1. Kerangka Teori
Penelitian ini memilih Teori Negara Hukum sebagai Grand Theory karena pertimbangan Negara Indonesia merupakan Negara Hukum rechtsstaat
sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ketiga juga karena teori negara hukum mengedepankan kepastian hukum rechts zekerheids dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia human rights. Pada dasarnya suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus menjamin persamaan equality setiap individu.
Hal ini merupakan sesuatu yang harus dilakukan conditio sine quanon mengingat bahwa negara hukum lahir sebagai hasil perjuangan individu untuk melepaskan
dirinya dari keterikatan serta tindakan sewenang-wenang penguasa. Atas dasar itulah penguasa tidak boleh bertindak secara sewenang-wenang terhadap individu dan
kekuasaannya pun harus dibatasi.
19
Oleh karena itu dalam suatu negara hukum selain terdapat persamaan equality juga pembatasan restriction. Batasan kekuasaan ini
juga berubah-ubah, tergantung kepada keadaan. Namun sarana yang dipergunakan untuk membatasi kedua kepentingan itu adalah hukum. Baik negara maupun individu
adalah subyek hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Oleh karena itu, dalam suatu negara hukum, kedudukan dan hubungan individu dengan negara senantiasa
terdapat keseimbangan. Kedua-duanya mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum.
20
19
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Bandung : PT Alumni, 2007, hal. 83.
20
Ibid.hal 84
Universitas Sumatera Utara
Secara teoritis Konsepsi Negara Hukum yang dianut Indonesia tidak dari dimensi formal, melainkan dalam arti materil atau lazim dipergunakan terminologi
Negara Kesejahteraan welfare state atau Negara kemakmuran. Oleh karena itu tujuan yang hendak dicapai Negara Indonesia adalah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materil berdasarkan Pancasila, sehingga disebut juga sebagai negara hukum yang memiliki karakteristik
mandiri yaitu Negara Hukum berdasarkan Pancasila
.
21
Pada dasarnya konsep Negara Hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari doktrin Rule of law dimana dari beberapa doktrin dapat disimpulkan
bahwa semua tindakan Pemerintah harus berdasarkan atas hukum dan adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia antara lain Asas Praduga tidak bersalah presumption
of innocence dan Asas Legalitas principle of legality. Asas praduga tidak bersalah dan asas legalitas merupakan bagian dari Hukum Pidana Formil dan Hukum Pidana
Materil yang merupakan Sub sistem dari Sistem Hukum Pidana. Marc Ancel
menyebutkan sistem hukum pidana abad XX masih harus diciptakan. Sistem demikian hanya dapat disusun dan disempurnakan oleh usaha bersama semua orang
yang beritikad baik dan juga oleh semua ahli di bidang ilmu-ilmu sosial.
22
Asas Sistem Hukum Pidana memiliki empat elemen substantif yaitu nilai yang mendasari
sistem hukum philosophic, adanya asas-asas hukum legal principles, adanya
21
Rukmana Amanwinata, Pengaturan dan Batas Implementasi Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul Dalam Pasal 28 UUD 1945, Bandung:Fakultas Pascasarjana Universitas Padjadjaran,
1996, hal. 109.
22
Marc Ancel, Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problems London, Routledge Kegan Paul, 1965, hal. 4-5.
Universitas Sumatera Utara
norma atau peraturan perundang-undangan legal rules dan masyarakat hukum sebagai pendukung sistem hukum tersebut legal society. Keempat elemen dasar ini
tersusun dalam rangkaian satu kesatuan yang membentuk piramida, bagian atas adalah nilai, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan yang berada di bagian
tengah, dan bagian bawah adalah masyarakat.
23
Walau sistem hukum pidana masih harus diciptakan, bukan berarti hal ini tidak
dapat didefinisikan. Marc Ancel memberi pengertian sistem hukum pidana dalam tiap
masyarakat yang terorganisir memiliki sistem hukum pidana yang terdiri dari : a peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya.
b suatu prosedur hukum pidana, dan c suatu mekanisme pelaksanaan pidana.
24
A. Mulder
25
dengan tolok ukur pengertian Marc Ancel tersebut di atas juga
memberikan dimensi sistem hukum pidana merupakan garis kebijakan untuk menentukan :
a seberapa jauh ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku perlu diubah dan diperbaharui.
b apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana
harus dilaksanakan.
23
Mudzakkir, Posisi Hukum Korban Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001, hal. 22.
24
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, hal 28
Universitas Sumatera Utara
Dikaji dari perspektif pembagian hukum berdasarkan isinya maka dikenal adanya pembagian Hukum Publik dan Hukum Privat. Hukum Publik merupakan
hukum yang mengatur kepentingan umum algemene belangen sedangkan Hukum Privat mengatur kepentingan perorangan bijzondere belangen. Apabila ditinjau dari
aspek fungsinya maka salah satu ruang lingkup hukum publik adalah hukum pidana yang secara esensial dapat dibagi lagi menjadi Hukum Pidana Materil materieel
strafrecht dan Hukum Pidana Formal formeel strafrechtstrafprocesrecht.
26
Selanjutnya ketentuan hukum pidana dapat diklasifikasikan menjadi Hukum Pidana Umum ius comune dan Hukum Pidana Khusus ius singulare, ius speciale atau
bijzonder strafrecht.
27
Ketentuan hukum pidana umum dimaksudkan berlaku secara umum seperti termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP,
sedangkan ketentuan hukum pidana khusus diartikan sebagai ketentuan hukum pidana yang mengatur mengenai kekhususan subyeknya dan perbuatan yang khusus
bijzonderlijk feiten. Menurut Friedman,
28
ada 4 empat fungsi sistem hukum : 1.
Fungsi Kontrol Sosial social control 2.
Fungsi retribusi atau fungsi rekayasa sosial.
25
Ibid
26
Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Pasca Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi
2003, Bandung : PT. Alumni, 2007, hal. 1.
27
Ibid.
28
Lihat Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 69-70.
Universitas Sumatera Utara
3. Fungsi Pemeliharaan Sosial
4. Fungsi Yuridis
Untuk dapat berfungsi sistem hukum menurut gagasan Parsons, maka ada 4 empat yang diselesaikan lebih dahulu, yaitu :
29
1. Masalah legitimasi yang menjadi landasan bagi pentaatan kepada aturan-
aturan 2.
Masalah Intepretasi, yang akan menyangkut soal penetapan hak dan kewajiban subjek, melalui proses penerapan aturan tertentu
3. Masalah sanksi menegaskan sanksi apa, bagaimana penerapannya dan
siapa yang menerapkannya 4.
Masalah yurisdiksi menetapkan garis kewenangan yang kuasa menegakkan norma hukum, dan golongan apa yang hendak diatur oleh
perangkat norma itu Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa fungsi penegak
hukum adalah mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku
manusia sesuai dengan bingkai frame works yang ditetapkan oleh suatu undang undang atau hukum.
30
Dalam teori hukum pidana dikenal dalil Ultimum Remedium atau disebut sarana terakhir dalam rangka menentukan perbuatan apa saja yang akan
29
H.R. Otje Salaman, Anthon F Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Bandung : PT. Refika Aditama, 2007, hal. 149-150.
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dikriminilisasi dijadikan delik atau perbuatan yang apabila dilakukan akan berhadapan dengan pemidanaan. Sedangkan langkah kriminilasasi sendiri termasuk
dalam teori kebijakan kriminal criminal policy, yang salah satu pendapat pakar Peter G Hoefnagels mengartikan sebagai criminal policy is the rational organization
of the control of crime by society yang diartikan sebagai upaya rasional dari suatu negara untuk menanggulangi kejahatan. Dalam kebijakan kriminal tersebut
selanjutnya diuraikan bahwa criminal policy sebagai ascince of responses, science of crime prevention, policy of designating human behavior as a crime dan rational total
of responses to crime. Selain terdapat persyaratan bahwa menentukan perbuatan mana yang akan dikriminalisasi yaitu bahwa perbuatan itu tercela, merugikan dan mendapat
pengakuan secara kemasyarakatan bahwa ada kesepakatan untuk mengkriminalisasi dan mempertimbangkan cost and benefit principle, tetapi juga harus dipikirkan
jangan sampai terjadi over criminilazation.
31
Ultimum Remedium juga akan bersinggung langsung dengan tujuan pemidanaan dan antara lain menurut Cesare Beccaria Bonesana dikatakan ada dua
hal yaitu untuk tujuan prevensi khusus dan prevensi umum tujuan pemidanaan hanyalah supaya si pelanggar tidak merugikan sekali lagi kepada masyarakat dan
untuk membuat efek jera agar orang lain jangan melakukan hal itu. Menurut Beccaria yang paling penting adalah akibat yang menimpa masyarakat. Keyakinan bahwa tidak
mungkin meloloskan diri dari pidana yang seharusnya diterima. Namun Beccaria
31
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Bandung : Alumni, 1984, hal. 32-32.
Universitas Sumatera Utara
mengigatkan sekali lagi bahwa segala kekerasan yang melampui batas tidak perlu karena itu berarti kelainan.
Dalam menjawab hubungan antara Polda Aceh dan lembaga lainnya dalam penegakan syariat Islam di Aceh maka aparat penegak hukum harus terintegrasi
dalam sistem peradilan Pidana dan harus mampu bekerjasama dalam suatu Integrated Administration of Criminilal Justice System sehingga terjadi koordinasi yang baik.
32
Sistem peradilan pidana ini mempunyai empat komponen, sebagaimana yang lazim dikenal dalam ilmu kebijakan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan
dan Lembaga Pemasyarakatan. Keempat komponen ini biasa disebut sebagai aparat penegak hukum. Dalam perkembangannya Advokad dimasukan dalam sistem
peradilan pidana.
33
Romli Atmasasmita menyatakan bahwa sistem peradilan pidana dapat dikaji melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan normatif, pendekatan administratif, dan
pendekatan sosial.
34
Institusi penegak hukum sebagai Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System dapat berjalan sebagai sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi
masalah kejahatan. Menanggulangi adalah usaha mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dengan menyelesaikan sebagian besar laporan
maupun keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan
32
Norval Morris , Introduction, dalam Criminal Justice in Asia, The Quest for an Integrated Approach, Tokyo : Seminar UNAFEI,1882, hal. 5.
33
Lihat Mahmud Mulyadi, Penanggulanagan Kejahatan Kekerasan di Indonesia, disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputus bersalah serta mendapat pidana, di samping itu adalah hal lain yang tidak kalah penting adalah mencegah terjadinya
korban kejahatan serta mencegah pelaku untuk menanggulangi kejahatannya.
35
Dari uraian di atas dapat dirinci bahwa tujuan sistem peradilan pidana sebagaimana dikatakan oleh Mardjono Reksodiputro sebagai berikut :
1. mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
2. menyelesaikan kasus-kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat
merasa puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana sehingga masyarakat merasa puas;
3. mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
mengulangi lagi kejahatannya.
36
Tujuan sistem peradilan pidana menurut Davies antara lain : 1.
Menjaga masyarakat dengan mencegah kejahatan yang akan terjadi, dengan merehabilitasi terpidana atau orang-orang yang diperkirakan mampu
melakukan kejahatan; 2.
Menegakkan hukum dan respek kepada hukum dengan memastikan pembinaan yang baik kepada tersangka, terdakwa atau terpidana,
mengeksekusi terpidana dan mencegah masyarakat tidak bersalah dari tuntutan hukum;
34
Romli Atmasasmita 1996. Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice System Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bandung : Bina Cipta, hal. 7-8.
35
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan : USU Press, 2009, hal. 39.
36
Ibid, hal. 40.
Universitas Sumatera Utara
3. Menjaga hukum dan ketertiban;
4. Menghukum pelanggar kejahatan sesuai dengan prinsip keadilan.
5. Membantu korban kejahatan.
37
Fungsi utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat umum. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tugas polisi
adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Sebagai usaha pemberian perlindungan kepada masyarakat, maka
polisi melibatkan keikutsertaan masyarakat melalui berbagai program pemberian informasi yang luas tentang kejahatan di lingkungan tempat tinggal masyarakat,
melakukan pendidikan tentang tanggung jawab masyarakat terhadap upaya pencegahan kejahatan dan pemberian informasi terkini tentang upaya
penanggulangan kejahatan dengan melakukan pengamanan swadaya masyarakat. Selain itu juga, secara formal tugas polisi memainkan peranan penting dalam
mekanisme sistem peradilan pidana, yaitu dengan memproses tersangka pelaku kejahatan dnegan mengajukannya ke proses penuntutan di pengadilan.
38
2. Landasan Konsepsional