Kepolisian Republik Indonesia dalam Mendukung Penegakkan Syariat Islam di Provinsi Aceh.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Bagaimana keterkaitan pengaturan hukum syariat Islam di Provinsi Aceh dengan
Hukum Pidana Nasional? 2.
Bagaimanakah kewenangan Kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan Hukum Pidana Islam di Provinsi Aceh?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan pengaturan hukum syariat Islam
di Provinsi Aceh dengan Hukum Pidana Nasional? 2.
Untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan Kepolisian Republik Indonesia dalam penegakan Hukum Pidana Islam di Provinsi Aceh?
D. Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Ada dua kegunaan yang dapat diperoleh dalam penelitian ini yaitu bersifat teoritis dan bersifat praktis.
1. Bersifat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya dalam
bidang hukum acara pidana yang berkaitan peranan kepolisian dalam penegakan hukum syariat Islam yang diberlakukan di Provinsi Aceh.
2 Bersifat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkanditerapkan oleh pengambil kebijakan dan para pelaksana hukum syariat Islam di Provinsi Aceh, terutama
dapat berguna bagi POLRI NAD dalam rangka melaksanakan tugas dalam penegakkan syariat Islam di Provinsi Aceh.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah Peran Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakkan Syariat Islam di
Nanggroe Aceh Darusalam belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi Penelitian ini dapat disebut asli sesuai dengan asas asas keilmuan
yaitu, jujur, rasional dan objektif serta terbuka.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
Universitas Sumatera Utara
1. Kerangka Teori
Penelitian ini memilih Teori Negara Hukum sebagai Grand Theory karena pertimbangan Negara Indonesia merupakan Negara Hukum rechtsstaat
sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ketiga juga karena teori negara hukum mengedepankan kepastian hukum rechts zekerheids dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia human rights. Pada dasarnya suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus menjamin persamaan equality setiap individu.
Hal ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan conditio sine quanon mengingat bahwa negara hukum lahir sebagai hasil perjuangan individu untuk melepaskan
dirinya dari keterikatan serta tindakan sewenang-wenang penguasa. Atas dasar itulah penguasa tidak boleh bertindak secara sewenang-wenang terhadap individu dan
kekuasaannya pun harus dibatasi.
19
Oleh karena itu dalam suatu negara hukum selain terdapat persamaan equality juga pembatasan restriction. Batasan kekuasaan ini
juga berubah-ubah, tergantung kepada keadaan. Namun sarana yang dipergunakan untuk membatasi kedua kepentingan itu adalah hukum. Baik negara maupun individu
adalah subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Oleh karena itu, dalam suatu negara hukum, kedudukan dan hubungan individu dengan negara senantiasa
terdapat keseimbangan. Kedua-duanya mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum.
20
19
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Bandung : PT Alumni, 2007, hal. 83.
20
Ibid.hal 84
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritis Konsepsi Negara Hukum yang dianut Indonesia tidak dari dimensi formal, melainkan dalam arti materil atau lazim dipergunakan terminologi
Negara Kesejahteraan welfare state atau Negara kemakmuran. Oleh karena itu tujuan yang hendak dicapai Negara Indonesia adalah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materil berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga sebagai negara hukum yang memiliki karakteristik
mandiri yaitu Negara Hukum berdasarkan Pancasila
.
21
Pada dasarnya konsep Negara Hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari doktrin Rule of law dimana dari beberapa doktrin dapat disimpulkan
bahwa semua tindakan Pemerintah harus berdasarkan atas hukum dan adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia antara lain Asas Praduga tidak bersalah presumption
of innocence dan Asas Legalitas principle of legality. Asas praduga tidak bersalah dan asas legalitas merupakan bagian dari Hukum Pidana Formil dan Hukum Pidana
Materil yang merupakan Sub sistem dari Sistem Hukum Pidana. Marc Ancel
menyebutkan sistem hukum pidana abad XX masih harus diciptakan. Sistem demikian hanya dapat disusun dan disempurnakan oleh usaha bersama semua orang
yang beritikad baik dan juga oleh semua ahli di bidang ilmu-ilmu sosial.
22
Asas Sistem Hukum Pidana memiliki empat elemen substantif yaitu nilai yang mendasari
sistem hukum philosophic, adanya asas-asas hukum legal principles, adanya
21
Rukmana Amanwinata, Pengaturan dan Batas Implementasi Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dalam Pasal 28 UUD 1945, Bandung:Fakultas Pascasarjana Universitas Padjadjaran,
1996, hal. 109.
22
Marc Ancel, Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problems London, Routledge Kegan Paul, 1965, hal. 4-5.
Universitas Sumatera Utara
norma atau peraturan perundang-undangan legal rules dan masyarakat hukum sebagai pendukung sistem hukum tersebut legal society. Keempat elemen dasar ini
tersusun dalam rangkaian satu kesatuan yang membentuk piramida, bagian atas adalah nilai, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan yang berada di bagian
tengah, dan bagian bawah adalah masyarakat.
23
Walau sistem hukum pidana masih harus diciptakan, bukan berarti hal ini tidak
dapat didefinisikan. Marc Ancel memberi pengertian sistem hukum pidana dalam tiap
masyarakat yang terorganisir memiliki sistem hukum pidana yang terdiri dari : a peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya.
b suatu prosedur hukum pidana, dan c suatu mekanisme pelaksanaan pidana.
24
A. Mulder
25
dengan tolok ukur pengertian Marc Ancel tersebut di atas juga
memberikan dimensi sistem hukum pidana merupakan garis kebijakan untuk menentukan :
a seberapa jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku perlu diubah dan diperbaharui.
b apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana
harus dilaksanakan.
23
Mudzakkir, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001, hal. 22.
24
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hal 28
Universitas Sumatera Utara
Dikaji dari perspektif pembagian hukum berdasarkan isinya maka dikenal adanya pembagian Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum Publik merupakan
hukum yang mengatur kepentingan umum algemene belangen sedangkan Hukum Privat mengatur kepentingan perorangan bijzondere belangen. Apabila ditinjau dari
aspek fungsinya maka salah satu ruang lingkup hukum publik adalah hukum pidana yang secara esensial dapat dibagi lagi menjadi Hukum Pidana Materil materieel
strafrecht dan Hukum Pidana Formal formeel strafrechtstrafprocesrecht.
26
Selanjutnya ketentuan hukum pidana dapat diklasifikasikan menjadi Hukum Pidana Umum ius comune dan Hukum Pidana Khusus ius singulare, ius speciale atau
bijzonder strafrecht.
27
Ketentuan hukum pidana umum dimaksudkan berlaku secara umum seperti termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP,
sedangkan ketentuan hukum pidana khusus diartikan sebagai ketentuan hukum pidana yang mengatur mengenai kekhususan subyeknya dan perbuatan yang khusus
bijzonderlijk feiten. Menurut Friedman,
28
ada 4 empat fungsi sistem hukum : 1.
Fungsi Kontrol Sosial social control 2.
Fungsi retribusi atau fungsi rekayasa sosial.
25
Ibid
26
Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Pasca Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi
2003, Bandung : PT. Alumni, 2007, hal. 1.
27
Ibid.
28
Lihat Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 69-70.
Universitas Sumatera Utara
3. Fungsi Pemeliharaan Sosial
4. Fungsi Yuridis
Untuk dapat berfungsi sistem hukum menurut gagasan Parsons, maka ada 4 empat yang diselesaikan lebih dahulu, yaitu :
29
1. Masalah legitimasi yang menjadi landasan bagi pentaatan kepada aturan-
aturan 2.
Masalah Intepretasi, yang akan menyangkut soal penetapan hak dan kewajiban subjek, melalui proses penerapan aturan tertentu
3. Masalah sanksi menegaskan sanksi apa, bagaimana penerapannya dan
siapa yang menerapkannya 4.
Masalah yurisdiksi menetapkan garis kewenangan yang kuasa menegakkan norma hukum, dan golongan apa yang hendak diatur oleh
perangkat norma itu Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegak
hukum adalah mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku
manusia sesuai dengan bingkai frame works yang ditetapkan oleh suatu undang undang atau hukum.
30
Dalam teori hukum pidana dikenal dalil Ultimum Remedium atau disebut sarana terakhir dalam rangka menentukan perbuatan apa saja yang akan
29
H.R. Otje Salaman, Anthon F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Bandung : PT. Refika Aditama, 2007, hal. 149-150.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dikriminilisasi dijadikan delik atau perbuatan yang apabila dilakukan akan berhadapan dengan pemidanaan. Sedangkan langkah kriminilasasi sendiri termasuk
dalam teori kebijakan kriminal criminal policy, yang salah satu pendapat pakar Peter G Hoefnagels mengartikan sebagai criminal policy is the rational organization
of the control of crime by society yang diartikan sebagai upaya rasional dari suatu negara untuk menanggulangi kejahatan. Dalam kebijakan kriminal tersebut
selanjutnya diuraikan bahwa criminal policy sebagai ascince of responses, science of crime prevention, policy of designating human behavior as a crime dan rational total
of responses to crime. Selain terdapat persyaratan bahwa menentukan perbuatan mana yang akan dikriminalisasi yaitu bahwa perbuatan itu tercela, merugikan dan mendapat
pengakuan secara kemasyarakatan bahwa ada kesepakatan untuk mengkriminalisasi dan mempertimbangkan cost and benefit principle, tetapi juga harus dipikirkan
jangan sampai terjadi over criminilazation.
31
Ultimum Remedium juga akan bersinggung langsung dengan tujuan pemidanaan dan antara lain menurut Cesare Beccaria Bonesana dikatakan ada dua
hal yaitu untuk tujuan prevensi khusus dan prevensi umum tujuan pemidanaan hanyalah supaya si pelanggar tidak merugikan sekali lagi kepada masyarakat dan
untuk membuat efek jera agar orang lain jangan melakukan hal itu. Menurut Beccaria yang paling penting adalah akibat yang menimpa masyarakat. Keyakinan bahwa tidak
mungkin meloloskan diri dari pidana yang seharusnya diterima. Namun Beccaria
31
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Bandung : Alumni, 1984, hal. 32-32.
Universitas Sumatera Utara
mengigatkan sekali lagi bahwa segala kekerasan yang melampui batas tidak perlu karena itu berarti kelainan.
Dalam menjawab hubungan antara Polda Aceh dan lembaga lainnya dalam penegakan syariat Islam di Aceh maka aparat penegak hukum harus terintegrasi
dalam sistem peradilan Pidana dan harus mampu bekerjasama dalam suatu Integrated Administration of Criminilal Justice System sehingga terjadi koordinasi yang baik.
32
Sistem peradilan pidana ini mempunyai empat komponen, sebagaimana yang lazim dikenal dalam ilmu kebijakan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan
dan Lembaga Pemasyarakatan. Keempat komponen ini biasa disebut sebagai aparat penegak hukum. Dalam perkembangannya Advokad dimasukan dalam sistem
peradilan pidana.
33
Romli Atmasasmita menyatakan bahwa sistem peradilan pidana dapat dikaji melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan normatif, pendekatan administratif, dan
pendekatan sosial.
34
Institusi penegak hukum sebagai Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System dapat berjalan sebagai sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
masalah kejahatan. Menanggulangi adalah usaha mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dengan menyelesaikan sebagian besar laporan
maupun keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan
32
Norval Morris , Introduction, dalam Criminal Justice in Asia, The Quest for an Integrated Approach, Tokyo : Seminar UNAFEI,1882, hal. 5.
33
Lihat Mahmud Mulyadi, Penanggulanagan Kejahatan Kekerasan di Indonesia, disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana, di samping itu adalah hal lain yang tidak kalah penting adalah mencegah terjadinya
korban kejahatan serta mencegah pelaku untuk menanggulangi kejahatannya.
35
Dari uraian di atas dapat dirinci bahwa tujuan sistem peradilan pidana sebagaimana dikatakan oleh Mardjono Reksodiputro sebagai berikut :
1. mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
2. menyelesaikan kasus-kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat
merasa puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana sehingga masyarakat merasa puas;
3. mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
mengulangi lagi kejahatannya.
36
Tujuan sistem peradilan pidana menurut Davies antara lain : 1.
Menjaga masyarakat dengan mencegah kejahatan yang akan terjadi, dengan merehabilitasi terpidana atau orang-orang yang diperkirakan mampu
melakukan kejahatan; 2.
Menegakkan hukum dan respek kepada hukum dengan memastikan pembinaan yang baik kepada tersangka, terdakwa atau terpidana,
mengeksekusi terpidana dan mencegah masyarakat tidak bersalah dari tuntutan hukum;
34
Romli Atmasasmita 1996. Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bandung : Bina Cipta, hal. 7-8.
35
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hal. 39.
36
Ibid, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
3. Menjaga hukum dan ketertiban;
4. Menghukum pelanggar kejahatan sesuai dengan prinsip keadilan.
5. Membantu korban kejahatan.
37
Fungsi utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat umum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tugas polisi
adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sebagai usaha pemberian perlindungan kepada masyarakat, maka
polisi melibatkan keikutsertaan masyarakat melalui berbagai program pemberian informasi yang luas tentang kejahatan di lingkungan tempat tinggal masyarakat,
melakukan pendidikan tentang tanggung jawab masyarakat terhadap upaya pencegahan kejahatan dan pemberian informasi terkini tentang upaya
penanggulangan kejahatan dengan melakukan pengamanan swadaya masyarakat. Selain itu juga, secara formal tugas polisi memainkan peranan penting dalam
mekanisme sistem peradilan pidana, yaitu dengan memproses tersangka pelaku kejahatan dnegan mengajukannya ke proses penuntutan di pengadilan.
38
2. Landasan Konsepsional
a. Penyidik adalah pejabat Polisi Negara RI atau pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang diberi kewenagan khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan.
39
b. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian dari
agama Islam. Konsepsi Hukum Islam yaitu dasar dan kerangka hukumnya
37
Ibid.
38
Ibid, hal. 41.
39
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Cara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan
lainnya karena manusia yang hidup di dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan.
40
Sebagai sistem hukum, ia memiliki beberapa istilah kunci yang perlu untuk dipahami terlebih dahulu yaitu :
1 Hukum
Peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik peraturan atau norma itu berupa
kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa. 2
Hukum dan ahkam Hukum artinya norma atau kaidah yakni ukuran, tolok ukur, patokan,
pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda. Dalam sistem hukum Islam ada lima hukum atau
kaidah yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun di lapangan muamalah yaitu jaiz atau
mubah, sunnat, makruh, wajib dan haram. 3
Syariah atau syariat
40
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, Cetakan Ketujuh, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1999, hal. 38
.
Universitas Sumatera Utara
Secara harfiah syariat yaitu jalan ke sumber mata air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim. Syariat merupakan jalan hidup
muslim. Syariat memuat ketetapan Allah dan ketentuan rasulnya baik berupa larangan maupun berupa suruhan meliputi seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. c.
Jinayat, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah
ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah adalah perbuatan pidana. Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumannya dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad hudud jamak dari hadd = batas. Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
d. Penegakan hukum law enforcemen Menurut Black’s Law Dictionary,
diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the execution of a law; the carrying out of a mandate or command”. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai
yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum legal spirit yang mendasari peraturan hukum yang
harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan law making process.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu dalam Black’s Law Dictionary, dengan editor Bryan A. Garner menerjemahkan penegakan hukum sebagai pertama; The detection and
punishment of violations of the law. The term is not limited to the enforcement of criminal laws, for example, the Freedom of Information Act contains an
exemption for law-enforcement purposes and furnished in confidence. That exemption is valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws such
as national-security laws as well as criminal laws. Kedua; Criminal justice. Ketiga; Police officers and other members of the executive branch of
government charged with carrying out and enforcing the criminal law.
Satjipto Rahardjo
membedakan istilah
penegakan hukum
law enforcement dengan penggunaan hukum the use of law. Penegakan hukum dan penggunaan hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat
menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan bagi pencapaian tujuan atau kepentingan
lain. Menegakkan hukum tidak persis sama dengan menggunakan hukum. Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial, sehingga
penegakannya dipengaruhi lingkungan yang sangat kompleks seperti perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, iptek, pendidikan dan
sebagainya. Penegakan hukum harus berlandaskan kepada prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 dan asas-asas hukum yang
berlaku di lingkungan bangsa-bangsa yang beradab seperti the Basic Principles of Independence of Judiciary, agar penegak hukum dapat
menghindarkan diri dari praktik-praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang sangat kompleks tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-
kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
41
Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang
netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi penegakan hukum, adalah : 1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
41
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI, Press, 1984, hal 16.
Universitas Sumatera Utara
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada
efektivitas penegakan hukum.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian Penelitian mengenai Peran Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakkan
Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darusalam merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif meliputi :
1 Penelitian terhadap asas-asas hukum
2 Penelitian terhadap sistematik hukum
3 Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
4 Perbandingan hukum
5 Sejarah hukum.
42
Penelitian hukum normatif bertujuan untuk menemukan aturan-aturan hukum pada bidang penegakkan syariat Islam di NAD yang dapat memberikan ketegasan
kewenangan penegakan syariat Islam yang dilakukan oleh Polri. Penelitian ini dititik beratkan pada studi kepustakaan, sehingga data sekunder
atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Data sekunder yang diteliti terdiri atas :
42
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1985, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
1. Bahan hukum primer
43
yaitu bahan hukum yang mengikat, antara lain berupa :
a Peraturan Perundang-undangan atau Qanun yang berhubungan
dengan kewenangan Polri dalam penegakan syariat Islam di Provinsi Aceh .
b Putusan-putusan pengadilan atau yurisprudensi
c Bahan hukum yang hingga kini masih berlaku seperti KUHPidana,
KUHPerdata. 2.
Badan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain berupa :
a Tulisan atau pendapat pakar hukum pidana mengenai kewenagan
penyidikan dari Polri b
Tulisan atau pendapat pakar hukum pidana mengenai pelaksanaan syariat Islam dan kebijakan Polri dalam penyidikan tindak pidana
yang diatur dalam syariat Islam Jinayat 3.
Bahan hukum tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai badan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti :
a Kamus besar bahasa Indonesia
b Ensiklopedi Indonesia
c Berbagai masalah hukum yang berkaitan dengan syariat Islam.
44
43
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1984, hal. 52.
44
Soerjono Soekanto, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini mempergunakan metode pendekatan yuridis normative, karena mengutamakan tinjauan dari segi peraturan hukum yang menyangkut
peranan Polri dalam penegakkan hukum. Metode pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan pertimbangan titik tolak penelitian adalah analisis
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang kewenangan Polri dalam penyidikan pelanggaran syariat Islam di NAD.
3. Lokasi Wilayah penelitian Provinsi Aceh, namun di fokuskan pada lembaga
penegak hukum POLRI. 4.
Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti, maka dilakukan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder,
baik yang berupa badan hukum primer, badan hukum sekunder maupun badan hukum tertier. Sesuai dengan tipologi penelitian hukum normatif, data
sekunder dengan bahan hukum dimaksud merupakan bahan utama dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian yang berkaitan dengan pendekatan yuridis normatif dimulai langkah awal adalah melakukan inventarisasi peraturan perundang-
undangan dan qanun di bidang ketentuan syariat Islam di Provinsi Aceh serta peraturan-peraturan lainnya.
Usaha untuk memperoleh peraturan perundang-undangan dan qanun dalam pemberlakuan syariat Islam di Provinsi Aceh bahan hukum primer
tersebut didukung dengan penelaahan terlebih dahulu terhadap bahan hukum sekunder, berupa tulisan para ahli mengenai masalah syariat Islam di
Provinsi Aceh. Cara tersebut ditunjang pula dengan bahan hukum tertier. Setelah inventarisasi peraturan perundang-undangan selesai dilakukan,
kemudian dibuat intisari dari setiap peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Hal ini untuk mempermudah analisis serta pembuatan laporan
penelitian. 5.
Analisis Data Analisa data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan
data ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.
45
Analisa data yang akan dilakukan secara kualitatif.
46
Kegiatan ini diharapkan
45
Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti
yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Lexy Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2004, hal. 280.
46
Ibid, hal. 281.
Universitas Sumatera Utara
akan dapat memudahkan penulis dalam menganalisa permasalahan yang diajukan, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan.
Data sekunder yang diperoleh dari penelitian tersebut dianalisis dengan cara kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari bahan hukum yang
berasal dari peraturan perundang-undangan dan Qanun dalam penerapan syariat Islam di Provinsi Aceh. Data tersebut kemudian dianalisis secara
juridis, historis dan komparatif untuk memperoleh gambaran mengenai peraturan perundang-undangan dan Qanun yang akan menjelaskan
kewenangan dan peran Polri dalam penegakan syariat Islam di Provinsi Aceh.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KETERKAITAN PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM
DI PROVINSI ACEH DENGAN HUKUM PIDANA NASIONAL
A. Kedudukan Syariat Islam Di Provinsi Aceh dalam Sistem Hukum Nasional
Dalam perspektif teori sistem hukum menyangkut tiga elemen, yaitu substansi hukum, struktur dan budaya hukum sistem hukumlegal system, Friedman
menyatakan bahwa sistem hukum terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen struktur structure, substansi substance, dan budaya hukum legal culture.
Aspek struktur structure oleh Friedman dirumuskan sebagai berikut : “The structure of a legal system consists of elements of this kind: the number and size
of courts; their yurisdiction that is, what kind of cases they hear, and how and why, and modes of appeal from one court to another. Structure also means how the
legislature is organized, how many members sit on the Federal Trade Commission, what a president can legally do or not do, what procedures the police department
follows, and so on.”
47
Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum substance. Penjelasan Friedman terhadap substansi hukum adalah sebagai berikut :
“By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of people inside the system.This is, first of all, “the law” in the popular sense of the term – the fact that
47
Lawrence M. Friedman, American Law, New York, London : WW Norton Company, 1984, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara