Deuteromycetes Studi penentuan tingkat kerawanan kebakaran hutan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera Selatan

f. Alat-alat reproduksi, seperti : gametangium, sporangium dan sporangiofor, konidium dan konidiofor, khlamidospora dan bermacam-macam tubuh buah. Baskoro 1994 menjelaskan bahwa fungi termasuk eukariot dan memiliki sifat-sifat tertentu sama dengan tumbuh-tumbuhan, seperti memiliki dinding sel, vakuola berisi getah sel dan dengan mikroskop dapat diamati aliran plasma dan juga sifat nyata ketidakmampuan untuk bergerak. Fungi tidak mengandung pigmen fotosintesis dan bersifat khemoorganoheterotrof. Fungi tumbuh pada kondisi aerob dan memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik. Menurut Blancard dan Tattar 1981, dalam identifikasi penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi, beberapa pengetahuan tentang klasifikasi mereka dapat bermanfaat. Semakin banyak informasi tentang organisme patogenik yang diketahui maka semakin besar kesempatan dalam mengontrol mereka, lebih dari 100 000 spesies fungi, kurang dari 2 000 telah terbukti patogenik dalam pohon. Fungi-fungi tersebut telah dikelompokkan dengan menggunakan ciri-ciri: morfologi, nutrisi, biokimia, ontogeny, dan karakteristik-karakteristik yang lain. Secara tradisional fungi di bagi ke dalam empat kelompok besar ; Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes.

B. Deuteromycetes

Kaul 1997 dalam Hidayat 2005 menyatakan bahwa jamur dibagi ke dalam empat kelas berdasarkan ada tidaknya cirri-ciri seksual dan spora seksual yang dibentuk, yaitu : 1. Deuteromycetes, merupakan jamur imperfect karena dalam proses reproduksinya fase telemorfnya belum diketahui, sedangkan fase anamorfnya sudah diketahui. Jamur ini memiliki hifa yang bersekat. Contoh : Fusarium spp., Rhizoctonia spp. dan Penicillium spp. 2. Basidiomycetes, umumnya memiliki hifa yang bersekat membentuk sambungan kait clamp connection, berkembangbiak secara aseksual maupun seksual. Perkembangbiakan secara seksual biasanya tidak diikuti langsung oleh kariogami. Selain itu antara alat kelamin jantan dan betina tidak dapat dibedakan dan pada umumnya membentuk tubuh buah. Contoh : Ganoderma spp., Agaricus spp. dan Pleurotus spp. 3. Ascomycetes, umumnya mempunyai askus kantong yang berisi spora seksual dan hifanya bersekat. Alat kelamin jantan anteridium dan alat kelamin betina askogonium. Contoh : Oidium spp., Sacharomycetes spp. dan Nechtira spp. 4. Oomycetes, mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : talusnya berbentuk filamen, hifanya tidak bersekat, mempunyai alat kelamin jantan anteridium dan alat kelamin betina oogonium. Contoh dari kelas ini adalah Phytium spp., Phytopthora spp. dan Saprolegnia spp. Menurut teori dalam hal reproduksi, fungi memproduksi spora sebagai akibat dari pembelahan sel dan peleburan inti spora seksual, tetapi jika fungi berada di bawah kondisi kultural maka akan terbentuk spora aseksual konidia di mana sebagai hasil dari pembelahan sel dari miselium, sehingga mendorong para peneliti untuk menjadikannya sebagai dasar identifikasi dari banyak spora aseksual. Tanpa melihat ke struktur spora seksual, tetapi dari ciri-ciri spora, hifa dan pendukung konidium konidiofor yang mereka bentuk, konidia dapat dikelompokkan ke dalam bentuk spesies, genus, dan family, seperti pada fungi. Kelompok genus ini tersusun ke dalam fungi imperfek. Dalam fungi imperfek susunan dari konidiofor dan hubungannya dengan satu sama lain digunakan sebagai dasar pengelompokkan dan sebagai dasar penggabungan spesies ke dalam bentuk genus, family, dan ordo. Tiga ordo yang dikenal, yaitu: Sphaeropsidales, dengan konidia dan konidiofor terdapat batas-batas yang jelas berbentuk seperti wadah botol disebut Pycnidia; Melanconiales, mempunyai bentuk konidiofor berhubungan seperti piringcakra tetapi dalam kelompok disebut Acervuli ; dan Moniliales, yang mempunyai konidiofor kurang lebih terpencar-pencar dalam dasar media. Pada kelompok terakhir konidiofor terkadang berkumpul seperti bantal yang berkelompok disebut Sporodochia atau bersatu kedalam bentuk hifa yang sejajar atau membentuk kolom disebut Corimia. Karakteristik sporodochium Tuberculariaceae adalah pada bagian tengahinti disebut Stilbaceae Gilman, 1945. Thompson dan Lim 1965 menjelaskan bahwa Deuteromycetes atau fungi imperfek termasuk ke dalam cendawan tingkat tinggi. Cendawan tingkat tinggi biasanya mempunyai hifa berseptat, tetapi tidak selalu terjalin ke dalam bentuk jaringan seperti struktur dan terbagi menjadi empat golongan, yaitu : Sphaeropsidales, Melanconiales, Hyphomycetes Moniliales dan golongan khusus miselium steril. Menurut Blancard dan Tattar 1981, Deuteromycetes dikelompokkan berdasarkan tahap reproduksi secara seksual tahap sempurna yang tidak atau belum diketahui dan mempunyai hifa berseptat. Reproduksi aseksual Deuteromycetes sama seperti reproduksi aseksual dari kelompok Ascomycetes, karena kesamaan dalam tahap konidia ini, maka dapat diduga bahwa Deuteromycetes adalah tahap konidia dari Ascomycetes kurang lebih tingkat Basidiomycetes, tetapi telah kehilangan fungsi reproduksi seksualnya. Menurut McKane dan Kandel 1985, beberapa cendawan yang ada, terdapat cendawan yang tidak diketahui siklus reproduksi seksualnya tahap sempurna, semua cendawan ini dikelompokkan ke dalam Deuteromycetes. Belum diketahuinya reproduksi seksual yang merupakan karakteristik dari cendawan-cendawan Deuteromycetes, maka mereka biasa disebut fungi imperfek. Mereka mempunyai bentuk menyerupai bentuk salah satu organisme dari tiga kelas cendawan yang ada. Sebagian besar dari Deuteromycetes menyerupai Ascomycetes, dengan hifa bersepta dan spora aseksual yang sama. Anggota dari cendawan imperfek ini akan langsung dikelompokkan ke dalam kelompok yang lain jika reproduksi seksualnya diketahui. Contohnya mold yang memproduksi antibiotik berupa penisillin dikelompokkan ke dalam Deuteromycetes tetapi sekarang di kelompokkan ke dalam Ascomycetes. Banyak patogen penting masih digolongkan ke dalam fungi imperfek. Menurut Pelczar 1986, klasifikasi cendawan terutama didasarkan pada ciri-ciri spora seksual dan tubuh buah yang ada selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya. Cendawan yang diketahui tahap seksualnya disebut cendawan perfeksempurna, sedangkan cendawan yang belum diketahui tahap seksualnya dinamakan cendawan imperfek. Maka untuk klasifikasinya harus menggunakan ciri-ciri lain di luar tahap seksualnya. Ciri-ciri tersebut mencakup morfologi spora aseksual dan miseliumnya. Selama belum diketahui tahap sempurnanya, cendawan akan digolongkan ke dalam suatu kelas khusus, yaitu kelas Deuteromycetesfungi imperfek, sampai ditemukan tahap seksualnya. Deuteromycetes meliputi jamur yang tidak mempunyai stadium sempurna perfect stage. Yang di maksud dengan stadium sempurna adalah stadium seksual, di mana dibentuk alat perkembangan seksual, seperti zigospora, oospora, askospora, basidiospora, dan teliospora. Oleh karenanya Deuteromycetes disebut juga sebagai fungi imperfek, yang berarti jamur yang tidak mempunyai stadium sempurna. Stadium atau bentuk sempurna, atau bentuk seksual, disebut juga sebagai telemorf, sedang bentuk tidak sempurna atau aseksual disebut anamorf. Berdasarkan sifat tubuh buahnya, Deuteromycetes dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : Coelomycetes, Hypomycetes , dan Agnomycetes Semangun, 1996. Lebih lanjut Semangun 1996 menjelaskan bahwa Hypomycetes ini mempunyai bangsa yang penting, yaitu Hypales Moniliales. Bangsa ini mempunyai konidium yang terbentuk tersebar, tidak dalam piknidium atau pada aservulus. Hypales mempunyai tiga suku yang penting bagi penyakit tumbuhan, yaitu Moniliaceae, Dematiceae dan Tuberculariaceae. Tuberculariaceae mempunyai hifa dan konidium hialin atau kelam, mempunyai tubuh buah berbentuk sporodokium. Dari suku ini terdapat marga yang sangat besar, yaitu Fusarium

C. F. oxysporum