Perilaku Seksual M-S-M Men Who Have Sex with Men

Waterman, 2010. Oleh sebab itu, kondisi konflik juga salah satu yang memengaruhi tingkat EWB yang rendah.

C. Perilaku Seksual M-S-M Men Who Have Sex with Men

C.1. Perilaku Seksual Argyo 2012 menyatakan setiap manusia mempunyai dorongan seksual akibat kerja hormon seks. Dorongan seksual muncul atau meningkat bila ada rangsangan dorongan seksual dari luar, baik yang bersifat psikis maupun fisik. Apabila dorongan seksual tersebut muncul maka akan terjadi ketegangan seksual yang kemudian memerlukan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Hal inilah yang disebut sebagai perilaku seksual. Perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku Feldman dan Parrot dalam Argyo, 2012. Menurut Hurlock 2004 manifestasi dorongan seksual dalam perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu stimulus yang berasal dari dalam individu berupa bekerjanya hormon-hormon reproduksi, dimana hormon tersebut menuntut pemuasan. Sedangkan faktor eksternal yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Argyo 2012 menyatakan bahwa perilaku seksual terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, bercumbu ringan deep kissing, bercumbu berat petting, dan bersenggama. Universitas Sumatera Utara Perilaku seksual bukanlah perilaku yang hanya dilakukan terhadap lawan jenis kelamin. Sarwono 2008 menDefinisikan perilaku seksual sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Beberapa perempuan teridentifikasi melakukan hubungan seksual dengan perempuan dan laki-laki berhubungan seksual dengan laki-laki Carroll, 2005. Akan tetapi, Vohs dan teman-temannya dalam Miller Perlman, 2009 mengungkapkan bahwa laki-laki memiliki dorongan seksual yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga frekuensi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki juga lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan perempuan. Huwller 1998 menyebutkan bahwa orang-orang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama jenisnya dikategorikan beorientasi homoseksual. Laki-laki dengan sejenisnya disebut gay dan perempuan dengan sejenisnya disebut lesbian. Akan tetapi, cukup banyak laki-laki yang berhubungan seks dengan sejenisnya tidak mau mengidentifikasi diri sebagai gay Argyo, 2012. Argyo menjelaskan bahwa identitas diri tidak ada hubungannya dengan perilaku seksual yang dilakukan dengan pasangan seksual berjenis kelamin sama. Argyo mengadopsi konsep Kinsey mengenai fenomena tersebut, yang mana tidak menitikberatkan pada orientasi seksual. Kinsey 1948 memaparkan dalam penelitiannya bahwa seorang homoseksual memiliki kemungkinan melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya demikian pula bahwa seorang heteroseksual bisa saja memiliki pengalaman berhubungan seksual Universitas Sumatera Utara dengan sesama jenisnya. Jadi, bukan berarti pengalaman perilaku seksual tersebut mengindikasikan orientasi seksual mereka. C.2. Konsep Kinsey Mengenai Pengalaman Perilaku Seksual Skala Kinsey mendeskripsikan tentang sejarah seksual seseorang dalam waktu tertentu. Skala ini diperkenalkan oleh Kinsey dengan rekannya, Pomeroy dan Martin, dalam jurnal perilaku seksual pada laki-laki 1948. Berikut gambar skala tersebut: Gambar 2.1 Dari skala yang dibuat oleh Kinsey dan rekannya, maka perilaku seksual tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 0. Mengindikasikan bahwa seseorang sepenuhnya hanya memiliki pengalaman seksual terhadap lawan jenis ekslusive heteroseksual. 1. Mengindikasikan seseorang yang secara dominan melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis, tetapi terdapat sekali pengalaman seksual terhadap sesama jenis. 1 2 3 4 5 6 Eksklusive Heteroseksual Heteroseksual, sesekali homoseksual Heteroseksual, homoseksual lebih dari sekali Biseksual Homoseksual, hetersoseksual lebih dari sekali Homoseksual , sesekali heteroseksual Eksklusive homoseksual Rentang perilaku seksual terhadap ke dua jenis kelamin Universitas Sumatera Utara 2. Mengindikasikan seseorang yang dominan melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis, tetapi terdapat lebih dari sekali pengalaman seksual terhadap sesama jenis. 3. Mengindikasikan seseorang yang memiliki pengalaman seksual seimbang baik terhadap lawan jenis maupun sesama jenis. 4. Mengindikasikan seseorang yang dominan memiliki pengalaman seksual dengan sesama jenis, tetapi terdapat lebih dari sekali pengalaman dengan lawan jenis. 5. Mengindikasikan seseorang yang dominan memiliki pengalaman seksual terhadap sesama jenis, tetapi terdapat sekali pengalaman seksual dengan lawan jenis. 6. Mengindikasikan bahwa seseorang sepenuhnya memiliki pengalaman seksual hanya terhadap sesama jenis eksklusive homoseksual Skala tersebut merupakan indikator dalam penelitian yang dilakukan oleh Kinsey bersama rekannya yang didasarkan pada pengalaman seksual. Skala tersebut merupakan metode yang murni untuk memperoleh informasi berdasarkan evaluasi subjek terhadap dirinya sendiri. Kinsey melakukan penelitian tersebut bukan bertujuan untuk menentukan orientasi seksual seseorang karena adanya pemikiran bahwa perilaku seksual, sikap, dan perasaan seserorang terhadap orang lain berdasarkan jenis kelamin tidak konsisten sepanjang waktu Kinsey Institute.org. Universitas Sumatera Utara C.3. M-S-M Men who have Sex with Men Argyo 2012 menjelaskan bahwa M-S-M dimaksudkan untuk menjelaskan semua laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, tanpa memandang identitas seksual mereka. Hal ini digunakan karena hanya beberapa yang terlibat dalam perilaku seks sesama jenis didefinisikan sebagai gay atau biseksual. Mereka tidak menganggap hubungan seksual mereka dengan laki-laki lain dalam terminologi identitas atau orientasi seksual. M-S-M Men who have Sex with Men adalah istilah yang digunakan pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang tidak diidentifikasi mengenai orientasi seksual mereka baik sebagai gay, biseksual, ataupun straight UNAIDS, 2006. Kort dalam straight guise, 2006 menyatakan bahwa sering sekali laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan seksual dengan laki-laki, tetapi tidak merasa dirinya sebagai gay ataupun biseksual. Kort 2013 menjelaskan bahwa ada beberapa alasan dan dasar yang mendorong terjadinya hubungan seksual antar sesama laki-laki tersebut. Berikut ini adalah alasan yang disebutkan oleh Kort: 1. Childhood sexual abuse. Keadaan yang disebabkan oleh pengalaman pelecehan seksual di masa kanak-kanak. Orang-orang seperti ini sebetulnya tidak memiliki orientasi homoseksual. Laki-laki tersebut tidak memiliki hasrat seksual ataupun terangsang oleh laki-laki lain. Namun, mereka secara kompulsif menghidupkan kembali pengalaman masa kecil dengan melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis. Universitas Sumatera Utara 2. Sex Work escorting. Sebagian laki-laki, bahkan straight sekalipun, rela melakukan hubungan seksual sesama jenis untuk mendapatkan imbalan finansial. Meskipun mereka terangsang dalam melakukan hubungan seksual, mereka bukan berarti terangsang karena pasangannya melainkan dengan kegiatan seksual itu sendiri. 3. Laki-laki yang malu melakukan variasi seksual dengan perempuan. Kelompok ini adalah laki- laki yang memiliki fantasi yang “agak memalukan” jika dilakukan dengan perempuan, misalnya melakukan seks oral, ataupun menggunakan benda-benda tertentu, sehingga mereka melarikan keinginan tersebut untuk melakukannya dengan laki-laki gay yang dengan senang hati melakukannya. 4. First Sexual Experience. Sebagian laki-laki pernah melakukan hubungan seksual dengan coba-coba. Pengalaman tersebut biasanya terjadi di usia remaja dan dilakukan terhadap sesama laki-laki karena adanya rasa penasaran. 5. AvailabilityOpportunity. Laki-laki pada kelompok ini memiliki nafsu seksual yang sangat tinggi dan sangat mudah terangsang. Mereka memilih untuk melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang dapat dilakukan dengan gampang dan mudah tanpa harus ada ikatan emosi. 6. Father Hunger. Laki-laki ini mendambakan perhatian dan kasih sayang dari sosok ayah. Berhubungan seks dengan orang yang lebih Universitas Sumatera Utara dewasa seakan-akan menjadi cara mendapatkan perhatian yang didambakan. 7. Narcissism. Kelompok laki-laki yang mengagumi diri mereka sendiri secara berlebihan. Mereka menginginkan perhatian dan pengakuan ekstra dari lingkungan. Mereka melakukan hubungan seksual dengan laki-laki hanya untuk memperoleh kepuasan dengan perasaan bahwa mereka sangat diinginkan dan dipuja secara berlebihan. 8. Sexual Addiction. Ketagihan seksual yang dialami oleh seseorang dapat juga menimbulkan perilaku seks terhadap sesama jenis. 9. Cuckolding. Hal ini terjadi pada laki-laki yang memiliki pasangan perempuan, dimana laki-laki tersebut terangsang ketika melihat pasangan wanitanya disetubuhi oleh laki-laki lain yang lebih perkasa. Umumnya, laki-laki tersebut terlibat, seperti menyentuh dan meraba laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pasangan wanitanya. 10. Laki-laki penghuni penjara. Laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki karena hanya menjadi satu-satunya pilihan menyalurkan hasrat seksual di tempat tersebut. Beberapa individu dan organisasi lebih suka memakai terminologi M-S-M karena istilah ini menunjukkan kelompok yang lebih luas dari sejumlah individu yang berhubungan seks dengan pasangan lain dari kelamin yang sama Argyo, 2012. Banyak laki-laki, berhubungan seks dengan laki-laki lain merupakan Universitas Sumatera Utara sebagian dari kehidupan seks mereka dan tidak menentukan identitas seksual atau sosial mereka. Laki-laki yang disebut M-S-M adalah sebagai berikut: 1. Laki-laki yang secara eksklusif berhubungan seks dengan laki-laki lain 2. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain tapi sebagian besarnya berhubungan seks dengan perempuan 3. Laki-laki yang berhubungan seks baik dengan laki-laki maupun perempuan tanpa ada perbedaan kesenangan 4. Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain untuk uang atau karena mereka tidak mempunyai akses untuk melakukan hubungan seksual dengan perempuan, misalnya di penjara, ketentaraan. Perilaku seksual, termasuk hubungan seksual dengan sejenis, bisa saja menimbulkan dampak psikologis seperti perasaan marah, takut, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa, serta kecemasan Sarwono, 2003. Hal ini terjadi karena adanya pengetahuan bahwa perilaku tersebut melanggar nilai dan norma, baik agama, maupun nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat.

D. Dinamika Kecemasan pada M-S-M dengan Eudaimonic Well-Being EWB