memberikan afek positif pada tayangan film positif dan individu dengan prefrontal sebelah kanan yang lebih teraktivasi lebih memberikan afek negatif pada tayangan
film yang negatif. Dalam kaitannya dengan gangguan emosional, individu dengan kerusakan
bagian anterior depan otak kiri kemungkinan menjadi depresi, sedangkan individu dengan kerusakan bagian anterior otak kanan kemungkinan menjadi panik.
Dalam sebuah penelitian pada bayi, terlihat hubungan antara perbedaan individual saat mengukur aktivasi prefrontal dan reaktivitas afek. Bayi yang
mengalami lebih besar tekanan karena berpisah dengan ibunya memperlihatkan aktivasi prefrontal kanan yang lebih besar, dibandingkan bayi yang memperlihatkan
tekanan lebih kecil pada situasi yang sama. Sejalan dengan ini, Kagan 1994 melaporkan bukti anak inhibited memperlihatkan reaktivitas yang lebih besar pada
hemisphere kanan dan anak unhibited memperlihatkan reaktivitas yang lebih besar pada hemisphere kiri.
G. Model Temperamen dari Clark dan Watson dalam Hubungannya dengan Emosi, Lifestyle, dan Biologis
Menurut model Clark dan Watson, perbedaan individual dalam temperamen dapat diringkas dalam tiga istilah super faktor besar, yaitu NE negative emotionally,
PE positive emotionally, dan DvC disinhibition versus constraint. Individu dengan faktor NE tinggi mengalami peningkatan dalam level emosi negatif dan melihat dunia
sebagai tempat yang mengancam, penuh dengan masalah dan tekanan, sedangkan NE rendah dalam trait tenang, emosinya stabil, dan puas diri.
Faktor PE berhubungan dengan keinginan individu untuk berhubungan dengan lingkungan, dengan skor tinggi seperti ektraversi maka mereka senang
bersama-sama orang lain dan aktif dalam menghadapi hidup, energetik, ceria, dan antusias. Sedangkan skor rendah seperti introversi pendiam, suka menyendiri,
menjauhi pergaulan, rendah dalam energi dan rasa percaya diri. Walaupun NE dan PE memiliki kualitas yang nampak berlawanan, namun keduanya independen satu
4
dengan lainnya. Hal ini karena keduanya berada pada kontrol sistem internal biologis yang berbeda.
Faktor ketiga adalah DvC, tidak meliputi tone atau irama afektif. Individu dengan skor DvC tinggi adalah impulsive, nekad atau berani, dan berorientasi pada
perasaan dan sensasi dari kejadian. Sedangkan dengan skor rendah, individu hati-hati, dikontrol oleh implikasi jangka panjang dari tingkah lakunya, dan menghindari resiko
atau bahaya.
Emotional dan Lifestyle berhubungan dengan PE, NE, dan DvC
Individu dengan NE tinggi dilaporkan sebagai individu yang keadaan emosinya negatif seperti takut, sedih, marah, rasa bersalah, dan benci. Sedangkan
individu dengan PE tinggi dilaporkan sebagai individu dengan perasaan positif, seperti gembira, interest, perhatian, antusias, dan bangga atau rasa harga diri pride.
Kedua faktor tersebut kedudukannya independen. Jadi ada individu yang mengalami level tinggi untuk kedua kondisi mood tersebut, positif dan negatif atau
kedua-duanya rendah. Faktor DvC menggambarkan gaya tentang regulasi afektif. Individu dengan skor tinggi pada DvC cenderung memperoleh nilai rendah di sekolah
dan memperoleh nilai rendah juga dalam unjuk kerja. Individu dengan skor tinggi DvC biasanya lebih banyak minum alkohol, menghisap marijuana, dan aktivitas
seksual dibandingkan dengan individu yang skor DvCnya rendah. Faktor DvC juga mempengaruhi pola tidur. Individu dengan skor DvC tinggi
cenderung seperti “burung hantu” yang tidur jauh malah dan bangun siang, sedangkan individu dengan skor PE tinggi cenderung seperti “burung yang suka
menyanyi di pagi hari” yang tidur lebih awal dan bangun pagi juga.
Hubungan PE, NE, dan DvC dengan Biologis
Menurut model yang dipengaruhi oleh Depue, PE diasosiasikan dengan aski dari dopamine, yaitu kimia “feel good”. Perbedaan dalam laterisasi hemisphere, maka
skor yang tinggi dari PE dihubungkan dengan hemisphere kiri yang dominan. 5
Menurut Clark dan Watson, dasar biologis dari DvC adalah serotonin. Menurut mereka, individu dengan neurotransmitter serotonin yang rendah cenderung
menjadi agresif. Alkoholisme juga dikaitkan dengan penurunan fungsi serotonin. Hamer 1997 menghubungkan neurotransmitter dopamine dengan mencari hal-hal
yang menggetarkan hati, impulsivitas, dan bebas tidak terhambat. Ada bukti bahwa hormon testosterone yang tinggi dihubungkan dengan keinginan untuk berkompetisi
dan agresivitas, keduanya dikaitkan dengan skor DvC yang tinggi. Clark dan Watson juga menggambarkan kurangnya pengetahuan tentang
neurobiologi yang mendasari NE. Terdapat relasi antara tingkat serotonin yang rendah pada sinaps neuron dengan depresi, anxiety, dan simptom-simptom gejala-
gejala obsesi kompulsi. Hamer dan Copeland 1998 menghubungkan tingkat serotonin yang dengan dengan “pandangan yang kelabu” tentang dunia, yang analog
dengan pandangan Galen tentang temperamen melancholic.
H. Plastisitas dari Sistem Neurobiologis