5.1.3 Jenis tanah
Kedalaman atau solum, tekstur dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah
bersolum dalam 90 cm, struktur gembur dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi
air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi
dan sebagian besar menjadi aliran permukaan. Jenis tanah yang bersifat lempung dan pasir merupakan jenis tanah yang
mudah meloloskan air. Sifat tersebut menjadikan tanah bertambah berat bobotnya jika tertimpa hujan. Apabila tanah tersebut berada diatas batuan kedap air pada
kemiringan tertentu maka tanah tersebut akan berpotensi menggelincir menjadi longsor. Berdasarkan tabel 15 dapat dijelaskan bahwa jenis tanah yang
mendominasi daerah penelitian adalah Podsolik merah kekuningan dengan luas 27.909,96 ha 26,6, sedangkan jenis tanah Aluvial merupakan jenis tanah yang
luasannya tersempit yaitu 1.387,36 ha 1,32. Sebaran spasial jenis tanah di daerah penelitian selengkapnya disajikan pada Gambar 5
Tabel 15 Luasan jenis tanah daerah penelitian No
Jenis tanah Luas ha
Persentase 1. Aluvial
1.387,36 1,32
2. Andosol 3.078,74
2,93 3.
Assosiasi Latosol merah Latosol coklat kemerahan 6.570,31
6,26 4. Assosiasi Latosol coklat Latosol
kekuningan 9.141,30 8,71
5. Assosiasi Andosol Regosol
1.605,54 1,53
6. Kompleks Latosol merah kekuningan Latosol coklat kemerahan dan Litosol
6.662,93 6,35
7. Podsolik merah kekuningan
27.909,96 26,6
8. Podsolik kekuningan
2.433,69 2,32
9. Podsolik merah
5.243,27 5
10. Regosol 7.923,48
7,55 11. Tidak ada data
677,89 0,65
12. Assosiasi Latosol coklat Latosol kemerahan 16.727,23
15,9 13. Assosiasi Latosol coklat Regosol
15.552,45 14,8
Jumlah 104.914,17 100
Sumber : PUSLITANAK 2002
Gambar 5 Peta Tanah
5.1.4 Kemiringan lereng
Unsur topografi yang paling besar pengaruhnya terhadap bencana longsor adalah kemiringan lereng. Semakin curam lerengnya maka semakin besar dan
semakin cepat longsor terjadi. Pada lereng 40 longsor sering terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi. Namun pada kenyataannya tidak semua
lahanwilayah berlereng mempunyai potensi terjadinya longsor melainkan tergantung pada karakter lereng beserta materi penyusunnya terhadap respon
tenaga pemicu, terutama respon lereng tersebut terhadap curah hujan, selain itu potensi terjadinya longsor tergantung dari keberadaan vegetasi pada kondisi
lereng tersebut karena lereng mampu bertahan dalam kondisi kestabilan vegetasi yang terbatas.
Berdasarkan hasil pengolahan peta kontur daerah penelitian menjadi peta kelas lereng dengan menggunakan analisis DEM Digital Elevation Model,
daerah penelitian diklasifikasikan menjadi lima kelas kemiringan lereng, yaitu kelas kemiringan lereng datar dengan sudut lereng berkisar antara 0-8, kelas
kemiringan lereng landai 8-15, kelas kemiringan lereng agak curam 15-25, kelas kemiringan lereng curam 25-45 dan kelas kemiringan lereng sangat
curam 45. Kelas kemiringan lereng landai mendominasi daerah penelitian dengan luas sekitar 46.603,40 ha 44,4 sedangkan kelas kemiringan lereng
sangat curam merupakan kelas kemiringan dengan luasan terkecil di daerah penelitian luas sekitar 2.290,42 ha 2,18 Tabel 16. Sebaran spasial
kemiringan lereng daerah penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 16 Luas kelas kemiringan lereng daerah penelitian No
Kelas lereng Luas ha
Persentase 1. 0-8
46.603,40 44,4
2. 8-15 16.371,19
15,6 3. 15-25
17.417,87 16,6
4. 25-45 22.231,29
21,2 5. 45
2.290,42 2,18
Jumlah 104.914,17
100
Sumber : BAKOSURTANAL 2001
Gambar 6 Peta Kelas Kemiringan Lereng
5.1.5 Penutupan lahan