self injury dipengaruhi beberapa faktor penyebab, dan sebagian besar pelakunya
kurang memiliki kemampuan untuk mengendalikan perasaan atau emosi yang membebaninya. Keadaan demikian membuat remaja tidak dapat mengontrol emosinya
sehingga saat mereka merasa tertekan perasaan tersebut dapat menimbulkanberbagai keadaan seperti tidak bahagia, merasa dirinya tidak berarti dan lainnya.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Aspek kemandirian
Aspek kemampuan menerima kenyataan
Aspek kemampuan beradaptasi
Aspek kemampuan merespon dengan
tepat
Aspek merasa aman
Aspek kemampuan berempati
Aspek kemampuan menguasai amarah
Kecenderungan perilaku self
injury
29
2.6 Hipotesis