commit to user
4. Tinjauan Umum tentang Undang-Undang Penegakan Hukum
Tindak Pidana Korupsi a
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sebelumnya, peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepoisian Negara Republik Indonesia sebelum
Undang-Undang ini berlaku adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710 sebagai penyempurnaan dari Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2289. Undang-Undang ini telah didasarkan kepada paradigma baru
sehingga diharapkan dapat lebih memantapkan kedudukan dan peranan serta pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi menyeluruh segenap tatanan kehidupan bangsa dan negara dalam mewujudkan
masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradap berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga diharapkan dapat
memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur
Prasatya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila. Oleh karena itu, Undang-Undang ini
mengatur pula pembinaan profesi dan kode etik profesi agar tindakan pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat
dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral, maupun secra teknik profesi dan terutama hak asasi manusia.
commit to user
Undang-Undang ini menampung pula pengaturan tentang keanggotaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana
diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian yang meliputi pengaturan tertentu mengenai hak anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia baik
hak kepegawaian , maupun hak politik, dan kewajibannya tunduk pada kekuasaan peradilan umum.Substansi lain yang baru dalam
Undang-Undang ini adalah diaturnya lembaga kepolisian nasional yang tugasnya memeberikan saran kepada Presiden tentang arah
kebijakan kepolisian dan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sesuai amanat Ketetapan MPR RI No.
VIIMPR2000, selain terkandung pula fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Kepolisian Negara Republil Indonesia
sehingga kemandirian dan profesionalisme Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat terjamin.
b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 ini merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia karena sudah tidak sesuai lagi maka perlu
dilakukan perubahan
secara komprehensif
dengan membentuk undang-undang ini.
Dalam Undang-Undang ini diatur hal-hal yang disempurnakan, antara lain:
1 Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan
negara tersebut dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, kejaksaan
dalam melaksanakan
fungsi, tugas,
dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung
commit to user
bertanggung jawab atas penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan
kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan. 2 Untuk membentuk jaksa yang profesional harus ditempuh
berbagai jenjang
pendidikan dan
pengalaman dalam
menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang. Sesuai denagn profesionalisme dan fungsi kejaksaan, ditentukan bahwa jaksa
merupakan jabatan fungsional. Dengan demikian , usia pensiun jaksa yang semula 58 tahun ditetapkan menjadi 62 tahun.
3 Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa
ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan.
4 Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum dengan
berpegang pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian Jaksa
Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden.
5 Di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, kejaksaan mempunyai kewenangan untuik dan atas nama negara atau
pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau
membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi kepentingan rakyat.
commit to user
c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, peraturan ini yang menjadi dasar
bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam lingkungan peradilan umum. Sebelum undang-undang ini, yang berlaku adalah
”Reglemen Indonesiayang dibaharui” atau yang terkenal dengan nama ”Het Herziene Inlandsch Reglement” atau H.I.R Staatsblad
Tahun 1941 Nomor 44. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana ini wajib didasarkan pada falsafah pandangan hidup bangasa dan dasar negara, maka sudah
seharusnyalah di dalam ketentuan materi pasal atau ayat tercermin perlindungan terhadap hak asasi warganegara maupun asas-asas.
Kitab Undang-Undang ini tidak saja memuat ketentuan tentang tatacara dari suatu proses pidana, tetapi kitab ini pun juga memuat
hak dan kewajiban dari mereka yang ada dalam suatu proses pidana dan memuat pula hukum acara pidana Mahkamah Agung
setelah dicabutnya undang-undang Mahkamah Agung Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1950 oleh Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1965.
d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ini merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai suatu
badan khusus pemberantasan tindak pidana korupsi yang selanjutnya disebut sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
yang mempunyai kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan.
commit to user
Dalam menjalankan tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, Komisi Pemberantasan Korupsi
disamping mengikuti hukum acara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juga
dalam Undang-Undang ini dimuat hukum acara tersendiri sebagai ketentuan khusus lex specialis. Di samping itu, untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi, maka dalam Undang-Undang ini diatur
mengenai pembentukan pengadilan tindak pidana korupsi di lingkungan peradilan umum, yang untuk pertama kali di bentuk di
lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Untuk mewujudkan asas proporsionalitas, dalam Undang-
Undang ini diatur pula mengenai ketentuan rehabilitasi dan kompensasi dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan
tugas dan wewenangnya bertentangan denagn Undang-Undang ini atau hukum yang berlaku.
e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 merupakan perubahan dari
Undang-Undang Nomor
31 Tahun
1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Undang-Undang ini ditambahkan mengenai ”pembuktian terbalik”. Selain itu diatur
pula hak negara untuk mengajukan gugatam perdata terhadap harta benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru
diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum
commit to user
tetap. Harta benda yang disembunyikan atau tersembunyi itu diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Gugatan perdata dilakukan terhadap terpidana dana atau ahli warisnya. Untuk melakukan gugatan tersebut, negara dapat
menunjuk kuasanya untuk mewakili negara. Selanjutnya dalam Undang-Undang ini juga diatur ketentuan
baru mengenai maksimum pidana penjara dan pidana denda bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,00
lima juta
rupiah. Ketentuan
ini dimaksudkan
untuk menghilangkan rasa kekurangadilan bagi pelaku tindak pidana
korupsi, dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil. Disamping itu dalam Undang-Undang ini dicantumkan Ketentuan Peralihan.
Substansi dalam Ketentuan Peralihan ini pada dasarnya sesuai denagn asas umum hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
commit to user
B. Kerangka pemikiran