2.1.7. Terapi pada Thalassemia Mayor
Pengobatan pada penderita thalassemia dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu dengan pemberian medikamentosa, terapi suportif dan terapi bedah. Macam-
macam terapi medikamentosa yaitu: 1. Pemberian iron chelating agent desferoxamine ; 2. Vitamin C ; c. Asam folat ; dan d. Vitamin EBacon,
1996. Pemberian iron chelating agent desferoxamine, diberikan setelah kadar
ferritin serum mencapai 1000 mgl atau saturasi ferritin lebih dari 50. Desferoxamine dengan dosis 25-50 mgkg BBhari subkutan melalui infus dalam
waktu 8-12 jam minimal selama 5 hari berturut setiap selesai transfusi darah Bacon, 1996.
Vitamin C di berikan dengan dosis 100-250 mghari selama pemberian khalesi besi. Asam folat di berikan dengan dosis 2-5 mghari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat. Vitamin E di berikan dengan dosis 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan untuk memperpanjang umur sel darah merahBacon,
1996. Terapi suportif pada thalassemia mayor adalah transfusi darah.Tujuan
terapi transfusi adalah untuk mengkoreksi anemia, menekan eritropoiesis dan menghambat penyerapan besi pada saluran cerna dimana terjadi pada pasien yang
tidak ditransfusi. Keputusan untuk memulai terapi transfusi pada pasien dengan diagnosis thalassemia harus berdasarkan dengan adanya anemia berat Hb 7
gdL selama lebih dari dua minggu, tidak termasuk dengan adanya penyebab lainnya seperti infeksi Lawrence, 2003.
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang, yang tidak dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke
jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi
iron chelating drugs deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat di ekskresikan dalam urin Lawrence, 2003.
Terapi bedah yang dapat dilakukan pada pasien thalassemia mayor yaitu splenoktomi dan transplantasi sumsum tulang. Splenoktomi, transfusi yang terus
menerus menjadi salah satu pertimbangan untuk dilakukannya tindakan splenoktomikarena dapat mengurangi hemolisis. Adapun indikasi dilakukannya
tindakan splenoktomi adalah limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien dan menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan bahaya
terjadinya ruptur Lawrence, 2003. Transplantasi sumsum tulangumumnya lebih efektif dari transfusi darah, akan tetapi membutuhkan sarana yang khusus dan
biaya yang lebih besar, maka dari itu transplantasi sumsum tulang jarang dilakukan Lawrence, 2003.
2.2. Hati
Hati merupakan organ intestinal terbesar yang terletak dalam rongga perut sebelah kanan atas tepatnya di bawah diafragma dan disamping kirinya terletak
organ limpa. Hati terbagi atas dua bagian besar yaitu lobus kanan dan kiri, juga satu bagian kecil ditengah yaitu lobus asesorius. Hati tersusun atas tiga jaringan
yang meliputi saluran empedu, susunan pembuluh darah dan sel parenkim. Di antara lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan
cabang vena porta dan arteri hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik sel kupffer yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan
bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Jadi, hati merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan organ toksik Maller,
1994. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan memiliki peran penting
dalam metabolisme dan berbagai fungsi tubuh yang lain. Kelainan yang terjadi pada penyakit hati oleh karena penyebab tertentu, dapat merupakan kelainan
fungsi metabolisme fungsi sintesis, penyimpanan dan ekskresi, kelainan fungsi pertahanan tubuh fungsi penawar racun dan kerusakan sel hati Kaplan, 1993.
2.2.1.Fungsi hati
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu.Hati mengekskresikan empedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus.Unsur
utama empedu adalah air 97, elektrolit, garam empedu.Walaupun bilirubin