atau busuk. Selain itu proses pengambilannya harus sangat hati-hati karena kesalahan dalam proses pencabutan dari media asal tumbuh rumpun induk ke
media penanaman baru akan mengakibatkan kegagalan tumbuhnya anakan.
Penyemaian.
Masyarakat menyiapkan tempat penyemaian berupa kantong persemaian polybag yang telah diisi tanah. Kemudian dinanam biji jernang ke dalam
polybag yang telah tersedia dengan kedalaman kira-kira 1 cm dari permukaan tanah. Untuk menjaga penyemaian biasanya dilakukan di halaman rumah ataupun
kebun di tempat mereka memotong karet.
Pemeliharaan Jernang.
Tumbuhan penyangga penagar diperlukan saat tanaman jernang memasuki umur diatas lima tahun. Penyangga juga membantu ujung daun jernang agar tidak jatuh
ke tanah sehingga jernang dapat berbuah. Jernang di kebun karet biasanya dibiarkan tumbuh secara alami tanpa perawatan khusus, tetapi tetap dibersihkan
bagian-bagian pelepah.
4.4. Degradasi dan Populasi Rotan Jernang
Keberadaan kawasan hutan yang semakin berkurang dan bahkan telah menghilang digantikan oleh perkebunan kelapa sawit, karet dan penanaman hutan
tanaman industri, menyebabkan semakin sulit mencari rotan jernang di kawasan
hutan Paya Bakong Aceh Utara. Kerusakan habitat alami rotan jernang menyebabkan penurunan jumlah populasi dan jumlah spesies rotan penghasil
getah jernang di kawasan tersebut. Sebelum tahun 1990-an, setiap orang
pengekstrak jernang dalam satu pekan dapat menghasilkan getah jernang setiap musim berbuah sebanyak 10-30 Kg, sedangkan pada tahun 2011 dalam satu pekan
lebih di hutan hanya dapat menghasilkan getah jernang 1-5 Kg. Demikian juga jumlah populasi rotan jernang menjadi semakin berkurang akibat rusaknya habitat
tempat tumbuhnya. Cara pemanenan buah rotan jernang yang dilakukan oleh Masyarakat di
Kecamatan Paya Bakong, sebenarnya sebagian tidak bertentangan dengan konsep konservasi. Mereka memanen buah dengan cara memanjat pohon tempat dimana
rotan tersebut merambatkan batangnya. Mereka mengambil hanya buahnya saja dan mereka tidak pernah memotong atau menebang rotan jernang pada saat
memanen buahnya. Oleh karena itu teknik pemanenan yang dilakukan masyarakat tidak mengurangi populasi dan jenis rotan jernang. Walaupun aturan cara
pemanenan tersebut tidak dilembagakan, namun masyarakat setempat menghormati dan mentaati tata cara lisan yang berlaku sejak masa lalu hingga
kini. Hal tersebut senada dengan pendapat Soemarna 2009, menyatakan
bahwa pemanenan Daemonorops draco tidak dilakukan dengan menebang pohon, tetapi dengan pemetikan. Cara pemanenan tersebut tidak merusak penutupan
tajuk, sehingga tidak mengganggu ekosistem hutan Dali Soemarna 2005; Sudarmalik et al. 2006. Bagian yang dimanfaatkan adalah getah kulit buahnya.
Menurut Winarni et al. 2004, Daemonorops draco dipanen sedikit demi sedikit, sehingga tidak langsung menimbulkan eksploitasi yang berlebihan.
5
5
Op...Cit.
Pada waktu yang lampau, kebutuhan manusia akan sumber alam belum begitu besar karena jumlah manusianya sendiri masih relatif sedikit, di samping
itu intensitas kegiatannya juga tidak besar. Pada saat-saat itu perubahan-perubahan pada lingkungan oleh aktivitas manusia masih dalam kemampuan alam untuk
memulihkan diri secara alami. Tetapi aktivitas manusia makin lama makin besar sehingga menimbulkan perubahan lingkungan yang besar pula. Pada saat inilah
manusia perlu berfikir apakah perubahan yang terjadi pada lingkungan itu tidak akan merugikan manusia. Manusia perlu memperkirakan apa yang akan terjadi
akibat adanya kegiatan oleh manusia itu sendiri.
6
4.2. Peran Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Hutan