Penanaman Modal Asing di Indonesia

6 menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah; 7 membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatanya dari semula. Arti pentingnya kehadiran investor asing dikemukakan Gunarto Suhardi: 41 “investasi langsung lebih baik jika dibandingkan dengan investasi portofolio, karena langsung lebih permanen. Selain itu investasi langsung: 1 memberikan kesempatan kerja bagi penduduk; 2 mempunyai kekuatan penggandaan dalam ekonomi lokal; 3 memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi; 4 apabila produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang dapat dirunut oleh pengusaha lokal disamping seketika memberikan tambahan devisa dan pajak bagi negara; 5 lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing; 6 memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena bila investor berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga akan diberikan.” Dengan semakin maraknya PMA di Indonesia dan penyebarannya lebih merata di seluruh wilayah jelas akan memberikan kontribusi cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah, khususnya daerah yang relatif belum berkembang. Manfaat ekonomi lainnya dari investasi asing ini adalah, 41 Hendrik Budi Untung, Hukum Bisnis Pasar Modal, h. 42. dimungkinkannya transfer teknologi dari negara asal, peningkatan skala produksi untuk tujuan ekspor, menyerap banyak tenaga kerja, serta mempengaruhi perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. 42 Bagi investorpenanam modal atau yang dalam hal ini Perusahaan Multinasional, manfaat dari kegiatan penanaman modal asing secara langsung foreign direct investment yang mereka lakukan pada dasarnya sama dengan alasan mereka untuk melakukan investasi secara langsung tersebut. Sementara bagi negara asal home country manfaat dari kegiatan penanaman modal secara langsung foriegn direct investment pada dasarnya sama juga dengan motif mereka untuk melakukan investasi secara langsung. Adapun motivasi dari negara maju untuk berinvestasi dapat dikemukakan secara analogi dari hasil penelitian Edward K.Y. Chen sebagai berikut: 43 1 Lower cost and rent; 2 Lower labour cost; 3 Diversification of risk; 4 To make fuller use of the technical and production know-how developed or adopted by investee; 5 To avoid or reduce the pressure of competition from other corporation in investee countries; 6 To make use outdated machinery used in the investee corporation; 7 Higher rates of profits; 8 Avalability of higher levels of technology; 42 Bambang Sunggono, Metedologi Penelitian Hukum Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 38 43 Hendrik Budi Untung, Hukum Bisnis Pasar Modal, h. 30 9 Lower capability; 10 Defending the existing market by directly investing there; 11 To build up a vertically integrated structure; 12 To circumvent tariffs and quotas imposed by develop countries; 13 Establishing a subsidiary overseas is similar to investing in financial market overseas; 14 Availability of technical and skilled labour force; 15 Availibility of management manpowert; 16 To open up new markets by directly investing there; 17 Availability of raw materials and or intermediate products. Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal Asing untuk pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I. Akan tetapi Rancangan Undang-Undang tersebut belum sempat diajukan ke parlemen karena jatuhnya masa kabinet yang bersangkutan. Pada masa kabinet Ali Sastromidjojo II, untuk kedua kalinya Rancangan Undang-Undang Tentang Penanaman Modal Asing kembali diajukan. Namun pengajuan tersebut ditolak oleh pihak parlemen. Kedua Rancangan Undang-Undang tersebut bermaksud untuk mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu supaya anggapan yang selama ini negatif di dalam masyarakat terhadap keberadaan modal asing dapat dieliminir 44 . Pada awalnya, yaitu pada masa orde lama dan awal orde baru, dalam hal penanaman modal atau investasi di bedakan menjadi 2 jenis yaitu penanaman 44 Panjaitan Hulman dan Sianipar Anner Mangatur, Hukum Penanaman Modal Asing Jakarta: IND-HILL CO, 2003, cet. 1 h. 1. modal dalam negeri dan penanaman modal dalam negeri. Sehingga ini berpengaruh pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penanaman modal. Yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing UUPMA dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri UUPMDN. 45 Pada kurun waktu tahun 1996 – 1967 sebelum diundangkannya Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1967, terdapat kekosongan hukum bidang penanaman modal asing. Kemudian berdasarkan amanat TAP MPRS No.XXIII MPRS 1966 dikeluarkanlah Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Dalam kurun waktu dimaksud, keadaan ekonomi Indonesia sangat memprihatinkan dan dari sejarah diketahui bahwa pembangunan nasional yang direncanakan tidak dapat berjalan dengan baik. Memperhatikan kondisi perekonomian nasional yang memprihatinkan, Majelis Permusyawaratan Sementara MPRS memutuskan suatu kebijaksanaan perekonomian Indonesia melalui Ketetapan MPRS No.XXIII MPRS 1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, khususnya ketentuan dalam Pasal 9 dan Pasal 10 46 . Sebelum Indonesia melahirkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Presiden Soeharto mengemukakan kebijakan dasar untuk menerbitkan Undang – Undang Penanaman Modal 45 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, h. 11 46 Ibid, h. 2-3. Asing dalam konferensi yang diselenggarakan di Genewa pada tahun 1967, yang antara lain menyatakan 47 : “We have made a beginning of revamping of our internal economy, seeking top balance the government’s budget, initiate austerity and give market forces a greater role in the allocation of resources. We are only at the beginning and still have to pull cursives uphill for a long way. We realize that foreign aid, foreign technical assistance and foreign private investment by them selves can never make a country viable economy, but their role in a recovery period can be crucial.” Berdasarkan konferensi tersebut, Pemerintah Indonesia menyimpulkan adanya persoalan-persoalan penanaman modal asing, yaitu: “Pertama, kebijaksanaan yang overall mengenai penanaman modal asing dianggap lebih baik daripada unilateral deals yang bersifat ad hoc. Untuk itu perlu adanya jaminan bagi investor asing terhadap perubahan sewenang – wenang dalam peraturan perundang – undangan, terutama yang menyangkut barang – barang impor yang diperlukan bagi produksi. Kedua, jangka waktu berusaha 30 tahun sebagaimana tercantum dalam Undang – undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing bagi industri yang kapital dan labor intensif seperti dalam mining dan manufacturing dianggap terlalu singkat jika dibandingkan dengan 47 Suparji, Penanaman Modal Asing Di Indonesia – insentif vs. pembatasan, h. 38. resiko yang mungkin terjadi. Ketiga , pada umumnya penyederhanaan struktur pajak sangat diinginkan investor asing agar dengan mudah dapat membayar pajak secara lumsum flat company tax rate dan tidak harus menghitung berbagai macam pajak yang diwajibkan. Oleh karenanya, pajak keuntungan sebesar 60 dianggap terlalu tinggi dan ketentuan undang – undang lalu lintas devisa yang mengizinkan transfer US 400 sebulan dianggap terlalu rendah. Keempat, peraturan – peraturan yang wajar diperlakukan untuk memungkinkan hubungan kerja yang baik antara manajemen dan buruh. Kelima, diskriminasi perlakuan terhadap investor asing dibandingkan dengan perusahaan nasional mempunyai akibat yang kurang baik. Keenam, diperlukan ketentuan – ketentuan lebih lanjut mengenai hak atas tanah bagi investor asing. Ketujuh, pelabuhan, jalan – jalan dan pengangkutan udara dengan fasilitas yang cukup baik merupakan insentif bagi penanaman modal asing. Kedelapan, diperlukan adanya iklim usaha yang favorable, seperti prosedur yang sederhana dan tidak terlalu banyak instansi yang diberi wewenang untuk memberikan izin penanaman modal asing. Kesembilan, diperlukan adanya peraturan mengenai perusahaan yang lengkap untuk mempermudah para investor asing dalam menjalankan usahanya 48 .” 48 Ilmar Aminuddin, Hukum Penanaman Modal Asing Jakarta: Prenada Media, Undang – undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari Ketetapan MPRS No. XXIII MPRS 1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, khususnya Pasal 9 No. XXIII MPRS 1966 yang menyebutkan bahwa dalam rangka mencapai sasaran pembangunan, maka pemerintah merangsang sebanyak mungkin dana dan tenaga baik di dalam sector pemerintah sendiri maupun dalam sector swasta, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri 49 . Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada dasarnya dibuat dalam rangka memanfaatkan modal asing dalam perekonomian Indonesia dan untuk membuka perekonomian serta menggiatkan kembali dunia usaha. Penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan oleh pihak asingperorangan atau badan hukum ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak asing atau dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional. Menurut Ismail Suny ada 3 tiga macam kerjasama antara modal asing dengan modal nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1 Tahun 1967 yaitu joint venture, joint enterprise dan kontrak karya. 50 Dalam hal joint venture para pihak tidak membentuk badan hukum yang 2004, h. 31-33. 49 Suparji, Penanaman Modal Asing Di Indonesia – insentif vs. pembatasan, h. 40. 50 Ismail Suny dan Rochmat Rudiro, Tinjauan dan Pembahasan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Kredit Luar Negeri , Jakarta: Pradjna Paramita, 1998, h. 108. baru, akan tetapi kerjasama semata-mata bersifat kontraktuil, sedangkan dalam joint enterprise terjadi penggabungan modal asing dengan modal nasional ke dalam satu badan hukum Indonesia dan dalam kontrak kerja pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum nasional Indonesia yang lain. Adapun kebijakan yang diterapkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 menganut system terbuka dan liberal, dimana undang-undang inimemberikan insentif dan fasilitas kepada para penanam modal asing, yaitu 51 : Pertama , pasal 9 Undang-Undang Nonmor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya dimana modalnya ditanam. Di samping itu, perusahaan-perusahaan modal asing juga diijinkan 1untuk mendatangkan dan menggunakan warga Negara asing bagi jabatan-jabatan yang belum dapat diisi dengan tenaga kerja warga Negara Indonesia Pasal 11 Undang- Undang No. 1 Tahun 1967 Kedua , pasal 14 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa, untuk keperluan perusahaan- perusahaan modal asing dapat diberikan tanah dengan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 51 Suparji, Penanaman Modal Asing Di Indonesia – insentif vs. pembatasan, h. 41-46 Ketiga , Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing juga mennyediakan insentif berupa kelonggaran perpajakan. Pasal 15 menyebutkan bahwa, penanaman modal asing diberikan pembebasan dari pajak perseroan atas keuntungan untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 lima tahun terhitung dari saat usaha mulai berproduksi , pembebasan pajak devisa atas bagian laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dengan syarat laba tersebut diperoleh dalam waktu yang tidak melebihi waktu 5 lima tahun terhitung dari saat usaha mulai berproduksi, pembebasan pajak perseroan atas keuntungan yang ditanam dalam perusahaan bersangkutan di Indonesia untuk jangka waktu tertentu yang tidak melebihi jangka waktu 5 lima tahun terhitung dari saat penanaman modal kembali, pembebasan bea masuk pada waktu perusahaan barang-barang perlengkapan tetap kedalam wilayah Indonesia dan bea materai modal atas penempatan modal yang berasal dari penanaman modal asing. Selain itu, Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing juga menyediakan keringanan atas pengenaan pajak perseroan dengan suatu tarif yang proporsional dan setinggi-tingginya 50 untuk jangka waktu yang tidak melebihi 5 lima tahun sudah jangka waktu pembebasan, dengan cara memperhitungkan kerugian yang diderita selama jangka waktu pembebasan dan dengan mengizinkan penyusutan yang dipercepat atas alat-alat perlengkapan tetap. Fasilitas di bidang perpajakan tersebut diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 Tentang perubahan dan tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Keempat , perusahaan penanam modal asing diberikan insentif berupa hak transfer sebagaimana disebutkan dalam pasal 19 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, yaitu bahwa kepada perusahaan modal asing diberikan hak transfer dalam valuta asing.dari modal atas dasar nilai tukar yang berlaku untuk keuntungan yang diperoleh modal sesudah dikurangi pajak-pajak dan kewajiban pembayaran lain di Indonesia serta biaya-biaya yang berhubungan dengan tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia. Kelima , Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing memberikan jaminan tidak ada nasionalisasi dan pemberian kompensasi jika ada nasionalisasi, sebagaimana diatur dalam pasal 21 dan pasal 22 ayat 1. Keenam , penyelesaian sengketa diserahkan kepada arbitrase internasional. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia tidak bersikap subjektif apabila terjadi sengketa dengan penanam modal asing. Tindak lanjut dari ketentuan ini, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi kenvensi International Centre for Settlement of Investment Disputes ICSID dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1968 tentang penyelesaian perselisihan antara negara dan warga negara asingmengenai penanaman modal. Di samping menegenai insentif bagi para penanam modal asing, Undang- Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing juga mengatur pembatasan-pembatasan terhadap modal asing, yaitu 52 : 1 Ketentuan pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa kegiatan penanaman modal dijalankan melalui perusahaan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, dan selanjutnya pemerintah akan menetapkan apakah suatu perusahaan dijalankan untuk seluruhnya atau bagian terbesar di Indonesia sebagai kesatuan perusahaan. Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat 1 ini Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 terlihat dua materi pokok yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan status hukum dari perusahaan penanam modal asing, yaitu kesatuan perusahaan yang tersendiri. Hal ini berarti bahwa perusahaan yang didirikan di Indonesia dalam rangka penanaman modal asing di Indonesia adalah perusahaan baru yang berdiri sendiri dan atau terlepas dari perusahaan prinsipial yang ada diluar negeri maupun dalam negeri. Selain itu perusahaan baru yang dibentuk secara khusus itu didirikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan oleh sebab itu perusahaan tersebut merupakan Badan Hukum Indonesia. Secara aspek teoritis Hukum Perdata Intersional, ketentuan pasal 3 tersebut menganut doctrine of the place of incorporation . Sementara dalam praktek di beberapa 52 Ibid, h. 46-48 Negara, status hukum Negara penerima lazim pula ditemui pada perusahaan-perusahaan cabang milik asing di luar negeri. 53 2 Ketentuan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing menyebutkan bahwa semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanama modal asing kecuali yang dinyatakan tertutup atau terbuka dengan persyaratan. Sector yang dinyatakan tertutup adalah sektor tersebut menguasai hajat hidup orang banyak atau menduduki peranan penting bagi pertahanan Negara. 3 Perusahaan-perusahaan modal asing diwajibkan untuk menggunakan tenaga kerja Indonesia sebanyak mungkin kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga kerja Indonesia, dapat digunakan tenaga ahli WNA. Selain itu perusahaan-perusahaan modal asing juga berkewajiban menyelenggarakam danatau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan bagi WNI 4 Jangka waktu izin perusahaan penanaman modal asing dibatasi. Hal ini terlihat pada pasal 18 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Disamping itu, perusahaan penanam modal asing juga diwajibkan untuk melakukan pembukuan tersendiri dari modal asing dan tiap tahun diwajibkan 53 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia Bandung: Binacipta, 1982, h. 116. untuk menyampaikan kepada pemerintah suatu ikhtisiar dari modal asingnya. 5 Perusahaan penanam modal asing diwajibkan memberikan partisipasi bagi modal nasional pasal 27 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal memberikan ketentuan terhadap investor asing yang akan menanamkan modalnya melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus mendirikan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas PT, juga karena para usahawan itu sendiri yang memilih untuk mendirikan badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas PT dalam melakukan aktivitas usahanya. Pemilihan itu tentunya bukan tidak beralasan karena PT sebagai bentuk badan usaha dirasa mempunyai kelebihan dibanding badan usaha lainnya. 54 54 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Jakarta: Ghalia Indonesia,2002, h. 13 53

BAB IV TINJAUAN HUKUM PERJANJIAN NOMINEE TERHADAP

PEMBERIAN KUASA PENANAM MODAL ASING DALAM KEPEMILIKAN SAHAM PERSEROAN TERBATAS

A. Praktik Perjanjian Nominee di Indonesia

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisaa Ayat 29 :                          55 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.QS : An-nisa : Ayat 29 Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Sebelumnya telah diterangkan transaksi muamalah yang berhubungan dengan harta, seperti harta anak yatim, mahar, dan sebagainya. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, dan segala bentuk transaksi lainnya harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah 55 AL- Qur’a Terje aha Departe e aga a menerangkan semua ini, sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kita kegiatan penanaman modal asing disuatu negara dibatasi oleh peraturan- peraturan dari negara asal investor asing tersebut governance by the home nation , negara tuan rumah di mana investor asing menanamkan modalnya governance by the host nation dan juga hukum internasional yang terkait governance by multi nation organization and international law. 56 Pengaturan pembatasan-pembatasan dibidang penanaman modal asing oleh negara tuan rumah pada dasarnya merupakan kewenangan negara tersebut yang berasal dari kedaulatannya sovereignty. 57 Namun demikian kedaulatan negara tuan rumah tersebut juga dibatasi oleh hukum internasional termasuk konvensi-konvensi internasional dimana negara tersebut menjadi pesertanya, seperti kesepakatan World Trade Organization di bidang Trade Related Investment Measures. 58 Di Indonesia, pembatasan-pembatasan tersebut dimanifestasikan antara lain melalui pengaturan daftar bidang-bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal atau sering disebut sebagai investment negative list atau daftar negatif investasi negative list. Sesuai dengan ketentuan pasal 12 UU No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden yang 56 Ralph H. Folsom, dkk, Principles of International Buisness Transactions, Trade, Economic Relations St. Paul: Thomson West, 2005, h. 557 57 M. Sornarajah, The International Law of Foreign Investment Cambridge:Cambridge University Press, 2004, h. 97 58 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, h. 65 mengatur kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria Dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Sedangkan untuk negative list Pemerintah Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. 59 Peraturan Presiden No 77 Tahun 2007 yang memuat negative list pada saat baru lahirnya UU Penanaman Modal pada tahun 2007 mengatur bahwa Peraturan Presiden Tersebut berlaku tiga tahun sejak diundangkan atau apabila dipandang perlu dapat ditinjau sesuai kebutuhan dan perkembanagan keadaan. Dalam kenyataannya dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun sejak berlakunya Perpres 772007 tersebut, Peraturan Presiden Tersebut telah diubah berdasarkan Perpres No. 111 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Negative list sebagaimana diatur dalam Perpres No.772007 juncto Perpres 1112007 pada akhirnya diubah kembali pada tahun 2010 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang 59 Ibid., h. 68-69 Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mencabut Perpres 772007 dan Perpres 1112007. 60 Adapun pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain sebagai berikut 61 : 1 Menetapkan Bidang-Bidang Usaha yang Tertutup untuk Kegiatan Penanaman Modal Asing 2 Penetapan Persyaratan Investasi Minimal Bagi Perusahaan Penanam Modal Asing 3 Keharusan Membentuk Perusahaan Patungan Di Bidang Penanaman Modal Asing 4 Keharusan untuk Melakukan Divestasi 5 Pembatasan Mengenai Jangka Waktu Investasi 6 Pembatasan atas Hak-Hak atas Tanah. Dalam pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007, dijelaskan bahwa, dalam menentukan bidang usaha yang tertutup, dan terbuka dengan persyaratan menggunakan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1 Penyederhanaan 2 Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional 3 Transparansi 4 Kepastian hukum 5 Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal. 60 Ibid., h. 69-70 61 Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal. h. 67-69.