Tip speed ratio Solidity Persamaan Umum Untuk Aliran Fluida

Nilai ini yang disebut sebagai “factor Betz”. Nilai ini menunjukkan bahwa efisiensi paling maksimal yang dapat di ekstrak oleh turbin angin adalah ketika nilai v 2 = 1 3 v 1.

2.4 Tip speed ratio

Tip speed ratio merupakan bilangan tanpa dimensi yang menunjukkan perbandingan antara kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas[8]. Tip speed ratio dapat dikatakan pembeda antara turbin angin diameter kecil dengan turbin angin dengan diameter besar. Untuk kecepatan sudut yang sama dan kecepatan angin yang sama akan sulit membedakan turbin angin kecil dengan turbin angin besar. Walaupun kecepatan sudutnya sama namun nilai tip speed ratio bisa berbeda. Besarnya tip speed ratio dapat ditentukan dengan rumus berikut ini: λ = � . � � λ = � . � . � 60. � dimana : λ = ��� ����� ����� ms � = ��������� ����� ���� D = diameter turbin m v = kecepatan angin ms n = putaran turbin rpm

2.5 Solidity

Solidity diartikan sebagai perbandingan total luas area sudu pada bagian depan terhadap luas sapuan turbin angin[8]. Luas area sudu tergantung terhadap panjang chord sudu dan jumlah sudu. Luas sapuan turbin tergantung kepada diameter ataupun radius turbin angin. Besarnya nilai solidity dapat dihitung dari persamaan berikut ini: Universitas Sumatera Utara σ = ����� ����� �������� ���� ����� ����� ���� = �.�.� 2. �.�.� = � .� 2 . � .� dimana : σ = solidity turbin angin N = jumlah sudu c = panjang sudu m R = jari jari turbin angin m Semakin kecil nilai solidity dari suatu turbin angin, maka putaran dari turbin angin tersebut akan semakin tinggi namun torsi yang dimilikinya rendah. Hal sebaliknya berlaku semakin besar nilai solidity maka putaran turbin akan semakin rendah namun memiliki torsi yang besar.

2.6 Airfoil

2.6.1 Pengertian Airfoil

Airfoil merupakan penampang sayap pesawat terbang. Airfoil digunakan untuk mendapatkan gaya lift yang besar sehingga pesawat mampu untuk terbang[4]. Airfoil sangat penting dalam keberhasilan Wright bersaudara dalam menerbangkan pesawat mereka yang pertama dan menjadi keberhasilan pertama kali di dunia dalam hal pesawat terbang. Ada beberapa lembaga di dunia yang mempublikasikan airfoil yang mereka hasilkan dimana variasi dari airfoil ini mencapai ribuan jumlahnya. Namun, sebuah lembaga yang melakukan penelitian tentang airfoil secara lebih baik dan lebih sitematis adalah NACA. NACA merupakan singkatan National Advisory Committee for Aeronautics yang dibentuk sekitar tahun 1930 an. NACA merupakan cikal bakal dari lembaga NASA milik Amerika Serikat yang ada sekarang ini. NACA telah mengeluarkan beberapa variasi dari airfoil yang dikelompokkan berdasarkan NACA 4 digit, NACA 5 digit, NACA 6 seri, NACA 7 seri, NACA 8 seri dan NACA 16 seri. Airfoil yang dihasilkan oleh NACA ini telah dikembangkan dan digunakan di seluruh dunia. Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Geometri airfoil

Geometri dari airfoil ditunjukkan oleh gambar berikut: Gambar 2.21 Geometri airfoil Sumber : Eric Hau, 2006

2.6.3 Airfoil NACA 4 digit

Airfoil jenis ini merupakan keluaran pertama dari seri seri lain yang telah dihasilkan oleh NACA. Angka yang terdapat pada seri ini mewakili dari komponen dari pembentuk airfoil itu sendiri. Penulis menggunakan airfoil NACA 4415 dan penjelasan dari angka ini ditampilkan oleh gambar berikut: Gambar 2.22 Penjelasan NACA 4 digit Secara teoritis, penentuan koordinat airfoil dapat dilakukan dengan melakukan langkah langkah berikut ini: 1. menentukan panjang chordc, ketebalan maksimumcamber = m, posisi camber maksimum dari sisi bagian depan p dan ketebalan maksimum t 4 4 15 Camber maksimum dari airfoil tersebut dalam persen dari panjang chord = 4 x panjang chord Posisi camber dari ‘kepala’ airfoil tersebut dalam persepuluh dari panjang chord = 4 10 x panjang chord Ketebalan maksimum airfoil dari panjang chord dalam persen = 15 x panjang chord Sisi depan Sisi belakang Garis chord Ketebalan Garis bagi sisi atas dan sisi bawah Kelengkungan,camber Universitas Sumatera Utara 2. mentukan nilai dari x = 0 sampai x = c. 3. menentukan koordinat garis bagi antara sisi atas dan sisi bawah dengan menggunakan persamaan berikut ini: � � = � � 2 2. �. � − � 2 2.16 ������ � = 0 ������ � = � � � = � 1 −� 2 [ 1 − 2� + 2. �. � − � 2 ] 2.17 ������ � = � ������ � = � 4. menghitung distribusi ketebalan diatas garis bagi antara sisi atas dan sisi bawah dengan memasukkan kooerdinat sepanjang sumbu x dengan rumus berikut ini: ± � � = � 0.2 0.2969 √� − 0.126 � − 0.3516 � 2 + 0.2843 � 3 − 0.1015 � 4 2.18 5. langkah terakhir adalah menentukan koordinat airfoil dengan sisi atasx a ,y a dan sisi bawah x b ,y b ddengan rumus berikut: � � = � − � � . sin � 2.19 � � = � � + � � . cos � 2.20 � � = � + � � . cos � 2.21 � � = � � − � � . cos � 2.22 dimana � = arctan � �� � � � � 2.23 Selain cara diatas , untuk mendapatkan koordinat airfoil yang lebih praktis dapat langsung diunduh di situs pendidikan milik Universitas Illinois yang menyediakan berbagai macam koordinat airfoil . Universitas Sumatera Utara Gambar 2.23 Tampilan situs pendidikan milik Universitas Illinois Sumber : http:aerospace.illinois.edum-seligadscoord_database.html

2.6.4 Gaya aerodinamis yang terjadi pada turbin angin

Turbin angin merupakan mesin yang mengekstrak energi dengan memanfaatkan prinsip aerodinamis dari gaya lift dan gaya drag. Gaya lift dan gaya drag ini lah yang menggerakkan sudu turbin yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi rotasi. Energi rotasi ini lah yang akan digunakan turbin angin untuk membuat rotor berputar. Gaya lift dan gaya drag diukur secara eksperimental di wind tunnel untuk setiap airfoil sebagai fungsi sudut serang angle of attack , α. Su d ut serang merupakan sudut antara garis chord airfoil dengan arah kecepatan angin relatif. Tujuan dari perancangan sudu turbin angin adalah untuk memaksimalkan gaya lift pada sudu dan mengurangi gaya drag pada sudu. Penjelasan tentang sudut serang, gaya lift dan gaya drag ditunjukkan oleh gambar berikut. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.24 Gaya aerodinamis yang terjadi pada sudu turbin Sumber : Anderson, 2001 Besarnya gaya angkat dan gaya drag sama dengan persamaan berikut ini � � = � � . 1 2 . � . � 2 . �. � . � 2.24 � � = � � . 1 2 . � . � 2 . �. � . � 2.25 dimana C L adalah koefisien lift , C D adalah koefisien gaya drag , ρ adalah massa jenis udara , w adalah kecepatan angin relative , R adalah panjang sudujari jari kincir c adalah panjang chord sudu dan B adalah jumlah sudu.

2.7 Computational Fluid Dynamics

2.7.1 Pengertian CFD

CFD merupakan singkatan dari Computational fluid dynamicsCFD yang berarti perhitungan dinamika fluida. CFD merupakan salah satu cabang dari Universitas Sumatera Utara mekanika fluida. CFD merupakan seperangkat cara untuk menganalisa dinamika fluida yang terjadi pada suatu benda termasuk aliran udara, perpindahan panas, dan fenomena lain yang terkait seperti reaksi kimia berdasarkan simulasi komputer. Penggunaan CFD dalam penelitian ini adalah untuk menguji beberapa tipe airfoil secara 2D untuk diketahui besarnya koefisien lift dan koefisien drag yang dimiliki oleh suatu airfoil untuk selanjutnya melakukan simulasi turbin angin dengan memilih sudut pitch yang lebih mampu mengekstrak energi angin. CFD memungkinkan para peneliti untuk menganalisa berbagai jenis bentuk, khususnya airfoil untuk mendapatkan perbandingan koefisien lift dan koefisien drag yang maksimal dengan cara yang optimal dengan bantuan komputer. Pemakaian terowongan angin yang besar dan mahal bisa digantikan hanya dengan menggunakan seperangkat komputer.

2.7.2 CFD dan Airfoil

Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang umum digunakan dalam bidang penerbangan. Airfoil bekerja berdasarkan prinsip Bernoulli yang berkaitan antara kecepatan dan tekanan. Sejarah mencatat proses penemuan pesawat terbang oleh Wright bersaudara tidak terlepas oleh penelitian tentang airfoil. Penggunaan mesin pesawat sebagai penggerak utamanya belum mampu untuk membuat pesawat untuk bisa terbang. Beragam bentuk airfoil telah diuji oleh mereka sampai akhirnya didapatkan bentuk airfoil yang maksimal[4]. Pengujian yang dilakukan oleh mereka dilakukan dengan bantuan terowongan angin hasil buatan mereka sendiri dengan mesin penggerak yang berbahan bakar bensin. Berikut ini ditampilkan foto terowongan angin yang dibuat oleh kedua orang tersebut yang memiliki dimensi panjang 6 kaki dengan luas penampang 16 inchi 2 . Universitas Sumatera Utara Gambar 2.25 Terowongan angin yang dibuat wright bersaudara tahun 1901-1902 di Dayton, Ohio Sumber : www.google.com CFD memungkinkan untuk digunakan oleh peneliti sebagai pengganti terowongan angin dengan cara memodelkan bentuk sesuai aslinya dan dilakukan analisa secara numerik. Penggunaan supercomputer dengan spesifikasi tinggi mampu mengerjakan pemodelan hampir sesuai dengan bentuk aslinya dengan ukuran yang relatif besar. Analisis airfoil dapat dilakukan secara teoritis ,secara eksperimental maupun dengan bantuan CFD. Penggunaan salah satu metode tersebut bisa berdiri sendiri atau juga mengkombinasikan antar metode tersebut untuk menganalisa masalah tentang aerodinamis. Gambaran antar metode tersebut digambarkan sebagai berikut . Gambar 2.26 Metode yang sering digunakan dalam menganalisa aerodinamis Sumber : Anderson, 2001 Eksperimen teori CFD Universitas Sumatera Utara

2.8 Persamaan Umum Untuk Aliran Fluida

Persamaan pembentuk aliran fluida dikenal dengan istilah governing equations. Untuk dapat membangun persamaan aliran fluida ini, maka fluida harus dibagi atas sejumlah elemen elemen kecil yang pergerakkannya harus memenuhi hukum hukum fisika[3] Hukum hukum fisika yang menjelaskan aliran fluida dan distribusi temperature ada 3 yaitu: 1. Hukum kelestarian massa 2. Hukum kelestarian momentum 3. Hukum kelestarian energi Penjelasan dari masing masing hukum ini akan diuraikan sebaga berikut: 1. Hukum kelestarian massa Pada prinsipnya fluida dan aliran fluida dapat dianggap tersusun atas elemen elemen kecil. Misalkan dari fluida,satu elemen yang ukurannya δx dan δy pada kasus 2 dimensi δz = 1 diambil untuk dianalisis dan ditampilkan pada gambar 2.27. Jika massa jenis fluida adalah ρkgm 3 dan kecepatan fluida sejajar sumbu- x adalah u, maka massa fluida yang masuk pada permukaan elemen disebelah kiri dapat dituliskan: ρuδy. Sementara yang keluar dari permukaan kanan menjadi: ρu + �ρu �x δy . Hal yang sama juga dapat dibuat untuk permukaan sebelah bawah dan atas elemen. Selengkapnya ditunjukkan pada gambar 2.27 Gambar 2.27 Kelestarian massa pada elemen dua dimensi Sumber : Himsar Ambarita, 2011 �ρ� + ��� �� . ��� �� �ρ� + ��� �� . ��� �� ρuδy ρvδx δy ρδxδy δx Universitas Sumatera Utara Hukum kelestarian massa dapat didefenisikan sebagai berikut : ����� ��������ℎ�� ����� �� ��������� ������ � = � ����� ���� ����� �� ��������� ������ � – � ����� ���� ������ �� ��������� ������ � Hukum ini dapat dirumuskan sebagai berikut: �� �� = ∑ � ̇ − ∑ �̇ ��� �� 2.26 Jika masing masing dijabarkan menurut symbol yang ditampilkan pada gambar, maka akan didapat: � �� ����� = ���� + ���� – �ρ� + ��� �� . ��� �� + �ρ� + ��� �� . ��� �� 2.27 Penyederhanaan persamaan ini akan menjadi : �� �� + ��� �� + ��� �� = 0 2.28 Persamaan ini masih dapat disederhanakan lagi dengan menggunakan asumsi. Asumsi pertama adalah kondisi aliran yang dibahas apakah steadi atau transien. Jika aliran masih berubah terhadap perubahan waktu akan disebut sebagai aliran transien sementara jika sudah tidak berubah lagi akan disebut sebagai aliran steadi. Dengan kata lain parameter tidak berubah lagi terhadap waktu, �� �� = 0 . Asumsi berikutnya yang biasa digunakan adalah fluida inkompressibel yaitu massa jenisnya tidak berubah didalam fluida. Untuk kasus steadi dan incompressible, persamaan ini akan menjadi : �� �� + �� �� = 0 2.29 2. Hukum kelestarian momentum Hukum ini sering juga disebut dengan hukum kedua newton dan untuk kasus 2 dimensi harus dijabarkan pada masing masing sumbu-x dan sumbu –y. Hukum kedua Newton pada arah sumbu-x dapat dituliskan dengan persamaan: Universitas Sumatera Utara ∑ � � = �. � � 2.30 dimana � � dan � � masing masing adalah resultan gaya gaya dan percepatan yang sejajar sumbu x. Untuk kasus dua dimensi, gaya gaya yang terdapat pada eleemn fluida antara lain akibat tegangan normal, tegangan geser, tekanan dan gaya badanbody force, ditampilkan pada gambar 2. 28. Gambar 2.28 Komponen gaya sejajar sumbu-x pada elemen 2 dimensi Sumber : Himsar Ambarita, 2011 Dengan mensubstitusi semua gaya pada gambar dan menggunakan defenisi percepatan � = � � � � , persamaan 2.30 dapat dijabarkan menjadi: �� − �� + � � � � ���� �� + �� � + �� � �� �� − � � � �� + �� �� + �� �� �� �� − � �� � + � � ����� = � �� �� 2.31 Persamaan ini dapat disederhanakan lagi dan massa dapat diganti dengan persamaan ����� , dan hasilnya adalah: � �� �� = − �� �� + �� � �� + �� �� �� + �� � 2.32 Untuk fluida Newtonian , persamaan 11 dapat disederhanakan menjadi: ��� �� + ���� �� + ���� �� = − �� �� + � � 2 � �� 2 + � 2 � �� 2 2.33 Jika fluida yang dianalisis dalam kondisi steadi dan sifat fisik konstan, persamaan momentum ini dapat ditulis lebih sederhana lagi: σ x δy p δy τ yx + �τ �� �� δ�δx p + �� �� ��δy σ x + �� � �� ��δy τ yx δx δy δx f x x y Universitas Sumatera Utara � �� �� + � �� �� = − 1 � �� �� + � � � 2 � �� 2 + � 2 � �� 2 2.34 Dan dengan cara yang sama untuk sumbu y, dapat diturunkan dan hasilnya adalah: � �� �� + � �� �� = − 1 � �� �� + � � � 2 � �� 2 + � 2 � �� 2 2.35 Pada persamaan ini , p adalah tekanan , µ adalah viskositas dinamik Biasanya disebut hanya viskositas. 3. Hukum kelestarian energi Defenisi hukum kelestarian energi dituliskan sebagai berikut: ����� ������ℎ�� ������ ����� ����� ������ ������ � = ����� ������ℎ ����� ����� ��� ������ � + ������ ���� ��������� ���� ������ � Bentuk matematis dari hukum kelestarian energi ditunjukkan sebagai berikut : � ̇ = �̇ + �̇ 2.36 Dimana �̇ disebut laju perubahan energi , �̇ adalah selisih laju perpindahan panas , dan �̇ adalah kerja . Komponen komponen kerja dan panas pada satu elemen fluida ditampilkan pada gambar berikut ini. Gambar 2.29 Komponen kerja dan panas pada sebuah elemen Sumber : Himsar Ambarita, 2011 Pada gambar , hanya gaya gaya sejajar sumbu x yang digambarkan . Gaya gaya tersebut adalah : tekananp , tegangan normal σ , tegangan geser τ dan up δy x y uf x δx δy u σ xx δy �̇ � + ��̇ � �� δ�δx up + ��� �� ��δy u σ xx + �� � �� ��δy uτ yx δx �̇ � δx �̇ � δy �̇ � + ∂q̇ x ∂x δ x �� u τ yx + �τ �� �� ��δx Universitas Sumatera Utara gaya badanbody forcef x . Dengan cara yang sama, gaya gaya yang sejajar sumbu y dapat digambarkan. Tetapi untuk menyederhanakan penampilan, gaya gaya ini tidak digambarkan. Sementara, semua aliran perpindahan panas yang sejajar sumbu x dan sumbu y digmbarkan secara lengkap pada gambar tersebut. Dengan menggunakan defenisi bahwa laju kerja adalah gaya dikalikan dengan kecepatan , �̇ � = ∑ � � � , maka akan didapat: �̇ � = ��� − �� + ��� �� ��� �� + ��� �� + �� � �� � � �� − �� �� � �� + ��� �� + �� � �� � � �� − �� �� � �� + ��� � ���� 2.37 Volume dari elemen tersebut dapat dirumuskan dengan � = ���� . Jika dioperasikan dan disederhanakan , akan didapat: �̇ � = �− ��� �� + ��� �� � � + ��� �� � � + ��� � � �� 2.38a Dengan cara yang sama , laju kerja oleh gaya gaya yang sejajar dengan sumbu y dapat dirumuskan dengan: �̇ � = �− ��� �� + ��� �� � � + ��� �� � � + ��� � � �� 2.38b Langkah selanjutnya adalah mendefenisikan aliran panas pada masing masing permukaan elemen. Ada dua sumber panas yang mungkin pada elemen fluida, yaitu pertama, panas yang dibangkitkan di dalam elemen, misalnya jika ada pemanas listrik atau reaksi kimia di dalam elemen dan kedua perpindahan panas akibat konduksi dari masing masing permukaan. Jika dijabarkan, maka akan didapat: �̇ = ���̇ − ��̇ � �� + ��̇ � �� � ���� 2.39 Perpindahan panas konduksi di permukaan dapat dijabarkan dengan menggunakan persamaan Fourier. Untuk masing masing sumbu adalah: �̇ � = −����� dan �̇ � = −�����. Dengan menggunakan defenisi ini, persamaan 2.39 menjadi: �̇ = ���̇ − � �� �� �� �� � + � �� �� �� �� �� �� 2.40 Universitas Sumatera Utara Komponen terakhir dari persamaan 2.36 yang harus dijabarkan adalah perubahan energi didalam elemen atau �̇. Energi disini adalah penjumlahan energi dalam dan energi kinetik. Menurut Termodinamika, energi dalam elemen adalah penjumlahan energi kinetik translasi ditambah rotasi dan energi listrik dari molekul molekulnya. Pada tulisan ini, semua komponen energi dalam diwakili oleh i dan energi akibat kecepatan diwakili oleh V 2 2 dimana V 2 = u 2 + v 2 . Maka energi dalam dapat dirumuskan menjadi: �̇ = � � �� �� + � 2 2 � ���� 2.41 Dengan menggabungkan semua komponen enrgi ini dan defenisi energi dalam fluida dapat dinyatakan dengan i = CT, maka persamaan energi atau persamaan15 dapat disederhanakan menjadi ���� �� + ����� �� + ����� �� = � �� � �� �� + � �� � �� �� + ��̇ − �∇. � + �Φ 2.42 Dimana CJkgK adalah panas jenis fluida yang dibahas dan Φ adalah fungsi disipasi , yang dirumuskan dengan persamaan: Φ = 2 �� ∂u ∂x � 2 + � ∂v ∂y � 2 � + � ∂u ∂x + ∂v ∂y � 2 2.43 Persamaan 2.41 masih berlaku umum dan dapat disederhanakan dengan menggunakan beberapa asumsi. Misalnya asumsi yang umum digunakan adalah aliran yang terjadi steadi, tidak ada sumber panas, pengaruh disipasi dan kerja akibat tekanan diabaikan dan sifat fisik konstan, maka persamaan energi akan menjadi sangat sederhana: � �� �� + � �� �� = � �� � � 2 � �� 2 + � 2 � �� 2 � 2.44 Persamaan inilah yang sering dipakai untuk mendapatkan distribusi temperatur pada aliran fluida .Dari semua persamaan pembentuk ini, persamaan 2.29, persamaan 2.34, persamaan 2.35 dan persamaan 2.43 inilah yang disebut governing equations. Universitas Sumatera Utara

2.9 Model aliran turbulen yang terdapat di CFD

Dokumen yang terkait

Simulasi Pengaruh Jumlah Sudu Dan Tip Speed Ratio Terhadap Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Menggunakan Profil Sudu Naca 0018

4 48 106

Uji Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Dengan Profil Sudu Naca 4415 dan analisa perbandingan menggunakan variasi jumlah sudu dan sudut PITCW

11 83 99

Uji Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Dengan Profil Sudu Naca 0012 Dan Analisa Perbandingan Efisiensi Menggunakan Variasi Jumlah Sudu Dan Sudut Pitch

2 86 108

Uji Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Dengan Profil Sudu Naca 0018 Dan Analisa Perbandingan Efisiensi Menggunakan Variasi Jumlah Sudu Dan Sudut Pitch

5 59 106

Simulasi Pengaruh Jumlah Sudu Dan Tip Speed Ratio Terhadap Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Menggunakan Profil Sudu Naca 0018

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Angin Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga - Uji Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Dengan Profil Sudu Naca 4415 dan analisa perbandingan menggunakan variasi jumlah sudu dan sudut

0 0 24

UJI PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H DENGAN PROFIL SUDU NACA 4415 DAN ANALISA PERBANDINGAN EFISIENSI MENGGUNAKAN VARIASI JUMLAH SUDU DAN SUDUT PITCH SKRIPSI

1 2 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Energi Angin - Uji Performansi Turbin Angin Tipe Darrieus-H Dengan Profil Sudu Naca 0018 Dan Analisa Perbandingan Efisiensi Menggunakan Variasi Jumlah Sudu Dan Sudut Pitch

1 1 18

UJI PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H DENGAN PROFIL SUDU NACA 0018 DAN ANALISA PERBANDINGAN EFISIENSI MENGGUNAKAN VARIASI JUMLAH SUDU DAN SUDUT PITCH SKRIPSI

0 0 14

UJI PERFORMANSI TURBIN ANGIN TIPE DARRIEUS-H DENGAN PROFIL SUDU NACA 0012 DAN ANALISA PERBANDINGAN EFISIENSI MENGGUNAKAN VARIASI JUMLAH SUDU DAN SUDUT PITCH SKRIPSI

0 0 13