Gambaran Biokimia Hati Pada Thalassemia Mayor

analisis biokimia termasuk pemeriksaan transaminase serum Tavill, 1993.

2.2.3. Gambaran Biokimia Hati Pada Thalassemia Mayor

Thalassemia merupakan penyakit hemolitik kronis dengan gejala utama anemia dan memerlukan transfusi darah berulang. Transfusi darah berulang dan peningkatan absorpsi besi di usus sebagai akibat eritropoiesis yang tidak efektif pada penderita thalassemia menyebabkan penimbunan besi. Hati merupakan organ utama yang terganggu karena hati merupakan tempat penyimpanan utama cadangan besi. Pada keadaan penimbunan besi, kadar besi serum, saturasi transferin dan feritin akan meningkat serta transferin binding capacity TBC terlampaui, hal ini dapat menyebabkan reaksi radikal bebas yang bersifat sitotoksik sehingga mengakibatkan kerusakan oksidasi lipid, protein dan asam nukleat. Penimbunan besi kronis di hati mengakibatkan fibrosis serta sirosis hati, dan biopsi hati merupakan baku emas untuk menilai penimbunan besi di hati juga dapat memberi informasi mengenai derajat kerusakan hati. terhadap setiap donor darah Bacon, 1993. Pada keadaan penimbunan besi, terjadi peningkatan kadar besi serum, feritin serum dan saturasi transferin. Saturasi transferin umumnya mencapai lebih dari 80. Sebagai akibat peroksidasi lipid, maka akan terjadi kerusakan sel hati. Seperti pada kerusakan sel hati akibat penyebab yang lain, penimbunan besi akan menyebabkan peningkatan kadar enzim transaminase serum, yaitu SGOT dan SGPT Kaplan, 1993. Pasien thalassemia mayor sangat ketergantungan dengan transfusi darah, karena terjadi kerusakan 2 gen yang mensintesis rantai pada globin, sehingga penderitanya tidak dapat mensistesis hemoglobin normal, akibatnya akan terjadi anemia berat, dan untuk menaikkan kadar Hb perlu dilakukan transfusi darah secara rutin. Untuk mengetahui efek yang timbul dan terapi transfusi darah terhadap nilai SGOT dan SGPT Kelly, 1999. SGOT dan SGPT adalah enzim yang terdapat di dalam hati yang berperan dalam sintesis protein di hati. Serium aminotransferase merupakan indikator yang sensitif untuk menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian penyakit hati Suyono, 2001. Transfusi darah yang terlalu sering dilakukan dapat mengakibatkan penumpukan besi Fe di jaringan, salah satunya di hati, karena besi Fe terkandung dalam setiap sel darah merah yang ditransfusikan. Semua racun atau senyawa-senyawa yang dapat berbahaya bagi tubuh akan menumpuk di hati untuk di detoksifikasi. Dalam keadaan normal, setelah 120 hari sel darah merah akan mengalami apoptosis dan komponen-komponen penyusunnya akan diuraikan dan selanjutnya digunakan kembali untuk eritropoiesis. Besi yang di bebaskan dari proses tersebut dibawa ke dalam system retikuloendotelialmakrofag hati, limpa dan sumsum tulang dan digunakan kembali untuk eritropoiesis. Penumpukan besi Fe dalam hati menyebabkan timbulnya aktifitas oksigen atau radikal bebas. Radikal bebas inilah yang dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membrane dan organel sel hati, sehingga dapat menyebabkan nekrosis atau kebocoran membran sel hati. Akibatnya, enzim SGOT dan SGPT yang secara normal terdapat dalam sel hati keluar ke plasma. Kedua kadar enzim inilah yang diukur untuk mengetahui adanya kerusakan fungsi hati Ganie, 2005. 1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah