Daerah rawan longsor Analisis Daerah Rawan Longsor

c Gambar 10 Lokasi Longsor di a Desa Tugu Selatan Kecamatan Cisarua, b Desa Cibedug Kecamatan Ciawi ,c Desa Bojong Murni Kecamatan Ciawi

5.2.2 Daerah rawan longsor

Daerah ini mempunyai tingkat kecenderungan terjadinya tanah longsor menengah. Kelas kerawanan ini lebih luas dibandingkan dengan kelas kerawanan yang lain, dengan luasnya sekitar 78.128,16 ha atau 74,5 dari luas total daerah penelitian, dengan tipe penutupan lahan yang mendominasi adalah kebun campuran dengan luas sekitar 39.929,22 ha. Batuan bahan Volkanik-1 merupakan formasi geologi yang mempunyai luasan terbesar di kelas kerawanan ini yaitu seluas 42.245,93 ha dan bahan Volkanik-2 seluas 29.366,78 ha. Bahan Volkanik terbentuk dari batu Liat, batu Liat berkapur dan batu Kapur yang mempunyai sifat kedap air dimana pada saat penampang tanah jenuh air dapat berfungsi sebagai bidang luncur. Sedangkan untuk jenis tanah didominasi oleh jenis Podsolik merah kekuningan seluas 24.648,09 ha, yang memiliki tekstur lempung hingga debu yang peka terhadap erosi. Kemiringan lereng dari mulai daerah datar hingga curam terdapat pada kelas kerawanan ini, yang didominasi oleh kemiringan lereng datar dengan luas 30.658,25 ha. Kondisi curah hujan daerah ini didominasi oleh curah hujan yang relatif tinggi dengan kisaran 2.500–3.000 mmtahun. kg kj j Tanah longsor besar maupun kecil dapat terjadi terutama di daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, pinggir jalan yang memotong kontur dan pada lereng yang mengalami gangguan umumnya pada lereng yang mempunyai vegetasi penutup yang kurang sampai sangat kurang. Berdasarkan hasil ground check pada beberapa titik longsor yang terjadi di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua terlihat adanya pemotongan lereng dalam upaya pembangunan infrasturktur jalan dan pemukiman dengan penutupan lahan berupa tegakan tanaman keras yang memiliki kerapatan tinggi dengan kelerengan 66.67. Dimana lahan berlereng yang sangat dipadati pepohonan dapat memperbesar kemungkinan resiko longsor karena tiupan angin terhadap pohon dapat merambatkan getaran terhadap tanah yang dapat mengakibatkan retakan sehingga meningkatkan laju infiltrasi secara setempat dari aliran permukaan hingga mencapai bidang luncur. Kejadian longsor juga terjadi di Desa Kopo Kecamatan Cisarua, dimana longsor terjadi pada tebing lereng yang penutupan lahan di sekitranya berupa sawah dengan kelerengan 88,89. Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang terbentuk karena penetrasi akar, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh yang keliru karena kondisi seperti ini mengakibatkan butir tanah terdispersi oleh butir hujan dan menyumbat pori–pori tanah. Demikian halnya dengan sawah, pengolahan sawah yang terlalu intensif mengakibatkan pori–pori tanah tersumbat sehingga dapat mengakibatkan genangan air yang berlebih. Genangan air yang berlebih tersebut dapat mengakibatkan bobot massa tanah bertambah, dengan didukung kemiringan lereng yang sangat curam maka bobot massa tanah yang meningkat tersebut dapat dengan mudah bergerak kebawah secara gravitasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kerawanan pada daerah rawan longsor yaitu berupa pembuatan bangunan penguat tebing atau bronjong susunan batu diikat kawat pada tebing-tebing jalan yang memotong lereng, pembuatan terasering pada lahan sawah, pengaturan pola tanam pada bidang olah serta peningkatan kesuburan tanah dan ketersediaan air. Salah satu model dari sistem pertanaman adalah pengelolaan yang mensinergiskan antara komponen pohon dan tanaman semusim dalam ruang dan waktu yang sama atau lebih dikenal dengan agroforestri. Agroforestri adalah nama kolektif untuk sistem dan teknologi pemanfaatan lahan dimana tumbuhan berkayu parennial pohon, semak belukar, palma, bambu dan sebagainya secara sengaja digunakan pada unit pengelolaan lahan yang sama dengan tanaman pertanian dan atau hewan-hewan, dalam beberapa bentuk susunan ruang atau urutan waktu. Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efisiensi penggunaan air dan meminimalkan run off dan erosi. Curah hujan yang jatuh pada suatu kawasan, sebagian akan ditahan oleh tajuk pohon dan sebagian lagi oleh tajuk tanaman semusim, dan lainnya lolos kepermukaan tanah di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim. Air yang di tahan oleh tajuk pohon dan tanaman semusim sebagian besar menguap sehingga tidak berpengaruh kepada simpanan cadangan air dalam tanah. Tajuk pohon dan tanaman semusim yang berbeda mengakibatkan perbedaan jumlah air yang ditahan tajuk kedua jenis tanaman itu. Akibatnya jumlah air yang lolos dan mencapai permukaan tanah di bawah pohon dan di bawah tanaman semusim juga berbeda. Air hujan yang lolos dari tajuk tanaman akan mencapai permukaan tanah dan sebagian masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi, sebagian lagi mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Sifat-sifat tanah dibawah pohon dan tanaman semusim dan jumlah air yang jatuh dibawah kedua tanaman yang berbeda menyebabkan kecepatan infiltrasi dan limpasan permukaan dibawah tanaman semusim dan pohon juga berbeda. Dalam kondisi tertentu infiltrasi dibawah pohon bisa cukup tinggi sehingga tidak hanya cukup menurunkan limpasan permukaan dibawah pohon menjadi nol, tetapi mampu menampung limpasan permukaan dari areal dibawah tanaman semusim. Air yang berada di permukaan tanah akan menguap dengan kecepatan evaporasi tanah dari bawah pohon dan evaporasi tanah dibawah tanaman semusim. Kecepatan ini berbeda karena adanya perbedaan kerapatan penutupan tajuk pohon dan tanaman semusim. Evaporasi akan terus berlangsung selama ada suplai air dari lapisan dibawahnya Suryanto 2005. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sistem pertanaman dengan model agroforestri mampu menyerap air secara maksimal dan penggunaannya yang efisien. Konsep kesetimbangan air dalam agroforestri inilah mendudukkan agroforestri pada posisi yang strategis untuk mengurangi peluang peran air dalam terjadinya tanah longsor. a b Gambar 11 Lokasi Longsor di a Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua, b Desa Kopo Kecamatan Cisarua

5.2.3 Daerah sangat rawan longsor